Elaine tertegun, hatinya tersentuh dengan permintaan dari Zachary. Siapa sebenarnya Grace buat dia?"Kamu mau kan, El? Grace itu putri saya."Entah kenapa ada rasa lega menjamah hati Elaine setelah mendengar ucapan dari Zachary. Ternyata Grace bukan bekas istrinya. "Tentu saja saya akan melakukan apapun untuk kesembuhan Anda, Tuan. Tapi, kerja sama Anda juga sangat dibutuhkan di sini. Kalau keinginan Anda untuk sembuh tidak ada, percuma saja saya berusaha keras untuk membantu kesembuhan Anda."Zachary terdiam, kalimat dari Elaine sangat masuk akal. Ia perlu membangun keinginan dan semangat untuk pulih. "Tentu saja aku akan bersedia untuk bekerja sama." Binar mata Zachary terlihat penuh semangat. Elaine sangat bahagia mendengar tekad dari suami kontraknya itu. Dengan begini keberhasilannya dalam tugas akan semakin cepat, kontrak kerja dengan Nyonya Margaret juga cepat selesai sebelum dua tahun."Sekarang waktunya Anda sarapan Tuan." Elaine membawa baskom ber
Elaine berlari kencang menuju ke arah dua pria yang sepertinya kaget, keduanya menoleh pada gadis yang sekarang sudah berdiri dengan gagah di depan Zachary, pria itu tampak meneguk ludah melihat dua pria tadi mengeluarkan senjata tajam."Kita pulang, El!""Diam di tempat Anda, Tuan!" Elaine berkata tanpa melihat ke belakang sama sekali, ia memperhatikan musuhnya bergantian dan penuh was-was. Tangannya mengepal dan kakinya sudah membentuk kuda-kuda."Jangan ikut campur urusan kami, Nona! Kami hanya mau bermain-main dengan pewaris tunggal kerajaan Stewart ini.""Urusan dengan dia, berarti menjadi urusanku, pecundang!" mendengar itu kedua pria tadi tersenyum mengejek."Memangnya kamu bisa apa? Greg, serang gadis lancang ini! chiaaaaa!"pria bertubuh besar dengan rambut kepala plontos itu mulai menyerang Elaine. dengan sigap gadis itu mengelak, mematahkan serangan dua pria berotot yang menjadi lawannya.Elaine bisa melihat wajah khawatir Zachary, ia tersenyum samar. Zachary tidak tahu s
Elaine tersenyum mendengar kalimat dari Zachary yang menunjukkan kalau pria itu masih memiliki keinginan untuk sembuh. Ancaman dari Zachary tidak membuat ia takut sama sekali. "Dan saya menunggu saat itu datang, Tuan Muda," bisikan Elaine tepat di telinga Zachary membuat pria itu membeku. Harum rambut berwarna cokelat kehitaman membuat dada Zachary sesak. Sudah lama ia tidak merasakan sesuatu yang mendesak seperti sekarang."Gadis lancang!" gumamnya dengan suara berat. Elaine tertawa lepas menampilkan lesung pipinya, gigi rapi dan putih menyempurnakan kecantikan gadis itu. Zachary meneguk ludah beberapa kali. Elaine terus mendorong kursi roda sang suami hingga masuk ke dalam kamar mereka. "Pergilah keluar, saya mau mandi," Zachary mencoba ingin mandiri, dia ingin membuktikan kalau tenaganya mulai pulih dan bisa digunakan tanpa bantuan, kursi roda dipakai hanya saat ia berjalan lebih dari lima menit."Bukankah selalu saya yang akan bantu anda mandi?" "Kali ini aku ingin buktikan k
