Share

BAB 2 Terpaksa ke IGD

Penulis: Alia Zach
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-10 10:57:12

"Kalau tidak percaya, saya--"

"Maaf," ucap tim medis itu segera.

Amanda lantas merasa lega. Terlebih, kala melihat mereka menangani Ronald dengan cepat setibanya di rumah sakit.

Hanya saja, kuatnya aroma obat-obatan dan suara lalu lalang petugas medis membuat Amanda tak nyaman.

Sejak tadi, dia hanya bisa merapatkan punggungnya ke dinding IGD yang terasa dingin.

Setelah insiden di lift ini, Amanda bersumpah tidak akan mau disuruh lembur apalagi menjelang akhir pekan.

Amanda hendak meraih ponselnya untuk menghubungi ibunya. Namun tiba-tiba saja, bos yang sedang ditungguinya itu bergerak.

Gadis semampai itu pun berjalan mendekat ke tempat tidur bosnya.

"Aku... aku di mana?"

Ronald yang baru bangun, tampak sekali tengah bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Kita di ICU, Pak" bisik Amanda.

Dia menarik nafas dalam-dalam, sebelum kembali berkata, "Dan saya... harus mengikuti Pak Ronald sampai sini karena tidak diperbolehkan pulang."

"Mana asistenku?" tanya Ronald sambil melihat ke sekeliling. "Kenapa tidak membawaku ke rumah sakit keluarga Anderson saja? Kamu tahu apa akibatnya kalau banyak yang melihat aku jatuh sakit di sini?"

Deg!

Bukannya berterima kasih, bosnya itu malah bertingkah arogan!

Apa sebaiknya Amanda biarkan saja dia terkapar di lift saja ya tadi?

Gadis cantik itu terdiam dan menahan segala emosi yang akan dia curahkan saat itu juga.

"Pak Ronald, mohon maaf. Handphone Anda terkunci dan saya tidak tahu kontak asisten Anda. Tapi, saya harap orang kepercayaan keluarga Anda akan datang setelah Anda hubungi.”

“Sekarang, saya pamit undur diri," tambah Amanda.

Dalam hati, dia berjanji tak mau lebih lama lagi berurusan dengan orang yang tidak tahu diuntung ini.

Sayangnya, Ronald mencegah gadis itu pergi. "Hey, mau ke mana kamu?"

Amanda mengerutkan kening. "Pak, tugas saya sudah selesai. Jadi, saya harus pulang."

Tangan Ronald menggenggam lengan Amanda yang hendak kabur. "Memangnya saya sudah mengizinkan kamu untuk pergi?"

"Pak... saya sudah di luar jam kerja. Bapak tahu ini pukul berapa?"

"Mau jam berapapun kalau status kamu adalah karyawan di perusahaanku, itu artinya kamu tetap harus patuh dengan peraturan perusahaan," kilahnya.

Mendadak, Ronald membuat fatwa baru yang membuat Amanda tak percaya. Ini sudah melanggar hak perlindungan para pekerja.

Pria itu menolak memberi tahu bahwa sebenarnya dia merasa cemas karena rumah sakit ini bukan rumah sakit milik keluarganya.

Bisa-bisa nanti akan muncul berita yang tidak-tidak dan mempengaruhi stabilitas saham serta wibawanya.

"Tapi, ini sudah jam dua belas malam, Pak!"

Adu mulut itu terus terjadi.

Hingga akhirnya mereka mendapatkan teguran dari salah satu pasien yang berada tak jauh dari mereka.

"Aduuh, Mas... Mbak... kalau rumah tangga ada masalah, mbok ya jangan dibawa-bawa sampai ke rumah sakit. Kami butuh ketenangan!"

"Iya, itu suami istri dari tadi berisik terus!" timpal yang lain. "Ini ICU bukan tempat untuk pentas drama rumah tangga!"

Merasa malu karena diintimidasi oleh pasien-pasien lain, bos dan anak buah itu hanya menutup mulutnya masing-masing.

Sungguh ini bukanlah tempat yang nyaman untuk adu mulut.

"Pak..." bisik Amanda sepelan mungkin.

Ronald hanya menoleh dan memasang matanya lebar-lebar. Masih sama dengan yang sebelumnya, menahan nafas dan menahan emosi sebisa mungkin.

"Ada apa?"

