Tak cukup dengan rumor jelek, Indah dan Warda di gossipin habis-habisan. Jika Warda di gossipkan di lingkungan kampusnya, Indah di lingkungan butiknya. Para Staf yang selalu membuka dan menutup butik di jam yang sama selama seminggu itu mulai khawatir.“Ini kita akan di gaji tidak ya bulan ini?” tanya salah satu staf bernama Nadin. Dia mengeluh sepanjang waktu ketika setelah dua minggu Indah tak pernah tampak di butik mereka. dia adalah bos terburuk sepanjang massa, dia selalu memantau mereka melalui CCTV dan membuat mereka membayar kesalaahn yang bukan kesalahan mereka.Tak kurang dari itu, Indah membuat mereka berkerja lebih, tak hanya melayani pembeli dan menjaga kasir. Mereka juga harus membersihkan butik dari awal hingga akhir mau tutup. Indah mengancam mereka semua akan memecat atau memotong gaji mereka jika mereka tidak patuh dan semua itu bisa terpantau di CCTV yang Indah beli dan pasang di setiap sudut butik.“Entahlah, tapi bos sudah tidak datang sejak dua minggu lalu, kita
Geva turun dari mobil Axton, di saat mereka sudah memarkirkannya di parkiran besar di dasar gedung Mall. Sementara Geva turun, Axton malah termenung di depan kemudinya, membuat Geva yang sudah turun kembali membuka pintu, menghampiri Axton lagi. “Ada apa?”tanya Geva ketika dia membuka kembali pintu sisi lain kemudi. Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Axton, dan dia hanya menggeleng kecil. Dia lalu ikut turun dan mencari-cari seseorang di sekitar mereka. “Apa dia sungguh-sungguh akan mengawasi kami?” pikir Axton. Dia senang akhirnya bisa membuat Geva ikut bersamanya, itu artinya dia bisa menunjukkan kepada Levias perkataannya benar adanya. Axton ingin menunjukkan bahwa dia lebih pantas berada di sisi Geva. Meskipun dia tidak melakukan itu karena cemburu buta pada Levias, orang lama yang baru saja datang ke kehidupan Geva. “Yah, kami memang sama-sama orang baru. Tapi aku jauh di atasnya, aku selalu ada untuk Geva, aku akan mengorbankan apapun untuk wanita itu,” Axton berbicara pada d
Setelah Levias berhasil menghubungi orang rumahnya, dia kembali berbelanja, dia tadinya tidak sengaja mendengar suara tawa Geva tapi setelah itu dia tidak melihat keberadaan Geva. “Aishh gimana bisa aku lupa dengan rencana awalku,” Levias mengomel sendiri sembari berjalan di depan kasir. Setelah membayar dan keluar dari market itu, Levias membaca struk yang di foto ibunya, dia kemudian pergi ke toko makanan dan bahan pokok. Di sana Levias menjadi seribu kali lebih bingung, “Astaga!” gumamnya. Levias tidak pernah membayangkan masuk ke toko bahan pokok akan lebih rumit dari yang dia bayangkan.Dia harus mencari dan memilah sayur hanya dari namanya, memilah bumbu dapur hanya dari namanya. Begitu banyak macam jenis sayur dan buah-buahan di depan matanya, dan dia harus belajar memilah dengan teliti.“Ingat, pilihlah sayur yang masih segar, buah yang masih segar dengan permukaan yang halus dan bersih. Jangan salah pilih, jangan memilih yang rusak, warna yang pudar dan berbeda …” semua pe
Geva tersenyum kecil, dia lalu menepuk pundak Levias dua kali, “Sudahlah yang berlalu biarlah berlalu.” Geva menenangkan orang di depan matanya. Lalu dia membalikkan badan dan berjalan lagi, sembari memilah sayuran dan buahan, geva membuka suara, “ Aku tidak biasanya memaafkan seseorang loh. Tapi kasusmu berbeda, saat itu kita masih sama-sama anak kecil. Yah bisa di bilang itu seperti cinta monyet,” ucap Geva dengan suara santai.Dia lalu memberikan intruksi pada Axton terkait bahan pokok yang di butuhkan orang itu, berasal dari satu kata nama makanan yang Axton berikan. Geva lalu menerka isi dari nama makanan itu, “Aku bukan penebak yang handal tapi kurasa isinya kurang lebih adalah ini,” Geva mencatatnya di secari kertas dan memberikannya pada Axton. Dia juga bahkan menuliskan beberapa bumbu tambahan yang mana nantinya bisa saja di butuhkan Axton jika di rasa masakannya kurang. Levias masih termenung di tempatnya, dia seperti membeku beberapa saat sebelum akhirnya dia memilah belan
