Santi membelalakkan matanya. Dia tahu kalau tampaknya bosnya ini mengenal Geva, dan sudah meminta untuk ditemukan dengan Geva padanya. Tapi dia sangat terkejut sekali karena saat para karyawan telah pulang, Santi dicegat oleh Axton.
“Presdir, apa ada pekerjaan saya yang belum selesai?” Santi bertanya dengan senyuman yang lembut. Dia menjaga sikapnya agar tetap sopan di hadapan pria yang dingin ini. “Masuklah,” titahnya dengan suara yang rendah. Santi tampak ragu-ragu mendengar ucapan itu. Belum pernah dia masuk ke dalam mobil presdirnya. Satu-satunya orang yang pernah berada di samping Axton adalah Egar—Sekretaris pribadinya. Axton melirik sebelahnya, hal itu telah menjadi penegasan untuk Santi segera masuk ke dalam mobil Axton. Dengan menguatkan dirinya, Santi masuk dan duduk dengan canggung di sebelah Axton. Sang sopir tetap tenang, dia juga sangat terkejut dengan tindakan tuannya ini. Seorang wanita masuk ke dalam mobil tuannya yang selalu menolak wanita, apakah itu tidak salah?“Kita akan segera ke rumahmu, jangan lupa seperti yang kukatakan tadi padamu kalau kau harus mengatakan aku adalah sepupumu.” Santi merasakan tekanan yang tidak membuatnya nyaman. Dia menyanggupi permintaan Axton dan mengutuk dirinya sendiri. Sekarang, dia harus melakukan permintaan itu dengan segera. Bukankah itu terlalu cepat dan mengejutkan?“Presdir, apa sungguh harus sekarang?” tanya Santi ingin mengulur waktu. Ada bagian dalam dirinya yang tidak siap mempertemukan Geva dengan Axton. Dia menelan ludahnya sendiri. “Ya. Aku tidak suka menundah sesuatu.” Santi ingin menghelakan napas karena merasakan beban di hatinya ini, tapi dia urung melakukannya. “Boulevard tiga,” ucap Santi singkat yang langsung dipahami oleh Axton tapi tidak dengan sang sopir yang masih bingung apa yang harus dia lakukan. “Jalan ke tempat yang dia bicarakan tadi.” Axton bicara lagi dan kali ini sang sopir yang telah bekerja tiga tahun padanya memahami apa yang harus dia lakukan. Dengan cepat dia menjalankan mobil untuk menuju ke tempat yang diminta oleh tuannya itu. Tidak butuh waktu lama untuk mobil Axton berhenti di depan rumah Santi, dia melihat sekeliling tempat tinggal ini. Tempat yang nyaman dengan rumah yang cukup besar walaupun tidak sebesar miliknya yang tidak dia tempati lagi itu. Santi turun bersama dengan Axton, hatinya berdebar semakin kencang setiap kali dia melangkah menuju ke rumahnya. Dari tempat lain, tepatnya rumah sebelah Santi sedang melihat pemandangan yang mengganggu hati mereka. “Lihat, mobilnya bagus sekali. Pria itu juga tampan. Siapa dia? Bisa-bisanya membawa pria yang tidak dikenal ke rumah saat suaminya tidak ada.” Lina mengomel dengan tatapan mata yang begitu sinis, dia begitu membenci Santi yang beberapa kali selalu mengganggunya dan membela Geva. Harga dirinya seakan diinjak oleh Santi, dan dia ingin Santi itu merasakan penderitaan yang sangat menyakitkan. “Ibu ini gimana, sih!? Kalau begitu pasti dia ada main dengan pria itu, kan? Ya, kalau dia tinggal berjauhan dengan suaminya, dia pasti merasa sangat kesepian dan ingin belaian, Bu.” Warda berkata sambil memelintir rambutnya, dia juga melihat pemandangan itu dan sebenarnya dia sangat iri sekali dengan pria tampan yang mengikuti Santi masuk ke dalam rumah Santi. Dia juga ingin mendapatkan pria kaya raya dan tampan seperti itu, dia pasti bisa hidup enak nantinya. “Oh, kalau begitu dia akan hancur sebentar lagi. Ibu senang kalau dia hancur dan tidak memiliki muka di sini lagi. Karena dia kemarin membela Geva, orang-orang di sini melihat Ibu dengan cara yang aneh. Itu sangat tidak menyenangkan,” cetus Lina dengan kekesalan yang membakar hatinya. Sedangkan dua orang itu sudah masuk ke dalam rumah dan membuat