"Izinkan saya pulang. Saya sudah berhasil menghubungi keluarga Anda. Jadi... please, saya harus pulang sekarang," rengeknya.

Peduli setan dengan harga diri.

Toh, dia yakin kalau dirinya tak akan bertemu Ronald lagi. Sama seperti hari-hari sebelumnya.

"Kamu jangan rewel seperti keponakan saya. Tunggu sebentar. Setelah semuanya beres, baru kita pulang!" ucap Ronald tanpa ada celah untuk negosiasi.

Amanda terdiam.

Apa sebaiknya dia menghubungi ibunya kalau akan pulang pagi?

Lalu, bagaimana dengan pandangan para tetangga kalau mendengar dia pulang selarut ini?

Bisa-bisa dia dikira sebagai wanita malam atau yang tidak-tidak. Apalagi kalau ketahuan memangku kepala CEO-nya saat di dalam lift padahal sedang ditunggu calon suami dan keluarganya!

Pucuk dicinta, ulam pun tiba.

Asisten Ronald tampak berlari menghampiri keduanya.

Wajahnya bahkan terlihat merasa bersalah, "Maaf Pak Ronald. Semua urusan sudah saya selesaikan. Kita bisa pulang. Administrasi sudah beres, untuk soal awak media yang mau meliput ke sini... semua juga sudah saya bereskan!"

"Ya sudah kalau begitu saya mau pulang secepatnya," ucap Ronald sembari mencoba berdiri dengan kakinya meski masih agak belum stabil keseimbangannya.

Dengan sigap, sang asisten membantunya. "Baik, Pak Ronald."

Amanda sendiri hanya terdiam di tempat.

Dia bingung, bagaimana nanti dirinya bisa pulang ke rumah.

Sepeda motornya tertinggal di kantor.

Mau ikut rombongan bos, tapi tadi dia sudah adu mulut dengan Ronald.

Mau naik ojek, tapi ini sudah sangat larut.

Bahaya juga….

"Kamu mau pulang, nggak?" tanya Ronald, dingin.

"Saya–"

"Ayo, aku antar sekalian! Hitung-hitung sebagai ungkapan terima kasih kamu tidak membiarkan aku mati di elevator."

Meski sebal dan merasa dongkol, Amanda tetap saja mengekor di belakang Ronald serta asistennya.

Tak lama, sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di depan mereka.

Sang sopir turun dan membukakan pintu untuk Ronald serta Amanda.

"Mbak, duduk di belakang saja di sebelah Pak Ronald..." ujarnya.

Dengan kikuk, Amanda menurutinya. Ini sudah hampir jam setengah satu pagi. Dia sudah pasrah jika ibunya menghujaninya dengan hujatan atau makian.

"Rumah kamu di mana?" tanya asisten Ronald.

"Jalan Kasuari nomor dua belas, gang lima." ucap Amanda sambil memperhatikan jalanan yang mereka lalui.

Untungnya, sopir pun menemukan alamat yang dia maksudkan.

Hanya saja, gang rumah Amanda memang cukup sempit untuk mobil besar milik bosnya.

"Benar gang rumahnya yang ini, Mbak?"

"Betul... nanti ada toko bangunan kita belok kiri, Pak. Terima kasih."

Sopir itu pun berhati-hati sekali saat harus berbelok dan melaju lagi. Jalannya sangat sempit dan banyak motor serta mobil parkir di kanan kirinya.

Di sisi lain, Ronald mengamati sekeliling.

Berpuluh tahun hidup di kota ini namun baru pertama kalinya dia lewat di area ini.

Tanpa sadar, mobil pun berhenti.

Amanda memilih untuk cepat-cepat turun.

Dia sengaja meminta sang sopir untuk menurunkannya sekitar beberapa rumah sebelum rumahnya.

"Terima kasih, Pak."

Setelah memastikan mobil itu melewatinya, barulah Amanda masuk ke dalam rumah yang sudah gelap.

Dia mengendap-endap layaknya seorang maling di rumahnya sendiri.

Sayangnya, lampu dalam rumah tiba-tiba menyala!

"Dari mana saja kamu? Bagaimana bisa jam segini baru pulang dan diantar oleh laki-laki kaya? Asal kamu tahu, keluarga Heri sudah pulang dan tampak kecewa!"

Gawat!

Ibunya kini menatap Amanda dengan tajam.

Bab terkait

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 3 Claustrophobia?

