Jam makan siang sebentar lagi,Tapi Geva masih rajin memilah berkas dan menyusunnya untuk dia antarkan ke Axton agar bisa di tanda-tangani segera oleh atasannya itu. Geva merapikan berkas itu di meja sofa di ruangan Axton, sejak sejam yang lalu mereka saling sibuk sendiri. Geva yang tengah memilah berkas, sementara Axton yang sedang membaca laporan dari projek divisi lain. Dia kemudian melirik Geva dari balik kertas yang sedang dia perhatikan, melihat Geva yang sangat fokus bahkan tak sadar sedang dia pandangi membuat hatinya bergejolak. Namun aksinya itu tak berlangsung lama, setelah beberapa detik, Geva membuat suara batuk kecil dan berdehem.“Apa wajahku semirip dengan laporan yang penuh tulisan?” Tanya Geva pada Axton, dia bertanya sembari menunduk dan fokus pada laptopnya. Dia kemudian mendongakkan kepala ke arah Axton dan tertawa kecil.Seketika Geva merasa bersalah berceletuk terlalu serius, hingga membuat Axton membeku karena terkejut. Lelaki itu terkejut karena seolah sepert
Akhirnya mereka memilih makan di restoran yang hanya berjarak lima ratus meter dari kantor. “Ini restoran baru, masih terlalu sepi. Tapi jika dilihat dari fasilitasnya yang nyaman dan bagus ini akan ramai dalam beberapa hari,” ucap Axton dengan suara kecil.Geva mengangguk setuju, restorannya terlihat besar dan yang paling istimewa ada tempat untuk orang yang memilih untuk makan sendiri plus jika mereka punya kepribadian introvert. Mereka bisa makan sendiri tanpa perlu memandang atau di pandang orang lain. karena restoran itu menyediakan tempat makan seperti di ruang warnet yang memiliki sekat per meja. Saat makanan mereka telah sampai, Axton mulai menyantap makanan mereka namun tanpa sadar seorang lelaki menatap mereka dengan seksama. Dia adalah seorang yang memiliki wajah blasteran, dengan berpenampilan yang semi-formal dia memperhatikan Axton dari kejauhan.Dan saat Axton mulai melihat ke sekelilingnya, mata mereka bertemu. Seketika orang itu menghampiri Axton, dan axton memberhen
Di saat Geva tengah menaiki bis dan transit, dia melihat sebuah mobil terhenti di tepi jalan. Mobil itu berhenti di tempat yang di larang untuk berhenti, Geva melihat seorang polisi wanita memberikan tilang ke seorang lelaki yang membalakangi Geva. Geva mulai memperhatikan sekitar dan kemudian dia kembali memperhatikan ke arah orang yang tengah di tilang. Seketika orang itu membalikkan badan dan matanya bertemu dengan Geva. Dia seketika tersenyum dan Geva membeku. “Apa dia tersenyum padaku? Siapa ya?” tanya Geva dalam hati, dia lalu membuang muka. menatap keramaian yang juga tengah menunggu bis selanjutnya. Dia tengah berfikir barangkali orang itu bukan tersenyum padanya. Geva tengah transit untuk pergi ke kantor. Sesekali dia pergi menggunakan bis kota atau kereta listrik di yang stasiunnya tak jauh dari perumahan Geva. Tapi tak jarang juga Geva berangkat bersama Axton atau menaiki taski pesanaan Axton. “Geva Kirania?” panggil seroang lelaki dari jarak yang tidak dekat. Geva lal
