Siang Kak 。◕‿◕。 Setuju ya kalau Cal dan Clair akur? Bener atau bener?
“Ada apa ini?” Arjuna menaruh cangkir kopi lalu mengangkat pandangan ke arah dua putrinya.Bukan hanya Arjuna tetapi El pun melakukan hal serupa. Ayah dari Alessandro Javier itu memindai ekspresi menantunya.Menyadari sesuatu telah terjadi di belakang sana, El seketika tersenyum tipis. Kemudian mengalihkan sorot mata pada putra sulung di sisi kanan.“Kenapa Clair dihukum?” tanya Calantha memulai pembicaraan.“Oh itu, bukankah bagus? Dia merasakan hal yang sama denganmu.” Arjuna tampak tak acuh.“Tapi aku tidak senang. Sebaiknya biarkan saja Clair menikmati apa yang seharusnya menjadi miliknya,” ucap Calantha dengan lantang. Sedangkan Clair menunduk dalam. Gadis itu sangat takut kepada sang ayah. Clair tidak mendebat apa pun, lagi pula sebelumnya telah bersedia menerima hukuman.“Saudarimu juga tidak masalah.” Arjuna menaikkan alis lantas mengedik dagu. Pria berambut hampir putih itu berujar, “Benarkan putriku, Claira?”“I-iya. Aku tidak selemah yang kamu pikir Cal. A-aku bisa hidup m
“Aku takut,” cicit Calantha setelah keluar dari ruang pemeriksaan. Ternyata dugaannya benar, hasil terapi hormon selama beberapa bulan ini hanya berjalan di tempat. Penyakitnya belum sembuh dan … Calantha merenungi nasibnya. “Schatzi, masih ada beberapa cara. Mau ya?” Alessandro merangkul bahu Cal dengan tenang. Sejujurnya pria itu juga hancur ketika mendengar hasil tes kesehatan sang istri. Akan tetapi Al tidak boleh lemah dan bersedih, justru semakin menambah kegelisahan di hati Calantha. “Buktinya setelah terapi, penyakitku ini belum sembuh. Aku juga belum hamil.” Calantha menggeleng lemah. Wanita itu enggan berharap pada penjelasan manusia … baginya semua berujung sia-sia. Calantha sudah kecewa beberapa bulan belakangan ini. “Sst! Kamu tidak boleh berkata begitu. Ingat tujuan utama kita apa? Sembuh ‘kan?” kata Alessandro dengan lembut, “Kalau kamu setuju, proses laparoskopi dilakukan dua minggu lagi. Bagaimana?” Alessandro tahu istrinya akan menolak, tetapi ia tidak putus
“Apa kamu melupakan jadwal, Al?” Calantha mengernyit.Alessandro menggeleng tegas. “Tidak!"“Tamu itu untuk Anda, Nyonya,” kata pelayan memperjelas.Calantha bergegas masuk dan menemui sosok yang kini membelakangi pintu utama. Dari belakang, ia tidak mengenali pria bertubuh tinggi itu.Sebelum Calantha berbicara, sosok itu berdiri dan memutar tubuhnya. Sekarang Calantha tahu siapa tamu yang menunggunya sejak satu jam lalu.“Paman Frank?” Alessandro sedikit merunduk, mensejajarkan bibir dengan telinga Cal. Ia berbisik, “Bukankah itu pengacara keluarga kalian? Ada perlu apa?”Calantha mengedik dagu dan menggelengkan kepala sebagai jawaban.Keduanya menghampiri pria berambut klimis dengan postur tubuh tinggi tegak. Calantha menyipitkan mata melihat sepucuk surat di atas meja.Seolah mengerti arti tatapan Nona Muda Caldwell, pengacara itu langsung mengangguk samar. “Surat ini untuk Nona Calantha. Paramitha yang menulisnya.” Pengacara menyerahkan amplop putih ke tangan Cal.“Untuk apa Mi