    "Jadi, kamu main sama om-om, sampai tidak bisa datang ke acara perjodohanmu?" Ibunya kembali mencecarnya begitu keduanya duduk di sofa. Sindiran tajam itu terdengar sangat menyakitkan di hati. Amanda sendiri hanya bisa menunduk, tak bersuara. Dia masih kebingungan dari mana dia harus menjelaskan yang sebenarnya. Tapi, hal yang paling dia benci di dunia ini adalah fitnah. Dan itu sedang dilakukan ibunya sendiri terhadapnya. "Bu, aku tadi benar-benar menemani bosku di rumah sakit. Kalau tidak percaya, Ibu bisa menelpon pihak rumah sakit atau asisten bosku," ucap Amanda pada akhirnya. Dirinya harus menjelaskan kejadian agar ibunya tak berpendapat yang bukan-bukan. Sayangnya, kali ini ibunya tampak tak memaafkannya. "Alasan saja! Kamu tahu betapa pentingnya acara malam ini tadi. Mereka sudah jauh-jauh datang menyempatkan untuk bertemu kamu,” sindirnya, “Ehhh, kamunya malah pergi entah ke mana." Baginya, Amanda sudah mencoreng nama baik keluarga! "Sudah, kamu lebih baik masuk ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-10
  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 4 Keluarga Anderson

    Jadi di sinilah Amanda--hanya bisa terdiam di mobil mewah yang mulai menjauh dari pusat kota. Hal ini jelas berbeda dengan Ronald terlihat menikmati perjalanannya dengan mendengarkan musik favoritnya. "Pak, kenapa kita harus ke tempat keluarga Pak Ronald? Kan kita cuma pura-pura," ucap Amanda setelah berhasil menenangkan diri. "Siapa bilang? Kita memang berhubungannya pura-pura, tapi tunangannya benar-benar akan dilangsungkan. Tenang, kamu akan mendapakan kompensasi yang cukup untukmu hidup sampai punya anak cucu nanti." Mendengar itu, sontak batin Amanda bergejolak. Fotonya dengan Ronald di lift kemarin sudah membuat ibunya murka, bagaimana jika nanti ibunya menonton konferensi pers dan tahu dia bertunangan tanpa izin? Bisa-bisa dia dicoret dari kartu keluarga! "Pak, tapi saya belum memberitahu keluarga saya soal ini." Amanda menyampaikan secara terus terang. "Lagipula, saya sudah dijodohkan dengan seseorang." Dirinya hanya asal bicara. Hanya saja, Ronald tampak terkejut. "O

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-10
  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 5 Fake Engagement

    Deg!Amanda terdiam. Dia merasa malu dan direndahkan. Apalagi, beberapa orang di sana mulai mengabadikannya lewat handphone pribadi masing-masing. Tanpa basa-basi, Amanda segera berlari keluar ruangan. Sudah cukup baginya Ronald membuatnya tak punya muka! "Amanda, kamu mau ke mana?" Ronald mengejarnya yang berlarian ke area depan. "Pak Ronald, saya sudah tidak kuat lagi. Sudah saatnya kita hentikan sandiwara ini." Amanda menahan tangis. Harga dirinya sudah diinjak-injak. Membayangkan apa yang akan terjadi pada hidupnya bila menikahi Ronald, sungguh menakutkan. "Amanda, kita belum memulai. Jadi, kamu jangan mengada-ada!" Ronald mencengkram lengan asistennya itu sekuat mungkin. “Kenapa kamu menyerah secepat ini?” "Asal Pak Ronald tahu, di keluarga saya, saya sudah tidak punya muka!" ucap Amanda cepat, "Saya sudah bilang kalau perjodohan saya batal. Ibu saya marah dan memboikot tidak mau bicara selama berhari-hari." Amanda terduduk dan menutup mukanya dengan kedua tangan. Seand

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-10
  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 6 Tragedi Cincin Berlian