Tawa Zachary pecah melihat wajah pucat Elaine, gadis itu ternyata tidak seberani tantangan-tantangan yang selalu ia ucapkan sebelum ini. Ia melepaskan pinggang Elaine dan kembali duduk di atas sofa. Elaine menarik nafas lega, sentuhan dan bisikan Zachary tadi rupanya hanya untuk menggertak saja. "Jangan pikir kamu cukup membuat aku tertarik gadis kecil, aku mau makan sekarang!" Elaine mengangguk, dasar pria brengsek! mati-matian ia menenangkan hati yang berdebar hebat. "Katakan pada Mommy, kalau aku mau ke perusahaan besok," "Tapi Anda belum sembuh total, Tuan! Anda masih harus memakai kursi roda," Elaine mengingatkan Zachary. Pria itu tersenyum sinis. Kapan lagi waktu yang tepat untuk membuat gadis ini mengerti kalau tidak mudah hidup berdampingan dengan seorang Zachary. "Bukankah ada kamu yang bisa membantuku? lalu apa gunanya kamu ada bersamaku kalau membuat aku pergi ke kantor saja kamu tidak bisa, tidak sanggup? Kalau menyerah bilang saja, sekarang tinggalkan aku sendiri d
"Kamu harum sekali, baby," serak suara itu samar menyusup gendang telinga Elaine. Ellaine berusaha untuk menarik wajahnya ke belakang, sementara tangannya menepis wajah Zachary yang sekarang tiada jarak sama sekali karena bibir mereka sudah bertaut. Nafas Elaine naik turun, dia tidak bisa menolak sama sekali sentuhan itu. Bohong kalau ia bilang tidak terpancing sama sekali. Darahnya berdesir dan semua bulu kuduknya meremang, ada sesuatu yang menggelitik saraf-saraf sensitifnya. Seketika Ellaine membuka matanya lebar-lebar setelah mengembalikan kesadaran saat merasa ciuman itu semakin dalam dan menuntut, tapi temaram cahaya lampu kamar membuatnya kesulitan untuk mengenal pasti siapa yang sudah mengambil kesempatan dengan mencuri ciuman pertamanya. "Ini aku dan jangan berani-berani untuk melakukan tindakan kasar, aku suami sekaligus tuanmu, Nona! Atau ibuku yang galak itu akan menuduhmu seperti selalu?!" pertanyaan sekaligus ancaman itu membuat Elaine menggemeretakkan giginya. Dasar
Elaine langsung membulatkan matanya sembari menjauh dari Zachary, tapi pelukan erat pria itu terus menahan pergerakannya. "Tuan, jangan bercanda begini!" cicit Elaine dengan hati penuh gemuruh. Harum tubuh Zachary yang menyusup dalam indera penciumannya sangat maskulin dan mendebarkan. "Kenapa? Kamu takut?" "Saya bukan tipe orang yang suka mengingkari janji, tidak mungkin saya akan mengkhianati nyonya besar," alasan diberikan untuk menutupi gejolak hati Elaine. Sangat munafik kalau ia mengatakan tidak tergoda dengan sentuhan pria yang berpengalaman di atas tempat tidur seperti Zachary. Bukan Elaine mengetahui soal itu, tetapi siapa saja pasti akan bisa menerka jika pria berumur tiga puluh tahun lebih dan sudah memiliki seorang anak, pasti di atas tempat tidur juga lihai. Tidak seperti dirinya yang belum memiliki pengalaman apapun. "Mengkhianati mommy? Siapa bilang begitu?" "Perjanjian tetap perjanjian," Zachary menyipitkan matanya, ia tanpa sadar melonggarkan pelukan dan
"Aku tidak mau dengar soal dia lagi, Mom," Zachary menggemeretakkan giginya. Nama yang coba ia kubur selama ini harus menyapa gegendang telinganya. Nyonya Margareth mendekat kembali ke arah Zachary. "Tapi ini soal gRece, Zach!" mendengar nama gadis kecil yang selama ini aia rindukan membuat Zachary menoleh pada sang ibu dengan tatapan nanar. Grace adlah putri semata wayang hasil pernikahannya dengan Amanda. Gadis kecilnya itu sekarang pasti sudah berusia lima atau enam tahunan. "Ada apa dengan gRece, Mom?" "Momi bertemu dengan Amanda di sebuah acara arisan, penampilan wanita itu sungguh di luar dugaan. Jauh sekali dengan barang mewah. Tapi ini bukan tentang Amanda. ini soal Grace, Zach. Sekarang kamu sudah berangsur pulih. Keadaan perusahaan juga dalam kondisi bagus. Kamu kenal dengan Kim?" "Kimberly? Kenapa dengan dia? Apa maksud momi? Tadi soal Amanda, lalu Grace, apa hubungan kimberly dalam hal ini?" "Sabar dulu biar Momi jelaskan satu-persatu," "Oke, jelaskan dengan
