Sebelumnya, Saat dokter melakukan pemeriksaan pada Meiva. Miguel datang menemui Clovis setelah kembali dari hotel. Tidak perlu menunggu lama, asisten Clovis itu dalam sekejap menemukan fakta-fakta mengenai pelayan di restoran. “Saya sudah memeriksa bagian CCTV dapur, memang benar, seorang pelayan memasukkan Vodka ke dalam gelas minuman yang kalian pesan,” ucap Miguel. Tatapan Clovis menyipit, menunjukkan kilatan kemarahan. Gara-gara pelayan itu, Clovis lah yang disangka Meiva melakukannya. “Saya langsung melaporkan pelayan itu pada pak Joseph, pemilik hotel tersebut. Yang langsung memberi perempuan itu sangsi pemecatan. Tapi, pelayan justru menolak, dia mengatakan kalau disuruh oleh seorang.” “Siapa?” tanya Clovis mengerutkan dahinya penasaran. “Salah satu aktris yang sedang naik daun, Ellen Mora. Tapi, sangat disayangkan keterangan pelayan itu tidak bisa dibenarkan, karena tidak ada bukti CCTV yang menangkap obrolan mereka sebelumnya.” Clovis lagi-lagi dibuat penasaran
Clovis: “Apa kamu yakin, akan mulai masuk kerja hari ini?”Meiva: “Iya, aku harus tetap bekerja untuk menyambung hidup.” Satu notifikasi balasan lagi masuk ke dalam ponsel, Meiva hanya membaca dari atas layar tanpa membukannya. Justru memilih membereskan barang-barangnya, untuk pergi kerja. “Minum susunya.” Emeli membawa dua gelas susu, memberikan satu untuk Meiva, satu lagi untuk dia minum sendiri.“Meiv, apa kamu sudah ada uangnya? Sebenarnya aku tidak tega ingin menagih, tapi … kakakku harus operasi segera.” Emeli duduk di sofa sambil menyeruput susu hangat sambil memperhatikan Meiva. “Aku akan mengusahakan secepatnya, mengganti uangmu, Emeli.” “Meiv, kenapa kamu tidak meminta Alden untuk menjual apartemennya, di situ juga ada uangmu. Kamu bisa minta bagian dari hasil penjualannya, kan?” Meiva berpikir sejenak. Kemudian kedua bahunya terangkat seiring bibir yang tersungging. “Orang playing victim seperti Alden tidak akan ingat, siapa yang mencicil apartemen itu. Dia p
“Gadis sepertimu lah, krirteria yang ku inginkan menjadi manantuku.” “Uhuk!” Minuman yang baru saja ditenggak Meiva, mendadak berhenti di kerongkongan, membuatnya tersedak hingga batuk-batuk. Apa yang baru saja dia dengar? “Hati-hati Lily, kenapa buru-buru sekali, akhirnya tersedak ‘Kan?” Nyonya Liona berdiri menghampiri Meiva, memberinya botol berisi air mineral. “Minumlah.” Meiva menarik napas dalam sambil mendongak, hingga sedikit merasakan lega di bagian dadanya. “Terima kasih, Nyonya,” ucapnya sambil tersenyum mengambil botol dari tangan Liona. “Sama-sama. Tenangkan dirimu dulu, baru setelah itu, mulai makan lagi.” Liona mulai memotong daging ikan salmon lagi. “Lily, apa kamu sudah punya pacar?” tanyanya saat situasi kembali tenang. Meiva menggeleng. “Saya baru saja putus beberapa waktu yang lalu, Nyonya.” “Tepat sekali!” Meiva menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum terpaksa. Dia kurang paham dengan apa yang dibicarakan Liona. ‘Penyakitnya pa