    Sebuah cincin berlian entah berapa karat itu kini melingkar di jari manisnya! Dipandangnya benda termewah yang dia baru dapatkan sekarang. Seumur-umur, benda paling mahal yang dia punya adalah ponsel yang dibelinya dua tahun lalu. Itu juga hasil jerih payahnya bekerja dan dibeli secara angsuran. “Pak, ini terlalu mewah,” gumamnya. Namun, Ronald hanya mengendikan bahu, santai. “Sekarang, siapapun yang berniat menjodohkan kamu, tunjukkan saja cincinnya!”“Pak Ronald, tapi kenapa harus saya?”Baginya masih banyak gadis-gadis cantik yang lebih cocok jika digunakan sebagai istri-istrian oleh Ronald. Jelas dirinya menilai kalau dia jauh dari standard bosnya. “Why not?” Ronald bertanya balik. “Jangan banyak kata-kata lagi, sekarang kamu boleh pulang.” Ucapan tegas pria itu membuat Amanda seketika sadar.Dia telah masuk ke permainan bosnya dan tak ada lagi jalan kembali...."Aduh, bagaimana cara menjelaskan pada ibu?" batinnya, panik. Bagaimana caranya Amanda mau cerita kalau calon sua

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-01
  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 7 Tantangan Calon Mertua

    “Jadi, kamu ini dari keluarga Anderson?” Ibu Amanda yang awalnya meragukan, kini seperti terbius. “Keluarga kaya raya pengusaha itu?” Ronald mengangguk tegas. “Hmm… sudah kubilang, Bu. Aku sudah ada calon suami. Jadi ibu tidak perlu mencari-carikan jodoh lagi.” Amanda menjelaskan pada ibunya dengan bangga. Bagi seorang tua yang sudah berpengalaman, ibunya was-was kalau ini hanyalah sebuah permainan. Berharap dia paham dan mengerti keadaan yang sebenarnya. Dipegangnya tangan Amanda lalu dia berbisik, “Apa kamu sungguh-sungguh dan tidak main-main?” Anak perempuannya menganggukkan kepala. “Iya.” Sementara itu, Amanda melirik ke arah Ronald. Bosnya nampak tidak nyaman. Dia masih belum terbiasa dengan ruangan tanpa AC. Dia kepanasan dan keringat mengucur di keningnya. Rumah Amanda memang sederhana dan kecil jika dibandingkan dengan rumah maupun apartemen yang biasa dia tinggali. “Pak Ronald gerah ya?” tanya Amanda. Dia merasa kasihan menyuruh bosnya malam-malam ke sini. “Tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-01
  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 8 Siapa Takut Menikah?

    Di sisi lain, Ronald mengepalkan kedua tangan. Tak disangkanya rencana ini justru membuat dirinya di posisi yang terpojokkan. “Memangnya kenapa tiba-tiba ibumu meminta pernikahan secepat ini?” kata Ronald sambil menyeruput secangkir kopi di kantornya. “Saya kurang tahu, Pak.” Amanda menggelengkan kepala dengan lemah. “Mungkin Ibu saya tidak ingin kita menikah dan ini agar pernikahan tidak pernah akan bisa terjadi.” Bosnya diam sejenak. Betapa sulitnya berurusan dengan keluarga Middle Class seperti wanita di hadapannya sekarang ini. “Dia masih belum setuju dengan hubungan kita?” Amanda mengangguk. “Atau jangan-jangan ibumu tahu aku kaya raya, jadinya minta dipercepat saja agar segera menikmati kemewahan??” tuduh Ronald pada keluarga Amanda. “Pak, di sini saya tekankan. Ibu saya justru ingin kita tidak jadi menikah. Ibu saya juga bukan orang matre seperti pikiran Bapak!!” “Kamu sendiri, apa kamu siap kalau menikah di akhir pekan nanti?” Giliran sekarang Amanda ditanya oleh CEO

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-01
  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 9 Terpaksa Menginap

    “Menghabiskan malam bagaimana, Pak?” Membayangkan bosnya menginap membuat bulu kuduk Amanda merinding dan berdiri. Kemarin saja saat dicium Ronald, tekanan darahnya sudah naik turun tak menentu. Apalagi bila menghabiskan malam dengannya, itu akan menjadi hal di luar imajinasinya. “Ya aku tidur di sini untuk malam ini saja.” “Bapak tahu kan, kalau di sini banyak nyamuk dan tidak ada AC? Cuaca juga sedang tidak bersahabat, Pak. Saat malam bisa saja nanti berubah menjadi tiba-tiba dingin atau tiba-tiba panas…” Ronald tak mempedulikan kata-kata istrinya dan terus melepas kancing baju yang ia kenakan satu per satu. “Pak, Pak…” Amanda menutup matanya dengan satu tangan. “Percuma saja kamu mau mengusirku. Semua mobil sudah tidak ada lagi di sini. Kecuali kalau kamu mau jadi istri durhaka karena mengusir suami tidur di luar kamar saat malam pengantin.” Gadis yang belum pernah disentuh siapapun itu masih tak terbiasa dengan keberadaan lelaki di kamarnya. Mau berganti baju dengan pakaia

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-12
  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 10 Hamil Duluan?

