Elaine tersenyum tipis, jatuh cinta dengan pria berantakan seperti ini? Yang benar saja.
“Bagaimana? Setuju dengan syarat saya?” Margaret melepas kacamatanya, menunggu jawaban dari Elaine. Gadis itu menggembungkan pipinya. Berpikir lagi, apa ini tidak merugikan ia nanti?
“Jangan khawatir, tiap bulan kamu tetap terima gaji, bonus belanja akan saya tambah kalau ada perkembangan yang progresif pada putraku.”
“Apa saya harus tidur dengan putra anda, Nyonya? Satu kamar?”
“Yes, tentu saja. Jangan berpikir terlalu jauh, dia tidak akan menyentuhmu, kamu bukan seleranya, dan dia tidak bisa menggerakkan kakinya. Tentu saja karena ia lumpuh.” ada rasa lega dalam hati Elaine.
“Baiklah, saya terima kerja ini,”
“Good, saya yakin kamu akan menerimanya, saya tahu kamu butuh uang yang banyak untuk membeli kembali rumah itu.” Elaine terkesiap mendengar ucapan dari wanita angkuh di depannya.
“Bagaimana Anda...”
“Tentu sangat mudah untuk saya tahu, Nona. Mungkin kamu lupa dengan siapa kamu berurusan sekarang. Stewart selalu melakukan apapun secara totalitas, jadi hati-hati dalam bertindak. Jadi, kita deal dalam kesepakatan ini?” Margaret mengulurkan tangannya.
Elaine mengerutkan dahi, tadi menolak untuk salaman, kelihatan jijik. Kenapa pula sekarang mengajak salaman, wanita angkuh yang egois. Elaine menyambut uluran tangan itu.
“Deal!” mereka berjabat tangan.
“Malam ini selesaikan urusanmu, besok pagi datang ke alamat ini. Saya tunggu sebelum saya pergi ke kantor,” Margaret mengeluarkan kartu nama, diberikan kepada Elaine.
“Ini minumlah, atau kamu mau makan sesuatu? Pesan saja, saya bayar nanti,”
“Tidak, terima kasih. Saya minum saja,” Elain meminum airnya.
“Bawa beberapa dokumen penting yang kamu ada, kamu akan tinggal di rumah saya mulai besok, bawa beberapa baju. Dan ingat, ini harus jadi rahasia kita.”
“Baik, Nyonya.”
Setelah mengambil kartu nama milik Margaret, Elaine menjinjing koper berisi uang dari Margaret dan meninggalkan tempat itu.
Wanita berpenampilan anggun itu menyesap airnya sebelum berdiri, ia merapikan pakaian dan bergegas meninggalkan tempat itu. Ia merasa tenang sekarang, perjanjian yang sudah disepakati tadi melegakan hatinya, tiga tahun terakhir ini ia sudah 6 kali ganti perawat untuk menjaga Zachary, tahun ini sudah 3 kali.
Mereka tidak ada yang betah dengan sifat dan sikap Zachary, terlalu menyebalkan, dingin, keras kepala, semaunya, dan kejam. Itu yang membuat orang-orang itu tidak betah. Kali ini ia berani mengeluarkan uang dengan jumlah yang cukup fantastis demi putranya.
Putranya harus dipulihkan seperti semula, perusahaan milik Stewart semakin mengalami kemunduran, saingan bisnis semakin berat, bahkan banyak yang menghalalkan cara hanya untuk menjatuhkan perusahaan yang sedang dipimpinnya. Entah sampai kapan itu terjadi. Harapannya besar pada usaha gadis bernama Elaine itu, ia sudah menyelidiki latar belakang Elaine.
Gadis biasa dengan kemampuan luar biasa, memiliki kemampuan yang hebat dalam ilmu bela diri, ia membayar Elaine bukan hanya merawat putranya tapi juga menjaganya dari ancaman bahaya diluar sana. Ia suka dengan sosok Elaine, meski belum mengenal secara keseluruhan. Ia hanya yakin gadis itu akan sabar menjaga dan merawat putranya.