Tatapan mata antara Clovis dan Meiva begitu lekat, membuat dahi Alden berkerut dalam. Dadanya terasa panas melihat Meiva bersama pria yang lebih memiliki segalanya dari pada dia. "Bagaimana bisa dia dekat dengan Clovis Mallory?" Alden terus menatap mereka berdua bahkan sampai tidak berkedip. Sebagai aktor papan atas, ia tahu betul siapa Clovis Mallory. Dia adalah salah satu pembisnis yang cukup berpengaruh pada perindustrian film. Siapa yang main dalam film garapan rumah produksinya, pasti memiliki peluang semakin terkenal. Melihatnya yang kini sedang bermesraan dengan Meiva, rasanya membuatnya hampir tidak percaya. Bahkan mereka terlihat bicara mesra. Alden berdecak mengalihkan pandangannya. Sedangkan di sisi Meiva. Meiva terlihat tersenyum canggung saat Clovis terus saja menatapnya. Tatapan yang biasa terlihat dingin, ini menjadi tatapan hangat seperti seorang pelindung baginya. "Kamu sedang apa di sini?" tanya Meiva untuk memecah kecanggungan. "Aku ke sini sengaja khusus
Sebuah wawancara tengah berlangsung. Dengan wajah congkak Alden berdiri dengan satu tangan dimasukkan saku, di depan background acara gala premiere series yang akan diperani oleh beberapa artis dari Alva, agency nya. Di sana juga ada pengurus agency dan Ellen, tersenyum ramah menyapa kamera wartawan. "Apa rahasianya, sehingga sebagian besar aktor dan aktris dari Agency mu selalu menjadi pemeran utama?" tanya wartawan yang paling ujung. "Tidak banyak rahasia, aku selalu memberi mereka motivasi, dan membantu mereka untuk menguasai teknik-teknik penting dalam berperan, hingga akting mereka sangat bagus dan menjiwai," ucap Alden bangga. "Kamu dan Meiva Sechan sempat meng-upload video penamparan. Lalu, kalian menghapusnya secara bersamaan. Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Wartawan perempuan yang memakai kacamata dengan frame tebal berwarna hitam. Alden dan Ellen sama-sama saling menatap. "Maaf, sebenarnya video itu hanya kesalahpahaman. Mungkin, karena perubahan situas
Pihak Casting director telah membuka peluang casting secara besar-besaran. Artis-artis mulai dari yang pendatang baru maupun senior turut menghadiri. Tampaknya keinginan mereka untuk menjadi aktif besar sangatlah kuat sehingga tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Mereka mengantre di depan ruangan casting. Satu persatu dipanggil masuk. Membuat Meiva pesimis antrean sangat banyak dan mereka sebagian besar adalah artis-artis yang tengah populer di tahun ini.“Aku tidak yakin aku akan diterima,” ucapannya. Emeli memperhatikan mereka yang sedang menghafal skrip. “Kita tidak tahu, mana yang beruntung di antara puluhan orang di sini. Yang penting kamu sudah berusaha, soal hasil mereka yang menentukan.” Tiga jam lamanya, mereka menunggu giliran. Tapi, belum juga dipanggil, ia mendesah pelan memegangi selembar kertas juga sebotol air mineral. Make up tipis, yang tadi dia kenakan sebelum pergi. Kini pun mulai luntur bercampur keringat. Hawa di sekitarnya terasa semakin panas, saat ia m
Mendadak jantung Meiva berdebar kencang saat masuk ke dalam ruangan luas yang dihuni beberapa orang di dalamnya. Tatapan mereka semua membuatnya seperti sedang ada di pengadilan sekarang, siap menghakiminya. Satu tangan Meiva menggenggam erat kertas yang dipegang, sedangkan satu lagi menyelipkan rambut ke belakang telinga sambil menelan ludah cekat. Apa lagi, saat melihat Produser yang sedang duduk menatapnya, entah kenapa sejak melihat orang itu saat pertama kali, ia merasa harapannya menjadi pemeran utama seolah terpatahkan. Meiva sangat tahu, siapa produser itu, dia adalah laki-laki yang sering menggunakan jabatannya untuk merayu para wanita dengan iming-iming akan menjadi aktris besar. Tentu saja, sengan imbalan yang Cuma-Cuma, melainkan wanita itu harus melayaninya. Begitu melihat Meiva Produser itu langsung menunjukkan tatapan tidak suka, memalingkan muka beberapa saat sebelum kemudian menatap lagi. “Meiva Sechan?” tanya casting director. Meiva mengangguk. “B