    Ibunya tak habis pikir, bagaimana bisa mendapatkan menantu kaya raya dan pintar memasak dalam satu paket! Melihat Amanda yang bersiap-siap mengepak beberapa pakaian dan peralatan pribadinya, barulah ibu tersadar kalau sebentar lagi dia akan sendirian di rumah. Anak kesayangan itu benar-benar akan pergi. “Bu, apa aku boleh membawa cardigan ini?” Amanda menunjukkan sebuah cardigan rajut buatan tangan ibunya. “Bo-boleh saja, tapi kamu tahu itu kancingnya sudah hilang satu.” Tak tahan menahan air mata, akhirnya mata itu berembun. “Makasih, Bu.” Baru pertama kali ini Amanda mengatakan ucapan terima kasih pada ibu. “Bawa juga baju ini…” ibunya menunjukkan sebuah baju tanpa lengan dengan bahan transparan. Amanda mengedip-ngedipkan mata. Apa dia tak salah lihat? “Untuk apa ini, Bu?” Seperti anak SD yang tak tahu apa-apa, dia bertanya sambil melongo. “Ini punya kakak iparmu tapi belum pernah dipakai. Ibu pikir ini akan berguna buat kamu. Bawalah.” Sekali lagi Amanda terbengong meliha

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-12

Bab terbaru

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 142 Bukan Miliknya

    "Amanda?" Ronald menyapanya.Dia yang semula terpejam, perlahan mulai membuka mata."Aku dengar dia laki-laki." Sahutnya lemah. Matanya menerawang ke langit-langit ruangan. Berusaha menyimpan lukanya."Kamu...istirahatlah dulu." Ronald mengelus tangannya."Apa dia sempat menangis saat lahir?" Pertanyaannya mulai ke mana-mana. Ronald menggeleng."Jadi, saat di rahimku, dia sudah tidak bernyawa lagi? Pantas saja dia tidak menendang-nendangku lagi..." Dia meraba perutnya. "Biasanya dia akan menendangku lebih keras saat kamu ada di dekatku. Aneh bukan?"Matanya yang sembab setelah menangis, kini harus dibasahi lagi dengan air mata."Jangan berpikir yang berat-berat dulu. Kamu harus istirahat biar cepat pulih..." Ronald tak kalah terpukul dan sedihnya dari wanita yang kini terbaring lemah itu."Apa Simon di sini juga?" Tanya Amanda ketakutan dan cemas."Tidak. Apa aku perlu memberitahu dia?" Meski dadanya terasa panas, Ronald harus mengontrol diri dan mengalah untuk saat ini.Dia tahu kal

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 141 Fatal

    "Amanda?" Wanita itu mulai terlihat gusar. "Kita harus ke klinik terdekat, kalau ke rumah sakit akan terlalu jauh!" Sambung Ronald sambil membopong Amanda keluar rumah dan menuju mobil di depan.Meski kesulitan, akhirnya mereka berdua berhasil ke mobil dan mulai berkendara."Aduh..." Amanda memegangi perutnya yang sudah tak bisa lagi ditahan. Seolah ada sesuatu yang mau keluar.Dia semakin terlihat gelisah dan matanya sesekali menyipit karena menahan rasa sakit.Ronald dengan gugup sesekali melihat ke arah maps yang menunjukkan ke arah tempat bidan bersalin sedekat mungkin dari lokasi mereka sekarang."Aku sudah menemukan tempat praktek bidan, Amanda. Bertahanlah!" Pikiran Ronald saat ini adalah mengira bahwa Amanda akan melahirkan. Itu saja.Bisa saja kan sekarang ini wanita itu mengalami kontraksi. Tapi seingatnya tadi, kandungannya baru tujuh bulan saja umurnya."Sakiit..." Dia semakin menunjukkan rasa tak karuan yang dihadapinya. "Bertahanlah, Sayang..." Tangan kiri Ronald sese