"Kamu hampir sempurna, girl. Tapi kamu terlalu biasa untuk Zach, kau bukan dari keluarga terpandang yang bisa menambah lagi kekayaan kerajaan Stewart." Margaret bergumam sendiri. Ia masuk ke dalam mobil. Driver sudah menunggunya.
“Kita langsung pulang sekarang, Leo. Banyak yang harus aku siapkan di rumah.”
“Baik, Nyonya,” sopirnya yang bernama Leo itu mengangguk hormat. Mobil mewah itu meluncur laju menuju rumah besar keluarga Stewart.
****
Elaine turun dari taksi, ia segera masuk ke dalam rumah sewanya dan menghubungi Robert. Panggilan dijawab, Elaine mengunci pintu rumahnya.
“Robert, bisa kita bertemu sekarang?” (tadi aku telepon tidak kau jawab, kitten. Kenapa sekarang mau bertemu?)
“Aku sudah ada uang yang kau minta, lengkap dengan suku bunga yang dipinjam oleh paman Edwin.”
(Wow! Banyak itu. Kau habis merampok di mana? Atau menjual diri? Haish, bagus kau terima tawaranku kemarin, tuan Dimitri sangat menyukaimu, kau bisa mengeruk seluruh hartanya)
“Tutup mulut kotor mu itu, datang ke restoran Pixy, aku bawa uangnya.” (Okay, 20 menit)
Elaine menutup panggilan. Ia memejamkan matanya.
Robert pernah menawari ia menjadi wanita simpanan seorang billionair dari Rusia yang bernama Dimitri, tapi ia tolak. Dimitri hanya pernah melihatnya sekali ketika ia menemui Robert untuk urusan rumah keluarganya, setelah itu Robert selalu menghubunginya untuk menjembatani niat Dimitri memilikinya, si pengusaha yang sudah berumur tapi masih miang itu. Tentu saja Elaine menolaknya mentah-mentah.
Jam 6 tepat Elaine sudah menunggu Robert di restoran tempat ia bekerja sebelum ini.
“El, mau kerja lagi?” Mikhayla, teman kerjanya menghampiri tempat duduk Elaine.
“Tidak, Kay. Aku ada janji sama orang.”
“Kukira tadi kamu tidak jadi resign, kenapa berhenti kerja mendadak sekali?” Mikhayla meletakkan buku menu di atas meja.
“Aku ada tawaran pekerjaan lain. Buatkan minuman ini saja.” Elaine memilih minuman yang ada di buku.
“Tunggu sebentar ya.”
Elaine mengangguk, membiarkan Mikhayla meninggalkannya.
5 menit kemudian, air yang dipesan sampai. Sementara orang yang ditunggu belum juga tiba. Beberapa menit berlalu, akhirnya dengan senyum yang sangat menyebalkan, Robert duduk di hadapan gadis itu.
“Datang juga kau, setan!” ucap Elaine penuh kekesalan.
Pria berumur 40an itu menyeringai memamerkan giginya yang sedikit kuning. Elaine membuang muka. Kalau tidak terpaksa ia tidak akan mau berurusan dengan lintah darat seperti Robert, ini semua gara-gara pamannya, Edwin.
“Jadi kamu sudah bawa uangnya, cantik?” tangan Robert mencuit dagu Elaine tapi segera ditepis dengan cepat. Membuat Robert sekali lagi menyeringai. Gadis cantik bermata galak itu mencondongkan tubuhnya dan mengambil koper berisi uang tunai lalu meletakkan di atas meja. Mata Robert terbeliak dan terpaku pada koper berwarna cokelat di depannya.
“Bukalah, dan lihat uang itu sesuai dengan jumlah yang kau minta atau tidak.”
“Tidak perlu, aku percaya padamu.” tangan Robert hendak mengambil koper itu, tapi secepat kilat Elaine kembali menarik benda itu dekat padanya. Mata Robert memerah merasa dipermainkan.
“Sekarang berikan dulu sertifikat tanah milik keluargaku, baru uang ini bisa kau ambil.”
