Ada yang beda dari Geisha hari ini ia sedang dibuat senang dan berbunga-bunga di depan ponselnya. Nggak menutup kemungkinan pesan yang masuk dari Toni membuat warna pagi Geisha begitu cerah.
Ia berjalan menuju kelas sambil sibuk membalas pesan dari Tino yang sedari tadi masih berusaha merayunya. "Hari ini cerah sepertinya karena senyummu yang terlalu manis." kalimat itu tertera di gelembung pesan.
"Dimana cerah? Di sini nggak begitu cerah"
"Ahh, berarti memang senyummu yang membuatku secerah ini"
Geisha tersipu malu dan berusaha menahan untuk tidak langsung terbawa perasaan. Geisha masih menanamkan pikiran kalau mereka baru saja bertemu dan jangan langsung pakai hati.
Geisha mengatakan kepada Tin
"Beneran nggak mau aku anter aja?" Geisha berdiri di samping Raline yang sedang memilih minuman di stan Mbak Siti ia sedang menemani Raline yang mau pulang menggunakan ojek online. Sebenarnya Geisha sedikit khawatir dengan temannya itu karena terlihat Raline sedang tidak baik-baik saja.“I am ok, Ge. Ini aku langsung ke kost Ifan kok.” Raline membalikan badan sambil membuka tutup botol minuman yang ia pegang sekarang. “Pokoknya jangan kasih tahu ke Robby dulu tentang aku” sambung Raline sambil berjalan menuju gerbang kampus.Kata teman-teman Robby hari ini Robby penuh mata kuliah dan ada presentasi juga, jadi kemungkinan ia bakal pulang lebih sore dan mereka tidak akan bertemu di area kampus.“Tapi, aku yakin kok, Line, hubunganmu sama Robby masih bisa diselamatkan&rdq
Raline tersenyum puas dengan hasil masakannya yang sekarang sedang disajikan diatas piring oleh Ifan. Raline pernah beberapa kali melihat video di internet kalau makanan akan terlihat lebih menarik kalau dihias dengan dedaunan, sisa bahan masak atau saus yang dipakai dalam masakan tersebut. Di pikiran Raline hanya terlintas saus tomat dan keju yang tersisa. Raline berusaha mencoba mengambil alih pekerjaan Ifan."Kamu mau ngapain?" Ifan mundur secara perlahan dengan ekspresi wajah yang kebingungan."Mau menghias makanan ini supaya terlihat lebih cantik""Aku nggak mau!" Ifan melipat kedua tangannya di dada sambil memanyunkan bibir."Kenapa?" Raline menengok ke Ifan"Biarkan kecantikan itu hanya milik ka
Geisha meregangkan tubuhnya setelah mengerjakan tugas. Ia memeriksa ponselnya yang dari tadi sepi tidak ada pesan atau panggilan masuk dari Raline. "Hmm.. mungkin dia sedang bersenang-senang"Geisha melihat jam di dinding kamar, waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam dan perutnya sudah mulai bunyi karena kelaparan. Tanpa berpikir panjang ia langsung memakai jaket dan mengambil kunci motornya ia ingin makan di restoran cepat saji yang tidak jauh dari rumahnya. Pilihan yang tepat untuk perut yang sudah sulit diajak kerja sama itu. Bukan hanya sekali Geisha milih jalan ninja seperti itu seringkali ia begitu dengan alasan supaya cepat saja.Pikirannya yang dari tadi fokus ke tugas kini ia alihkan dengan mendengarkan lagu dari ponselnya ia hampir mirip dengan Raline yang suka mendengarkan lagu saat berkendara. Buat mereka melakukan itu seakan punya dun