Sayang, setelah sampai di rumah sakit Calantha tidak bisa menemui Mitha. Alasannya demi kesehatan dan keselamatan, apalagi wanita itu memiliki catatan kelam—melukai Calantha.“Bertemu sebentar saja tidak boleh ya?” Calantha memohon tetapi pihak dokter dan perawat berpendirian teguh. Tidak peduli permintaan putri pemilik rumah sakit.“Maagf Nona, ini sudah peraturan.” Ekspresi wajah suster tampak suram lantas melirik ke arah pintu. “Saya mau memberitahu sesuatu,” ujar suster.Calantha yang mengerti mengangguk. Kini keduanya berdiri di selasar sepi. Calantha menumpu siku pada dinding.“Sebenarnya Nona Mitha terkena penyakit menular sifilis. Makanya dokter memutuskan untuk menggugurkan kandunganya sebab sangat berbahaya.” Calantha tercengang mendengar penuturan suster. Ia tidak tahu hal ini, mengapa seolah terjadi secara tiba-tiba?“Kami memang merahasiakannya.”Suster itu mengangguk. “Tim medis berharap setelah tidak ada janin bisa dilakukan pengobatan maksimal, ternyata infeksi pada t
“Al tidak perlu berlebihan,” gumam Calantha. Sekarang keduanya berada di rumah sakit. Alessandro mendadak membawa Calantha, bahkan pria itu tidak membuat janji temu. Sehingga diharuskan menunggu jadwal dokter berikutnya.“Apa yang berlebihan?” Pandangan Alessandro mengarah ke perut Cal. “Kamu hamil, Schatzi.” Calantha menelan ludah, lalu berkata lirih, “Bagaimana jika dugaanmu salah?”Wanita itu tidak bisa menutupi kegugupannya. Jujur saja perasaan Cal saat ini melompat-lompat, tetapi ia juga bersiap menerima kenyataan pahit.Lebih dari satu jam berlalu, akhirnya seorang dokter kandungan memeriksa Calantha. Ruang pemeriksaan sejuk nan harum aroma terapi ini teramat menenangkan. Alessandro tak henti melengkungkan bibir ke atas. Ia tidak sabar mendengar kabar baik itu. Dalam hatinya, ingin mengumbar diri sebentar lagi menjadi seorang ayah.“Bagaimana?” tanya Alessandro tidak sabaran melihat janin dilayar monitor besar.“Tuan, sebaiknya lakukan pemeriksaan melalui urin. Jika hasilnya
“Bagaimana keadaan MItha?” tanya Calantha dengan intonasi panik kepada Clair.Siang hari yang terik ini Calantha dan Alessandro telah tiba di Pusat Medis Kota Zurich. Calantha langsung menghambur memeluk Clair yang berdiri di depan pintu ICU. Ia menangis di bahu kakak kembarnya.Tanpa Calantha tahu, saat ini Clair sedang mencari-cari keberadaan Alessandro. Namun, sosok pria itu tidak ada di mana pun. Bukannya menjawab pertanyaan Calantha, Clair malah mengajukan pertanyaan dengan topik berbeda, “Kamu datang sendirian?” Calantha menggeleng. “Bersama suamiku.” Bibir Clair tersenyum samar. Alessandro sengaja menghindar. Pria itu memilih menunggu di kantin daripada menemani istrinya. Bukan berarti Al memiliki perasaan terhadap Clair, melainkan tidak memberi kesempatan apa pun.“Bagaimana keadaan Mitha?” tanya Calantha mengempaskan bayang-bayang Alessandro dalam benak Claira.Calantha mengurai pelukan dan menatap lekat wajah sendu kakak kembarnya. Ia menggenggam kedua tangan Clair, men
Sudah dua puluh hari berlalu paska Mitha dimakamkan. Suasana Mansion Caldwell kembali kondusif, Tuan dan Nyonya sibuk dengan jadwal bisnis serta amal. Termasuk Claira telah pulang ke Kota Bern. Tersisa Calantha yang masih betah bermalam di hotel. Istri memesona Alessandro Javier itu tidak pulang ke Madrid. Seolah-olah sesuatu menahannya di Kota Zurich. Ia lebih suka menyendiri sembari memandangi gedung-gedung tinggi dari kaca. Calantha menghela napas. “Mitha … seandainya kamu tidak iri, pasti hubungan kita baik-baik saja.” Jujur, ia kehilangan … ini sangat berat. Sebab mengingat kebaikan Mitha di masa lalu, meskipun semua sikap itu didasari niat jahat. “Semoga kamu bahagia di sana,” gumam Calantha. Jari telunjuk wanita itu menyentuh kaca dengan pemandangan langit cerah musim panas. Netra kelabu Calantha tetap melihat ke arah luar hingga fana merah jambu. Wanita itu memutar tubuh dan memindai seisi kamar—tampak sepi. Alessandro sibuk berkerja demi mencapai target. Keduanya jaran
