Santi membelalakkan matanya. Dia tahu kalau tampaknya bosnya ini mengenal Geva, dan sudah meminta untuk ditemukan dengan Geva padanya. Tapi dia sangat terkejut sekali karena saat para karyawan telah pulang, Santi dicegat oleh Axton.
“Presdir, apa ada pekerjaan saya yang belum selesai?” Santi bertanya dengan senyuman yang lembut. Dia menjaga sikapnya agar tetap sopan di hadapan pria yang dingin ini. “Masuklah,” titahnya dengan suara yang rendah. Santi tampak ragu-ragu mendengar ucapan itu. Belum pernah dia masuk ke dalam mobil presdirnya. Satu-satunya orang yang pernah berada di samping Axton adalah Egar—Sekretaris pribadinya. Axton melirik sebelahnya, hal itu telah menjadi penegasan untuk Santi segera masuk ke dalam mobil Axton. Dengan menguatkan dirinya, Santi masuk dan duduk dengan canggung di sebelah Axton. Sang sopir tetap tenang, dia juga sangat terkejut dengan tindakan tuannya ini. Seorang wanita masuk ke dalam mobil tuannya yang selalu menolak wanita, apakah itu tidak salah?“Kita akan segera ke rumahmu, jangan lupa seperti yang kukatakan tadi padamu kalau kau harus mengatakan aku adalah sepupumu.” Santi merasakan tekanan yang tidak membuatnya nyaman. Dia menyanggupi permintaan Axton dan mengutuk dirinya sendiri. Sekarang, dia harus melakukan permintaan itu dengan segera. Bukankah itu terlalu cepat dan mengejutkan?“Presdir, apa sungguh harus sekarang?” tanya Santi ingin mengulur waktu. Ada bagian dalam dirinya yang tidak siap mempertemukan Geva dengan Axton. Dia menelan ludahnya sendiri. “Ya. Aku tidak suka menundah sesuatu.” Santi ingin menghelakan napas karena merasakan beban di hatinya ini, tapi dia urung melakukannya. “Boulevard tiga,” ucap Santi singkat yang langsung dipahami oleh Axton tapi tidak dengan sang sopir yang masih bingung apa yang harus dia lakukan. “Jalan ke tempat yang dia bicarakan tadi.” Axton bicara lagi dan kali ini sang sopir yang telah bekerja tiga tahun padanya memahami apa yang harus dia lakukan. Dengan cepat dia menjalankan mobil untuk menuju ke tempat yang diminta oleh tuannya itu. Tidak butuh waktu lama untuk mobil Axton berhenti di depan rumah Santi, dia melihat sekeliling tempat tinggal ini. Tempat yang nyaman dengan rumah yang cukup besar walaupun tidak sebesar miliknya yang tidak dia tempati lagi itu. Santi turun bersama dengan Axton, hatinya berdebar semakin kencang setiap kali dia melangkah menuju ke rumahnya. Dari tempat lain, tepatnya rumah sebelah Santi sedang melihat pemandangan yang mengganggu hati mereka. “Lihat, mobilnya bagus sekali. Pria itu juga tampan. Siapa dia? Bisa-bisanya membawa pria yang tidak dikenal ke rumah saat suaminya tidak ada.” Lina mengomel dengan tatapan mata yang begitu sinis, dia begitu membenci Santi yang beberapa kali selalu mengganggunya dan membela Geva. Harga dirinya seakan diinjak oleh Santi, dan dia ingin Santi itu merasakan penderitaan yang sangat menyakitkan. “Ibu ini gimana, sih!? Kalau begitu pasti dia ada main dengan pria itu, kan? Ya, kalau dia tinggal berjauhan dengan suaminya, dia pasti merasa sangat kesepian dan ingin belaian, Bu.” Warda berkata sambil memelintir rambutnya, dia juga melihat pemandangan itu dan sebenarnya dia sangat iri sekali dengan pria tampan yang mengikuti Santi masuk ke dalam rumah Santi. Dia juga ingin mendapatkan pria kaya raya dan tampan seperti itu, dia pasti bisa hidup enak nantinya. “Oh, kalau begitu dia akan hancur sebentar