Sore Kak 。◕‿◕。 Baiknya Mitha sembuh atau tambah sakit atau bebas aja nih?
“Kamu pulang saja!” titah Alessandro dengan suara rendah dan berat.Calantha ingin menolak tetapi suaminya itu menatap tajam sehingga ia merasa terintimidasi. Ia khawatir sesuatu akan terjadi pada Al.“Baiklah, aku pulang.” Wajah Calantha berubah muram.Tidak mau berdebat di tempat umum Calantha memilih patuh dan diam. Sepanjang perjalanan menuju Mansion Torres, wanita itu mengalihkan pandangan ke luar kaca. Tangan kanannya mendadak tremor, selalu mengetuk-ngetuk paha.Alessandro yang menyadari hal itu langsung menggenggam tangan Calantha. Ia menarik pelan tangan Cal dan mengecupnya dengan lembut.“Tidak perlu takut Schatzi. Pertemuan dengan direksi hal biasa.” Alessandro membelai surai lembut nan harum Cal.Wanita itu menolehkan kepala lalu mengangguk kecil. Beberapa saat kemudian, Calantha menginjakkan kakinya di mansion. Sedangkan Alessandro ditemani Xavi segera menghilang, keduanya menuju gedung utama Torres Inc.Setelah tiba di kantor Torres Inc, Alessandro memasuki ruang rapat
“Kamu benar-benar ikhlas kehilangan semua yang diperjuangkan?” Calantha memicingkan mata. Ia juga menahan napas bersiap menerima jawaban dari suaminya.“Tidak!” tegas Alessandro.Sontak, Calantha menganga. Sebab jawaban ‘tidak’ yang terlontar dari mulut Al sangatlah ambigu. Ia tidak mengerti.“Maksudmu Al?”Tangan kekar Al melingkari pinggul Calantha. Pria itu membenamkan bibirnya pada ceruk leher putih sang istri.Calantha bisa merasakan sapuan lembut lidah Alessandro perlahan bergerak naik mendekati daun telinga. Wanita itu bergidik geli dan melenguh, serta satu tangannya meremas bahu Al.“Aku tidak ikhlas kehilanganmu,” bisik Alessandro dengan suara sensual.Pipi Calantha berubah semerah tomat dan rasa panas menyerang tubuh. Ia kebingungan menyembunyikan rona di wajahnya.Kini Alessandro menatap Calantha penuh senyum menggoda.“Untuk mendapatkanmu aku harus berjuang. Dan aku tidak rela melepasmu, Schatzi,” sambung Alessandro.Calantha dibuat salah tingkah. Kemudian dua insan itu sa
“Hasilnya negatif.” Calantha tersenyum pahit melihat alat tes kehamilan, bahkan tangannya langsung lemas dan menjatuhkan benda itu. Calantha merunduk, langsung membuangnya ke tempat sampah. Ia menarik napas panjang dan menahannya di paru-paru. Jujur Calantha tidak berani keluar dari kamar mandi untuk menemui sang suami. Setelah satu bulan terapi hormon, ia mencoba peruntungan dengan membeli alat tes kehamilan. Sayang, benda itu menunjukkan garis satu yang membuat perasaannya tercabik-cabik. Perlahan Calantha membuka pintu. Ia melihat Alessandro masih betah memejamkan mata. “Lama sekali!” protes pria itu dengan suara serak. “Hah?” “Iya kamu. Aku perhatikan setengah jam di kamar mandi. Ngapain aja?” Tatapan Alessandro seketika menguliti Calantha. Sedangkan wanita itu membeku, seharusnya ia mandi dulu supaya Al tidak curiga. Kini Calantha terpaksa berbohong. “Sakit perut.” “Perlu ke rumah sakit?!” Alessandro melompat dari atas ranjang dan berlari menghampiri Calantha di depan
