Tangan Clovis merengkuh erat di pinggang ramping Meiva, menarik perhatian mereka yang tadi bersikap arogan pada gadis itu. Terutama Raline, dia terkejut dengan kedatangan Clovis yang sebelumnya tidak disangka akan datang.
“Perempuan tinggi yang sedang menatap kita paling tajam, dia adalah Raline—mantan istriku dan laki-laki angkuh itu adalah suaminya, Morgan.” Wajah Clovis begitu dekat dengan wajah Meiva, dia berbisik pelan hingga embusan napasnya terasa hangat menyapu permukaan kulit. Meiva mengangguk pelan, menarik helaian rambutnya ke belakang telinga. Gugup! Di tempat ini ada banyak aktris-aktris senior terkenal dan produser, Meiva tahu mereka, walau tidak ada yang mengenalnya. Ia sering berakting memainkan peran di dalam film, tapi akting kali ini benar-benar terasa menegangkan! “M-maafkan saya, Tuan Clovis, saya hanya menjalankan perintah.” Penjaga yang tadi kasar pada Meiva seketika tertunduk, tak berani menatap mereka berdua. Namun, Clovis memilih tidak menanggapi pria itu, justru melangkah maju melewatinya sambil menggengam tangan Meiva dan membawanya menghampiri Raline yang saat ini tampak tersenyum canggung, wajahnya pucat, tatapannya mengarah ke tangan Clovis yang memegang tangan perempuan yang tidak dia kenal begitu posesif. “Clovis, aku tidak menyangka kamu akan datang. Kupikir seperti satu tahun yang lalu, kamu menolak datang ke pesta perayaan anniversary kami. Malam ini kedatanganmu sangat mengejutkan.” Sebelum Raline berbicara, Morgan berdiri dengan satu tangan di saku, wajah angkuhnya menyapa Clovis. Dia tampak bangga berada di posisinya saat ini. Keangkuhan yang ditunjukkan masih sama, seperti tiga tahun yang lalu, di mana dia terang-terangan mengakui telah berselingkuh dengan Raline yang masih menjadi istri Clovis. Clovis yang belum memiliki apa-apa sangat terluka dengan keputusan Raline yang memilih hidup bersama Morgan lalu meninggalkannya. Hingga hinaan mereka membuat Clovis bangkit, dia sekarang berhasil meraih kesuksesan bahkan melebihi Morgan. “Kedatanganku ke mari karena Raline yang terus saja menghubungi dan memintaku datang ke pesta ini.” Clovis menatap dingin membuat Raline salah tingkah ditatap oleh suaminya. “Benarkah kamu memaksa dia, Sayang?” tanya Morgan. “Maksudku bukan seperti itu, tapi aku mau kedatangan Clovis seperti doa di pernikahan kita, Morgan. Mengingat hubungan di antara kita yang kurang baik sebelumnya. Kuharap setelah ini, orang-orang akan beranggapan kalau sudah tidak ada dendam satu sama lain. Semua yang terjadi, biarlah jadi masa lalu.” Tidak bisa disembunyikan kalau wajah Raline pucat sekarang, berusaha menyembunyikan apa yang sudah dia lakukan pada Clovis di belakang Morgan. Akhir-akhir ini, Raline terus saja menghubungi Clovis. Dia mengatakan kalau Clovis tidak datang pesta anniversary nya maka Raline memastikan, kalau mantan suaminya itu belum bisa melupakan dirinya sepenuhnya. Namun, kali ini Clovis berhasil menunjukkan kalau dia bisa melupakan Raline, dengan kedatangannya ke tempat ini. Hal itu tentu saja sangat mengejutkan bagi Raline. Bahkan Clovis bersama seorang wanita! “Tapi, Clovis siapa dia? Aku tidak pernah melihat dia di sekitarmu sebelumnya,” ucap Raline masih penasaran. Bukan hanya Raline, bahkan Ellen pun ikut memperhatikan mereka. “Perempuan yang kalian perlakukan dengan kasar ini adalah Meiva. Tunanganku.” Suara Clovis terdengar pelan, tetapi berhasil membuat Raline dan orang-orang di sekitarnya