lagi. Ibu senang kalau dia hancur dan tidak memiliki muka di sini lagi. Karena dia kemarin membela Geva, orang-orang di sini melihat Ibu dengan cara yang aneh. Itu sangat tidak menyenangkan,” cetus Lina dengan kekesalan yang membakar hatinya. Sedangkan dua orang itu sudah masuk ke dalam rumah dan membuat seseorang di sana terdiam karena begitu terkejut. “M-mbak Santi ...,” ucapnya dengan suara yang tidak tenang. Dia melirik ke arah Axton yang menatapnya cukup dalam. Hanya dalam satu detik saja, Geva sudah merasa kalau pria yang baru saja dia kenal ini sedang mengamatinya. “Kenalkan, dia adalah Axton sepupuku,” ucap Santi dengan kaku sekali. Dia bingung harus bersikap bagaimana untuk mengenalkan Axton sebagai sepupu dirinya. Apalagi sikap Axton itu dingin, dia sangat takut kalau Axton malah membuat Geva ketakutan. Apalagi Geva baru saja mengalami luka yang begitu besar, dia mengalami fase trauma yang menyakitkan. Santi bisa mendengar Geva menangis di malam hari dan itu sangat menyedihkan baginya. Santi juga tidak bisa meminta Geva untuk berhenti menangis, bagi Santi mengeluarkan perasaan yang sebenarnya adalah yang terbaik dibandingkan memendamnya. Satu hal yang tidak disukai oleh Santi adalah Geva berusaha tersenyum walaupun sakit. “Hai, aku Axton. Senang bertemu denganmu.” Secara mengejutkan Axton maju dan bersamaan tangan dengan Geva, wajahnya juga terlihat manis sekali. Dia tampak sebagai pria yang manis, yang sebelumnya tidak pernah dilihat oleh Santi. Dia bahkan sampai syok senxiri melihat perubahan cepat Axton ini. Dia hampir saja berteriak, apakah ini benar bosnya? Apakah bosnya kesurupan hingga bisa bersikap manis seperti ini!?Geva memegang tangan Axton, dia mencoba tersenyum walaupun tidak begitu nyaman. Di hadapan sepupu Santi yang telah menolongnya, dia harus menjaga sopan santunnya. “Senang berkenalan denganmu, Axton. Aku Geva.” Axton terus tersenyum dia melihat Geva dari atas hingga bawah secara lembut, agar apa yang dia lakukan tidak ketahui oleh wanita yang ada di depannya ini. Mereka akhirnya duduk, Santi dengan cepat langsung ke dapur untuk membuatkan minuman. Sesekali dia melirik Axton yang sedang bersama dengan Geva, dia khawatir Axton mengatakan sesuatu yang bisa menyakiti hati Geva. “Sudah berapa bulan?” tanya Axton dengan suara yang lembut. Dia menunjukkan sikap ramah dan sopan ketika berhadapan dengan Geva. “Masuk tujuh bulan.” Geva tersenyum sambil mengusap perutnya yang membuncit ini. Ada sesuatu yang membuatnya sakit tapi dia senang dia masih bersama dengan anaknya. “Pasti itu anak yang hebat sekali dan cantik.” Geva melihat Axton dengan tatapan mata terkejut mendengar pujian dari pria yang ada di depannya ini. “Dia pasti mirip dengan Ibunya.” Axton menambahkan, dia tersenyum yang membuat Geva mengalihkan tatapan matanya. Sulit menolak kalau pria yang ada di depannya adalah pria yang tampan, karena ketampanannya bisa menggetarkan hati setiap wanita. Dia menenangkan dirinya sendiri dan mengusap perut sebagai alasan untuk membuat dirinya tenang.Untunglah Santi datang tidak lama kemudian dengan membawakan minuman, kalau begitu lama, Geva tidak tahu sampai kapan dia akan mengalami kekikukan seperti ini. “Minum dulu, Axton, Geva, aku membuatkan jus jeruk untuk kalian berdua.” Santi tersenyum, bibirnya tadi sangG kaku sekali karena memanggil Axton hanya dengan nama saja. “Terima kasih, Mbak Santi,” balas Axton membuat