"Yuna, kamu ngomong apa?"Suara Charlie bergetar, sambil menatapku dengan tajam. Dia melangkah ke arahku. "Kamu pasti salah paham, kamu 'kan sudah melihat hasil pemeriksaan kesehatanku? Di situ jelas tertulis, aku nggak ada masalah!""Itu karena hasil pemeriksaan itu sebenarnya palsu!"Aku menatap wajah Charlie yang makin suram. "Aku sudah memeriksa dokter yang mengeluarkan resep untuk pemeriksaanmu di Rumah Sakit Sejahtera Medika, Jimmy Subrata."Aku tiba-tiba melihat ke arah sebuah meja di bawah. "Itu pasti pamanmu."Semua orang menoleh ke arah yang sama. Jimmy yang duduk di bawah langsung mengalihkan pandangannya dengan canggung.Beberapa kerabat mengenal Jimmy dan memang tahu bahwa dia seorang dokter, seketika ekspresi mereka pun langsung berubah.Wajah Charlie terlihat tidak senang.Dia masih berusaha meyakinkanku. "Yuna, mari kita bicarakan di bawah, hari ini adalah pesta pertunangan kita ....""Bagaimana ini? Kamu sudah terjangkit HIV, tapi masih ingin aku menikah denganmu? Atau
"Yuna, kamu nggak mau menikah denganku, 'kan? Aku ingin lihat, kalau kamu terinfeksi HIV, bagaimana kamu bisa menikah dengan orang lain ...."Melihat darahnya mengalir dari pisau, aku sangat ketakutan.Aku mendengar suara ayah dan ibuku berteriak panik sambil memanggilku, "Yuna!"Aku melihat mereka mendorong kerumunan orang, berlari dengan sekuat tenaga ke arahku."Dor!"Tiba-tiba terdengar suara tembakan yang memekakkan telinga. Sebuah peluru menembus lengan Charlie yang memegang pisau!"Ahhhh!"Charlie berteriak kesakitan, pisau itu jatuh berdentang keras di lantai. Hampir bersamaan dengan itu, ayahku menarikku ke pelukannya."Sudah nggak apa-apa, nggak apa-apa." Entahlah apakah ayahku berusaha menghibur dirinya sendiri atau menghiburku.Polisi langsung berkerumun, dengan cepat mereka melumpuhkan Charlie!Orang tua Charlie dan pamannya berusaha melarikan diri, tetapi pintu masuk dan keluar sudah diblokir oleh polisi."Apa yang kalian lakukan!" teriak Pak Subrata. "Kami nggak melakuka
"Aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengan pacarku. Dia cantik dan juga seorang akuntan senior. Keluarganya cukup mapan dan berasal dari kota ini juga. Satu-satunya kekurangan adalah dia tidak mau berhubungan intim sebelum menikah.""Sebagai laki-laki, bagaimana aku bisa tahan untuk tidak menyentuh wanita yang aku cintai dan temui setiap hari? Dia bersikeras untuk tidak memberi, jadi aku terpaksa melampiaskannya pada wanita di luar. Namun, siapa sangka aku terjerat oleh wanita murahan dan terkena HIV!""Aku benar-benar mencintai pacarku, kami bahkan sudah bertemu orang tua minggu lalu, dan segera akan bertunangan. Tapi kalau dia tahu tentang hal ini, pasti dia akan minta putus denganku. Haruskah aku memberitahunya?"Aku tertegun membaca konten yang ditulis oleh penulis postingan ituKarena kebetulan, pekerjaanku juga sebagai akuntan senior, dan dua hari yang lalu, pacarku, Charlie Subrata baru saja membawaku ke rumahnya untuk bertemu dengan orang tuanya."Sebenarnya ini tidak sepen
"Memangnya kenapa dengan pemeriksaan?" Aku juga bingung, tidak tahu kenapa wajahnya tiba-tiba berubah. "Banyak orang yang melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum menikah, bukan?""Itu karena mereka yang tidak menjaga diri, kita nggak perlu!" kata Charlie. "Lagi pula, untuk pendaftaran pernikahan sekarang, nggak diperlukan pemeriksaan kesehatan, buat apa membuang waktu?""Apa maksudmu dengan buang-buang waktu? Ini juga untuk kesehatan kita masing-masing ...."Aku masih ingin meyakinkannya, tetapi belum sempat aku berbicara, suara dering ponsel Charlie sudah memotong.Dia mengambil ponselnya di meja dan membacanya. "Temanku mengirim pesan, katanya ada urusan mendesak yang harus aku urus, jadi aku antar kamu pulang saja dulu!"Dia berkata sambil berdiri.Melihatnya yang begitu terburu-buru, aku memutuskan untuk menahan apa yang ingin aku katakan."Nggak perlu, aku bisa pulang sendiri," kataku. "Kamu pergi saja.""Kalau begitu, aku pergi dulu, ya."Dia segera pergi dengan terburu-buru.Aku
