"Setelah sekian lama aku baru melihatmu. Kau kemana saja Ndah?" Tanya warda dengan nada sinis. Mereka tinggal di asrama pekerja klub lain. Yang mana di asrama itu terdapat delapan kasur yang berbeda.Sejak hari di mana mereka di pindah bersama, Warda tak pernah bertemu Indah. Dan hari ini Indah baru saja kembali dan berada di kamarnya. Dia tidak diizinkan memainkan ponselnya. Dan aturan itu hanya berlaku untuk Indah seorang pun. Bahkan Warda yang satu angkatan masih diizinkan membawa ponsel dan memainkannya sepanjang waktu kecuali di saat shiftnya. Indah yang duduk di kasurnya hanya diam menata sinis Warda. "Diamlah jangan berbicara padaku. Anggap saja kita tidak pernah kenal." Gertaknya. Indah masih bersikap sama, dia masih bersikap keras kepala dan enggan menyapa Warda. Karen baginya jika bukan karena warda, dia tidak akan berada di tempat menjijikkan itu. Indah selalu menyalahkan semuanya pada keluarga Lina. "Aku sial karena berada di keluarga mu. Aku menyesal menjadi selingkuhan
Di akhir persidangan, Lina membuat ulah dengan merusuh dan berteriak. Dia tak terima dengan keadaan Damas, dia menunjuk Geva sebagai pembawa sial. Tapi geva yang dia kucilkan berbeda dengan Geva sekarang. Geva keluar dari pintu ruangan sidang, dan dia melihat Lina di tahan oleh beberapa petugas keamanan, di sana Geva berdiri bersama Axton, Santi dan Egar. Geva berdiri dengan tegak menatap Lina. Dia berpakaian sangat anggun dan rapi, dia menjadi jauh lebih cantik dan elegan dari Geva yang sebelumnya.Lina menunjuk ke arah Geva dengan tatapan marah, “Lepaskan aku!” gertak Lina pada petugas yang menahannya. Itu adalah petugas perempuan, dua petugas sekaligus untuk menenangkan Lina yang menggila.“Ibu! Tenanglah jangan memberontak dan jangan membuat kerusuhan, kami bisa menjatuhkan hukuman penangkapan jika ibu tidak bisa bekerja sama dan masih saja keras kepala ingin menghampiri saksi persidangan.” Jelas sang petugas pengaman itu.“Gev,” panggil Axton yang menggunakan setelan dengan dasi
Lina hanya diam sepanjang jalan di dalam mobil patroli, dia bahkan tak berbicara atau menjawab pertanyaan sang petugas patroli perempuan itu. “Bu! Anda harus memberitahukan lokasi anda, jika tidak bagaimana kami akan mengantar anda.” Ujar sang petugas yang menyupir. “Sudahlah, tak apa, biar aku minta alamatnya dengan petugas lainnya di kantor.” Bela saang petugas lain yang berada di samping partner kerjanya itu. dia kemudian menelpon orang kantornya, dan meminta alamat dari tersangka yang melakukan pemalsuan, penggelapan dana dan pelaku KDRT.“Ini,” orang itu mulai menyeting alat gmaps mereka dan membiarkan temannya yang mengemudi untuk melihat alamat yang di arahkan ke rumah Lina. “Tidak jauh dari sini,” ujar orang itu. Sementara orang itu hanya mengangguk. Lalu petugas yang mengemudi itu mulai menuju ke rumah Lina. Dia sedikit menaruh jengkel pada ibu dari pelaku yang tidak bisa menerima keputusan hakim di persidangan. Jadi dia hanya mendiamkan Lina yang keras kepala sejak tadi.