Santi ketakutan sendiri.Suasana itu sangat canggung walaupun Axton berulang kali ingin mencairkan suasana. Geva sangat waspada, dia menjaga sikapnya dalam memperlakukan Axton karena dia menghormati Axton yang merupakan sepupu Santi. Sedangkan Axton mengamati Geva, dia memastikan cerita Santi dan merasa perih melihat Geva yang seperti ini. “Kalau begitu aku pulang dulu. Lain kali aku akan main ke sini lagi, Mbak Santi.” Axton berdiri sambil melihat Santi, dia tidak ingin kalau Santi melarangnya dan penanganannya tadi telah membuat Santi paham dengan sangat jelas. Geva juga berdiri, dia ikut mengantar Axton yang berjalan ke luar rumah bersama Santi walaupun terlihat sekali kalau dia melakukannya dengan sangat kikuk sekali. “Ibu, mereka keluar.” Warda yang dengan sengaja duduk di luar dengan cepat berteriak pada ibunya. Dia merasa sangat penasaran sekali dengan sosok pria yang ada di rumah Santi. Saat dia melihat Geva secara tidak sengaja, ekspresinya langsung keras. Dia membenci Geva dan ingin menjambak r
Egar datang ke kantor dengan wajahnya yang terlihat sangat mengantuk, dia telah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan Axton dengan mengorbankan waktu tidurnya yang sangat minim.“Pagi, Tuan Egar.” Beberapa karyawan menyapanya dengan ramah, Egar mengangkat tangannya sambil tersenyum cepat dan mengubah ekspresinya lagi kesemula—datar seperti kisah cintanya.. Dia menegakkan tubuhnya dengan benar, masuk ke dalam lift sambil melihat lampu lift berganti dengan cepat hingga mencapai lantai tertinggi gedung ini. Saat pintu lift terbuka, Egar seperti biasa mempersiapkan semuanya dengan cepat. Dia tidak mau kalau Axton akan membuat perintah dengan ekspresi yang menakutkan. Setelah beberapa puluh menit dia melakukan persiapan pekerjaan untuk hari ini, orang yang dia tunggu telah tiba dengan ekspresi yang senang. Seolah-olah ada bunga yang bermekaran di sekitarnya. Dia tampak lebih tampak dan hangat seperti matahari pagi dengan cahaya keemasan yang indah. “Selamat pagi, Tuan Axton. Saya i
Geva sangat geram sekali mendengar ucapan Damas. Tidak cukup selama ini Damas menyakitinya. Bisa-bisanya pria yang tidak tahu malu itu mengatakan kalau dia sok suci? Dia bahkan tidak membiarkan Geva untuk melalui rasa sakit sebelumnya. Brak!Geva membanting tumpukan sampah yang ada di tangannya tadi, dia melihat Damas dengan nyalang. “Aku di sini yang korban. Kau memilih wanita lain dibandingkan aku, kau yang berbuat buruk tapi sekarang kau mengatakan aku sok suci? Apa otakmu itu rusak, Damas?”Geva mengatakannya dengan tatapan yang tajam. Damas terkejut, hatinya snagat tidak tenang sekali mendengar ucapan Geva yang bahkan tidak memanggilnya mas seperti dulu. “Kau hanya sok polos saja. Pantas saja ibu mengatakan kalau anak di dalam kandunganmu itu mungkin saja bukan anakku. Kau bahkan sudah bersama dengan pria lain.” Damas menyeringai. Dia menekankan setiap kalimatnya pada Geva yang sedang memegang perutnya. “Satu keluargamu bermulut sampah, Damas. Aku bahkan tidak pernah keluar