terkejut, seperti baru saja mendengar berita duka. Raline menatap penampilan Meiva dari atas sampai bawah, membandingkan dengan dirinya sendiri. Dia lah yang paling unggul, bahkan kini ia menggeleng tidak percaya kalau orang seperti Clovis bertunangan dengan perempuan seperti Meiva yang memiliki penampilan biasa saja. Meiva yang sebelumnya menunduk kini berani mengangkat wajahnya di hadapan semua orang. Meskipun ia tahu kalau orang-orang melihatnya tidak suka. Setidaknya dia bangga setelah Clovis mengakuinya sebagai tunangan. “Sekarang sudah tahu, ‘kan, siapa orang yang datang bersamaku?” tanyanya. Diam-diam melirik Ellen yang sedari tadi mencoba mempermalukannya. Meiva tahu, kalau Ellen mencoba merekamnya. Dengan sengaja ia justru ingin membuat perempuan itu panas, ia melingkarkan tangannya ke bahu Clovis kemudian bergelendot manja seperti sepasang kekasih yang sesungguhnya. “Baiklah, Clovis, aku minta maaf karena kurang sopan pada tunanganmu tadi. Sekarang kalian semua nikmati saja pestanya!” ucap Morgan. Perempuan yang tadi berseteru dengan Meiva tadi menunduk ketakutan. Apa lagi saat sorot mata Clovis terarah padanya. Dia menyadari kalau itu akan berdampak tidak bagus bagi kariernya di masa depan. "M-maafkan aku, apa yang ku ucapkan tadi, tiba-tiba keluar begitu saja. Aku janji, setengah ini tidak akan lagi bicara sembarangan," ucapnya menghampiri Meiva merasa bersalah. Meiva hanya menyunggingkan bibir, tatapannya tetap menggandeng Clovis. Raline tidak suka melihat sikap orang-orang itu pada Meiva. Tiba-tiba pergi meninggalkan tempat itu, Morgan mengikutinya di belakang, hingga mereka berhenti saat bicara di sudut pinggir kolam, berdebat di sana. Meiva yang telah menyadari orang-orang menjauh dari mereka langsung melepaskan tangannya. Mendadak situasi mereka menjadi canggung. “Mantan istrimu sangat cantik, kenapa kalian bercerai?” Cukup lama Meiva menatap Clovis, menunggu jawaban dari bibir lelaki itu, tetapi wajah Clovis justru menunjukkan tidak suka. “He um … aku akan mengambil minum.” Meiva segera meninggalkan situasi yang mulai tidak nyaman. “Meiv, apa-apaan ini?” Ellen tiba-tiba muncul di sampingnya sambil memijat kepalanya. “Aku tadi tidak salah dengar, ‘kan?” Meiva baru saja menyesap minuman berwarna merah dari gelasnya berhenti. “Maksudmu soal aku tunangan Clovis? Tentu saja tidak salah, kami sudah menjalin hubungan seperti yang dia katakan tadi.” “Terus bagaimana dengan Alden? Jadi, selama ini kamu berselingkuh dengannya?” Tangan Meiva menggenggam gelas erat. Dengan tidak tahu malunya Ellen mengatakan demikian. Bahkan dia berpura-pura prihatin dengan Alden menganggap Alden lah korbannya. Sungguh, aktingnya sangat luar biasa! Berhadapan dengan Ellen benar-benar harus memperbanyak kesabaran. "Sebagai seorang perempuan, aku bertanya padamu. Tolong nilai dari instingmu, kalau kamu disuruh memilih, kira-kira siapa yang lebih baik, Alden atau Clovis?" "Tentu saja aku akan memilih Alden. Dia memiliki karier yang cerah sebagai aktor. Dan juga memiliki wajah yang tampan." Ellen menjawab sangat cepat, membuat Meiva ingin menertawakannya. "Berarti selera kita beda. Menurutku Clovis lebih dari segalanya, dia tampan dan juga dewasa, oleh sebab itu aku menjalin hubungan dengannya." Alden hanya sebagai aktor, sedangkan Clovis Mallory merupakan pendiri rumah produksi terkenal di Ledoria, Relix Entertainment sekaligus CEO Relix Group yang yang menjalankan bisnis di beberapa