seseorang di sana terdiam karena begitu terkejut. “M-mbak Santi ...,” ucapnya dengan suara yang tidak tenang. Dia melirik ke arah Axton yang menatapnya cukup dalam. Hanya dalam satu detik saja, Geva sudah merasa kalau pria yang baru saja dia kenal ini sedang mengamatinya. “Kenalkan, dia adalah Axton sepupuku,” ucap Santi dengan kaku sekali. Dia bingung harus bersikap bagaimana untuk mengenalkan Axton sebagai sepupu dirinya. Apalagi sikap Axton itu dingin, dia sangat takut kalau Axton malah membuat Geva ketakutan. Apalagi Geva baru saja mengalami luka yang begitu besar, dia mengalami fase trauma yang menyakitkan. Santi bisa mendengar Geva menangis di malam hari dan itu sangat menyedihkan baginya. Santi juga tidak bisa meminta Geva untuk berhenti menangis, bagi Santi mengeluarkan perasaan yang sebenarnya adalah yang terbaik dibandingkan memendamnya. Satu hal yang tidak disukai oleh Santi adalah Geva berusaha tersenyum walaupun sakit. “Hai, aku Axton. Senang bertemu denganmu.” Secara mengejutkan Axton maju dan bersamaan tangan dengan Geva, wajahnya juga terlihat manis sekali. Dia tampak sebagai pria yang manis, yang sebelumnya tidak pernah dilihat oleh Santi. Dia bahkan sampai syok senxiri melihat perubahan cepat Axton ini. Dia hampir saja berteriak, apakah ini benar bosnya? Apakah bosnya kesurupan hingga bisa bersikap manis seperti ini!?Geva memegang tangan Axton, dia mencoba tersenyum walaupun tidak begitu nyaman. Di hadapan sepupu Santi yang telah menolongnya, dia harus menjaga sopan santunnya. “Senang berkenalan denganmu, Axton. Aku Geva.” Axton terus tersenyum dia melihat Geva dari atas hingga bawah secara lembut, agar apa yang dia lakukan tidak ketahui oleh wanita yang ada di depannya ini. Mereka akhirnya duduk, Santi dengan cepat langsung ke dapur untuk membuatkan minuman. Sesekali dia melirik Axton yang sedang bersama dengan Geva, dia khawatir Axton mengatakan sesuatu yang bisa menyakiti hati Geva. “Sudah berapa bulan?” tanya Axton dengan suara yang lembut. Dia menunjukkan sikap ramah dan sopan ketika berhadapan dengan Geva. “Masuk tujuh bulan.” Geva tersenyum sambil mengusap perutnya yang membuncit ini. Ada sesuatu yang membuatnya sakit tapi dia senang dia masih bersama dengan anaknya. “Pasti itu anak yang hebat sekali dan cantik.” Geva melihat Axton dengan tatapan mata terkejut mendengar pujian dari pria yang ada di depannya ini. “Dia pasti mirip dengan Ibunya.” Axton menambahkan, dia tersenyum yang membuat Geva mengalihkan tatapan matanya. Sulit menolak kalau pria yang ada di depannya adalah pria yang tampan, karena ketampanannya bisa menggetarkan hati setiap wanita. Dia menenangkan dirinya sendiri dan mengusap perut sebagai alasan untuk membuat dirinya tenang.Untunglah Santi datang tidak lama kemudian dengan membawakan minuman, kalau begitu lama, Geva tidak tahu sampai kapan dia akan mengalami kekikukan seperti ini. “Minum dulu, Axton, Geva, aku membuatkan jus jeruk untuk kalian berdua.” Santi tersenyum, bibirnya tadi sangG kaku sekali karena memanggil Axton hanya dengan nama saja. “Terima kasih, Mbak Santi,” balas Axton membuat Santi ketakutan sendiri.Suasana itu sangat canggung walaupun Axton berulang kali ingin mencairkan suasana. Geva sangat waspada, dia menjaga sikapnya dalam memperlakukan Axton karena dia menghormati Axton yang merupakan sepupu Santi. Sedangkan Axton mengamati Geva, dia memastikan cerita Santi dan merasa perih melihat Geva yang seperti ini. “Kalau begitu aku pulang dulu. Lain kali aku akan main ke sini lagi, Mbak Santi.” Axton berdiri sambil melihat Santi, dia tidak ingin kalau Santi melarangnya dan penanganannya tadi telah membuat Santi paham dengan sangat jelas. Geva juga berdiri, dia ikut mengantar Axton yang berjalan ke luar rumah bersama Santi walaupun terlihat sekali kalau dia melakukannya dengan sangat kikuk sekali. “Ibu, mereka keluar.” Warda yang dengan sengaja duduk di luar dengan cepat berteriak pada ibunya. Dia merasa sangat penasaran sekali dengan sosok pria yang ada di rumah Santi. Saat dia melihat Geva secara tidak sengaja, ekspresinya langsung keras. Dia membenci Geva dan ingin menjambak r