Kedua orang itu menatap Geva dengan tatapan mata yang tenang, walaupun di dalam hati mereka sama sekali tidak senang. Mereka berdua sangat tahu apa yang terjadi pada Geva. Matanya membengkak, yang membuat mata berwarna coklat indah itu nyaris hampir tidak terlihat. Geva tersenyum, berusaha dengan sangat keras sekali untuk menguatkan dirinya yang rapuh. “Keluarga sialan itu lagi-lagi melukaimu? Mereka melakukan apa lagi ketika aku tidak ada, Gev?” tanya Santi sangat khawatir dalam lubuk hatinya. “Bagaimana dengan yang aku katakan tadi, Gev?” tanya Axton menunjukkan senyumannya. Dia ingin menghancurkan suasana tidak menyenangkan ini. Geva tidak boleh berlarut dalam kesedihan yang bisa sangat berbahaya sekali untuk dirinya. “Tapi apa aku tidak perlu membayarnya?” Geva menatap Axton, matanya yang terlihat sayu itu membuat tubuh Axton berdesir. Dia tidak menyukai ini dan ingin segera menghapuskan rasa sakit itu. Tetapi sesuatu tidak bisa dihilangkan begitu saja apalagi mereka berdu
Dia baru saja keluar dari kamarnya, hal mengejutkan telah membuatnya tidak mampu berkata-kata. Dia ingin menyalahkan hormon kehamilannya yang selalu membuatnya mengantuk, tapi dia tidak bisa mengatakan itu adalah salah kehamilannya. Ada perasaan yang sangat tidak menyenangkan pada dirinya jika dia menyalahkan kehamilannya yang telah membuatnya begini. Rasanya, seperti dia ikut membuat anaknya sedih. “Kau tidak duduk, Geva? Duduklah, jadi kita bisa sarapan bersama.” Axton berkata sambil tersenyum. Ini pemandangan yang indah. Selain wajahnya yang tampan luar biasa, tapi ada banyak menu sehat di atas meja yang terlihat sangat enak. Wanginya saja telah membuat mulut Geva berliur, dia ingin segera merasakan makanan yang ada di atas meja. Tubuhnya seolah terdorong untuk duduk begitu saja. Dia duduk di kursi dan memandang Axton yang masih memandangnya sambil tersenyum. Dia seperti tersihir sejenak, lalu menggelengkan kepalanya setelah dia menyadari sesuatu. “Ah, maaf ... tampaknya di ha
Dia mirip sekali dengan anjing pemburu yang tidak akan melepaskan mangsanya begitu saja. Egar mengamatinya dan sangat tahu sekali tentang hal itu setelah melihat sikap Axton saat berurusan mengenai apa pun yang berkaitan eengan Geva. Tapi ... Axton persi anjing pemburu yang manisnya. Selain jika bukan berurusan dengan balas dendam. Dia tersenyum cerah melihat selembar foto yang ada di tangannya. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi, membuat kursi itu berputar seakan-akan dia berada di taman ajaib milik peri. Dia senang sekali dengan informasi baru ini yang disampaikan oleh Santi. “Jadi, anaknya laki-laki?” tanyanya tanpa melihat ke arah Santi. Foto 3d USG ini sedang dipandangnya. Tampak wajah bayi yang begitu menggemaskan, dia mengusapnya beberapa kali. “Ya, Presdir. Semuanya sehat dan tidak kekurangan apa pun saya sangat senang sekali melihat hal itu, Geva juga menangis ketika mendengar ucapan dokter.” Axton segera membuat posisi duduknya lebih tegap dengan sangat kasar. “Ke
Semakin hari mereka semakin dekat, Geva juga heran kenapa pria tampan yang sukses ini ternyata begitu ramah padanya ketika bicara? Dia tidak pernah menyinggung tentang dirinya dan juga selalu perhatian. “Ini banyak sekali, Axton.” Geva terkejut melihat baju-baju bayi yang dibawakan oleh Axton. Axton sekarang tidak pernah datang bersama dengan Santi lagi, dia sering kali datang sendirian dan selalu bicara dengan Geva. Sedangkan Santi masih sering mengunjungi Geva walaupun tidak setiap hari seperti Axton. “Ini?” tanya Axton pada Geva. “Hadiah kecil, jangan memikirkannya. Ini tidak membuatku miskin,” rayunya dengan kepala yang sedikit dimiringkan. Geva juga tahu itu tidak membuat Axton miskin. Tapi tetap saja itu menggunakan uang Axton. “Tapi kau sering memberikan banyak barang, Axton. Lihatlah kamar satunya, kau telah menghiasnya untuk menyambut anakku yang akan lahir di dunia ini. Sudah ada mainan, peralatan bayi, dan lainnya. Aku tidak enak padamu, Axton. Aku seperti memanfaatkan