Robert berdecak kecil, gadis pemberani.
“Jangan takut, cantik! Semua ada di sini.” Robert memberi sebuah sampul berwarna cokelat pada Elaine. Gadis itu menerima amplop besar itu dan membukanya. Matanya lekat memeriksa lembar demi lembar surat-surat penting yang ada di tangannya. Setelah melihat semua sudah lengkap, Elaine menyimpan kembali dokumen-dokumen penting itu dan mendorong koper berisi uang tunai ke arah Robert.
“Semua sudah beres, aku tidak ingin berurusan lagi denganmu.” Elaine Diaz melangkah meninggalkan mejanya dan menuju meja kasir. Hendak membayar minumannya.
“Tunggu, Nona! Kau pasti akan tetap mencariku nanti.”
“Persetan!” sahut Elaine sambil terus melangkah tanpa menoleh ke belakang.
Hari semakin gelap, Elaine sudah berada di dalam rumah sewanya, ia menyusun beberapa baju dan memasukkan ke dalam tas ransel. Esok pagi ia akan mulai bekerja, pekerjaan yang sangat beresiko, dan membutuhkan pengorbanan yang cukup besar. Karena bayaran yang diterimanya juga sangat besar.
Tok tok tok
Ketukan pintu menghentikan kesibukan Elaine. Ia menutup resleting tas ranselnya dan melangkah menuju ke arah pintu. Matanya terbuka lebar melihat siapa yang berada di depannya sekarang.
“Paman?”
Edwin menyerobot masuk meskipun tanpa dipersilakan. Ia duduk di kursi ruang tamu.
“Ya, ini aku. Masih hidup.” Edwin berdiri dan mendekati Elaine. Tangannya menyentuh leher gadis itu.
“Paman mau apa?” tangan pamannya ditepis kasar. Edwin menyeringai, ia sudah lama memendam rasa pada anak sepupunya ini.
“Kau tumbuh semakin cantik, Sayang. Tapi sayangnya, orang tuamu tidak sempat melihat itu semua.” sekali lagi tangan Edwin yang menyentuh wajahnya ditepis.
“Paman mau apa? jangan kurang ajar seperti ini.”
Mata Edwin menyapu seluruh tubuh Elaine dari atas sampai bawah. Elaine waspada, pasti pamannya ini sedang mabuk. Tapi kenapa tidak ada bau alkohol sama sekali.
Tangan Elaine ditarik dan dijatuhkan di atas sofa, dengan segala kodrat yang dimiliki Elaine berusaha melepaskan diri. Tapi ia kalah cepat, Edwin juga memiliki ilmu beladiri, karena sebelum Elaine masuk ke perguruan taekwondo, Edwin juga yang mengajarinya ilmu mempertahankan diri. Kini kedua tangan Elaine sudah dikunci di atas kepala. Sementara kakinya ditindih dengan kedua kaki Edwin.
“Lepaskan aku, Paman.” Elaine terus meronta, sekuat tenaga.
“Kau tahu El, paman sudah menunggu saat-saat ini sudah lama.” tangan kiri Edwin memegang kedua tangan Elaine, sementara jarinya menyusuri wajah putih gadis di bawahnya.
Edwin merendahkan kepalanya berniat mencium bibir mungil Elaine. Gadis itu menjauhkan wajahnya, dan tangannya berusaha melepaskan genggaman tangan pria yang seperti sudah kesurupan.
Ketika ia berhasil menarik tangannya, ia segera memegang vas bunga keramik di atas meja. Dengan sekuat tenaga Elaine memukulkan vas itu pada kepala Edwin.
Prang
"Aargh!”