“Aku bisa Al, tidak apa-apa!” Calantha berulang kali menarik napas dalam dan mengembuskan secara perlahan.Wanita itu gugup lantaran harus bersaksi di persidangan Lionel. Meskipun pengacara telah memberitahu dari jauh hari tetap saja Cal takut.“Baiklah! Jangan cemas Schatzi, ungkap saja apa yang menurtmu patut dan rahasiakan jika itu tidak layak didengar.” Alessandro membelai surai lembut wanitanya.Calantha mengangguk pelan.Hari ini mereka telah sampai di gedung pengadilan. Sidang ini terbuka banyak dihadiri oleh pemburu berita. Keluarga mendiang Tuan Pedrosa ingin Lionel dihukum berat. Calantha bisa melihat Lionel digiring dua petugas keamanan memasuki ruang sidang. Pria itu menolehkan kepala dan tersenyum licik melihat Alessandro juga Calantha. Bahkan tatapan Lionel penuh ancaman. Alessandro tidak takut, lagi pula Lionel bisa apa? Pria itu telah kehilangan sumber kekuasaan, uang serta kepercayaan dari semua orang.Sidang dimulai.Hingga tiba waktunya Calantha menjadi saksi, w
Alessandro tidak tahu bahwa Calantha terusik dan terbangun. Wanita itu mengikuti suaminya ke ruang kerja. Lebih tepat menguping dari balik pintu. Namun Calanth tidak bisa mendengar apa-apa selain kesunyian malam. “Aku tidak yakin itu tentang pekerjaan,” gumam Calantha berprasangka terhadap Al. Saking fokus berusaha mendengarkan, wanta itu tidak sadar Alessandro membuka pintu dan melihat sang istri tengah membungkuk sembari menempelkan daun telinga pada pintu. “Schatzi, kenapa bangun?” Calantha terbelalak, kemudian menengadahkan kepala. Ia salah tingkah karena tertangkap basah, sungguh ini sesuatu yang buruk. “Aku … aku mencarimu. Kamu lembur ya?” Selidik wanita itu sembari melongokkan kepala ke dalam ruang kerja. “Tidak ada siapa pun di dalam. Hanya aku,” jawab Al. Seolah pria itu mengetahui apa yang dikhawatirkan wanitanya. “Kalau kamu mau tahu, masuk saja ke dalam, hem?” Calantha mengangguk kemudian mengikuti langkah kaki Alessandro ke dalam ruangan bernuansa maskulin
“Ada apa ini?” Arjuna menaruh cangkir kopi lalu mengangkat pandangan ke arah dua putrinya.Bukan hanya Arjuna tetapi El pun melakukan hal serupa. Ayah dari Alessandro Javier itu memindai ekspresi menantunya.Menyadari sesuatu telah terjadi di belakang sana, El seketika tersenyum tipis. Kemudian mengalihkan sorot mata pada putra sulung di sisi kanan.“Kenapa Clair dihukum?” tanya Calantha memulai pembicaraan.“Oh itu, bukankah bagus? Dia merasakan hal yang sama denganmu.” Arjuna tampak tak acuh.“Tapi aku tidak senang. Sebaiknya biarkan saja Clair menikmati apa yang seharusnya menjadi miliknya,” ucap Calantha dengan lantang. Sedangkan Clair menunduk dalam. Gadis itu sangat takut kepada sang ayah. Clair tidak mendebat apa pun, lagi pula sebelumnya telah bersedia menerima hukuman.“Saudarimu juga tidak masalah.” Arjuna menaikkan alis lantas mengedik dagu. Pria berambut hampir putih itu berujar, “Benarkan putriku, Claira?”“I-iya. Aku tidak selemah yang kamu pikir Cal. A-aku bisa hidup m
“Aku takut,” cicit Calantha setelah keluar dari ruang pemeriksaan. Ternyata dugaannya benar, hasil terapi hormon selama beberapa bulan ini hanya berjalan di tempat. Penyakitnya belum sembuh dan … Calantha merenungi nasibnya. “Schatzi, masih ada beberapa cara. Mau ya?” Alessandro merangkul bahu Cal dengan tenang. Sejujurnya pria itu juga hancur ketika mendengar hasil tes kesehatan sang istri. Akan tetapi Al tidak boleh lemah dan bersedih, justru semakin menambah kegelisahan di hati Calantha. “Buktinya setelah terapi, penyakitku ini belum sembuh. Aku juga belum hamil.” Calantha menggeleng lemah. Wanita itu enggan berharap pada penjelasan manusia … baginya semua berujung sia-sia. Calantha sudah kecewa beberapa bulan belakangan ini. “Sst! Kamu tidak boleh berkata begitu. Ingat tujuan utama kita apa? Sembuh ‘kan?” kata Alessandro dengan lembut, “Kalau kamu setuju, proses laparoskopi dilakukan dua minggu lagi. Bagaimana?” Alessandro tahu istrinya akan menolak, tetapi ia tidak putus