Elaine bungkam, ia kemudian membuka laci untuk mengambil beberapa perlengkapan yang harus dikenakan oleh Zachary. Jam tangan, kaos kaki, dasi dan juga blazer. Ia belum menjawab pertanyaan dari sang suami. "Bisa jawab aku siapa pemuda itu?" Zachary menegaskan pertanyaannya tadi. "Bukan siapa-siapa. hanya teman biasa saat kami masih di bangku sekolah dulu." mendengar jawaban yang tidak memuaskan itu membuat Zachary sedikit kesal. Ia merasa kalau istri di atas kertasnya ini tidak jujur. "Saya bantu pakai dasi," Elaine mengalihkan perhatian Zachary. "Jangan pikir aku bodoh dan tidak bisa mencari tahu siapa pemuda itu? Jawab dengan jujur dan katakan terus terang sebelum aku sendiri yang mencari tahu! Kamu tahu akibatnya kalau aku yang bertindak sendiri nanti El!" ancaman sekali lagi dilontarkan oleh Zachary. Entah kenapa Elaine merasa ada yang aneh dengan Zachary. Ia lalu mengangkat wajah dan memberanikan diri untuk menatap mata pria yang sudah mulai menunjukkan kuasa dominan
Elaine bungkam, ia kemudian membuka laci untuk mengambil beberapa perlengkapan yang harus dikenakan oleh Zachary. Jam tangan, kaos kaki, dasi dan juga blazer. Ia belum menjawab pertanyaan dari sang suami. "Bisa jawab aku siapa pemuda itu?" Zachary menegaskan pertanyaannya tadi. "Bukan siapa-siapa. hanya teman biasa saat kami masih di bangku sekolah dulu." mendengar jawaban yang tidak memuaskan itu membuat Zachary sedikit kesal. Ia merasa kalau istri di atas kertasnya ini tidak jujur. "Saya bantu pakai dasi," Elaine mengalihkan perhatian Zachary. "Jangan pikir aku bodoh dan tidak bisa mencari tahu siapa pemuda itu? Jawab dengan jujur dan katakan terus terang sebelum aku sendiri yang mencari tahu! Kamu tahu akibatnya kalau aku yang bertindak sendiri nanti El!" ancaman sekali lagi dilontarkan oleh Zachary. Entah kenapa Elaine merasa ada yang aneh dengan Zachary. Ia lalu mengangkat wajah dan memberanikan diri untuk menatap mata pria yang sudah mulai menunjukkan kuasa dominan
"Aku tidak mau dengar soal dia lagi, Mom," Zachary menggemeretakkan giginya. Nama yang coba ia kubur selama ini harus menyapa gegendang telinganya. Nyonya Margareth mendekat kembali ke arah Zachary. "Tapi ini soal gRece, Zach!" mendengar nama gadis kecil yang selama ini aia rindukan membuat Zachary menoleh pada sang ibu dengan tatapan nanar. Grace adlah putri semata wayang hasil pernikahannya dengan Amanda. Gadis kecilnya itu sekarang pasti sudah berusia lima atau enam tahunan. "Ada apa dengan gRece, Mom?" "Momi bertemu dengan Amanda di sebuah acara arisan, penampilan wanita itu sungguh di luar dugaan. Jauh sekali dengan barang mewah. Tapi ini bukan tentang Amanda. ini soal Grace, Zach. Sekarang kamu sudah berangsur pulih. Keadaan perusahaan juga dalam kondisi bagus. Kamu kenal dengan Kim?" "Kimberly? Kenapa dengan dia? Apa maksud momi? Tadi soal Amanda, lalu Grace, apa hubungan kimberly dalam hal ini?" "Sabar dulu biar Momi jelaskan satu-persatu," "Oke, jelaskan dengan