bidang. Jawaban Meiva membuat Ellen meradang. "Tega sekali kamu mengkhianati Alden yang sudah menemanimu selama tiga tahun ini!" Meiva menikmati minumannya, ia bersikap sangat santai di hadapan Ellen hingga membuat perempuan itu semakin kesal. "Kamu sudah menjadi teman baikku lebih dulu, dibanding Alden. Seharusnya kamu mendukung apa yang sudah menjadi keputusanku, Ellen."Posisi Raline memang membelakangi Meiva dan Ellen, tapi ia bisa pastikan kalau pendengarannya lebih tajam di banding matanya. Bibir atas terangat tampak mencibir. Mendengar pembicaraan mereka tentu saja seperti angin segar baginya. Dia tidak begitu menyukai Meiva dari saat melihatnya pertama kali. Ditambah lagi, Clovis memperkenalkannya sebagai tunangan. Rasa tidak Sukanya semakin mengonfrontasi pikiran dan hatinya untuk mengetahui indentitas gadis itu lebih jauh. Ingin membuktikan, kalau dia benar-benar tidak lebih baik dibandingkan dengan dirinya. “Jadi kamu menjalin hubungan asmara dengan dua pria sekaligus?” Dengan bibir membentuk huruf ‘o’ Raline menunjukkan keterkejutannya. Menghampiri Meiva dan Ellen yang saling menatap menyimpan amarah masing-masing di matanya. “Meiv, aku pikir apa yang dikatakan Olive tadi hanya isapan jempol semata, tapi setelah apa yang baru saja aku dengar, kamu membuatku hampir tidak percaya. Apa Clovis mengetahui yang kamu lakukan?” Tatapan Mei
Tangan Alden meraih lengan Meiva, tubuhnya berdiri tepat di depan pintu hingga menghalangi langkahnya yang akan menekan tombol akses masuk.Menyadari laki-laki itu ada di hadapannya seketika Meiva memutar bola matanya menghindari interaksi antara keduanya. “Aku butuh penjelasan darimu, kamu tidak bisa menghindar begitu saja, Meiv!” Mendengar suara Alden yang meninggi membuat emosi Meiva ikut naik. Dengan tatapan tajam ia menaikkan dagunya seraya berkata, “Tidak perlu berteriak, pendengaranku masih berfungsi sangat baik.” Melangkah maju menabrak lengan Alden hingga membuatnya sedikit memiringkan tubuhnya memberi ruang untuk Meiva membuka pintu lalu segera menutupnya kembali. Namun, belum sempat pintu berwarna hitam itu tertutup, tangan Alden lebih dulu mencengkeram pinggirannya sambil mendesak masuk. Dengan sorot mata marah dia menatap Meiva yang sama sekali tidak berniat bicara dengannya. “Sejak kapan kamu berselingkuh? Apa karena itu, sampai membuatmu mengganti password masuk
“Putar balik mobilnya.” Miguel yang sebelumnya fokus menyetir kini mengerutkan kening, setelah mendengar perintah dari Clovis. "Maksud Anda, kita kembali lagi ke apartemen Meiva, Tuan?" tanya Miguel. Wajah Clovis begitu tenang, punggungnya bersandar ke kursi, jemarinya menyangga pelipis sambil memejamkan mata. Tanpa atasannya menjawab apa pun, Miguel, membaca situasi tak berani lagi bertanya. "Baik Tuan." Padahal, sekitar lima ratus meter lagi dari posisi, mereka akan sampai ke rumah Clovis. Tanpa ingin membantah, laki-laki itu lantas memutar mobil di persimpangan jalan depan.Matanya melirik ke spion tengah, Clovis sedang memegang ponsel milik Meiva yang tertinggal, awalnya Clovis membiarkan saja menunggu si pemilik untuk mengambilnya sendiri. Namun setelah itu, entah apa yang membuatnya berubah pikiran. Tak ingin mengganggu suasana hati Clovis yang sedang cerah ia langsung melajukan mobil ke apartemen Meiva. .... Meiva menyeret kopernya berjalan cepat, kemudian berhenti saat