“Apa kamu melupakan jadwal, Al?” Calantha mengernyit.Alessandro menggeleng tegas. “Tidak!"“Tamu itu untuk Anda, Nyonya,” kata pelayan memperjelas.Calantha bergegas masuk dan menemui sosok yang kini membelakangi pintu utama. Dari belakang, ia tidak mengenali pria bertubuh tinggi itu.Sebelum Calantha berbicara, sosok itu berdiri dan memutar tubuhnya. Sekarang Calantha tahu siapa tamu yang menunggunya sejak satu jam lalu.“Paman Frank?” Alessandro sedikit merunduk, mensejajarkan bibir dengan telinga Cal. Ia berbisik, “Bukankah itu pengacara keluarga kalian? Ada perlu apa?”Calantha mengedik dagu dan menggelengkan kepala sebagai jawaban.Keduanya menghampiri pria berambut klimis dengan postur tubuh tinggi tegak. Calantha menyipitkan mata melihat sepucuk surat di atas meja.Seolah mengerti arti tatapan Nona Muda Caldwell, pengacara itu langsung mengangguk samar. “Surat ini untuk Nona Calantha. Paramitha yang menulisnya.” Pengacara menyerahkan amplop putih ke tangan Cal.“Untuk apa Mi
“Selamat Tuan Hofer, bayinya lahir dengan sehat.” Dokter mengulurkan tangan kanan sambil tersenyum lebar. Liam berkaca-kaca mendengar kabar menggembirakan. Ia gegas menghubungi ibunya dan beberapa kerabat terdekat untuk menjenguk anggota keluarga baru. Setelah itu Liam memasuki ruang pemulihan. Ia melihat dua bayi menelungkup di atas dada sang istri. “Claira ….” Liam sesenggukan. Ia mengekspresikan diri karena memiliki buah cinta dari gadis pujaannya di masa sekolah. Bahkan tangan Liam tidak sanggup menyentuh kulit tipis nan lembut miliik bayinya. “Kamu memiliki dua anak laki-laki.” Claira tersenyum merekah melihat dua bayi itu sibuk mencari puncak nutrisi. “Kita. Kita memiliki dua putra. Dan kamu satu-satunya perempuan cantik diantara kami.” Liam setengah tertawa dan menangis ketika mengatakannya. Sedangkan Claira tergelak membuat kedua bayi di atas tubuhnya terkejut lalu merengek. Pasangan itu saling menatap satu sama lain kemudian tertawa bersama-sama melihat tingkah mengge
“Hamil?” Clair tercengang. Reaksi pasangan itu sangat berbanding terbalik. Liam selalu menebar senyum bahkan berbagi kebahagiaan bersama pegawai rumah sakit. Ia mentraktir makan. Sedangkan Clair tampak terpukul.“Istriku kenapa sedih? Seharusnya kamu senang.” Liam merangkul bahu Claira.Wanita itu menunduk menatap perutnya. “Kenapa aku bisa hamil? Liam aku … belum siap menjadi ibu.”Seketika senyum manis di wajah Liam menghilang. Kini pria bermata sipit itu mengetahui Claira enggan mengandung anaknya.“Kita sudah menikah, bercinta dan melakukan berulang kali. Kita tidak menunda kehamilan. Jadi … kamu menolak?” tanya Liam dengan perasaan kecewa.Clair tersadar dari pikirannya. Ia menatap wajah sendu sang suami. Kedua tangan mulus wanita itu menangkup pipi Liam.“Maksudnya bukan begitu. Liam … aku ini seorang pendosa. A-aku tidak menyangka hamil dalam waktu dekat. A-aku juga … merasa bukan ibu yang baik.” Claira melepaskan tangan dari rahang Liam lalu menunduk dalam.Liam tersenyum kec