Edwin memegangi kepalanya yang sudah berdarah. Ia meringis kesakitan. Elaine segera berlari menuju ke kamarnya, ia mengambil tas ranselnya, jaket hoodie diambil dan sepatu kets miliknya juga diambil. Tas selempang dan ponsel juga dibawanya. Elaine berlari meninggalkan rumah sewanya. Ia menuju ke jalan besar. “Tunggu, El!” jeritan dari Edwin tidak dihiraukannya, ia tidak mau membahayakan keselamatan dengan terus berada di rumah itu. Edwin sudah berani masuk ke dalam rumah sewanya. Sudah dua kali ini ia dilecehkan oleh paman yang sudah dianggap sebagai ayahnya sendiri, meskipun ia tahu, Edwin hanyalah sepupu ibunya. Kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya 3 tahun lalu telah memaksanya harus tinggal bersama Edwin. Paman yang terus mengintainya seperti elang yang mencari peluang untuk menerkam mangsanya. Elaine mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya dan tinggal di asrama, sampai ia lulus 6 bulan lalu. Ia bekerja di restoran
Mendengar ucapan pria yang masih membelakanginya penuh dengan penolakan membuat Elaine kaku. ‘Ia butuh pendekatan secara moril.’ Tina datang sambil membawa sarapan untuk Zachary. Nampan yang dibawa diletakkan di atas meja. “Tuan muda, ini nona Elaine yang akan merawat Anda,” Zachary tidak menoleh sama sekali. “Aku ingin sendiri, Tina, katakan pada orang asing itu.” ucapan Zachary sangat ketus. Elaine hanya diam dan memperhatikannya. “Tuan muda, waktunya Anda sarapan. Miss Tina, bisa tinggalkan kami berdua?” Elaine masih tidak putus asa. Tina hanya mengangguk, dan keluar dari kamar itu. “Aku tidak ingin makan.” “Bagaimana anda ada kekuatan jika tidak mau makan?” Elaine mendekati Zachary, ia menatap lekat wajah pria itu, wajahnya cekung dan persis seperti di foto yang ia lihat kemarin, tatapannya seolah tidak ada gairah hidup lagi. Elaine tahu, cara mendekati Zachary adalah dengan berteman dengannya. Mengajaknya bicara dari hati ke hati. “Kenalkan nama saya Elaine Diaz, bisa p
Elaine menghentikan kesibukannya, ia berjalan menuju ke dekat pintu kamar. Margaret sedang berdiri sambil melipat tangannya di depan dada, menatapnya tajam.“Saya sedang mengeluarkan baju-baju istri tuan Zach, dari kamar ini, Nyonya.” Elaine berdiri sambil memegang kain lap yang tadi dipakai untuk membersihkan debu di lemari baju Zachary.“Siapa yang menyuruhmu, Nona?” Margaret berjalan masuk dan berhenti di depan lemari, matanya melihat tumpukan baju-baju Amanda yang masih tersisa.“Ini saran dari teman saya yang bekerja dibawah dokter psikiater, kalau kita perlu menjauhkan barang-barang yang bisa mengingatkan tuan muda pada masa lalunya. Kalau beliau terus menerus ingat dengan hal-hal yang menyakitkan, beliau tidak akan bisa berdamai dengan masa lalunya.” alasan yang sangat masuk akal. Margaret mengangguk-angguk tanda bisa mengerti. “Apa hari ini tuan muda membuat masalah?” Margaret menatap wajah putranya yang sedang tertidur pulas, entah dengan cara apa t