“Kartu namanya menghilang,” gumam Calantha. Setelah bangun, ia tergesa-gesa memeriksa kartu nama milik Liam di atas meja. Ternyata sudah lenyap. Suara gemericik air terdengar, Calantha melirik ke arah kamar mandi. Wanita itu menghela napas, berharap suaminya tidak salah paham lagi. Tidak lama kemudian, Alessandro selesai dengan kegiatannya. Pria itu menggunakan handuk putih yang melekat elok di pinggang kekar. Ia melirik Calantha yang menatap lurus pada tubuh indahnya. “Kenapa? Belum puas yang semalam?” Pertanyaan pria itu membuat pipi Calantha merona dan panas. Sehingga tidak sadar wanita cantik itu mengipaskan tangan tepat di depan pipinya. Sedangkan Alessandro tertawa melihat tingkah Calantha yang begitu menggemaskan. Dalam sekejap, CEO muda nan tampan itu mengukung Calantha di bawah kuasanya. “Aku sudah melunasi tagihanmu. Nyonya Torres, jangan menerima bantuan pria selain suamimu ya!” Calantha mengangguk kecil. Kemudian ia menelan ludah ketika bibir Al menyambar kul
“Selamat Tuan Hofer, bayinya lahir dengan sehat.” Dokter mengulurkan tangan kanan sambil tersenyum lebar. Liam berkaca-kaca mendengar kabar menggembirakan. Ia gegas menghubungi ibunya dan beberapa kerabat terdekat untuk menjenguk anggota keluarga baru. Setelah itu Liam memasuki ruang pemulihan. Ia melihat dua bayi menelungkup di atas dada sang istri. “Claira ….” Liam sesenggukan. Ia mengekspresikan diri karena memiliki buah cinta dari gadis pujaannya di masa sekolah. Bahkan tangan Liam tidak sanggup menyentuh kulit tipis nan lembut miliik bayinya. “Kamu memiliki dua anak laki-laki.” Claira tersenyum merekah melihat dua bayi itu sibuk mencari puncak nutrisi. “Kita. Kita memiliki dua putra. Dan kamu satu-satunya perempuan cantik diantara kami.” Liam setengah tertawa dan menangis ketika mengatakannya. Sedangkan Claira tergelak membuat kedua bayi di atas tubuhnya terkejut lalu merengek. Pasangan itu saling menatap satu sama lain kemudian tertawa bersama-sama melihat tingkah mengge
“Hamil?” Clair tercengang. Reaksi pasangan itu sangat berbanding terbalik. Liam selalu menebar senyum bahkan berbagi kebahagiaan bersama pegawai rumah sakit. Ia mentraktir makan. Sedangkan Clair tampak terpukul.“Istriku kenapa sedih? Seharusnya kamu senang.” Liam merangkul bahu Claira.Wanita itu menunduk menatap perutnya. “Kenapa aku bisa hamil? Liam aku … belum siap menjadi ibu.”Seketika senyum manis di wajah Liam menghilang. Kini pria bermata sipit itu mengetahui Claira enggan mengandung anaknya.“Kita sudah menikah, bercinta dan melakukan berulang kali. Kita tidak menunda kehamilan. Jadi … kamu menolak?” tanya Liam dengan perasaan kecewa.Clair tersadar dari pikirannya. Ia menatap wajah sendu sang suami. Kedua tangan mulus wanita itu menangkup pipi Liam.“Maksudnya bukan begitu. Liam … aku ini seorang pendosa. A-aku tidak menyangka hamil dalam waktu dekat. A-aku juga … merasa bukan ibu yang baik.” Claira melepaskan tangan dari rahang Liam lalu menunduk dalam.Liam tersenyum kec