Aku menggigit bibir. "Tapi aku tetap ingin melakukan pemeriksaan kesehatan ....""Tunggu saja sampai aku ada waktu." Charlie memotong perkataanku. "Baiklah, aku masih ada beberapa urusan yang belum selesai, aku hanya menelepon untuk memberi tahu bahwa aku baik-baik saja, kamu tidur lebih awal, ya."Tanpa menunggu aku berbicara lagi, Charlie menutup telepon.Aku menatap ponsel yang sudah terputus sambungannya.Ini adalah pertama kalinya Charlie menutup telepon lebih dulu sejak kami menjalin hubungan.Apakah dia marah?Setelah ragu sejenak, aku mengirimkan pesan padanya. "Selamat malam."Charlie tidak membalas.Aku berbaring di tempat tidur, jariku terus menggesek layar, tetapi tidak juga mendapatkan balasan darinya. Hatiku makin gelisah.Akhirnya aku keluar dari aplikasi itu, dan membuka yang lain. Tiba-tiba muncul notifikasi bahwa pemilik postingan itu telah membuat postingan baru.Tanpa sadar aku mengkliknya."Teman-teman, hari ini aku sudah membahas tentang mahar dengannya. Dia bilan
Keesokan harinya, Charlie menjemput aku di depan rumah.Sudah seminggu kami tidak bertemu, dan sekarang terasa agak canggung.Mobil melaju selama setengah jam dan akhirnya berhenti di depan rumah sakit swasta bernama Sejahtera Medika.Aku menjulurkan kepala untuk melihat, lalu mengernyit, "Kenapa tidak ke rumah sakit besar? Kenapa ke rumah sakit kecil ini?""Rumah sakit besar terlalu ramai, harus menunggu lama untuk mendapatkan jadwal," kata Charlie sambil membuka pintu mobil. "Lagi pula ini hanya pemeriksaan kesehatan, rumah sakit mana pun sama saja."Aku terpaksa mengikuti Charlie keluar dari mobil.Rumah sakit ini terlihat cukup resmi. Begitu masuk, ada banyak pasien yang sedang diinfus, membuat aku merasa agak tenang.Perawat di meja resepsionis membawa kami ke dua ruangan berbeda untuk pemeriksaan, dan hasilnya bisa keluar dalam waktu satu jam.Aku dan Charlie duduk di luar menunggu.Selama satu jam itu, aku terus memeriksa ponsel, ingin melihat apakah pemilik postingan itu sudah
Charlie begitu baik padaku, sementara aku tadi meragukannya!Orang tuanya juga cukup puas. "Kami percaya kamu akan baik kepada Yuna."Sambil berbicara, ayahku bertanya lagi, "Aku lihat tertulis di atas, bahwa rumah ini sudah dibayar uang mukanya. Lalu, untuk sisa cicilan, apakah mereka berdua yang akan membayar?""Mengenai hal ini ...."Ayah Charlie terdiam sejenak. "Awalnya kami berencana untuk membantu mereka membayar, tapi baru-baru ini aku mengalami sedikit masalah dalam bisnis, jadi kondisi keuangan sedikit ketat, dan nggak bisa mengeluarkan uang untuk pembayaran berikutnya. Mereka berdua harus berusaha sendiri."Ayahku mengernyitkan dahi.Sejak kecil, aku tumbuh dalam keadaan berkecukupan, jadi orang tua pasti tidak ingin aku menanggung beban cicilan rumah.Setelah ragu sejenak, ayahku berkata, "Kalau begitu, begini saja. Aku masih punya sedikit uang, biar aku lunasi cicilan rumah ini.""Ah, ini ...." Orang tua Charlie saling memandang. "Apakah ini nggak terlalu banyak?""Lagi pu
Bajingan ini!Tubuhku bergetar.Dia mau dapat untung besar tanpa mengeluarkan modal sedikit pun.Aku ingin sekali berlari keluar sekarang dan mempertanyakan postingan ini pada Charlie.Namun, aku juga tidak bisa menjamin bahwa Charlie akan mengakui bahwa postingan ini ditulis olehnya.Aku menggenggam ponselku erat-erat, memaksa diri untuk tetap tenang.Sekarang yang paling penting adalah mencari cara untuk menemukan bukti.Aku kembali ke ruang privat.Orang tuaku masih berbincang dengan orang tua Charlie dengan sangat menyenangkan, sama sekali tidak menyadari betapa jahatnya keluarga itu.Aku menahan kemarahan yang ada di hati, dan menyelesaikan makan malam.Keesokan harinya, secara sukarela aku menelepon Charlie, mengatakan bahwa ada orang dari kampungku yang mengirim banyak oleh-oleh, dan ibuku memintaku untuk mengantarkan sedikit kepada mereka.Mendengar itu, Charlie tentu langsung setuju.Aku pergi ke supermarket dan membeli barang-barang termurah.Ayahnya tidak ada di rumah, dan i