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, Geva segera membuka pesan itu dan membaca pesan yang tertampil di layarnya. “Nanti malam Mbak akan ke sana sama Lala. Kau mau dibawakan apa?” Pesan itu langsung membuat Geva tersenyum. Jarinya dengan sangat lincah mengetikkan pesan balasan untuk Santi. “Jangan bawa apa pun, Mbak. Kedatangan Mbak sama Lala di sini saja sudah membuatku sangat senang sekali.” Bagi Geva, Santi telah melakukan banyak hal yang membuat kehidupannya lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dia telah keluar dari tempat yang sangat buruk sekali, dan membuatnya bisa menikmati hidup. Geva kembali melanjutkan pekerjaannya lagi, dia membantu Mary membereskan rumah, seperti menyapu rumah di saat Mary sedang sibuk memasak makan malam untuknya. Geva sering kali diam-diam melakukan pekerjaan walaupun telah dilarang oleh Mary berulang kali dan Axton. Karena itulah, dia selalu mengambil kesempatan yang datang padanya ketika Mary lengah. Dengan begitu dia akan merasa tenang dan tidak
Setelah seharian Delvin diberi perawatan di IGD, akhirnya dia sadar ketika di ruangan itu hanya ada mereka bertiga. Geva terus duduk di samping Delvin, wanita itu tersenyum dan terus menggegam tangan mungil Delvin.“Delvin, putra ibu … apa kau merasakan sakit nak?” tanya Geva dengan lembut. Dia melebarkan senyumannya, tak membiarkan matanya terlihat jelas merah dan sembab.Sementara Axton dan Xavel duduk di kursi penunggu di sudut ruangan yang dingin. Mereka berdua duduk saling berhadapan dan diam satu sama lain. Sesekali mereka saling menatap tajam dan lalu membuang wajah dengan cepat. Di hari sebelumnya, Xavel sudah berusaha meminta maaf pada Geva. Dan Ibu muda itu sudah memaafkan Xavel, dia bahkan tak menganggap itu adalah kesalahan Xavel. Tapi lelaki pemilik restoran itu menyadari keteledorannya karena dia sendiri yang menentukan setiap menu makan malam dan sarapan mereka. Sementara Axton yang sudah pernah melihat Xavel ingin menggagalkan lamarannya membuat dia menjadi tidak me
Geva mondar mandir di depan ruang pemeriksaan, sementara Axton sedikit menjauh dari Geva dengan ponselnya. Untuk beberapa saat Axton mengerutkan dahinya, dia menekan suaranya ketika berbicara dari balik telepon. Geva mulai menggigit ujung jarinya, matanya berkaca-kaca, pandangannya fokus melihat Delvin dari balik kaca kecil di pintu rawat darurat. Setelah beberapa saat, sang dokter yang memeriksa Delvin keluar menghampiri Geva yang sudah memasang wajah khawatir. Axton meliriknya sekilas sebelum akhirnya dia mematikan ponselnya sepihak dan ikut berdiri di samping Geva. Lelaki itu dengan lembut menaruh tangannya di sisi pundak Geva dan mengelusnya dengan pelan, mencoba menenangkan ibu muda itu.“Dok, apa yang terjadi dok? Putra saya tidak apa-apa kan?” tanya Geva yang terburu-buru. Geva tak mengindahkan penenangan Axton, melihat sang dokter baru keluar dari ruangan, dia langsung menghampirinya dan memasang wajah cemas. Sang dokter mengangkat alisnya, dia memberikan isyarat pada Geva
