Setelah Levias berhasil menghubungi orang rumahnya, dia kembali berbelanja, dia tadinya tidak sengaja mendengar suara tawa Geva tapi setelah itu dia tidak melihat keberadaan Geva. “Aishh gimana bisa aku lupa dengan rencana awalku,” Levias mengomel sendiri sembari berjalan di depan kasir. Setelah membayar dan keluar dari market itu, Levias membaca struk yang di foto ibunya, dia kemudian pergi ke toko makanan dan bahan pokok. Di sana Levias menjadi seribu kali lebih bingung, “Astaga!” gumamnya. Levias tidak pernah membayangkan masuk ke toko bahan pokok akan lebih rumit dari yang dia bayangkan.Dia harus mencari dan memilah sayur hanya dari namanya, memilah bumbu dapur hanya dari namanya. Begitu banyak macam jenis sayur dan buah-buahan di depan matanya, dan dia harus belajar memilah dengan teliti.“Ingat, pilihlah sayur yang masih segar, buah yang masih segar dengan permukaan yang halus dan bersih. Jangan salah pilih, jangan memilih yang rusak, warna yang pudar dan berbeda …” semua pe
Geva tersenyum kecil, dia lalu menepuk pundak Levias dua kali, “Sudahlah yang berlalu biarlah berlalu.” Geva menenangkan orang di depan matanya. Lalu dia membalikkan badan dan berjalan lagi, sembari memilah sayuran dan buahan, geva membuka suara, “ Aku tidak biasanya memaafkan seseorang loh. Tapi kasusmu berbeda, saat itu kita masih sama-sama anak kecil. Yah bisa di bilang itu seperti cinta monyet,” ucap Geva dengan suara santai.Dia lalu memberikan intruksi pada Axton terkait bahan pokok yang di butuhkan orang itu, berasal dari satu kata nama makanan yang Axton berikan. Geva lalu menerka isi dari nama makanan itu, “Aku bukan penebak yang handal tapi kurasa isinya kurang lebih adalah ini,” Geva mencatatnya di secari kertas dan memberikannya pada Axton. Dia juga bahkan menuliskan beberapa bumbu tambahan yang mana nantinya bisa saja di butuhkan Axton jika di rasa masakannya kurang. Levias masih termenung di tempatnya, dia seperti membeku beberapa saat sebelum akhirnya dia memilah belan
Mereka berakhir larut malam setelahnya, setelah berbelanja bulanan Geva. Axton mengantar Geva sampai ke depan rumahnya. Setelah memarkirkan mobilnya, geva keluar lebih dulu agar bisa mengangkut barang-barangnya dengan cepat. Karena hari sudah sangat larut dan dia merasa tak enak hati pada Axton yang lagi lagi dia repotkan.Tapi Axton tak tinggal diam. dia juga buru-buru keluar dan menahan Geva, "sudah biar aku saja yang membawa semua belanjaannya ke dalam. Kau masuklah, hari mulai semakin dingin. Delvin mungkin ingin melihatmu." Ucap Axton yang menawarkan dirinya dan mererbut dua kantong yang hendak di angkat Geva.Axton lalu mengambilnya dan mengambil alih pekerjaan itu. Dia lagi lagi menyuruhku Geva masuk dan menemui Delvin. "Tapi ini sudah larut kan," ucap Geva masih tak enak hati pada Axton. "Larut apanya. Ini baru jam 9, bukannya besok akhir pekan. Delvin pasti menunggumu untuk bisa tidur bersama sampai esok kan. Itu jadwal kalian biasanya." Ujar Axton menyakinkan Geva.Ya itu
Axton mengambil alih gelas tadi dan mulai memanaskan air. Sembari menunggu air panas di teko listrik, dia berdiri di meja yang dapur. Axton membalikkan badannya, dia menatap Geva yang duduk sembari menggoyangkan badannya untuk menenangkan Delvin yang tengah tertidur di pelukan Geva.Axton tersenyum melihat itu, hatinya menghangat. Itu semua membuat dia mengingat kembali ibunya yang sangat hangat seperti Geva. Ibunya tidak pernah mengomeli dirinya, Omelan Omelan kecil hanyalah tentang kedisiplinan akan sikapnya. Axton tanpa sadar termenung sambil melipat tangannya di dada sembari memperhatikan Geva yang masih asik bersenandung sembari menepuk nepuk punggung Delvin yang semakin lama semakin pulas."Naiklah ke atas Gev, baringkan dia. Akan ku bawakan coklat panas ke lantai atas." Axton menawari bantuan lagi dan lagi pada Geva. Suaranya begitu tulus dan hangat, seketika Geva yang membalikkan badan menatap tatapan tulus Axton menjadi luluh. Jantungnya berdetak kencang, darahnya berdesir.