“Aku bingung bagaimana cara mengatakannya,” gumam Claira. Raut wajah wanita itu terlihat sedih.Calantha mengernyit dan menopang dagunya. [Maksudmu?] “Aku ingin pindah rumah, tapi ibu mertuaku melarang. Alasannya kesepian, karena sebelumnya Liam sibuk bekerja.” Claira cemberut. “Kami tidak punya waktu berdua.” Calantha manggut-manggut. Ia mengerti keinginan kakak kembarnya. Istri Alessandro Javier itu tersenyum penuh arti lantas mendekatkan kepala dengan layar ponsel.[Bilang saja langsung kalau kamu ingin pacaran bersama Liam.] Calantha menaik-turunkan alisnya.“Mana bisa seperti itu!” sentak Claira.Setelah satu bulan tinggal di rumah mertua, Claira kehilangan figure Liam. Pria itu lebih sering pulang malam dan pergi pagi-pagi sekali. Bahkan satu minggu ini keduanya tidak berhubungan intim.Claira mengakhiri panggilan video bersama Cal. Ia bergegas menemui ibu mertua di lantai satu. Ia melihat wanita paruh baya itu sedang kesulitan berjalan. Buru-buru Clair membantu.“Hati-hati B
Malam pertama yang seharusnya berujung menyenangkan dengan suasana romantis, justru sebaliknya. Kini, vila pribadi Keluarga Hofer dikunjungi dokter serta perawat yang mengobati Liam. Pria itu mendadak demam paska berenang.“Bagaimana kondisinya? Perlu dirawat inap?” berondong Clair kepada dokter. Ia memperhatikan wajah pucat sang suami.Sedangkan Liam menahan malu sekaligus gundah. Pria itu merasa bersalah gagal menjadi sosok suami idaman bagi pujaan hati. Dokter berkata dengan cemas, “Demamnya cukup tinggi mencapai empat puluh derajat. Tapi Tuan Liam menolak.”Clair mendengus, lantas berjalan mendekati suaminya yang sedang berbaring tidak berdaya.“Kamu masih mau hidup?” tegas wanita itu membuat mata sipit Liam membelalak.Clair bertolak pinggang dan menatap tajam suaminya. “Kita baru menikah satu hari, kamu mau menjadikan aku janda?” Liam meneguk saliva dan menggeleng pelan. Ia tahu istrinya memang galak, tetapi tidak menyangka mulut Claira sangatlah tajam.“Jangan bilang begitu.
Satu tahun berlalu sangat cepat, kesabaran Liam membuahkan hasil. Pagi ini, Liam dan Claira telah resmi menjadi sepasang suami istri. Keduanya sedang menandatangani akta pernikahan. Calantha bersama keempat anaknya duduk di kursi paling depan. Ia menangis haru karena Clair mendapatkan belahan jiwa. Ia juga tahu Clair belum sepenuhnya melupakan Alessandro. Wanita itu beranjak mendekati kembarannya. “Haruskah aku memanggilmu Nyonya Hofer?” goda Calantha. Liam menyambar, “Tentu saja! Dia istriku, dan kamu harus memanggilku kakak meskipun kita seumuran.” Tawa pria itu. Tiba-tiba Alessandro memukul kepala Liam. Ia berkata dengan tegas, “Tidak boleh memanggil kakak! Panggil nama saja.” Seketika altar pernikahan dihiasi gelak tawa dari semua orang. Mereka melihat kedekatan putri Caldwell dan kekompakan para menantu. “Sudah seharusnya aku patuh kepada yang lebih dewasa.” Liam menyengir, menjadikan mata sipitnya tak terlihat. Alessandro memelotot karena secara tidak langsung Liam menge
Claira melempar kerikil kecil ke sembarang arah. Pikiran gadis itu dilanda gundah gulana. Ia ketakutan Alessandro memberitahu keluarga besarnya tentang sebuah kebenaran. Clair menelan ludah. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Calantha mengetahui kenangan bersama Al diambil alih olehnya.Ketika wanita itu melepar kerikil cukup besar, seseorang memekik. “Aw!”“Ya ampun!” Claira sigap menghampiri sumber suara. Ia ternganga mendapati Liam sedang mengelus kening.Sialnya, kening pria tampan itu berubah merah.“Liam, maaf. Aku tidak bermaksud—““Apa yang kamu pikirkan?” Liam meringis karena lemparan Clair sangat bertenaga.“Tidak ada!” tegas Clair. Ia tersenyum kaku.Padahal Liam sengaja meluangkan waktu setelah berminggu-minggu demi Clair. Pria itu tahu calon istrinya sedang gelisah. Hanya saja Liam pandai menutupi rahasia. Ia tidak mau ikut campur, cukup membeberkannya kepada Alessandro.Liam juga tahu Alessandro berniat mengubur masalah ini. Clair menoleh kepada Lia