"Kamu sangat menggairahkan, aku nggak akan puas walau terus melakukan denganmu. Setelah acara selesai, bagaimana kalau kita melakukannya lagi di hotel dekat sini? Lagi pula, Meiva nggak hadir kan malam ini? Aku dengar dia dicancel digantikan denganmu?" Suara Alden sangat jelas, sedang menggoda seseorang di dalam sana. “Bahkan kamu belum puas, padahal kita sudah melakukannya berulang kali di apartemen, sampai lututku saja rasanya masih lemas.”Meiva mengenakan long dress hitam rambut di kuncir satu di belakang ingin menemui Alden, untuk meminta bantuan pada pacarnya perihal masalah pembatalan secara sepihak oleh salah satu produser DTP TV.Tetapi, langkahnya berhenti saat mendengar suara Alden sedang bicara mesra dengan seorang perempuan. Meiva berdiri di depan pintu kaca acid low iron glass. Sepertinya ia sama sekali tidak asing dengan suara itu. Walau penasaran tetapi ia tetap menahan kakinya untuk berdiri tagak di posisinya sambil mencengkram handle pintu, mendengarkan mereka b
Mendadak jantung Meiva berdebar kencang saat masuk ke dalam ruangan luas yang dihuni beberapa orang di dalamnya. Tatapan mereka semua membuatnya seperti sedang ada di pengadilan sekarang, siap menghakiminya. Satu tangan Meiva menggenggam erat kertas yang dipegang, sedangkan satu lagi menyelipkan rambut ke belakang telinga sambil menelan ludah cekat. Apa lagi, saat melihat Produser yang sedang duduk menatapnya, entah kenapa sejak melihat orang itu saat pertama kali, ia merasa harapannya menjadi pemeran utama seolah terpatahkan. Meiva sangat tahu, siapa produser itu, dia adalah laki-laki yang sering menggunakan jabatannya untuk merayu para wanita dengan iming-iming akan menjadi aktris besar. Tentu saja, sengan imbalan yang Cuma-Cuma, melainkan wanita itu harus melayaninya. Begitu melihat Meiva Produser itu langsung menunjukkan tatapan tidak suka, memalingkan muka beberapa saat sebelum kemudian menatap lagi. “Meiva Sechan?” tanya casting director. Meiva mengangguk. “B
Pihak Casting director telah membuka peluang casting secara besar-besaran. Artis-artis mulai dari yang pendatang baru maupun senior turut menghadiri. Tampaknya keinginan mereka untuk menjadi aktif besar sangatlah kuat sehingga tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Mereka mengantre di depan ruangan casting. Satu persatu dipanggil masuk. Membuat Meiva pesimis antrean sangat banyak dan mereka sebagian besar adalah artis-artis yang tengah populer di tahun ini.“Aku tidak yakin aku akan diterima,” ucapannya. Emeli memperhatikan mereka yang sedang menghafal skrip. “Kita tidak tahu, mana yang beruntung di antara puluhan orang di sini. Yang penting kamu sudah berusaha, soal hasil mereka yang menentukan.” Tiga jam lamanya, mereka menunggu giliran. Tapi, belum juga dipanggil, ia mendesah pelan memegangi selembar kertas juga sebotol air mineral. Make up tipis, yang tadi dia kenakan sebelum pergi. Kini pun mulai luntur bercampur keringat. Hawa di sekitarnya terasa semakin panas, saat ia m