"Setelah sekian lama aku baru melihatmu. Kau kemana saja Ndah?" Tanya warda dengan nada sinis. Mereka tinggal di asrama pekerja klub lain. Yang mana di asrama itu terdapat delapan kasur yang berbeda.Sejak hari di mana mereka di pindah bersama, Warda tak pernah bertemu Indah. Dan hari ini Indah baru saja kembali dan berada di kamarnya. Dia tidak diizinkan memainkan ponselnya. Dan aturan itu hanya berlaku untuk Indah seorang pun. Bahkan Warda yang satu angkatan masih diizinkan membawa ponsel dan memainkannya sepanjang waktu kecuali di saat shiftnya. Indah yang duduk di kasurnya hanya diam menata sinis Warda. "Diamlah jangan berbicara padaku. Anggap saja kita tidak pernah kenal." Gertaknya. Indah masih bersikap sama, dia masih bersikap keras kepala dan enggan menyapa Warda. Karen baginya jika bukan karena warda, dia tidak akan berada di tempat menjijikkan itu. Indah selalu menyalahkan semuanya pada keluarga Lina. "Aku sial karena berada di keluarga mu. Aku menyesal menjadi selingkuhan
Di akhir persidangan, Lina membuat ulah dengan merusuh dan berteriak. Dia tak terima dengan keadaan Damas, dia menunjuk Geva sebagai pembawa sial. Tapi geva yang dia kucilkan berbeda dengan Geva sekarang. Geva keluar dari pintu ruangan sidang, dan dia melihat Lina di tahan oleh beberapa petugas keamanan, di sana Geva berdiri bersama Axton, Santi dan Egar. Geva berdiri dengan tegak menatap Lina. Dia berpakaian sangat anggun dan rapi, dia menjadi jauh lebih cantik dan elegan dari Geva yang sebelumnya.Lina menunjuk ke arah Geva dengan tatapan marah, “Lepaskan aku!” gertak Lina pada petugas yang menahannya. Itu adalah petugas perempuan, dua petugas sekaligus untuk menenangkan Lina yang menggila.“Ibu! Tenanglah jangan memberontak dan jangan membuat kerusuhan, kami bisa menjatuhkan hukuman penangkapan jika ibu tidak bisa bekerja sama dan masih saja keras kepala ingin menghampiri saksi persidangan.” Jelas sang petugas pengaman itu.“Gev,” panggil Axton yang menggunakan setelan dengan dasi
Lina hanya diam sepanjang jalan di dalam mobil patroli, dia bahkan tak berbicara atau menjawab pertanyaan sang petugas patroli perempuan itu. “Bu! Anda harus memberitahukan lokasi anda, jika tidak bagaimana kami akan mengantar anda.” Ujar sang petugas yang menyupir. “Sudahlah, tak apa, biar aku minta alamatnya dengan petugas lainnya di kantor.” Bela saang petugas lain yang berada di samping partner kerjanya itu. dia kemudian menelpon orang kantornya, dan meminta alamat dari tersangka yang melakukan pemalsuan, penggelapan dana dan pelaku KDRT.“Ini,” orang itu mulai menyeting alat gmaps mereka dan membiarkan temannya yang mengemudi untuk melihat alamat yang di arahkan ke rumah Lina. “Tidak jauh dari sini,” ujar orang itu. Sementara orang itu hanya mengangguk. Lalu petugas yang mengemudi itu mulai menuju ke rumah Lina. Dia sedikit menaruh jengkel pada ibu dari pelaku yang tidak bisa menerima keputusan hakim di persidangan. Jadi dia hanya mendiamkan Lina yang keras kepala sejak tadi.
Petugas yang membawa Lina adalah petugas yang sama yang sebelumnya mengantar Lina kerumahnya. "Bu kami terpakda harus memborgol mu karena kamu sudah berbuat sejauh ini." Tegas Salah satu petugas yang tengah mengemudi.Dia yang sedang mengemudi lalu menatap temannya, "lihat kan, sudah kubilang dia akan berulah jika kita meninggalkannya sendiri. Ini bahkan belum sampai satu hari." Jelasnya menyakinkan rekan kerjanya.Rekan kerjanya hanya diam saja, dia mengangguk mengerti tapi tidak semua masalah selesai dengan perkiraan. Dia tetap menenangkan temannya itu, mereka berdua membawa Lina ke kantor polisi karena hampir membunuh seseorang dan mengancam seorang tetangga dengan benda tajam. Setelah mereka sampai di kantor polisi, Lina di bawa ke kantor interogasi dan mereka melakukan pemeriksaan pada Lina. Tapi Lina tidak bekerja sama, dia hanya diam sepanjang peemriksaan bahkan sampai polisi yang ingin menulis laporan. "Bagaimana ini? Dia tidak membicarakan apapun dan hanya diam Saja. Apa di