Kicau burung kenari menyatu bersama sorot warna merah mentari menambah ceria suasana pagi hari di kediaman Stewart. Elaine kini sudah bergelar sebagai istri dari seorang Zachary Stewart. Walaupun tugasnya lebih kepada seorang bodyguard merangkap pelayan, tapi itu tidak pernah menyurutkan semangat gadis itu. Semangat untuk menjalani hari, melakukan pekerjaannya sesuai perjanjian dan menunaikan janji yang sudah tertulis hitam di atas putih. Seperti hari sebelumnya, Nyonya Margaret sudah bersiap untuk keluar dari rumah. Hari ini ia ada meeting penting bersama dewan direksi. Ada satu masalah perusahaan yang harus diputuskan bersama. Wanita paruh baya itu menemui putranya yang sekarang sedang duduk berjemur di atas kursi roda. Rambut yang agak panjang diikat rapi, rambut-rambut di wajahnya sudah dicukur dengan rapi. Nyonya Margaret tersenyum sangat puas dengan kerja gadis yang kini menjadi istri di atas kertas putranya. “Good morning, Zach. How are you today?” “I
Elaine tertegun, hatinya tersentuh dengan permintaan dari Zachary. Siapa sebenarnya Grace buat dia?"Kamu mau kan, El? Grace itu putri saya."Entah kenapa ada rasa lega menjamah hati Elaine setelah mendengar ucapan dari Zachary. Ternyata Grace bukan bekas istrinya. "Tentu saja saya akan melakukan apapun untuk kesembuhan Anda, Tuan. Tapi, kerja sama Anda juga sangat dibutuhkan di sini. Kalau keinginan Anda untuk sembuh tidak ada, percuma saja saya berusaha keras untuk membantu kesembuhan Anda."Zachary terdiam, kalimat dari Elaine sangat masuk akal. Ia perlu membangun keinginan dan semangat untuk pulih. "Tentu saja aku akan bersedia untuk bekerja sama." Binar mata Zachary terlihat penuh semangat. Elaine sangat bahagia mendengar tekad dari suami kontraknya itu. Dengan begini keberhasilannya dalam tugas akan semakin cepat, kontrak kerja dengan Nyonya Margaret juga cepat selesai sebelum dua tahun."Sekarang waktunya Anda sarapan Tuan." Elaine membawa baskom ber
Elaine berlari kencang menuju ke arah dua pria yang sepertinya kaget, keduanya menoleh pada gadis yang sekarang sudah berdiri dengan gagah di depan Zachary, pria itu tampak meneguk ludah melihat dua pria tadi mengeluarkan senjata tajam."Kita pulang, El!""Diam di tempat Anda, Tuan!" Elaine berkata tanpa melihat ke belakang sama sekali, ia memperhatikan musuhnya bergantian dan penuh was-was. Tangannya mengepal dan kakinya sudah membentuk kuda-kuda."Jangan ikut campur urusan kami, Nona! Kami hanya mau bermain-main dengan pewaris tunggal kerajaan Stewart ini.""Urusan dengan dia, berarti menjadi urusanku, pecundang!" mendengar itu kedua pria tadi tersenyum mengejek."Memangnya kamu bisa apa? Greg, serang gadis lancang ini! chiaaaaa!"pria bertubuh besar dengan rambut kepala plontos itu mulai menyerang Elaine. dengan sigap gadis itu mengelak, mematahkan serangan dua pria berotot yang menjadi lawannya.Elaine bisa melihat wajah khawatir Zachary, ia tersenyum samar. Zachary tidak tahu s
Elaine tersenyum mendengar kalimat dari Zachary yang menunjukkan kalau pria itu masih memiliki keinginan untuk sembuh. Ancaman dari Zachary tidak membuat ia takut sama sekali. "Dan saya menunggu saat itu datang, Tuan Muda," bisikan Elaine tepat di telinga Zachary membuat pria itu membeku. Harum rambut berwarna cokelat kehitaman membuat dada Zachary sesak. Sudah lama ia tidak merasakan sesuatu yang mendesak seperti sekarang."Gadis lancang!" gumamnya dengan suara berat. Elaine tertawa lepas menampilkan lesung pipinya, gigi rapi dan putih menyempurnakan kecantikan gadis itu. Zachary meneguk ludah beberapa kali. Elaine terus mendorong kursi roda sang suami hingga masuk ke dalam kamar mereka. "Pergilah keluar, saya mau mandi," Zachary mencoba ingin mandiri, dia ingin membuktikan kalau tenaganya mulai pulih dan bisa digunakan tanpa bantuan, kursi roda dipakai hanya saat ia berjalan lebih dari lima menit."Bukankah selalu saya yang akan bantu anda mandi?" "Kali ini aku ingin buktikan k