“Ah, Axton, bagaimana bisa kau di jalanan?” Tanya Geva lagi. Xavel tersenyum pada Axton. Tapi Axton masih diam, dia masih mencerna keadaannya sekarang. Dia baru saja memarkirkan mobilnya di emperan toko dan bahkan belum mencambut kunci mobilnya. Dia terlalu panik saat melihat Geva bersama Xavel dan tak berfikir dua kali untuk menhampiri mereka. Axton kemudian membuka mulutnya, “Tunggu, aku akan menelpon seseorang. Gev kau duduklah.” Ujar Axton dengan wajah serius pada Geva, dia bahkan belum membalas senyuman Xavel. Geva dan Xavel saling melempar pandangan karena bingung dengan tingkah Axton yang terlihat fokusnya terberai. Axton membalikkan badan dari Geva, dengan memengang tiang di bis yang dia naiki, dia mencoba mencari kontak seseorang dan meneloponnya dengan susah payah. Bis yang mereka naiki tidak terlalu sesak. Semua orang mendapatkan tempat duduk kecuali mereka berdua: Axton dan Xavel. Sementara Axton tengah mencoba menelpon seseorang, Xavel dan Geva masih membahas pemberhe
Setelah rapat bersama tim dari perusahan Xavel, Axton bersama tim perwakilan di tiap divisi kantornya mengadakan makan siang bersama. Ada tim Perwakilan Xavel juga dirinya. Xavel dan Axton adalah sobat karib sejak Axton diberi kepercayaan oleh keluarga Agam untuk memimpin perusahaan utama mereka. “Senang, rasanya bisa melakukan ini lagi setelah sekian lama. Ini adalah projek pertamaku setelah sekian lama di perusahan induk Magumi.” Xavel mengucapkannya dengan tenang, dia lalu menuangkan minuman pada Axton seperti ritual bagi sesama atasan yang saling menghormati.Giliran Axton yang menuangkan minuman pada gelas Xavel, dia tersenyum sembari menuangkan, “Ya terima kasih atas projek kerja sama mendadaknnya,” ucap Axton dengan penuh sindiran. Bagaimana tidak. Setelah beberapa hari pertemuan mereka dalam bis har itu, Xavel kemudian menyuruh managernya sebagai perwakilan bersama dengan dirinya untuk langsung bertemu dengan Axton dan memberikan proposal kerja sama. Dan proposal itu langsu
“Senang menyambut kalian di sini,” ujar Xavel pada Axton yang datang ke hotelnya bersama Geva, Egar dan satu managernya. Mereka tengah mengadakan perjalanan bisnis setengah jam di dari hotel Xavel.“Ya aku ingat kau mengatakan soal hotel utamamu di atas puncak ini. Investasi yang bagus. Kau mungkin bisa mengalahkan Golden River.” Axton menerima sambutan itu dan tak lupa pujian yang penuh dengan sindiran itu. Bahwa usaha Xavel sebelum pembangunan jalan di sekitar puncak tak pernah di lirik oleh publik, namun dia berinvestasi pada pemerintah begitu besar hingga jalanan di sekitar hotel yang berada di puncak ini mendapatkan fasilitas yang memadai. Itu membuat publik yang awalnya enggan menghampiri hotel Xavel menjadi lebih tertarik karena jalanan yang lebih memadai. Xavel tertawa kecil, “ini berkat saranmu juga kan. Setengah tahun lalu, jadi awal baru untuk hotel ini. Oh ya, Hi Gev!” sapa Xavel pada Geva yang berdiri di samping Axton. Dia mulai melepaskan uluran tangannya dan mengulurk
Axton yang melihat tangan Xavel memberikan kartu nama seketika menyipit, dia menjadi setengah jengkel dan hanya berdehem, “pak pemilik, aku ingin reservasi makan malam dan pagi yang sangat spesial, tiap menu haruslah berbeda dengan makan paginya dan itu berlaku untuk tiga hari kedepan. Jika tidak bisa dipenuhi aku akan memberikan review buruk pada hotelmu.” Celetuk Axton yang kemudian langsung menutup pintu dengan wajah ketus. “Dia kadang menjadi menyebalkan ya?” ujar Xavel yang tertawa simpul setelah masuknya Axton. “Ya, apalagi jika itu setelah hari yang melelahkan.” Geva menyetujuinya, dia lalu ingin mengambil alih barang-barangnya dari tangan pegawai.Tapi segera di larang oleh Xavel. “Biarkan mereka membawa masuk juga, kau bisa bersiap untuk istirahat dan menunggu makan malam ini. sebagai rasa maafku karena yang kemarin, aku memberikan kau kamar yang sangat spesial. Memang kamar VIP pada dasarnya sama, tapi aku menambahkan sesuatu untukmu di dalam, dan aku juga sudah menyiapkan