Hari di mana mereka akan hiking tiba, Geva tak membawa banyak barang karena dia menyewa pemandu yang juga membawakan barangnya. Jadilah dia bisa menggendong Delvin seorang, tanpa gangguan. Tapi sejak semalam dia menghindari pembicaraan dengan semua orang“Perjalan ini tak akan panjang kan? Aku benci berjalan kaki,” celetuk Feya. Sementara Santi menyadari gelagat aneh Geva. Dia memelankan langkahnya yang awalnya berada di tengah kini mundur menjadi paling akhir, dia membiarkan yang lainnya berjalan lebih dulu. Di depan mereka tim reparasi tengah asik sendiri mengobrol dengan seru. “Gev, kau kenapa?” tanya santi. “Sudah lelah?” tanyanya lagi dengan khawatir.“Tidak kok mba, Delvin juga tidak begitu berat. Aku memang ingin jalan paling belakang agar bersama dengan pemandu, lebih dekat dengan barang-barang delvin,” ujarnya memberi alasan.“Lalu kemana Axton dan Xavel? Kenapa mereka tidak ikut dengan kita sekarang? kudengar mereka memilih menyusul sebenarnya apa yang terjadi?” tanya San
Geva tersenyum dengan perlakuan manis Xavel. Di saat yang bersmaaan, Axton menatap Geva dan Xavel. “Xavel!” teriaknya. Suaranya terdengar sangat marah ketika dia melihat Xavel berjongkok di depan Geva. Dia mengahampiri Xavel dan menarik kerahnya, “apa kau mencoba mengambil gadisku?” tanay Axton dengan keras di depan Geva. Geva yang masih bersama Delvin seketika bingung, “Axton! Delvin masih di sini, jangan mempertontonkan kekerasan padanya!” Geva mengucapkannya dengan tegas. Saat tengah bertengkar begitu, Axton tak sengaja menjatuhkan sebuah kotak cincin di dekat Geva. Geva yang melihat itu sempat bingung tapi kemudian dia mengajak Delvin pergi dari sana. dia memilih mengabaikan Axton dan Xavel yang ingin bertengkar dan memukul satu sama lain. Xavel tertawa kecil, “Jadi kau berniat menembak Geva? Bagaimana jika kita bersaing? Aku sejak tadi memang memikirkan hal yang sama, aku memang tak punya cincin untuk Geva tapi aku bisa memberikan ini padanya.” Xavel menunjukkan kalungnya. “I
Di malam pertama mereka merayakan hari kebahagiaan dan kemenangan itu, Geva mengajak mereka semua makan malam dan istirahat di hotel Xavel. Keesokan harinya baru mereka akan melakukan pendakian kecil sampai ke tempat di mana mereka akan membuka tenda untuk camp dan barbeque.Di saat semaunya tengah berkumpul, Geva dan Axton berada di kursi yang bersebelahan, di sebelah lainnya ada Santi dan putrinya. Lalu Di samping Santi ada Xiao Ling dan Egar. Di sisi lain meja ada tim reparasi dan Xiao Ling termasuk ke dalam sisi lain itu. Di saat mereka tengah menunggu karyawan restoran menyiapkan semua makan malam mereka, Xavel datang. Axton awalnya terkejut, lalu dia menatap ke arah Geva, “Kau mengundangnya juga?” tanya Axton. Padahal dia belum selesai dengan rasa cemburu ketika beberapa jam lalu Geva menjelaskan mereka bertemu hari itu tanpa sengaja.“Hi Gev, terima kasih sudah mengundangku!” seru Xavel dengan wajah sumringah. Geva buru-buru berdiri dan menyambut Xavel. “Hi! Untung kau datang
Geva dan Axton turun dari mobil Van bersamaan ketika ketiga Van lainnya sampai. Tapi Van hitam terlihat sangat aneh, mereka memarkirkan mobil mereka jauh dari parkir yang ada, mereka parkir di dekat jalan masuk toilet luar atau umum. “Itu mobil yang tadi kan?” celetuk Geva dan Xiao Ling secara bersamaan.“Kau melihatnya juga Gev? Mereka seperti orang gila. Mengebut dengan kecepatan itu di jalanan yang tidak sepi. Aku akan mendatanginya dan melapor ke polisi terkait yang kulihat tadi.” Xiao Ling memprotes dan mulai berjalan ke arah mobil Van hitam itu.Dan saat Geva dan Xiao Ling mendekati mobil van itu, seorang wanita duduk di tanah di depan kap mobil van itu. “A-ada apa?!” tanya Geva yang sedikit terkejut dengan kondisi Feya, dia belum tahu bahwa itu adalah tim reparasi teman dari Egar. Yangg Geva lihat dia wanita yang seperti membutuhkan pertolongan. Jadilah Geva langsung menghampirinya dan hendak ingin menolongnya. Tapi saat Geva berlutut di depan wanita yang terlihat ngos-ngosan