Samar-samar indra pendengaran Meiva menangkap suara desingan vacuum cleaner, sontak saja ia menaikkan bantal ke atas kepala menurangi suara yang sudah mengganggu tidurnya. Meiva memejamkan mata tempat ini begitu nyaman dengan seprai dan bantal selembut sutra, hingga membuatnya tidak ingin bangun, tapi detik berikutnya matanya terbelalak lebar saat menyadari tempat nyaman yang dia rasakan terasa asing. “Oh tidak, aku di mana??” langsung melonjak kaget, mengedarkan pandangan ke kamar luas, gorden abu-abu menutupi jendela besar, ada rak kayu di dekat sofa yang berisi buku dan beberapa pajangan-pajangan mahal. Dengan keadaan rambut lurusnya masih tergerai, sedangkan di dahi ditempeli plaster penurun panas, kaki telanjang Meiva turun dari ranjang, ia menurunkan pandangan menatap penampilannya sendiri dari cermin besar yang ada di depannya. Pakaian kemeja putih kedodoran yang dikenakan berbeda dengan semalam. Sontak saja semakin membuatnya bingung lantas membuka pintu. “Non su
Meiva mengerjap, bahkan menatap laki-laki itu beberapa saat. Kalau ia memanfaatkan Clovis, maka akan meraih kesuksesan dangan waktu sangat singkat. Namun, jika ia melakukan itu, apa bedanya dirinya dengan Ellen? Selama ini mereka sama-sama memiliki bakat berakting yang bagus. Hanya saja, Ellen lebih memilih jalur cepat. Meiva memilih menggeleng seraya berkata, "Tidak. Keputusanku sudah bulat. Mungkin suatu saat, tapi aku mau bukan atas bantuan siapa pun. Aku mau maju dengan hasil kerja kerasku sendiri." Clovis menyunggingkan bibir, sedikit tersinggung dengan penolakan Meiva, tapi itu masih dalam hal wajar. "Sayang sekali," ucapnya sambil beranjak dari sofa. "Clovis." CLovis yang sudah berjalan beberapa langkah berhenti saat di belakang sofa, memiringkan wajahnya menatap Meiva. Gadis itu terlihat canggung mendekatinya. "Mulai hari ini aku masuk kerja. Sekali lagi, terima kasih dan maaf, sudah banyak merepotkan dan menyusahkan mu. Setelah ini aku janji, tidak akan
Meiva mulai bekerja hari ini, tidak ingin melewatkan kesempatan ini begitu saja. Ia melakukan dengan serius posisinya bagian dari tim kreatif. Sepertinya Meiva tidak bisa jauh-jauh dari industri media. Buktinya setelah Vacum menjadi aktris sekarang dia masih berperan di belakang layar, jadi bagian tim. Luna yang duduk di kursi sebelahnya sambil membuka sosial media terlihat sibuk. Bicara pada Meiva saat ditanya saja. Di jam makan siang seperti ini, mereka sedikit menganggur. Kecuali Meiva sebagai anak baru, sebab belum mengerti titik celah pekerjaannya. Dia masih sibuk menyiapkan naskan. "Oh astaga, gila, ini benar-benar gila!" Luna melototi layar ponselnya melihat berita mengejutkan. Meiva yang penasaran pun menoleh. "Apa ada berita mengejutkan?" tanyanya. "Kalian semua, harus lihat postingan Alden Gunadya!" Luna seorang yang sangat mengidolakan Alden. Seketika berdiri bahkan mengabaikan pertanyaan Meiva. suaranya menarik perhatian para perempuan yang ada di ruangan
Meiva tersenyum ramah saat wanita paruh baya itu berjalan melewatinya. Namun, beberapa langkah ke depan, Nyonya Liona kembali mundur, berhenti ketika berada di hadapan Meiva. Lagi-lagi Meiva hanya nyengir untuk menghargai atasannya itu. "Selamat siang, Nyonya," ucapnya. Tidak ada balasan. Justru Nyonya Liona terus saja menatap dirinya, seolah-olah sedang melihat sesuatu di wajah Meiva. "Apa kita pernah mengenal sebelumnya? Kenapa kamu menyapaku? Seperti memang kita pernah melihatmu,” tanyanya membuat Meiva menunduk malu sambil menggeleng. "Tidak Nyonya." Luna dan karyawan yang lain hanya saling melirik ke arah Meiva. Suasana sangat menegangkan, saat pemilik perusahaan itu masih berdiri di sana, dengan kedua tangan di belakang pinggang. "Aku rasa pernah melihatmu. Kalau tidak salah, di—" menaikkan bola matanya untuk mengingat ingat sejenak. "Pasti Anda salah orang, Nyonya. Ini adalah hari pertama saya bekerja di kantor ini," ucap Meiva sopan. "Sudah kubilang, dia it