Elaine langsung membulatkan matanya sembari menjauh dari Zachary, tapi pelukan erat pria itu terus menahan pergerakannya. "Tuan, jangan bercanda begini!" cicit Elaine dengan hati penuh gemuruh. Harum tubuh Zachary yang menyusup dalam indera penciumannya sangat maskulin dan mendebarkan. "Kenapa? Kamu takut?" "Saya bukan tipe orang yang suka mengingkari janji, tidak mungkin saya akan mengkhianati nyonya besar," alasan diberikan untuk menutupi gejolak hati Elaine. Sangat munafik kalau ia mengatakan tidak tergoda dengan sentuhan pria yang berpengalaman di atas tempat tidur seperti Zachary. Bukan Elaine mengetahui soal itu, tetapi siapa saja pasti akan bisa menerka jika pria berumur tiga puluh tahun lebih dan sudah memiliki seorang anak, pasti di atas tempat tidur juga lihai. Tidak seperti dirinya yang belum memiliki pengalaman apapun. "Mengkhianati mommy? Siapa bilang begitu?" "Perjanjian tetap perjanjian," Zachary menyipitkan matanya, ia tanpa sadar melonggarkan pelukan dan
"Kamu harum sekali, baby," serak suara itu samar menyusup gendang telinga Elaine. Ellaine berusaha untuk menarik wajahnya ke belakang, sementara tangannya menepis wajah Zachary yang sekarang tiada jarak sama sekali karena bibir mereka sudah bertaut. Nafas Elaine naik turun, dia tidak bisa menolak sama sekali sentuhan itu. Bohong kalau ia bilang tidak terpancing sama sekali. Darahnya berdesir dan semua bulu kuduknya meremang, ada sesuatu yang menggelitik saraf-saraf sensitifnya. Seketika Ellaine membuka matanya lebar-lebar setelah mengembalikan kesadaran saat merasa ciuman itu semakin dalam dan menuntut, tapi temaram cahaya lampu kamar membuatnya kesulitan untuk mengenal pasti siapa yang sudah mengambil kesempatan dengan mencuri ciuman pertamanya. "Ini aku dan jangan berani-berani untuk melakukan tindakan kasar, aku suami sekaligus tuanmu, Nona! Atau ibuku yang galak itu akan menuduhmu seperti selalu?!" pertanyaan sekaligus ancaman itu membuat Elaine menggemeretakkan giginya. Dasar
Tawa Zachary pecah melihat wajah pucat Elaine, gadis itu ternyata tidak seberani tantangan-tantangan yang selalu ia ucapkan sebelum ini. Ia melepaskan pinggang Elaine dan kembali duduk di atas sofa. Elaine menarik nafas lega, sentuhan dan bisikan Zachary tadi rupanya hanya untuk menggertak saja. "Jangan pikir kamu cukup membuat aku tertarik gadis kecil, aku mau makan sekarang!" Elaine mengangguk, dasar pria brengsek! mati-matian ia menenangkan hati yang berdebar hebat. "Katakan pada Mommy, kalau aku mau ke perusahaan besok," "Tapi Anda belum sembuh total, Tuan! Anda masih harus memakai kursi roda," Elaine mengingatkan Zachary. Pria itu tersenyum sinis. Kapan lagi waktu yang tepat untuk membuat gadis ini mengerti kalau tidak mudah hidup berdampingan dengan seorang Zachary. "Bukankah ada kamu yang bisa membantuku? lalu apa gunanya kamu ada bersamaku kalau membuat aku pergi ke kantor saja kamu tidak bisa, tidak sanggup? Kalau menyerah bilang saja, sekarang tinggalkan aku sendiri d
Elaine tersenyum mendengar kalimat dari Zachary yang menunjukkan kalau pria itu masih memiliki keinginan untuk sembuh. Ancaman dari Zachary tidak membuat ia takut sama sekali. "Dan saya menunggu saat itu datang, Tuan Muda," bisikan Elaine tepat di telinga Zachary membuat pria itu membeku. Harum rambut berwarna cokelat kehitaman membuat dada Zachary sesak. Sudah lama ia tidak merasakan sesuatu yang mendesak seperti sekarang."Gadis lancang!" gumamnya dengan suara berat. Elaine tertawa lepas menampilkan lesung pipinya, gigi rapi dan putih menyempurnakan kecantikan gadis itu. Zachary meneguk ludah beberapa kali. Elaine terus mendorong kursi roda sang suami hingga masuk ke dalam kamar mereka. "Pergilah keluar, saya mau mandi," Zachary mencoba ingin mandiri, dia ingin membuktikan kalau tenaganya mulai pulih dan bisa digunakan tanpa bantuan, kursi roda dipakai hanya saat ia berjalan lebih dari lima menit."Bukankah selalu saya yang akan bantu anda mandi?" "Kali ini aku ingin buktikan k