Mereka berakhir larut malam setelahnya, setelah berbelanja bulanan Geva. Axton mengantar Geva sampai ke depan rumahnya. Setelah memarkirkan mobilnya, geva keluar lebih dulu agar bisa mengangkut barang-barangnya dengan cepat. Karena hari sudah sangat larut dan dia merasa tak enak hati pada Axton yang lagi lagi dia repotkan.Tapi Axton tak tinggal diam. dia juga buru-buru keluar dan menahan Geva, "sudah biar aku saja yang membawa semua belanjaannya ke dalam. Kau masuklah, hari mulai semakin dingin. Delvin mungkin ingin melihatmu." Ucap Axton yang menawarkan dirinya dan mererbut dua kantong yang hendak di angkat Geva.Axton lalu mengambilnya dan mengambil alih pekerjaan itu. Dia lagi lagi menyuruhku Geva masuk dan menemui Delvin. "Tapi ini sudah larut kan," ucap Geva masih tak enak hati pada Axton. "Larut apanya. Ini baru jam 9, bukannya besok akhir pekan. Delvin pasti menunggumu untuk bisa tidur bersama sampai esok kan. Itu jadwal kalian biasanya." Ujar Axton menyakinkan Geva.Ya itu
Axton mengambil alih gelas tadi dan mulai memanaskan air. Sembari menunggu air panas di teko listrik, dia berdiri di meja yang dapur. Axton membalikkan badannya, dia menatap Geva yang duduk sembari menggoyangkan badannya untuk menenangkan Delvin yang tengah tertidur di pelukan Geva.Axton tersenyum melihat itu, hatinya menghangat. Itu semua membuat dia mengingat kembali ibunya yang sangat hangat seperti Geva. Ibunya tidak pernah mengomeli dirinya, Omelan Omelan kecil hanyalah tentang kedisiplinan akan sikapnya. Axton tanpa sadar termenung sambil melipat tangannya di dada sembari memperhatikan Geva yang masih asik bersenandung sembari menepuk nepuk punggung Delvin yang semakin lama semakin pulas."Naiklah ke atas Gev, baringkan dia. Akan ku bawakan coklat panas ke lantai atas." Axton menawari bantuan lagi dan lagi pada Geva. Suaranya begitu tulus dan hangat, seketika Geva yang membalikkan badan menatap tatapan tulus Axton menjadi luluh. Jantungnya berdetak kencang, darahnya berdesir.
"Setelah sekian lama aku baru melihatmu. Kau kemana saja Ndah?" Tanya warda dengan nada sinis. Mereka tinggal di asrama pekerja klub lain. Yang mana di asrama itu terdapat delapan kasur yang berbeda.Sejak hari di mana mereka di pindah bersama, Warda tak pernah bertemu Indah. Dan hari ini Indah baru saja kembali dan berada di kamarnya. Dia tidak diizinkan memainkan ponselnya. Dan aturan itu hanya berlaku untuk Indah seorang pun. Bahkan Warda yang satu angkatan masih diizinkan membawa ponsel dan memainkannya sepanjang waktu kecuali di saat shiftnya. Indah yang duduk di kasurnya hanya diam menata sinis Warda. "Diamlah jangan berbicara padaku. Anggap saja kita tidak pernah kenal." Gertaknya. Indah masih bersikap sama, dia masih bersikap keras kepala dan enggan menyapa Warda. Karen baginya jika bukan karena warda, dia tidak akan berada di tempat menjijikkan itu. Indah selalu menyalahkan semuanya pada keluarga Lina. "Aku sial karena berada di keluarga mu. Aku menyesal menjadi selingkuhan
Di akhir persidangan, Lina membuat ulah dengan merusuh dan berteriak. Dia tak terima dengan keadaan Damas, dia menunjuk Geva sebagai pembawa sial. Tapi geva yang dia kucilkan berbeda dengan Geva sekarang. Geva keluar dari pintu ruangan sidang, dan dia melihat Lina di tahan oleh beberapa petugas keamanan, di sana Geva berdiri bersama Axton, Santi dan Egar. Geva berdiri dengan tegak menatap Lina. Dia berpakaian sangat anggun dan rapi, dia menjadi jauh lebih cantik dan elegan dari Geva yang sebelumnya.Lina menunjuk ke arah Geva dengan tatapan marah, “Lepaskan aku!” gertak Lina pada petugas yang menahannya. Itu adalah petugas perempuan, dua petugas sekaligus untuk menenangkan Lina yang menggila.“Ibu! Tenanglah jangan memberontak dan jangan membuat kerusuhan, kami bisa menjatuhkan hukuman penangkapan jika ibu tidak bisa bekerja sama dan masih saja keras kepala ingin menghampiri saksi persidangan.” Jelas sang petugas pengaman itu.“Gev,” panggil Axton yang menggunakan setelan dengan dasi