“Berani sekali dia menolak panggilan dariku?” Clovis menatap layar seiring dengan satu alis terangkat. Sambil berdecak, dia terus saja mencoba menelepon Meiva. Tapi berikutnya ponsel gadis itu berujung dimatikan, hingga terdengar suara operator kalau nomor sedang tidak bisa dihubungi. ‘Gadis menjengkelkan.’ Menyandarkan punggung ke kursi hitamnya. Miguel terkekeh melirik bosnya itu. “Ini sedang jam sibuk, mungkin saja dia sedang banyak pekerjaan yang tidak bisa diganggu,” ucap Miguel yang sejak tadi duduk di hadapannya, diberi tugas untuk memeriksa berkas-berkas yang baru saja dikirim oleh klien.Asisten Clovis itu melirik sebentar sambil terkekeh melihat tingkah atasnya. Bahkan sampai tidak mau melepas ponselnya menunggu jawaban dari Meiva. “Miguel, bagaimana Mama bisa tahu, aku membawa Perempuan ke rumah malam kemarin? Apa kamu diam-diam menjadi informant untuknya?” tuduh Clovis menatap asistennya itu curiga. Sebab tidak ada orang lain yang tahu, selain dia. Hal itu membuat Mi
Mendadak jantung Meiva berdebar kencang saat masuk ke dalam ruangan luas yang dihuni beberapa orang di dalamnya. Tatapan mereka semua membuatnya seperti sedang ada di pengadilan sekarang, siap menghakiminya. Satu tangan Meiva menggenggam erat kertas yang dipegang, sedangkan satu lagi menyelipkan rambut ke belakang telinga sambil menelan ludah cekat. Apa lagi, saat melihat Produser yang sedang duduk menatapnya, entah kenapa sejak melihat orang itu saat pertama kali, ia merasa harapannya menjadi pemeran utama seolah terpatahkan. Meiva sangat tahu, siapa produser itu, dia adalah laki-laki yang sering menggunakan jabatannya untuk merayu para wanita dengan iming-iming akan menjadi aktris besar. Tentu saja, sengan imbalan yang Cuma-Cuma, melainkan wanita itu harus melayaninya. Begitu melihat Meiva Produser itu langsung menunjukkan tatapan tidak suka, memalingkan muka beberapa saat sebelum kemudian menatap lagi. “Meiva Sechan?” tanya casting director. Meiva mengangguk. “B
Pihak Casting director telah membuka peluang casting secara besar-besaran. Artis-artis mulai dari yang pendatang baru maupun senior turut menghadiri. Tampaknya keinginan mereka untuk menjadi aktif besar sangatlah kuat sehingga tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Mereka mengantre di depan ruangan casting. Satu persatu dipanggil masuk. Membuat Meiva pesimis antrean sangat banyak dan mereka sebagian besar adalah artis-artis yang tengah populer di tahun ini.“Aku tidak yakin aku akan diterima,” ucapannya. Emeli memperhatikan mereka yang sedang menghafal skrip. “Kita tidak tahu, mana yang beruntung di antara puluhan orang di sini. Yang penting kamu sudah berusaha, soal hasil mereka yang menentukan.” Tiga jam lamanya, mereka menunggu giliran. Tapi, belum juga dipanggil, ia mendesah pelan memegangi selembar kertas juga sebotol air mineral. Make up tipis, yang tadi dia kenakan sebelum pergi. Kini pun mulai luntur bercampur keringat. Hawa di sekitarnya terasa semakin panas, saat ia m