Xavel menunggu di samping mobilnya yang dia parkirkan tepat di depan hotelnya. Dia tengah menelpon sebelum melihat Geva keluar dari pintu utama dengan menenteng banyak makanan take away. Xavel kemudian melambaikan tangan dan menuju ke Geva. “Biar aku bantu,” ujarnya ketika dia selesai menelpon dan memasukkan kembali teleponnya di saku celana. “Ayo, mobilku di sana,” Ajak Xavel. Geva hanya termenung, “Hah? trvel ku,” gumam Geva yang sejak keluar dari tadi tak melihatnya. “Kemana sih dia?” gumamnya lagi kali ini dengan kesal. Sementara belanjaannya sudah di bawa Xavel. Geva mau tak mau mengikuti langkah Xavel, “Apa kau yang menyuruh travelku meninggalkanku?” Tanya Geva dengan nada serius. Dia memang sudah merasa bingung dengan sikap Xavel sejak tadi ketika masih di depan resepsionis restoran.“Iya,” jawabnya dengan polos. “Aku kan sudah mengatakan akan mengantarkanmu, ada yang ingin aku bicarakan,” jelasnya dengan lugas. “T-tapi aku belum membayarnya!” gertak Geva lagi setengah kesa
Setelah seharian Delvin diberi perawatan di IGD, akhirnya dia sadar ketika di ruangan itu hanya ada mereka bertiga. Geva terus duduk di samping Delvin, wanita itu tersenyum dan terus menggegam tangan mungil Delvin.“Delvin, putra ibu … apa kau merasakan sakit nak?” tanya Geva dengan lembut. Dia melebarkan senyumannya, tak membiarkan matanya terlihat jelas merah dan sembab.Sementara Axton dan Xavel duduk di kursi penunggu di sudut ruangan yang dingin. Mereka berdua duduk saling berhadapan dan diam satu sama lain. Sesekali mereka saling menatap tajam dan lalu membuang wajah dengan cepat. Di hari sebelumnya, Xavel sudah berusaha meminta maaf pada Geva. Dan Ibu muda itu sudah memaafkan Xavel, dia bahkan tak menganggap itu adalah kesalahan Xavel. Tapi lelaki pemilik restoran itu menyadari keteledorannya karena dia sendiri yang menentukan setiap menu makan malam dan sarapan mereka. Sementara Axton yang sudah pernah melihat Xavel ingin menggagalkan lamarannya membuat dia menjadi tidak me
Geva mondar mandir di depan ruang pemeriksaan, sementara Axton sedikit menjauh dari Geva dengan ponselnya. Untuk beberapa saat Axton mengerutkan dahinya, dia menekan suaranya ketika berbicara dari balik telepon. Geva mulai menggigit ujung jarinya, matanya berkaca-kaca, pandangannya fokus melihat Delvin dari balik kaca kecil di pintu rawat darurat. Setelah beberapa saat, sang dokter yang memeriksa Delvin keluar menghampiri Geva yang sudah memasang wajah khawatir. Axton meliriknya sekilas sebelum akhirnya dia mematikan ponselnya sepihak dan ikut berdiri di samping Geva. Lelaki itu dengan lembut menaruh tangannya di sisi pundak Geva dan mengelusnya dengan pelan, mencoba menenangkan ibu muda itu.“Dok, apa yang terjadi dok? Putra saya tidak apa-apa kan?” tanya Geva yang terburu-buru. Geva tak mengindahkan penenangan Axton, melihat sang dokter baru keluar dari ruangan, dia langsung menghampirinya dan memasang wajah cemas. Sang dokter mengangkat alisnya, dia memberikan isyarat pada Geva