Egar datang ke kantor dengan wajahnya yang terlihat sangat mengantuk, dia telah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan Axton dengan mengorbankan waktu tidurnya yang sangat minim.“Pagi, Tuan Egar.” Beberapa karyawan menyapanya dengan ramah, Egar mengangkat tangannya sambil tersenyum cepat dan mengubah ekspresinya lagi kesemula—datar seperti kisah cintanya.. Dia menegakkan tubuhnya dengan benar, masuk ke dalam lift sambil melihat lampu lift berganti dengan cepat hingga mencapai lantai tertinggi gedung ini. Saat pintu lift terbuka, Egar seperti biasa mempersiapkan semuanya dengan cepat. Dia tidak mau kalau Axton akan membuat perintah dengan ekspresi yang menakutkan. Setelah beberapa puluh menit dia melakukan persiapan pekerjaan untuk hari ini, orang yang dia tunggu telah tiba dengan ekspresi yang senang. Seolah-olah ada bunga yang bermekaran di sekitarnya. Dia tampak lebih tampak dan hangat seperti matahari pagi dengan cahaya keemasan yang indah. “Selamat pagi, Tuan Axton. Saya i
Geva sangat geram sekali mendengar ucapan Damas. Tidak cukup selama ini Damas menyakitinya. Bisa-bisanya pria yang tidak tahu malu itu mengatakan kalau dia sok suci? Dia bahkan tidak membiarkan Geva untuk melalui rasa sakit sebelumnya. Brak!Geva membanting tumpukan sampah yang ada di tangannya tadi, dia melihat Damas dengan nyalang. “Aku di sini yang korban. Kau memilih wanita lain dibandingkan aku, kau yang berbuat buruk tapi sekarang kau mengatakan aku sok suci? Apa otakmu itu rusak, Damas?”Geva mengatakannya dengan tatapan yang tajam. Damas terkejut, hatinya snagat tidak tenang sekali mendengar ucapan Geva yang bahkan tidak memanggilnya mas seperti dulu. “Kau hanya sok polos saja. Pantas saja ibu mengatakan kalau anak di dalam kandunganmu itu mungkin saja bukan anakku. Kau bahkan sudah bersama dengan pria lain.” Damas menyeringai. Dia menekankan setiap kalimatnya pada Geva yang sedang memegang perutnya. “Satu keluargamu bermulut sampah, Damas. Aku bahkan tidak pernah keluar
Kedua orang itu menatap Geva dengan tatapan mata yang tenang, walaupun di dalam hati mereka sama sekali tidak senang. Mereka berdua sangat tahu apa yang terjadi pada Geva. Matanya membengkak, yang membuat mata berwarna coklat indah itu nyaris hampir tidak terlihat. Geva tersenyum, berusaha dengan sangat keras sekali untuk menguatkan dirinya yang rapuh. “Keluarga sialan itu lagi-lagi melukaimu? Mereka melakukan apa lagi ketika aku tidak ada, Gev?” tanya Santi sangat khawatir dalam lubuk hatinya. “Bagaimana dengan yang aku katakan tadi, Gev?” tanya Axton menunjukkan senyumannya. Dia ingin menghancurkan suasana tidak menyenangkan ini. Geva tidak boleh berlarut dalam kesedihan yang bisa sangat berbahaya sekali untuk dirinya. “Tapi apa aku tidak perlu membayarnya?” Geva menatap Axton, matanya yang terlihat sayu itu membuat tubuh Axton berdesir. Dia tidak menyukai ini dan ingin segera menghapuskan rasa sakit itu. Tetapi sesuatu tidak bisa dihilangkan begitu saja apalagi mereka berdu