Sebuah wawancara tengah berlangsung. Dengan wajah congkak Alden berdiri dengan satu tangan dimasukkan saku, di depan background acara gala premiere series yang akan diperani oleh beberapa artis dari Alva, agency nya. Di sana juga ada pengurus agency dan Ellen, tersenyum ramah menyapa kamera wartawan. "Apa rahasianya, sehingga sebagian besar aktor dan aktris dari Agency mu selalu menjadi pemeran utama?" tanya wartawan yang paling ujung. "Tidak banyak rahasia, aku selalu memberi mereka motivasi, dan membantu mereka untuk menguasai teknik-teknik penting dalam berperan, hingga akting mereka sangat bagus dan menjiwai," ucap Alden bangga. "Kamu dan Meiva Sechan sempat meng-upload video penamparan. Lalu, kalian menghapusnya secara bersamaan. Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Wartawan perempuan yang memakai kacamata dengan frame tebal berwarna hitam. Alden dan Ellen sama-sama saling menatap. "Maaf, sebenarnya video itu hanya kesalahpahaman. Mungkin, karena perubahan situas
Tatapan mata antara Clovis dan Meiva begitu lekat, membuat dahi Alden berkerut dalam. Dadanya terasa panas melihat Meiva bersama pria yang lebih memiliki segalanya dari pada dia. "Bagaimana bisa dia dekat dengan Clovis Mallory?" Alden terus menatap mereka berdua bahkan sampai tidak berkedip. Sebagai aktor papan atas, ia tahu betul siapa Clovis Mallory. Dia adalah salah satu pembisnis yang cukup berpengaruh pada perindustrian film. Siapa yang main dalam film garapan rumah produksinya, pasti memiliki peluang semakin terkenal. Melihatnya yang kini sedang bermesraan dengan Meiva, rasanya membuatnya hampir tidak percaya. Bahkan mereka terlihat bicara mesra. Alden berdecak mengalihkan pandangannya. Sedangkan di sisi Meiva. Meiva terlihat tersenyum canggung saat Clovis terus saja menatapnya. Tatapan yang biasa terlihat dingin, ini menjadi tatapan hangat seperti seorang pelindung baginya. "Kamu sedang apa di sini?" tanya Meiva untuk memecah kecanggungan. "Aku ke sini sengaja khusus
“Gadis sepertimu lah, krirteria yang ku inginkan menjadi manantuku.” “Uhuk!” Minuman yang baru saja ditenggak Meiva, mendadak berhenti di kerongkongan, membuatnya tersedak hingga batuk-batuk. Apa yang baru saja dia dengar? “Hati-hati Lily, kenapa buru-buru sekali, akhirnya tersedak ‘Kan?” Nyonya Liona berdiri menghampiri Meiva, memberinya botol berisi air mineral. “Minumlah.” Meiva menarik napas dalam sambil mendongak, hingga sedikit merasakan lega di bagian dadanya. “Terima kasih, Nyonya,” ucapnya sambil tersenyum mengambil botol dari tangan Liona. “Sama-sama. Tenangkan dirimu dulu, baru setelah itu, mulai makan lagi.” Liona mulai memotong daging ikan salmon lagi. “Lily, apa kamu sudah punya pacar?” tanyanya saat situasi kembali tenang. Meiva menggeleng. “Saya baru saja putus beberapa waktu yang lalu, Nyonya.” “Tepat sekali!” Meiva menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum terpaksa. Dia kurang paham dengan apa yang dibicarakan Liona. ‘Penyakitnya pa
Clovis: “Apa kamu yakin, akan mulai masuk kerja hari ini?”Meiva: “Iya, aku harus tetap bekerja untuk menyambung hidup.” Satu notifikasi balasan lagi masuk ke dalam ponsel, Meiva hanya membaca dari atas layar tanpa membukannya. Justru memilih membereskan barang-barangnya, untuk pergi kerja. “Minum susunya.” Emeli membawa dua gelas susu, memberikan satu untuk Meiva, satu lagi untuk dia minum sendiri.“Meiv, apa kamu sudah ada uangnya? Sebenarnya aku tidak tega ingin menagih, tapi … kakakku harus operasi segera.” Emeli duduk di sofa sambil menyeruput susu hangat sambil memperhatikan Meiva. “Aku akan mengusahakan secepatnya, mengganti uangmu, Emeli.” “Meiv, kenapa kamu tidak meminta Alden untuk menjual apartemennya, di situ juga ada uangmu. Kamu bisa minta bagian dari hasil penjualannya, kan?” Meiva berpikir sejenak. Kemudian kedua bahunya terangkat seiring bibir yang tersungging. “Orang playing victim seperti Alden tidak akan ingat, siapa yang mencicil apartemen itu. Dia p