Elaine berlari kencang menuju ke arah dua pria yang sepertinya kaget, keduanya menoleh pada gadis yang sekarang sudah berdiri dengan gagah di depan Zachary, pria itu tampak meneguk ludah melihat dua pria tadi mengeluarkan senjata tajam."Kita pulang, El!""Diam di tempat Anda, Tuan!" Elaine berkata tanpa melihat ke belakang sama sekali, ia memperhatikan musuhnya bergantian dan penuh was-was. Tangannya mengepal dan kakinya sudah membentuk kuda-kuda."Jangan ikut campur urusan kami, Nona! Kami hanya mau bermain-main dengan pewaris tunggal kerajaan Stewart ini.""Urusan dengan dia, berarti menjadi urusanku, pecundang!" mendengar itu kedua pria tadi tersenyum mengejek."Memangnya kamu bisa apa? Greg, serang gadis lancang ini! chiaaaaa!"pria bertubuh besar dengan rambut kepala plontos itu mulai menyerang Elaine. dengan sigap gadis itu mengelak, mematahkan serangan dua pria berotot yang menjadi lawannya.Elaine bisa melihat wajah khawatir Zachary, ia tersenyum samar. Zachary tidak tahu s
Elaine tertegun, hatinya tersentuh dengan permintaan dari Zachary. Siapa sebenarnya Grace buat dia?"Kamu mau kan, El? Grace itu putri saya."Entah kenapa ada rasa lega menjamah hati Elaine setelah mendengar ucapan dari Zachary. Ternyata Grace bukan bekas istrinya. "Tentu saja saya akan melakukan apapun untuk kesembuhan Anda, Tuan. Tapi, kerja sama Anda juga sangat dibutuhkan di sini. Kalau keinginan Anda untuk sembuh tidak ada, percuma saja saya berusaha keras untuk membantu kesembuhan Anda."Zachary terdiam, kalimat dari Elaine sangat masuk akal. Ia perlu membangun keinginan dan semangat untuk pulih. "Tentu saja aku akan bersedia untuk bekerja sama." Binar mata Zachary terlihat penuh semangat. Elaine sangat bahagia mendengar tekad dari suami kontraknya itu. Dengan begini keberhasilannya dalam tugas akan semakin cepat, kontrak kerja dengan Nyonya Margaret juga cepat selesai sebelum dua tahun."Sekarang waktunya Anda sarapan Tuan." Elaine membawa baskom ber
Kicau burung kenari menyatu bersama sorot warna merah mentari menambah ceria suasana pagi hari di kediaman Stewart. Elaine kini sudah bergelar sebagai istri dari seorang Zachary Stewart. Walaupun tugasnya lebih kepada seorang bodyguard merangkap pelayan, tapi itu tidak pernah menyurutkan semangat gadis itu. Semangat untuk menjalani hari, melakukan pekerjaannya sesuai perjanjian dan menunaikan janji yang sudah tertulis hitam di atas putih. Seperti hari sebelumnya, Nyonya Margaret sudah bersiap untuk keluar dari rumah. Hari ini ia ada meeting penting bersama dewan direksi. Ada satu masalah perusahaan yang harus diputuskan bersama. Wanita paruh baya itu menemui putranya yang sekarang sedang duduk berjemur di atas kursi roda. Rambut yang agak panjang diikat rapi, rambut-rambut di wajahnya sudah dicukur dengan rapi. Nyonya Margaret tersenyum sangat puas dengan kerja gadis yang kini menjadi istri di atas kertas putranya. “Good morning, Zach. How are you today?” “I