Tawa Zachary pecah melihat wajah pucat Elaine, gadis itu ternyata tidak seberani tantangan-tantangan yang selalu ia ucapkan sebelum ini. Ia melepaskan pinggang Elaine dan kembali duduk di atas sofa. Elaine menarik nafas lega, sentuhan dan bisikan Zachary tadi rupanya hanya untuk menggertak saja. "Jangan pikir kamu cukup membuat aku tertarik gadis kecil, aku mau makan sekarang!" Elaine mengangguk, dasar pria brengsek! mati-matian ia menenangkan hati yang berdebar hebat. "Katakan pada Mommy, kalau aku mau ke perusahaan besok," "Tapi Anda belum sembuh total, Tuan! Anda masih harus memakai kursi roda," Elaine mengingatkan Zachary. Pria itu tersenyum sinis. Kapan lagi waktu yang tepat untuk membuat gadis ini mengerti kalau tidak mudah hidup berdampingan dengan seorang Zachary. "Bukankah ada kamu yang bisa membantuku? lalu apa gunanya kamu ada bersamaku kalau membuat aku pergi ke kantor saja kamu tidak bisa, tidak sanggup? Kalau menyerah bilang saja, sekarang tinggalkan aku sendiri d
Elaine bungkam, ia kemudian membuka laci untuk mengambil beberapa perlengkapan yang harus dikenakan oleh Zachary. Jam tangan, kaos kaki, dasi dan juga blazer. Ia belum menjawab pertanyaan dari sang suami. "Bisa jawab aku siapa pemuda itu?" Zachary menegaskan pertanyaannya tadi. "Bukan siapa-siapa. hanya teman biasa saat kami masih di bangku sekolah dulu." mendengar jawaban yang tidak memuaskan itu membuat Zachary sedikit kesal. Ia merasa kalau istri di atas kertasnya ini tidak jujur. "Saya bantu pakai dasi," Elaine mengalihkan perhatian Zachary. "Jangan pikir aku bodoh dan tidak bisa mencari tahu siapa pemuda itu? Jawab dengan jujur dan katakan terus terang sebelum aku sendiri yang mencari tahu! Kamu tahu akibatnya kalau aku yang bertindak sendiri nanti El!" ancaman sekali lagi dilontarkan oleh Zachary. Entah kenapa Elaine merasa ada yang aneh dengan Zachary. Ia lalu mengangkat wajah dan memberanikan diri untuk menatap mata pria yang sudah mulai menunjukkan kuasa dominan
"Aku tidak mau dengar soal dia lagi, Mom," Zachary menggemeretakkan giginya. Nama yang coba ia kubur selama ini harus menyapa gegendang telinganya. Nyonya Margareth mendekat kembali ke arah Zachary. "Tapi ini soal gRece, Zach!" mendengar nama gadis kecil yang selama ini aia rindukan membuat Zachary menoleh pada sang ibu dengan tatapan nanar. Grace adlah putri semata wayang hasil pernikahannya dengan Amanda. Gadis kecilnya itu sekarang pasti sudah berusia lima atau enam tahunan. "Ada apa dengan gRece, Mom?" "Momi bertemu dengan Amanda di sebuah acara arisan, penampilan wanita itu sungguh di luar dugaan. Jauh sekali dengan barang mewah. Tapi ini bukan tentang Amanda. ini soal Grace, Zach. Sekarang kamu sudah berangsur pulih. Keadaan perusahaan juga dalam kondisi bagus. Kamu kenal dengan Kim?" "Kimberly? Kenapa dengan dia? Apa maksud momi? Tadi soal Amanda, lalu Grace, apa hubungan kimberly dalam hal ini?" "Sabar dulu biar Momi jelaskan satu-persatu," "Oke, jelaskan dengan