“Aku bingung bagaimana cara mengatakannya,” gumam Claira. Raut wajah wanita itu terlihat sedih.Calantha mengernyit dan menopang dagunya. [Maksudmu?] “Aku ingin pindah rumah, tapi ibu mertuaku melarang. Alasannya kesepian, karena sebelumnya Liam sibuk bekerja.” Claira cemberut. “Kami tidak punya waktu berdua.” Calantha manggut-manggut. Ia mengerti keinginan kakak kembarnya. Istri Alessandro Javier itu tersenyum penuh arti lantas mendekatkan kepala dengan layar ponsel.[Bilang saja langsung kalau kamu ingin pacaran bersama Liam.] Calantha menaik-turunkan alisnya.“Mana bisa seperti itu!” sentak Claira.Setelah satu bulan tinggal di rumah mertua, Claira kehilangan figure Liam. Pria itu lebih sering pulang malam dan pergi pagi-pagi sekali. Bahkan satu minggu ini keduanya tidak berhubungan intim.Claira mengakhiri panggilan video bersama Cal. Ia bergegas menemui ibu mertua di lantai satu. Ia melihat wanita paruh baya itu sedang kesulitan berjalan. Buru-buru Clair membantu.“Hati-hati B
Malam pertama yang seharusnya berujung menyenangkan dengan suasana romantis, justru sebaliknya. Kini, vila pribadi Keluarga Hofer dikunjungi dokter serta perawat yang mengobati Liam. Pria itu mendadak demam paska berenang.“Bagaimana kondisinya? Perlu dirawat inap?” berondong Clair kepada dokter. Ia memperhatikan wajah pucat sang suami.Sedangkan Liam menahan malu sekaligus gundah. Pria itu merasa bersalah gagal menjadi sosok suami idaman bagi pujaan hati. Dokter berkata dengan cemas, “Demamnya cukup tinggi mencapai empat puluh derajat. Tapi Tuan Liam menolak.”Clair mendengus, lantas berjalan mendekati suaminya yang sedang berbaring tidak berdaya.“Kamu masih mau hidup?” tegas wanita itu membuat mata sipit Liam membelalak.Clair bertolak pinggang dan menatap tajam suaminya. “Kita baru menikah satu hari, kamu mau menjadikan aku janda?” Liam meneguk saliva dan menggeleng pelan. Ia tahu istrinya memang galak, tetapi tidak menyangka mulut Claira sangatlah tajam.“Jangan bilang begitu.
Satu tahun berlalu sangat cepat, kesabaran Liam membuahkan hasil. Pagi ini, Liam dan Claira telah resmi menjadi sepasang suami istri. Keduanya sedang menandatangani akta pernikahan. Calantha bersama keempat anaknya duduk di kursi paling depan. Ia menangis haru karena Clair mendapatkan belahan jiwa. Ia juga tahu Clair belum sepenuhnya melupakan Alessandro. Wanita itu beranjak mendekati kembarannya. “Haruskah aku memanggilmu Nyonya Hofer?” goda Calantha. Liam menyambar, “Tentu saja! Dia istriku, dan kamu harus memanggilku kakak meskipun kita seumuran.” Tawa pria itu. Tiba-tiba Alessandro memukul kepala Liam. Ia berkata dengan tegas, “Tidak boleh memanggil kakak! Panggil nama saja.” Seketika altar pernikahan dihiasi gelak tawa dari semua orang. Mereka melihat kedekatan putri Caldwell dan kekompakan para menantu. “Sudah seharusnya aku patuh kepada yang lebih dewasa.” Liam menyengir, menjadikan mata sipitnya tak terlihat. Alessandro memelotot karena secara tidak langsung Liam menge
Claira melempar kerikil kecil ke sembarang arah. Pikiran gadis itu dilanda gundah gulana. Ia ketakutan Alessandro memberitahu keluarga besarnya tentang sebuah kebenaran. Clair menelan ludah. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Calantha mengetahui kenangan bersama Al diambil alih olehnya.Ketika wanita itu melepar kerikil cukup besar, seseorang memekik. “Aw!”“Ya ampun!” Claira sigap menghampiri sumber suara. Ia ternganga mendapati Liam sedang mengelus kening.Sialnya, kening pria tampan itu berubah merah.“Liam, maaf. Aku tidak bermaksud—““Apa yang kamu pikirkan?” Liam meringis karena lemparan Clair sangat bertenaga.“Tidak ada!” tegas Clair. Ia tersenyum kaku.Padahal Liam sengaja meluangkan waktu setelah berminggu-minggu demi Clair. Pria itu tahu calon istrinya sedang gelisah. Hanya saja Liam pandai menutupi rahasia. Ia tidak mau ikut campur, cukup membeberkannya kepada Alessandro.Liam juga tahu Alessandro berniat mengubur masalah ini. Clair menoleh kepada Lia