Sebuah wawancara tengah berlangsung. Dengan wajah congkak Alden berdiri dengan satu tangan dimasukkan saku, di depan background acara gala premiere series yang akan diperani oleh beberapa artis dari Alva, agency nya. Di sana juga ada pengurus agency dan Ellen, tersenyum ramah menyapa kamera wartawan. "Apa rahasianya, sehingga sebagian besar aktor dan aktris dari Agency mu selalu menjadi pemeran utama?" tanya wartawan yang paling ujung. "Tidak banyak rahasia, aku selalu memberi mereka motivasi, dan membantu mereka untuk menguasai teknik-teknik penting dalam berperan, hingga akting mereka sangat bagus dan menjiwai," ucap Alden bangga. "Kamu dan Meiva Sechan sempat meng-upload video penamparan. Lalu, kalian menghapusnya secara bersamaan. Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Wartawan perempuan yang memakai kacamata dengan frame tebal berwarna hitam. Alden dan Ellen sama-sama saling menatap. "Maaf, sebenarnya video itu hanya kesalahpahaman. Mungkin, karena perubahan situas
Tatapan mata antara Clovis dan Meiva begitu lekat, membuat dahi Alden berkerut dalam. Dadanya terasa panas melihat Meiva bersama pria yang lebih memiliki segalanya dari pada dia. "Bagaimana bisa dia dekat dengan Clovis Mallory?" Alden terus menatap mereka berdua bahkan sampai tidak berkedip. Sebagai aktor papan atas, ia tahu betul siapa Clovis Mallory. Dia adalah salah satu pembisnis yang cukup berpengaruh pada perindustrian film. Siapa yang main dalam film garapan rumah produksinya, pasti memiliki peluang semakin terkenal. Melihatnya yang kini sedang bermesraan dengan Meiva, rasanya membuatnya hampir tidak percaya. Bahkan mereka terlihat bicara mesra. Alden berdecak mengalihkan pandangannya. Sedangkan di sisi Meiva. Meiva terlihat tersenyum canggung saat Clovis terus saja menatapnya. Tatapan yang biasa terlihat dingin, ini menjadi tatapan hangat seperti seorang pelindung baginya. "Kamu sedang apa di sini?" tanya Meiva untuk memecah kecanggungan. "Aku ke sini sengaja khusus
“Gadis sepertimu lah, krirteria yang ku inginkan menjadi manantuku.” “Uhuk!” Minuman yang baru saja ditenggak Meiva, mendadak berhenti di kerongkongan, membuatnya tersedak hingga batuk-batuk. Apa yang baru saja dia dengar? “Hati-hati Lily, kenapa buru-buru sekali, akhirnya tersedak ‘Kan?” Nyonya Liona berdiri menghampiri Meiva, memberinya botol berisi air mineral. “Minumlah.” Meiva menarik napas dalam sambil mendongak, hingga sedikit merasakan lega di bagian dadanya. “Terima kasih, Nyonya,” ucapnya sambil tersenyum mengambil botol dari tangan Liona. “Sama-sama. Tenangkan dirimu dulu, baru setelah itu, mulai makan lagi.” Liona mulai memotong daging ikan salmon lagi. “Lily, apa kamu sudah punya pacar?” tanyanya saat situasi kembali tenang. Meiva menggeleng. “Saya baru saja putus beberapa waktu yang lalu, Nyonya.” “Tepat sekali!” Meiva menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum terpaksa. Dia kurang paham dengan apa yang dibicarakan Liona. ‘Penyakitnya pa
Clovis: “Apa kamu yakin, akan mulai masuk kerja hari ini?”Meiva: “Iya, aku harus tetap bekerja untuk menyambung hidup.” Satu notifikasi balasan lagi masuk ke dalam ponsel, Meiva hanya membaca dari atas layar tanpa membukannya. Justru memilih membereskan barang-barangnya, untuk pergi kerja. “Minum susunya.” Emeli membawa dua gelas susu, memberikan satu untuk Meiva, satu lagi untuk dia minum sendiri.“Meiv, apa kamu sudah ada uangnya? Sebenarnya aku tidak tega ingin menagih, tapi … kakakku harus operasi segera.” Emeli duduk di sofa sambil menyeruput susu hangat sambil memperhatikan Meiva. “Aku akan mengusahakan secepatnya, mengganti uangmu, Emeli.” “Meiv, kenapa kamu tidak meminta Alden untuk menjual apartemennya, di situ juga ada uangmu. Kamu bisa minta bagian dari hasil penjualannya, kan?” Meiva berpikir sejenak. Kemudian kedua bahunya terangkat seiring bibir yang tersungging. “Orang playing victim seperti Alden tidak akan ingat, siapa yang mencicil apartemen itu. Dia p