Dia baru saja keluar dari kamarnya, hal mengejutkan telah membuatnya tidak mampu berkata-kata. Dia ingin menyalahkan hormon kehamilannya yang selalu membuatnya mengantuk, tapi dia tidak bisa mengatakan itu adalah salah kehamilannya. Ada perasaan yang sangat tidak menyenangkan pada dirinya jika dia menyalahkan kehamilannya yang telah membuatnya begini. Rasanya, seperti dia ikut membuat anaknya sedih. “Kau tidak duduk, Geva? Duduklah, jadi kita bisa sarapan bersama.” Axton berkata sambil tersenyum. Ini pemandangan yang indah. Selain wajahnya yang tampan luar biasa, tapi ada banyak menu sehat di atas meja yang terlihat sangat enak. Wanginya saja telah membuat mulut Geva berliur, dia ingin segera merasakan makanan yang ada di atas meja. Tubuhnya seolah terdorong untuk duduk begitu saja. Dia duduk di kursi dan memandang Axton yang masih memandangnya sambil tersenyum. Dia seperti tersihir sejenak, lalu menggelengkan kepalanya setelah dia menyadari sesuatu. “Ah, maaf ... tampaknya di ha
Dia mirip sekali dengan anjing pemburu yang tidak akan melepaskan mangsanya begitu saja. Egar mengamatinya dan sangat tahu sekali tentang hal itu setelah melihat sikap Axton saat berurusan mengenai apa pun yang berkaitan eengan Geva. Tapi ... Axton persi anjing pemburu yang manisnya. Selain jika bukan berurusan dengan balas dendam. Dia tersenyum cerah melihat selembar foto yang ada di tangannya. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi, membuat kursi itu berputar seakan-akan dia berada di taman ajaib milik peri. Dia senang sekali dengan informasi baru ini yang disampaikan oleh Santi. “Jadi, anaknya laki-laki?” tanyanya tanpa melihat ke arah Santi. Foto 3d USG ini sedang dipandangnya. Tampak wajah bayi yang begitu menggemaskan, dia mengusapnya beberapa kali. “Ya, Presdir. Semuanya sehat dan tidak kekurangan apa pun saya sangat senang sekali melihat hal itu, Geva juga menangis ketika mendengar ucapan dokter.” Axton segera membuat posisi duduknya lebih tegap dengan sangat kasar. “Ke
Semakin hari mereka semakin dekat, Geva juga heran kenapa pria tampan yang sukses ini ternyata begitu ramah padanya ketika bicara? Dia tidak pernah menyinggung tentang dirinya dan juga selalu perhatian. “Ini banyak sekali, Axton.” Geva terkejut melihat baju-baju bayi yang dibawakan oleh Axton. Axton sekarang tidak pernah datang bersama dengan Santi lagi, dia sering kali datang sendirian dan selalu bicara dengan Geva. Sedangkan Santi masih sering mengunjungi Geva walaupun tidak setiap hari seperti Axton. “Ini?” tanya Axton pada Geva. “Hadiah kecil, jangan memikirkannya. Ini tidak membuatku miskin,” rayunya dengan kepala yang sedikit dimiringkan. Geva juga tahu itu tidak membuat Axton miskin. Tapi tetap saja itu menggunakan uang Axton. “Tapi kau sering memberikan banyak barang, Axton. Lihatlah kamar satunya, kau telah menghiasnya untuk menyambut anakku yang akan lahir di dunia ini. Sudah ada mainan, peralatan bayi, dan lainnya. Aku tidak enak padamu, Axton. Aku seperti memanfaatkan
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, Geva segera membuka pesan itu dan membaca pesan yang tertampil di layarnya. “Nanti malam Mbak akan ke sana sama Lala. Kau mau dibawakan apa?” Pesan itu langsung membuat Geva tersenyum. Jarinya dengan sangat lincah mengetikkan pesan balasan untuk Santi. “Jangan bawa apa pun, Mbak. Kedatangan Mbak sama Lala di sini saja sudah membuatku sangat senang sekali.” Bagi Geva, Santi telah melakukan banyak hal yang membuat kehidupannya lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dia telah keluar dari tempat yang sangat buruk sekali, dan membuatnya bisa menikmati hidup. Geva kembali melanjutkan pekerjaannya lagi, dia membantu Mary membereskan rumah, seperti menyapu rumah di saat Mary sedang sibuk memasak makan malam untuknya. Geva sering kali diam-diam melakukan pekerjaan walaupun telah dilarang oleh Mary berulang kali dan Axton. Karena itulah, dia selalu mengambil kesempatan yang datang padanya ketika Mary lengah. Dengan begitu dia akan merasa tenang dan tidak