Elaine langsung membulatkan matanya sembari menjauh dari Zachary, tapi pelukan erat pria itu terus menahan pergerakannya. "Tuan, jangan bercanda begini!" cicit Elaine dengan hati penuh gemuruh. Harum tubuh Zachary yang menyusup dalam indera penciumannya sangat maskulin dan mendebarkan. "Kenapa? Kamu takut?" "Saya bukan tipe orang yang suka mengingkari janji, tidak mungkin saya akan mengkhianati nyonya besar," alasan diberikan untuk menutupi gejolak hati Elaine. Sangat munafik kalau ia mengatakan tidak tergoda dengan sentuhan pria yang berpengalaman di atas tempat tidur seperti Zachary. Bukan Elaine mengetahui soal itu, tetapi siapa saja pasti akan bisa menerka jika pria berumur tiga puluh tahun lebih dan sudah memiliki seorang anak, pasti di atas tempat tidur juga lihai. Tidak seperti dirinya yang belum memiliki pengalaman apapun. "Mengkhianati mommy? Siapa bilang begitu?" "Perjanjian tetap perjanjian," Zachary menyipitkan matanya, ia tanpa sadar melonggarkan pelukan dan
"Kamu harum sekali, baby," serak suara itu samar menyusup gendang telinga Elaine. Ellaine berusaha untuk menarik wajahnya ke belakang, sementara tangannya menepis wajah Zachary yang sekarang tiada jarak sama sekali karena bibir mereka sudah bertaut. Nafas Elaine naik turun, dia tidak bisa menolak sama sekali sentuhan itu. Bohong kalau ia bilang tidak terpancing sama sekali. Darahnya berdesir dan semua bulu kuduknya meremang, ada sesuatu yang menggelitik saraf-saraf sensitifnya. Seketika Ellaine membuka matanya lebar-lebar setelah mengembalikan kesadaran saat merasa ciuman itu semakin dalam dan menuntut, tapi temaram cahaya lampu kamar membuatnya kesulitan untuk mengenal pasti siapa yang sudah mengambil kesempatan dengan mencuri ciuman pertamanya. "Ini aku dan jangan berani-berani untuk melakukan tindakan kasar, aku suami sekaligus tuanmu, Nona! Atau ibuku yang galak itu akan menuduhmu seperti selalu?!" pertanyaan sekaligus ancaman itu membuat Elaine menggemeretakkan giginya. Dasar
Tawa Zachary pecah melihat wajah pucat Elaine, gadis itu ternyata tidak seberani tantangan-tantangan yang selalu ia ucapkan sebelum ini. Ia melepaskan pinggang Elaine dan kembali duduk di atas sofa. Elaine menarik nafas lega, sentuhan dan bisikan Zachary tadi rupanya hanya untuk menggertak saja. "Jangan pikir kamu cukup membuat aku tertarik gadis kecil, aku mau makan sekarang!" Elaine mengangguk, dasar pria brengsek! mati-matian ia menenangkan hati yang berdebar hebat. "Katakan pada Mommy, kalau aku mau ke perusahaan besok," "Tapi Anda belum sembuh total, Tuan! Anda masih harus memakai kursi roda," Elaine mengingatkan Zachary. Pria itu tersenyum sinis. Kapan lagi waktu yang tepat untuk membuat gadis ini mengerti kalau tidak mudah hidup berdampingan dengan seorang Zachary. "Bukankah ada kamu yang bisa membantuku? lalu apa gunanya kamu ada bersamaku kalau membuat aku pergi ke kantor saja kamu tidak bisa, tidak sanggup? Kalau menyerah bilang saja, sekarang tinggalkan aku sendiri d
Elaine tersenyum mendengar kalimat dari Zachary yang menunjukkan kalau pria itu masih memiliki keinginan untuk sembuh. Ancaman dari Zachary tidak membuat ia takut sama sekali. "Dan saya menunggu saat itu datang, Tuan Muda," bisikan Elaine tepat di telinga Zachary membuat pria itu membeku. Harum rambut berwarna cokelat kehitaman membuat dada Zachary sesak. Sudah lama ia tidak merasakan sesuatu yang mendesak seperti sekarang."Gadis lancang!" gumamnya dengan suara berat. Elaine tertawa lepas menampilkan lesung pipinya, gigi rapi dan putih menyempurnakan kecantikan gadis itu. Zachary meneguk ludah beberapa kali. Elaine terus mendorong kursi roda sang suami hingga masuk ke dalam kamar mereka. "Pergilah keluar, saya mau mandi," Zachary mencoba ingin mandiri, dia ingin membuktikan kalau tenaganya mulai pulih dan bisa digunakan tanpa bantuan, kursi roda dipakai hanya saat ia berjalan lebih dari lima menit."Bukankah selalu saya yang akan bantu anda mandi?" "Kali ini aku ingin buktikan k