Sebelumnya, Saat dokter melakukan pemeriksaan pada Meiva. Miguel datang menemui Clovis setelah kembali dari hotel. Tidak perlu menunggu lama, asisten Clovis itu dalam sekejap menemukan fakta-fakta mengenai pelayan di restoran. “Saya sudah memeriksa bagian CCTV dapur, memang benar, seorang pelayan memasukkan Vodka ke dalam gelas minuman yang kalian pesan,” ucap Miguel. Tatapan Clovis menyipit, menunjukkan kilatan kemarahan. Gara-gara pelayan itu, Clovis lah yang disangka Meiva melakukannya. “Saya langsung melaporkan pelayan itu pada pak Joseph, pemilik hotel tersebut. Yang langsung memberi perempuan itu sangsi pemecatan. Tapi, pelayan justru menolak, dia mengatakan kalau disuruh oleh seorang.” “Siapa?” tanya Clovis mengerutkan dahinya penasaran. “Salah satu aktris yang sedang naik daun, Ellen Mora. Tapi, sangat disayangkan keterangan pelayan itu tidak bisa dibenarkan, karena tidak ada bukti CCTV yang menangkap obrolan mereka sebelumnya.” Clovis lagi-lagi dibuat penasaran
Meiva terbangun saat merasakan dadanya sesak, saat membuka mata ternyata Clovis mendekapnya erat, menganggapnya seperti guling.Menggunakan seluruh tenaganya, ia mendorong ke samping, hingga tubuh Clovis bergeser menjauh. “Dasar cowok mesum!” Meiva langsung duduk bersandar pada headboard di belakangnya sambil menyilangkan kedua tangannya ke depan dada. Begitu juga dengan Clovis, kesadarannya belum sepenuhnya normal, tapi tiba-tiba sudah mendapat tendangan dari gadis yang sudah ditolongnya itu. Ia berdecak memijat pelipisnya dengan tangan. Sambil meraih ponselnya untuk menghubungi Miguel, dijawab kemudian. “Bawakan pakaian kami ke hotel.” “Baik Tuan.” Clovis memutus sambungan telepon, sama-sama bersandar ke kepala ranjang, kini ia melirik ke samping, membuat Meiva semakin memeluk dirinya sendiri erat, takut jika Clovis berbuat kurang ajar. “Ternyata kamu sama saja seperti laki-laki pada umumnya, bahkan kamu lebih licik dari pada pria mata keranjang yang kutemui sebelumnya.” M
Meiva beranjak dari kursinya, tapi belum ada beberapa detik tubuh ramping yang memakai rok hitam panjang selutut dipadu dengan kemeja putih krem berbahan satin terduduk ke lantai. Ia tak kuat walau hanya membawa berat badannya sendiri. “Kenapa kakiku lemah sekali!” rutuknya pada diri sendiri sambil memukul betisnya. Clovis segera memeriksa minuman yang sebelumnya diminum oleh Meiva. Aromanya tercium sedikit menyengat dibanding mocktail pada umumnya. Sekatika dia dapat menduga, kalau pelayan tadi salah memberikan minuman. Ya, minuman ini adalah minuman beralkohol! Tidak ingin menjadi pusat perhatian, orang-orang di sekelilingnya. Tanpa pikir panjang Clovis membereskan ponsel Meiva, memasukkan ke dalam tas kemudian mengangkat tubuh Meiva melingkarkan tangan ke pinggang gadis itu, kemudian membawa pergi. “Brengsek,” lirih Meiva merancau dalam dekapan Clovis, matanya sama-samar terbuka. Ellen yang melihat keadaan Meiva, tersenyum puas. Mengeluarkan ponselnya kemudian mereka