Raline masih tidak menyangka dengan kejadian yang ada di balkon tadi. Di dalam kamar mandi, Raline termenung sambil memegangi bibirnya. Bibir itu biasanya di kecup manis oleh Robby dan tadi ia harus membaginya juga dengan Ifan. Ada perasaan senang juga perasaan tak menyangka dengan kejadian itu.“Bibir Ifan lebih manis ketimbang bibir Robby, tapi kalau bicara kelihaian Robby yang paling juara. Emm apa karena Ifan sudah lama tidak melakukan hal itu atau ini pertama kalinya dia melakukan itu. Ck, jangan berpikir aneh-aneh, Raline” Raline berbicara sendiri di dalam kamar mandi. Raline sekarang masih ada di kamar kost Ifan dan belum ada keinginan untuk pulang.Raline melangkahkan kakinya keluar kamar mandi dan melihat Ifan yang sedang berganti pakaian. "Fan… kok nggak bisa lagi ganti baju sih" Raline langsung menutup mata dengan kedua
Hari itu Robby berdandan cukup rapi dan ia sedang duduk santai di sebuah kedai kopi yang cukup terkenal juga di Surabaya. Tak biasanya ia berdandan rapi seperti itu dan nampaknya ia sedang menunggu seseorang.Sudah tiga hari ini ia tidak saling berkabar dengan Raline dan mungkin ini saatnya ia memulai lagi hubungannya lalu ia meminta maaf kepada Raline atas sikapnya.Kafe itu terlihat cukup ramai dan Robby dari tadi sibuk dengan ponselnya. Ia sedang sibuk dengan media sosialnya yang mulai mendapatkan pengikut baru semenjak ia berfoto dan lebih dekat dengan para kakak tingkat waktu itu di Tenda Hitam. Hitung-hitung ia bisa terkenal di kampusnya.Setelah beberapa menit ia menunggu, datanglah seseorang itu dengan berdiri di hadapannya. Ia berdiri dengan posisi yang cukup tegap dan menggunakan topi ser
Keadaan di meja makan saat itu hening dan sunyi tidak ada yang mau memulai obrolan walaupun disana ada banyak orang yang duduk. Mereka sibuk dengan makanannya dan mereka saling melirik satu sama lain.Lagi-lagi ini rencana Tino yang berusaha akrab dengan saling mengenalkan seperti ini. Tanpa Tino ketahui yang sebenarnya kalau mereka sedang saling menyimpan sebuah rahasia besar. Berulang kali Raline mengingat kata-kata Ifan kalau status pacarannya bukan sesuatu hal yang harus ditutup-tutupi, tapi apakah mungkin Defani dan Tino ini bersih dari jangkauan Robby. Semua bisa saja terjadi dan itu cukup beresiko kalau Raline berkata di hadapan mereka jika Raline adalah pacar Ifan.Tino memang adalah seseorang yang selalu menjadi penengah dan mudah mencairkan suasana di keadaan suasana yang tegang ini. Tino hanya berpikir kalau keadaan tegang ini terjadi kar
Raline tiba di depan rumahnya. Ia pulang bersama Ifan dengan menggunakan motor Ifan. Sepanjang jalan tadi mereka tidak benar-benar mempermasalahkan bom yang Raline ledakan, Ifan sungguh memahami hal itu.Di sepanjang jalan tadi mereka memutar lagu dengan menggunakan headset yang menempel di telinga mereka masing-masing. Lagu itu mengalun dengan sempurna sesuai dengan suasana yang sedang mereka alami. Sore menjelang malam itu mereka nikmati lagi dengan kebahagiaan yang terus memihak mereka.“Kita serasa ABG yang baru saja jadian” ucap Raline dengan malu-malu“Memangnya sekarang kita ini apa? Lansia ?”“Bukan begitu.. dengan yang kita lakukan tadi nggak banyak dilakukan oleh anak-anak seumuran kita."