Hari di mana mereka akan hiking tiba, Geva tak membawa banyak barang karena dia menyewa pemandu yang juga membawakan barangnya. Jadilah dia bisa menggendong Delvin seorang, tanpa gangguan. Tapi sejak semalam dia menghindari pembicaraan dengan semua orang“Perjalan ini tak akan panjang kan? Aku benci berjalan kaki,” celetuk Feya. Sementara Santi menyadari gelagat aneh Geva. Dia memelankan langkahnya yang awalnya berada di tengah kini mundur menjadi paling akhir, dia membiarkan yang lainnya berjalan lebih dulu. Di depan mereka tim reparasi tengah asik sendiri mengobrol dengan seru. “Gev, kau kenapa?” tanya santi. “Sudah lelah?” tanyanya lagi dengan khawatir.“Tidak kok mba, Delvin juga tidak begitu berat. Aku memang ingin jalan paling belakang agar bersama dengan pemandu, lebih dekat dengan barang-barang delvin,” ujarnya memberi alasan.“Lalu kemana Axton dan Xavel? Kenapa mereka tidak ikut dengan kita sekarang? kudengar mereka memilih menyusul sebenarnya apa yang terjadi?” tanya San
Geva tersenyum dengan perlakuan manis Xavel. Di saat yang bersmaaan, Axton menatap Geva dan Xavel. “Xavel!” teriaknya. Suaranya terdengar sangat marah ketika dia melihat Xavel berjongkok di depan Geva. Dia mengahampiri Xavel dan menarik kerahnya, “apa kau mencoba mengambil gadisku?” tanay Axton dengan keras di depan Geva. Geva yang masih bersama Delvin seketika bingung, “Axton! Delvin masih di sini, jangan mempertontonkan kekerasan padanya!” Geva mengucapkannya dengan tegas. Saat tengah bertengkar begitu, Axton tak sengaja menjatuhkan sebuah kotak cincin di dekat Geva. Geva yang melihat itu sempat bingung tapi kemudian dia mengajak Delvin pergi dari sana. dia memilih mengabaikan Axton dan Xavel yang ingin bertengkar dan memukul satu sama lain. Xavel tertawa kecil, “Jadi kau berniat menembak Geva? Bagaimana jika kita bersaing? Aku sejak tadi memang memikirkan hal yang sama, aku memang tak punya cincin untuk Geva tapi aku bisa memberikan ini padanya.” Xavel menunjukkan kalungnya. “I
Di malam pertama mereka merayakan hari kebahagiaan dan kemenangan itu, Geva mengajak mereka semua makan malam dan istirahat di hotel Xavel. Keesokan harinya baru mereka akan melakukan pendakian kecil sampai ke tempat di mana mereka akan membuka tenda untuk camp dan barbeque.Di saat semaunya tengah berkumpul, Geva dan Axton berada di kursi yang bersebelahan, di sebelah lainnya ada Santi dan putrinya. Lalu Di samping Santi ada Xiao Ling dan Egar. Di sisi lain meja ada tim reparasi dan Xiao Ling termasuk ke dalam sisi lain itu. Di saat mereka tengah menunggu karyawan restoran menyiapkan semua makan malam mereka, Xavel datang. Axton awalnya terkejut, lalu dia menatap ke arah Geva, “Kau mengundangnya juga?” tanya Axton. Padahal dia belum selesai dengan rasa cemburu ketika beberapa jam lalu Geva menjelaskan mereka bertemu hari itu tanpa sengaja.“Hi Gev, terima kasih sudah mengundangku!” seru Xavel dengan wajah sumringah. Geva buru-buru berdiri dan menyambut Xavel. “Hi! Untung kau datang
Geva dan Axton turun dari mobil Van bersamaan ketika ketiga Van lainnya sampai. Tapi Van hitam terlihat sangat aneh, mereka memarkirkan mobil mereka jauh dari parkir yang ada, mereka parkir di dekat jalan masuk toilet luar atau umum. “Itu mobil yang tadi kan?” celetuk Geva dan Xiao Ling secara bersamaan.“Kau melihatnya juga Gev? Mereka seperti orang gila. Mengebut dengan kecepatan itu di jalanan yang tidak sepi. Aku akan mendatanginya dan melapor ke polisi terkait yang kulihat tadi.” Xiao Ling memprotes dan mulai berjalan ke arah mobil Van hitam itu.Dan saat Geva dan Xiao Ling mendekati mobil van itu, seorang wanita duduk di tanah di depan kap mobil van itu. “A-ada apa?!” tanya Geva yang sedikit terkejut dengan kondisi Feya, dia belum tahu bahwa itu adalah tim reparasi teman dari Egar. Yangg Geva lihat dia wanita yang seperti membutuhkan pertolongan. Jadilah Geva langsung menghampirinya dan hendak ingin menolongnya. Tapi saat Geva berlutut di depan wanita yang terlihat ngos-ngosan