Elaine berlari kencang menuju ke arah dua pria yang sepertinya kaget, keduanya menoleh pada gadis yang sekarang sudah berdiri dengan gagah di depan Zachary, pria itu tampak meneguk ludah melihat dua pria tadi mengeluarkan senjata tajam."Kita pulang, El!""Diam di tempat Anda, Tuan!" Elaine berkata tanpa melihat ke belakang sama sekali, ia memperhatikan musuhnya bergantian dan penuh was-was. Tangannya mengepal dan kakinya sudah membentuk kuda-kuda."Jangan ikut campur urusan kami, Nona! Kami hanya mau bermain-main dengan pewaris tunggal kerajaan Stewart ini.""Urusan dengan dia, berarti menjadi urusanku, pecundang!" mendengar itu kedua pria tadi tersenyum mengejek."Memangnya kamu bisa apa? Greg, serang gadis lancang ini! chiaaaaa!"pria bertubuh besar dengan rambut kepala plontos itu mulai menyerang Elaine. dengan sigap gadis itu mengelak, mematahkan serangan dua pria berotot yang menjadi lawannya.Elaine bisa melihat wajah khawatir Zachary, ia tersenyum samar. Zachary tidak tahu s
Elaine tertegun, hatinya tersentuh dengan permintaan dari Zachary. Siapa sebenarnya Grace buat dia?"Kamu mau kan, El? Grace itu putri saya."Entah kenapa ada rasa lega menjamah hati Elaine setelah mendengar ucapan dari Zachary. Ternyata Grace bukan bekas istrinya. "Tentu saja saya akan melakukan apapun untuk kesembuhan Anda, Tuan. Tapi, kerja sama Anda juga sangat dibutuhkan di sini. Kalau keinginan Anda untuk sembuh tidak ada, percuma saja saya berusaha keras untuk membantu kesembuhan Anda."Zachary terdiam, kalimat dari Elaine sangat masuk akal. Ia perlu membangun keinginan dan semangat untuk pulih. "Tentu saja aku akan bersedia untuk bekerja sama." Binar mata Zachary terlihat penuh semangat. Elaine sangat bahagia mendengar tekad dari suami kontraknya itu. Dengan begini keberhasilannya dalam tugas akan semakin cepat, kontrak kerja dengan Nyonya Margaret juga cepat selesai sebelum dua tahun."Sekarang waktunya Anda sarapan Tuan." Elaine membawa baskom ber
Kicau burung kenari menyatu bersama sorot warna merah mentari menambah ceria suasana pagi hari di kediaman Stewart. Elaine kini sudah bergelar sebagai istri dari seorang Zachary Stewart. Walaupun tugasnya lebih kepada seorang bodyguard merangkap pelayan, tapi itu tidak pernah menyurutkan semangat gadis itu. Semangat untuk menjalani hari, melakukan pekerjaannya sesuai perjanjian dan menunaikan janji yang sudah tertulis hitam di atas putih. Seperti hari sebelumnya, Nyonya Margaret sudah bersiap untuk keluar dari rumah. Hari ini ia ada meeting penting bersama dewan direksi. Ada satu masalah perusahaan yang harus diputuskan bersama. Wanita paruh baya itu menemui putranya yang sekarang sedang duduk berjemur di atas kursi roda. Rambut yang agak panjang diikat rapi, rambut-rambut di wajahnya sudah dicukur dengan rapi. Nyonya Margaret tersenyum sangat puas dengan kerja gadis yang kini menjadi istri di atas kertas putranya. “Good morning, Zach. How are you today?” “I