“Bodoh!” teriak Alessandro di tengah hutan. Pria itu mengepalkan tangan dengan kuat hingga bagian telapak sakit dan urat-urat pada lengan menonjol. Ia memukuli udara yang tidak bersalah. Kemudian Alessandro terjatuh dengan posisi kedua lutut di atas tanah lembab.Alessandro kian tercabik ketika memeriksa ponsel dan mendapati istrinya sedang menelepon. Ia tidak kuasa menerima panggilan suara. Pria itu tenggelam jauh bersama perasaannya saat ini.Beberapa jam kemudian, Alessandro berhasil menguasai rasa sakit dalam dada. Ia bergegas menemui Claira di Mansion Caldwell. Karena hubungan sudah membaik, kedatangan Alessandro disambut oleh para pelayan. “Di mana Nona Muda Clair?”Pelayan menunduk. “Nona di perpustakaan, Tuan.” Alessandro langsung menghampiri iparnya.Claira terkejut karena sebelumnya Al tidak membuat janji. Sekarang pria itu datang dengan ekspresi dingin dan aura mencekam seketika menyelimuti ruangan.“Hi Al. A-ada a-apa?” gugup Claira. Perasaan sebagai wanita sangat peka,
Alessandro mendengus sebal lantaran Liam menguasai keempat anaknya. Sebagai ayah, ia hanya bisa mengawasi dari jarak jauh. Al juga tidak bisa berbuat apa-apa selain mengamati, sebab Calantha telah memberi izin. Liam mengambil banyak swafoto bersama ABCD. Pria itu tersenyum kecil melihat hasil jepretan kamera. Liam mengirim pesan teks dan gambar dirinya bersama Anaya kepada Clair. “Anaya semakin lucu.” Ketika Liam masih tersenyum sendirian, Alessandro berdiri tepat di belakang pria itu. “Ide brilian menggunakan anakku sebagai alibi menggoda wanita.” Alessandro langsung mengambil alih keempat bayinya. Ia tidak suka wajah polos bayinya dimanfaatkan oleh Liam. ** Satu minggu ini Liam rajin mengunjungi kediaman Alessandro. Pria itu membawa beraneka buah tangan untuk Calantha dan empat bayinya, tidak ketinggalan Liam menemani Al bermain catur. Semua dilakukan sebagai permohonan maaf. “Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Claira?” Wajah Alessandro tampak serius memandang papan
“Ajari aku caranya.” Clair menunjuk popok dan pakaian bayi. Seketika Calantha dan Lorraine menoleh ke arah wanita itu. Kening kedua ibu muda mengerut karena tidak biasanya seorang gadis belajar merawat bayi.“Kalian tidak perlu menatapku seperti itu. A-aku mau tau bagaimana melakukannya.” Clair menelan ludah karena gugup diperhatikan oleh dua pasang mata.Lorraine mengalihkan pandangan kepada Calantha untuk meminta izin. Istri kesayangan Alessandro Javier itu mengangguk. Jujur, perasaan Cal campur aduk. Ia takut kakaknya ini kelak mencari simpati di depan Al. Sungguh Calantha tidak mau rumah tangganya hancur. Apalagi sekarang keempat anak sangat membutuhkan orang tua utuh.Saat mengganti popok Anaya, wajah Claira berseri-seri. Gadis itu teringat ketika Liam mempertanyakan kesiapannya menjadi seorang ibu. Namun, waktu itu Claira diam saja karena malu. Sekarang hatinya bersorak riang.**Dua hari kemudian, Liam mengantar Clair ke bandar udara. Gadis itu harus pulang ke Zurich karena b