Ifan merasa canggung setelah ia masuk ke dalam rumah Raline. Di sana ada Rania dan Rina yang memandangnya dengan keheranan. Mereka tidak yakin kalau Raline dan Robby sedang tidak baik-baik saja. Rania juga mengerutkan dahi seakan ia tak suka dengan kehadiran Ifan. Dengan sikap yang manis, Rina menyuruh Ifan duduk di ruang tamu sambil di suguhkan beberapa makanan ringan. Perasaan Ifan saat itu masih campur aduk ada senang ada sedihnya. Sambil menyiapkan makan malam, Rania menarik Raline ke arah dapur dan berbisik kepada adiknya yang menjengkelkan itu. "Itu selingkuhan kamu?" "Bukan selingkuhan! Dia juga pacar aku" "Gila kamu!" "Bukan aku yang gila, Papa sendiri yang minta dia masuk. Aku juga nggak mau ini terjadi" "Terus? Robby?" ketika Rania menyebut nama Robby, Rina ikutan nimbrung sambil membawa panci masakan. "Robby sudah hilang di telan bumi?" "Betul sekali. Aku juga sudah nggak tahu di kemana?" "Bohong, Robby masih bersama dengannya. Itu selingkuhan Raline" bantah Rania.
Keputusan Raline sudah begitu bulat ia memutuskan untuk ambil cuti kuliah dan meninggalkan Surabaya. Sebenarnya sayang sekali kalau Raline harus cuti karena secara nggak langsung ia akan mengulur waktu untuk menuju kelulusan. Tapi, demi kedamaian dan ketenangan hati seorang Raline dirinya harus rela menerima resiko itu. Alasan yang ia berikan kepada keluarganya adalah ia ingin mencari suasana baru sambil mendalami bakatnya itu. Ingat, kan, kalau Raline jago gambar melalui tab. Ia akan pergi ke sebuah kota yang membuatnya bisa merasakan kedamaian. Tidak bermaksud untuk meninggalkan Surabaya dan seisinya, tapi apa yang Raline butuhkan sekarang itu adalah hal yang utama. Setelah pesta ulang tahun Eni, tentunya Robby tetap mencari Raline kesana kemari dan tujuan yang selalu Robby tuju adalah Geisha. Perempuan itu sudah berjanji untuk terus bungkam keadaan Raline, ia juga tidak bisa berbuat banyak karena keputusan Raline sudah bulat. Di suatu hari, Robby dan Geisha bertemu empat mata d
Di depan meja riasnya perempuan yang dinobatkan sebagai boneka barbie ini sedang bersiap dan sekarang dirinya sedang menyemprotkan minyak wangi ke beberapa titik tertentu di tubuhnya. Malam itu Bella tidak terlihat begitu mewah dalam soal pemilihan gaunnya. Ia sudah begitu cantik karena didukung oleh wajah yang cantik. Malam itu Bella akan datang bersama Rose yang sekarang juga sedang bersiap. Kedekatan Bella dengan Robby beberapa hari ini membuat pintu hati Bella perlahan terbuka. Itu mengapa dirinya bertanya lebih detail kepada Robby di toko bahan kue tadi. Memang tidak bisa disalahkan jika pintu hati itu terbuka. Namun, apakah Bella siap jika dirinya mengetahui bahwa Robby masih memiliki status dengan seorang wanita. Mungkin Bella seharusnya tidak perlu tahu agar masalah di antara Robby dan Raline tidak semakin runyam. "Bella? Kamu sudah siap?" Teriak Rose dari luar kamar Bella. "Sudah, Ma. Sebentar lagi aku keluar" walaupun Bella sedikit terkesiap, tapi label keanggunannya t