“Kak Xiao, bersediakah kau ikut bersamaku?” Tanya Egar dengan tatapan sendu di depan Xiao Ling.Kejadian itu seketika mengundang perhatian dua staf yang tertahan di depan pintu. Mereka berdua seperti memergoki dua sejoli yang sedang mabuk kasmaran dan karena tak ingin mengganggu, dua orang itu memilih bersembunyi dari balik dinding. Dan ketika ada staff lain yang ingin masuk, mereka menahannya. Mereka berdua malah mengajak staf lain ikut mengintip dan menguping pembicaraan intens Egar Dan Xiao Ling. “Ayo! Terima dia kak Xiao!” ujar salah satu staf dengan suara berbisik, dia setengah berteriak dan menyoraki dua orang itu yang membuat mereka ikut merona di masing-masing pipi mereka. ***“Dasar Axton sialan!” gerutu Egar di dalam mobil Van hitam yang musiknya dinyalakan. Egar mengomel sejak dua hari lalu. Sejak dua hari lalu, karena Axton yang menolak ajakan pertemuan dengan pak Kim, dia harus menerima rumor dia tengah berkencan dengan Xiao Ling. Dan yang lebih buruk adalah, Pak Kim
Saat mereka telah sampai di depan rumah Geva. Geva turun dan berbicara dari luar, “Jadi apa kau menemukan jawaban?” tanya Geva pada Xavel setelah turun dari mobilnya.“Ya, begitulah ternyata itu hanya kebetulan sama saja. Aku dulu Sekolah menengah pertama di distrik Biru sebelah barat. Ternyata kita tidak pernah satu sekolah.” Ujar Xavel pada Geva dari dalam. Dia tidak ikut turun karena masih ada pekerjaan yang ingin dia lakukan.Geva hanya bisa menatap punggung mobil itu semakin jauh, dan masuk ke dalam rumah. “SMP distrik Biru Barat?” Geva bergumam kecil di saat dia masuk ke rumahnya. Banyak hal yang sudah terjadi selama 33 tahun, banyak hal yang Geva coba lupakan termasuk bekas pembuliannya sejak dia masih menginjak sekolah dasar. Jika di total, mungkin ada sekitar sepuluh kali dia berpindah sekolah. Ketika SD menjadi bahan bulian para siswi yang iri pada Geva, karena dia termasuk keluarga berada. Lalu saat SMP dia yang di bully di satu bulan sekolah pertamanya, hanya karena dia
Xavel menunggu di samping mobilnya yang dia parkirkan tepat di depan hotelnya. Dia tengah menelpon sebelum melihat Geva keluar dari pintu utama dengan menenteng banyak makanan take away. Xavel kemudian melambaikan tangan dan menuju ke Geva. “Biar aku bantu,” ujarnya ketika dia selesai menelpon dan memasukkan kembali teleponnya di saku celana. “Ayo, mobilku di sana,” Ajak Xavel. Geva hanya termenung, “Hah? trvel ku,” gumam Geva yang sejak keluar dari tadi tak melihatnya. “Kemana sih dia?” gumamnya lagi kali ini dengan kesal. Sementara belanjaannya sudah di bawa Xavel. Geva mau tak mau mengikuti langkah Xavel, “Apa kau yang menyuruh travelku meninggalkanku?” Tanya Geva dengan nada serius. Dia memang sudah merasa bingung dengan sikap Xavel sejak tadi ketika masih di depan resepsionis restoran.“Iya,” jawabnya dengan polos. “Aku kan sudah mengatakan akan mengantarkanmu, ada yang ingin aku bicarakan,” jelasnya dengan lugas. “T-tapi aku belum membayarnya!” gertak Geva lagi setengah kesa