“Kak Xiao, bersediakah kau ikut bersamaku?” Tanya Egar dengan tatapan sendu di depan Xiao Ling.Kejadian itu seketika mengundang perhatian dua staf yang tertahan di depan pintu. Mereka berdua seperti memergoki dua sejoli yang sedang mabuk kasmaran dan karena tak ingin mengganggu, dua orang itu memilih bersembunyi dari balik dinding. Dan ketika ada staff lain yang ingin masuk, mereka menahannya. Mereka berdua malah mengajak staf lain ikut mengintip dan menguping pembicaraan intens Egar Dan Xiao Ling. “Ayo! Terima dia kak Xiao!” ujar salah satu staf dengan suara berbisik, dia setengah berteriak dan menyoraki dua orang itu yang membuat mereka ikut merona di masing-masing pipi mereka. ***“Dasar Axton sialan!” gerutu Egar di dalam mobil Van hitam yang musiknya dinyalakan. Egar mengomel sejak dua hari lalu. Sejak dua hari lalu, karena Axton yang menolak ajakan pertemuan dengan pak Kim, dia harus menerima rumor dia tengah berkencan dengan Xiao Ling. Dan yang lebih buruk adalah, Pak Kim
Saat mereka telah sampai di depan rumah Geva. Geva turun dan berbicara dari luar, “Jadi apa kau menemukan jawaban?” tanya Geva pada Xavel setelah turun dari mobilnya.“Ya, begitulah ternyata itu hanya kebetulan sama saja. Aku dulu Sekolah menengah pertama di distrik Biru sebelah barat. Ternyata kita tidak pernah satu sekolah.” Ujar Xavel pada Geva dari dalam. Dia tidak ikut turun karena masih ada pekerjaan yang ingin dia lakukan.Geva hanya bisa menatap punggung mobil itu semakin jauh, dan masuk ke dalam rumah. “SMP distrik Biru Barat?” Geva bergumam kecil di saat dia masuk ke rumahnya. Banyak hal yang sudah terjadi selama 33 tahun, banyak hal yang Geva coba lupakan termasuk bekas pembuliannya sejak dia masih menginjak sekolah dasar. Jika di total, mungkin ada sekitar sepuluh kali dia berpindah sekolah. Ketika SD menjadi bahan bulian para siswi yang iri pada Geva, karena dia termasuk keluarga berada. Lalu saat SMP dia yang di bully di satu bulan sekolah pertamanya, hanya karena dia
Xavel menunggu di samping mobilnya yang dia parkirkan tepat di depan hotelnya. Dia tengah menelpon sebelum melihat Geva keluar dari pintu utama dengan menenteng banyak makanan take away. Xavel kemudian melambaikan tangan dan menuju ke Geva. “Biar aku bantu,” ujarnya ketika dia selesai menelpon dan memasukkan kembali teleponnya di saku celana. “Ayo, mobilku di sana,” Ajak Xavel. Geva hanya termenung, “Hah? trvel ku,” gumam Geva yang sejak keluar dari tadi tak melihatnya. “Kemana sih dia?” gumamnya lagi kali ini dengan kesal. Sementara belanjaannya sudah di bawa Xavel. Geva mau tak mau mengikuti langkah Xavel, “Apa kau yang menyuruh travelku meninggalkanku?” Tanya Geva dengan nada serius. Dia memang sudah merasa bingung dengan sikap Xavel sejak tadi ketika masih di depan resepsionis restoran.“Iya,” jawabnya dengan polos. “Aku kan sudah mengatakan akan mengantarkanmu, ada yang ingin aku bicarakan,” jelasnya dengan lugas. “T-tapi aku belum membayarnya!” gertak Geva lagi setengah kesa