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 140 Takdir Lain

    Mungkinkah jika sebenarnya Tuhan sudah menunjukkan jawaban?Mungkinkah jika sebenarnya Tuhan sudah memberikan tanda-tanda dan keajaiban itu? Hanya saja kita sebagai manusia terlalu banyak membangkang dan sok mengatur Tuhan?Ronald terkejut mendengar pengakuan dari mulut Amanda sendiri.Amanda, seandainya kamu tahu, bahwa anak itu bukanlah anak Simon dan bisa jadi adalah anakku.Belaian lembut Ronald rupanya berhasil menidurkan Amanda di sofa mungil itu."Aaaarhhh..." Dia merintih dan akhirnya dibopong oleh Ronald untuk dibawa ke dalam kamar tidur.Perlahan dia membaringkannya.Tidak cukup hanya sampai di situ, Ronald juga melepaskan rok panjang yang membuat Amanda tak leluasa bergerak."Mmmm..." entah apa yang sekarang sedang dimimpikan oleh Amanda, Ronald hanya mengelus kening dan pipinya.Muncullah rasa itu yang mendadak membuatnya seakan terbangun dari masa 'tidur'."Oh, God!" Ronald menyadari ini benar-benar bukan saat yang tepat untuk ini.Amanda dalam keadaan mengantuk dan sudah

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 139 Bitter-truth

    "Mari masuk, Pak!" Dengan susah payah akhirnya Amanda menemukan kunci gerbang dan rumahnya yang terletak di tasnya.Setelah menyalakan lampu yang sejak senja tak ada yang mengurusi, ruangan mungil itu menjadi hangat dan terang benderang."Kamu tidak menawari aku makan sesuatu?" Ronald mengaku merasa sangat lapar.Pantaskah Amanda menawarinya semangkuk mi instant atau ramen? Lantas, bagaimana jika Ronald tidak selera dengan makanan instant semacam ini?"Saya bisa memesankan makanan, Pak." Nadanya sudah disetting seformal mungkin.Amanda sudah yakin kalau dia lebih terdengar seperti sekretaris sungguhan daripada sebagai seorang mantan istri."Oh, begitu? Kenapa kamu tidak memberiku mi atau apapun tadi yang kamu beli dari minimarket itu?""Hmmm, Pak Ronald, rumah ini bukan warteg atau cafe. Jika ingin makan sesuatu, bisa ke restoran di jalan besar sana atau di mana gitu... Fine dining di hotel keluarga Bapak barangkali..." Amanda mengelus dada."Aku ke sini tadi niatnya bukan untuk makan

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 138 Terkejut

    "PAPA?"Gema suara Ronald benar-benar menyita perhatian semua orang.Bahkan beberapa nakes juga ikut berhenti dan melihat betapa pandangan mata Ronald layaknya seekor singa yang siap menerkam binatang buruan!Langkahnya makin dipercepat. Papanya tak lagi punya kesempatan untuk melarikan diri atau sekedar bersembunyi."RONALD?" Papanya benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutan itu.Nampak sekali kalau dia ingin ditelan bumi saat itu juga. Pegangan tangan yang awalnya erat itu mendadak ia lepaskan."Monica, kamu ke sana dulu." Dia berbisik pada teman wanitanya agar tak ikut dalam forum keluarga.Meski kesal, wanita berambut panjang dan memakai hot pants itu akhrinya menurut."Siapa dia, Pa?" Ronald pura-pura bertanya, padahal dia tau semua seluk beluk perempuan simpanan sang Papa,"Oh, dia anak buah Papa," Jawab sang Papa sambil membenarkan letak jam tangannya.Baru kali ini dia seperti tertangkap basah dan malu setengah mati."Anak buah? Kerja di bagian apa dia?" Ronald ber

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 137 Tak Sengaja

    "Mila, ini susu hangatnya sudah aku buatkan!" Amanda membawa segelas susu hangat yang dia sengaja bawa ke lantai dua.Rupanya, ia terkejut saat kembali ke atas, Ronald sudah pulang ke rumah. Dia tertunduk malu. Tak tahu harus melakukan apa sekarang.Kakinya terhenti. Sementara Ronald mengamati lekuk tubuhnya yang semakin ekstreme. Perutnya terlihat semakin meruncing seolah siap kapanpun untuk melahirkan bayinya."Amanda!" Panggil Ronald lirih.Ia malu selama ini sudah berbuat tidak baik pada wanita itu. Bahkan terang-terangan menuduhnya melakukan selingkuh dan merendahkannya lebih rendah dari wanita pela*ur."Maaf aku harus mengantarkan susu ini ke kamar Mila. Setelah ini, aku akan pergi." Dia buru-buru ke kamar Mila lalu meletakkannya di meja.Rupanya anak itu sudah tertidur karena sepertinya kelelahan setelah menangis dan tantrum dalam waktu yang cukup lama."Amanda?" Saat dia sudah keluar dari kamar Mila dan membawa tasnya, Ronald mencegah wanita itu pergi."Maaf aku harus pulang