Petugas yang membawa Lina adalah petugas yang sama yang sebelumnya mengantar Lina kerumahnya. "Bu kami terpakda harus memborgol mu karena kamu sudah berbuat sejauh ini." Tegas Salah satu petugas yang tengah mengemudi.Dia yang sedang mengemudi lalu menatap temannya, "lihat kan, sudah kubilang dia akan berulah jika kita meninggalkannya sendiri. Ini bahkan belum sampai satu hari." Jelasnya menyakinkan rekan kerjanya.Rekan kerjanya hanya diam saja, dia mengangguk mengerti tapi tidak semua masalah selesai dengan perkiraan. Dia tetap menenangkan temannya itu, mereka berdua membawa Lina ke kantor polisi karena hampir membunuh seseorang dan mengancam seorang tetangga dengan benda tajam. Setelah mereka sampai di kantor polisi, Lina di bawa ke kantor interogasi dan mereka melakukan pemeriksaan pada Lina. Tapi Lina tidak bekerja sama, dia hanya diam sepanjang peemriksaan bahkan sampai polisi yang ingin menulis laporan. "Bagaimana ini? Dia tidak membicarakan apapun dan hanya diam Saja. Apa di
Jam makan siang sebentar lagi,Tapi Geva masih rajin memilah berkas dan menyusunnya untuk dia antarkan ke Axton agar bisa di tanda-tangani segera oleh atasannya itu. Geva merapikan berkas itu di meja sofa di ruangan Axton, sejak sejam yang lalu mereka saling sibuk sendiri. Geva yang tengah memilah berkas, sementara Axton yang sedang membaca laporan dari projek divisi lain. Dia kemudian melirik Geva dari balik kertas yang sedang dia perhatikan, melihat Geva yang sangat fokus bahkan tak sadar sedang dia pandangi membuat hatinya bergejolak. Namun aksinya itu tak berlangsung lama, setelah beberapa detik, Geva membuat suara batuk kecil dan berdehem.“Apa wajahku semirip dengan laporan yang penuh tulisan?” Tanya Geva pada Axton, dia bertanya sembari menunduk dan fokus pada laptopnya. Dia kemudian mendongakkan kepala ke arah Axton dan tertawa kecil.Seketika Geva merasa bersalah berceletuk terlalu serius, hingga membuat Axton membeku karena terkejut. Lelaki itu terkejut karena seolah sepert
Akhirnya mereka memilih makan di restoran yang hanya berjarak lima ratus meter dari kantor. “Ini restoran baru, masih terlalu sepi. Tapi jika dilihat dari fasilitasnya yang nyaman dan bagus ini akan ramai dalam beberapa hari,” ucap Axton dengan suara kecil.Geva mengangguk setuju, restorannya terlihat besar dan yang paling istimewa ada tempat untuk orang yang memilih untuk makan sendiri plus jika mereka punya kepribadian introvert. Mereka bisa makan sendiri tanpa perlu memandang atau di pandang orang lain. karena restoran itu menyediakan tempat makan seperti di ruang warnet yang memiliki sekat per meja. Saat makanan mereka telah sampai, Axton mulai menyantap makanan mereka namun tanpa sadar seorang lelaki menatap mereka dengan seksama. Dia adalah seorang yang memiliki wajah blasteran, dengan berpenampilan yang semi-formal dia memperhatikan Axton dari kejauhan.Dan saat Axton mulai melihat ke sekelilingnya, mata mereka bertemu. Seketika orang itu menghampiri Axton, dan axton memberhen
Di saat Geva tengah menaiki bis dan transit, dia melihat sebuah mobil terhenti di tepi jalan. Mobil itu berhenti di tempat yang di larang untuk berhenti, Geva melihat seorang polisi wanita memberikan tilang ke seorang lelaki yang membalakangi Geva. Geva mulai memperhatikan sekitar dan kemudian dia kembali memperhatikan ke arah orang yang tengah di tilang. Seketika orang itu membalikkan badan dan matanya bertemu dengan Geva. Dia seketika tersenyum dan Geva membeku. “Apa dia tersenyum padaku? Siapa ya?” tanya Geva dalam hati, dia lalu membuang muka. menatap keramaian yang juga tengah menunggu bis selanjutnya. Dia tengah berfikir barangkali orang itu bukan tersenyum padanya. Geva tengah transit untuk pergi ke kantor. Sesekali dia pergi menggunakan bis kota atau kereta listrik di yang stasiunnya tak jauh dari perumahan Geva. Tapi tak jarang juga Geva berangkat bersama Axton atau menaiki taski pesanaan Axton. “Geva Kirania?” panggil seroang lelaki dari jarak yang tidak dekat. Geva lal
“Ah, Axton, bagaimana bisa kau di jalanan?” Tanya Geva lagi. Xavel tersenyum pada Axton. Tapi Axton masih diam, dia masih mencerna keadaannya sekarang. Dia baru saja memarkirkan mobilnya di emperan toko dan bahkan belum mencambut kunci mobilnya. Dia terlalu panik saat melihat Geva bersama Xavel dan tak berfikir dua kali untuk menhampiri mereka. Axton kemudian membuka mulutnya, “Tunggu, aku akan menelpon seseorang. Gev kau duduklah.” Ujar Axton dengan wajah serius pada Geva, dia bahkan belum membalas senyuman Xavel. Geva dan Xavel saling melempar pandangan karena bingung dengan tingkah Axton yang terlihat fokusnya terberai. Axton membalikkan badan dari Geva, dengan memengang tiang di bis yang dia naiki, dia mencoba mencari kontak seseorang dan meneloponnya dengan susah payah. Bis yang mereka naiki tidak terlalu sesak. Semua orang mendapatkan tempat duduk kecuali mereka berdua: Axton dan Xavel. Sementara Axton tengah mencoba menelpon seseorang, Xavel dan Geva masih membahas pemberhe