Sebelumnya, Saat dokter melakukan pemeriksaan pada Meiva. Miguel datang menemui Clovis setelah kembali dari hotel. Tidak perlu menunggu lama, asisten Clovis itu dalam sekejap menemukan fakta-fakta mengenai pelayan di restoran. “Saya sudah memeriksa bagian CCTV dapur, memang benar, seorang pelayan memasukkan Vodka ke dalam gelas minuman yang kalian pesan,” ucap Miguel. Tatapan Clovis menyipit, menunjukkan kilatan kemarahan. Gara-gara pelayan itu, Clovis lah yang disangka Meiva melakukannya. “Saya langsung melaporkan pelayan itu pada pak Joseph, pemilik hotel tersebut. Yang langsung memberi perempuan itu sangsi pemecatan. Tapi, pelayan justru menolak, dia mengatakan kalau disuruh oleh seorang.” “Siapa?” tanya Clovis mengerutkan dahinya penasaran. “Salah satu aktris yang sedang naik daun, Ellen Mora. Tapi, sangat disayangkan keterangan pelayan itu tidak bisa dibenarkan, karena tidak ada bukti CCTV yang menangkap obrolan mereka sebelumnya.” Clovis lagi-lagi dibuat penasaran
Meiva terbangun saat merasakan dadanya sesak, saat membuka mata ternyata Clovis mendekapnya erat, menganggapnya seperti guling.Menggunakan seluruh tenaganya, ia mendorong ke samping, hingga tubuh Clovis bergeser menjauh. “Dasar cowok mesum!” Meiva langsung duduk bersandar pada headboard di belakangnya sambil menyilangkan kedua tangannya ke depan dada. Begitu juga dengan Clovis, kesadarannya belum sepenuhnya normal, tapi tiba-tiba sudah mendapat tendangan dari gadis yang sudah ditolongnya itu. Ia berdecak memijat pelipisnya dengan tangan. Sambil meraih ponselnya untuk menghubungi Miguel, dijawab kemudian. “Bawakan pakaian kami ke hotel.” “Baik Tuan.” Clovis memutus sambungan telepon, sama-sama bersandar ke kepala ranjang, kini ia melirik ke samping, membuat Meiva semakin memeluk dirinya sendiri erat, takut jika Clovis berbuat kurang ajar. “Ternyata kamu sama saja seperti laki-laki pada umumnya, bahkan kamu lebih licik dari pada pria mata keranjang yang kutemui sebelumnya.” M
Meiva beranjak dari kursinya, tapi belum ada beberapa detik tubuh ramping yang memakai rok hitam panjang selutut dipadu dengan kemeja putih krem berbahan satin terduduk ke lantai. Ia tak kuat walau hanya membawa berat badannya sendiri. “Kenapa kakiku lemah sekali!” rutuknya pada diri sendiri sambil memukul betisnya. Clovis segera memeriksa minuman yang sebelumnya diminum oleh Meiva. Aromanya tercium sedikit menyengat dibanding mocktail pada umumnya. Sekatika dia dapat menduga, kalau pelayan tadi salah memberikan minuman. Ya, minuman ini adalah minuman beralkohol! Tidak ingin menjadi pusat perhatian, orang-orang di sekelilingnya. Tanpa pikir panjang Clovis membereskan ponsel Meiva, memasukkan ke dalam tas kemudian mengangkat tubuh Meiva melingkarkan tangan ke pinggang gadis itu, kemudian membawa pergi. “Brengsek,” lirih Meiva merancau dalam dekapan Clovis, matanya sama-samar terbuka. Ellen yang melihat keadaan Meiva, tersenyum puas. Mengeluarkan ponselnya kemudian mereka