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 136 Tantangan Baru

    Ronald merenung di meja kantornya.Seusai meeting, dia tak banyak bicara dengan siapapun. Kalimat sopir pribadinya itu terdengar menggoda dan menantang.Tes DNA?Kenapa ini tak pernah terpikir olehnya setelah tahu kalau Simon bukan ayah dari anak itu?Ah, ini bisa saja hanya hawa nafsunya sendiri yang berbicara. Bagaimana jika ternyata Amanda tak sebaik yang ia duga? Bisa saja kan, selama ini dia berhubungan lebih dari dua laki-laki."Boss?" Anak buahnya yang biasa melakukan investigasi tiba-tiba menelpon. Padahal ini baru jam sepuluh pagi."Iya, bagaimana?" Ronald menekan alisnya dengan telunjuk dan ibu jari.Kepalanya terasa berat memikirkan semuanya seorang diri."Papa Boss sudah terdeteksi menginap lagi di apartemen itu. Apa Boss sudah mencoba menghubungi Monica?"Giliran Ronald sekarang yang ditanya oleh anak buahnya. Celakanya, dia lupa menghubungi Monica karena sudah terlalu larut dalam investigasinya tentang tes DNA itu."Belum. Aku belum sempat." Jawab Ronald asal."Tidak mas

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 135 Sadar Diri

    "Kurang ajar!"Ronald memukulkan kepalan tangannya di atas meja kafe di mana mereka bertiga berbincang."Boss, tenangkan diri dulu. Jangan mencuri perhatian orang!" Anak buahnya mengingatkan."Aku tidak bisa terima saja, Kenapa Mamaku setega itu pada Amanda? Apa hukumannya dikeluarkan dari rumah dan bercerai dariku itu kurang?" Ronald kini mulai sadar, kalau selama ini bisa jadi memang Mamanya lah yang menjadi penjahat bukannya malah Amanda."Kita tidak bisa menyimpulkan secepat ini, Boss. Pasti Mama Anda melakukan ini ada alasan kuat dan tidak serta merta melakukan hanya untuk kesenangan semata!" Anak buahnya yang biasanya beringas, rupanya masih memiliki hati nurani untuk memberikan nasehat pada bosnya."Minum dulu, Boss..." Yang satunya mengingatkan Ronald untuk meminum minuman yang dipesannya tadi.Dengan gegabah, ia menghabiskan satu cangkir kopi itu dalam sekali minum.Lalu mengembalikan cangkir itu di atas tempatnya dengan sembarangan. Rasanya sudah tak ada gunanya lagi dia ber

  • Pesona Istri Bayaran CEO Arogan   BAB 134 Karma?

    "Bagaimana maksud kamu mencari pekerjaan itu?" Simon tentu saja terkejut dengan pernyataan Amanda barusan.Mencari pekerjaan untuk menghidupi anaknya yang akan lahir? Bukankah kehidupan Simon sudah bergelimang harta dan rasanya itu sudah lebih dari cukup untuk memberikan penghidupan yang layak buat mereka."Kurasa itu adalah jalan yang terbaik untuk kita semua. Aku tidak mau selamanya bergantung padamu, Simon. Aku merasa seperti pengemis sekarang. Apa-apa harus menunggu pemberianmu." Amanda meneteskan air matanya.Ini karena setelah beberapa waktu terakhir, dia merasa betapa sulitnya hidup saat memenuhi kebutuhan harus menunggu pemberian pria itu.Ia tak mau diatur-atur terus dan merasa tidak berdaya. Akan jadi apa nanti anaknya."Amanda... Anak itu adalah darah dagingku dan kamu adalah ibunya. Aku tak akan pernah membiarkan kalian hidup dalam kekurangan apapun. Apa kamu tidak lihat, bagaimana yang aku lakukan padamu?" Simon mengelusnya lagi meski Amanda menunjukkan raut muka yang tid

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status