“Bodoh!” teriak Alessandro di tengah hutan. Pria itu mengepalkan tangan dengan kuat hingga bagian telapak sakit dan urat-urat pada lengan menonjol. Ia memukuli udara yang tidak bersalah. Kemudian Alessandro terjatuh dengan posisi kedua lutut di atas tanah lembab.Alessandro kian tercabik ketika memeriksa ponsel dan mendapati istrinya sedang menelepon. Ia tidak kuasa menerima panggilan suara. Pria itu tenggelam jauh bersama perasaannya saat ini.Beberapa jam kemudian, Alessandro berhasil menguasai rasa sakit dalam dada. Ia bergegas menemui Claira di Mansion Caldwell. Karena hubungan sudah membaik, kedatangan Alessandro disambut oleh para pelayan. “Di mana Nona Muda Clair?”Pelayan menunduk. “Nona di perpustakaan, Tuan.” Alessandro langsung menghampiri iparnya.Claira terkejut karena sebelumnya Al tidak membuat janji. Sekarang pria itu datang dengan ekspresi dingin dan aura mencekam seketika menyelimuti ruangan.“Hi Al. A-ada a-apa?” gugup Claira. Perasaan sebagai wanita sangat peka,
Alessandro mendengus sebal lantaran Liam menguasai keempat anaknya. Sebagai ayah, ia hanya bisa mengawasi dari jarak jauh. Al juga tidak bisa berbuat apa-apa selain mengamati, sebab Calantha telah memberi izin. Liam mengambil banyak swafoto bersama ABCD. Pria itu tersenyum kecil melihat hasil jepretan kamera. Liam mengirim pesan teks dan gambar dirinya bersama Anaya kepada Clair. “Anaya semakin lucu.” Ketika Liam masih tersenyum sendirian, Alessandro berdiri tepat di belakang pria itu. “Ide brilian menggunakan anakku sebagai alibi menggoda wanita.” Alessandro langsung mengambil alih keempat bayinya. Ia tidak suka wajah polos bayinya dimanfaatkan oleh Liam. ** Satu minggu ini Liam rajin mengunjungi kediaman Alessandro. Pria itu membawa beraneka buah tangan untuk Calantha dan empat bayinya, tidak ketinggalan Liam menemani Al bermain catur. Semua dilakukan sebagai permohonan maaf. “Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Claira?” Wajah Alessandro tampak serius memandang papan
“Ajari aku caranya.” Clair menunjuk popok dan pakaian bayi. Seketika Calantha dan Lorraine menoleh ke arah wanita itu. Kening kedua ibu muda mengerut karena tidak biasanya seorang gadis belajar merawat bayi.“Kalian tidak perlu menatapku seperti itu. A-aku mau tau bagaimana melakukannya.” Clair menelan ludah karena gugup diperhatikan oleh dua pasang mata.Lorraine mengalihkan pandangan kepada Calantha untuk meminta izin. Istri kesayangan Alessandro Javier itu mengangguk. Jujur, perasaan Cal campur aduk. Ia takut kakaknya ini kelak mencari simpati di depan Al. Sungguh Calantha tidak mau rumah tangganya hancur. Apalagi sekarang keempat anak sangat membutuhkan orang tua utuh.Saat mengganti popok Anaya, wajah Claira berseri-seri. Gadis itu teringat ketika Liam mempertanyakan kesiapannya menjadi seorang ibu. Namun, waktu itu Claira diam saja karena malu. Sekarang hatinya bersorak riang.**Dua hari kemudian, Liam mengantar Clair ke bandar udara. Gadis itu harus pulang ke Zurich karena b