"Ada yang kurang?" tanya Robby kepada Bella sambil mendorong troli belanjaan. "Sepertinya tidak ini hanya bahan kering saja." jawab Bella sambil mengusap dagunya. Mereka sekarang berada di sebuah toko bahan kue yang bisa dibilang terlengkap di Surabaya. Hari itu tinggal menghitung jam saja untuk menyajikan kue ulang tahun Eni, namun Bella masih saja kelupaan untuk membeli kebutuhan pelengkap kue ulang tahun. Tujuan mereka bertemu hari ini memang untuk berbelanja ke toko bahan kue dan Robby akan membawa kue ulang tahun itu ke rumahnya. Tadi, ketika Robby berada dirumah Bella ia sudah melihat kuenya yang dihias begitu indah oleh Bella. Robby juga begitu takjub karena benar-benar sesuai pesanan. "Ohya, Rob. Boleh tanya nggak? tiba-tiba saja Bella melontarkan pertanyaan yang sedikit membuat Robby mengalami serangan jantung mini. "Mau tanya apa?" Robby juga memasang muka panik, tapi berlagak biasa aja. "Perempuan yang kemarin itu pacar kamu?" tepat pada sasaran tidak pakai basa basi l
Di tengah kamar yang sunyi, Ifan sedang fokus menyantap makan malamnya. Akhir-akhir ini Ifan lebih suka membeli makanan di dekat kostnya karena disana hanya menjual masakan rumahan. Sebenarnya ia bisa memasak sendiri, tapi beberapa hari ini ia sedang lelah sekali. Dirinya disibukkan oleh pekerjaan juga tugas kuliahnya. Jangan ditanya bagaimana Ifan sekarang, dirinya sudah cukup terkenal dan punya nama dimana-mana. Untuk ukuran usia Ifan yang sudah sukses termasuk hebat apalagi kesuksesan itu di iringi dengan berjalan bersama perempuan yang ia cintai. Semenjak putus dengan Raline, Ifan memang begitu fokus dengan Defani. Ia bisa mendapatkan waktu yang utuh bersama perempuan itu. Makan siang bersama, ngecek toko juga bersama-sama apalagi jika Ifan datang ke kantor untuk memeriksa koneksi jelas saja di temani oleh Defani. Namun… ada satu yang nggak bisa Ifan lakukan bersama Defani. Malam yang hangat itu tidak bisa Ifan dapatkan dari Defani. Entah, setiap Ifan minta untuk bermalam di kost
Mendengar suara itu, Raline hanya mematung dengan mata yang melebar serta mulut yang sedikit menganga. Raline tidak menjawab sepatah kata sedikit pun ia hanya menundukkan kepalanya sambil mengatur nafas agar terlihat biasa saja. "Nggak perlu, tadi aku hanya kebetulan lewat dan sedikit kaget lihat toko mu seperti ini" dengan keberanian yang penuh akhirnya Raline mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Ifan tanpa terbata-bata. Lelaki yang ada di hadapannya itu melirik ke arah tas yang Raline bawa di tangan kanannya, ia sedang bertanya melalui lirikannya itu. "Ini… Habis jalan-jalan beliin kado buat seseorang. Kalau gitu aku permisi dulu sudah ditunggu soalnya" dengan secepat kilat, Raline meninggalkan toko Ifan dengan kembali menundukkan kepalanya. Sepeninggalan Raline, Ifan menoleh kebelakang melihat tingkah Raline yang sedikit membuatnya terkekeh. Itu hanya kebetulan dan Ifan memang tidak benar-benar untuk kembali dengannya. "Perempuan itu tidak membeli apa-apa?" tanya Ifan
"Have a nice day, sayang" ucap Robby ketika mereka hendak berpisah di parkiran motor fakultas Robby. Hari itu mereka berangkat bersama ke kampus karena Robby ingin sekalian memberikan undangan pesta ulang tahun Eni. "Have a nice day too, sayang." jawab Raline dengan begitu manisnya. "Oh iya.. Nanti nggak bisa pulang bareng, ya. Aku ada kerja kelompok, kamu nggak papa kan pulang sendiri?" Robby memberhentikan langkahnya saat teringat hal itu. Dari kejauhan Robby bisa melihat anggukan Raline beserta senyum yang masih sama seperti tadi, ia tidak merubahnya sedikitpun. Setelah itu Robby berjalan duluan meninggalkan Raline dan senyumnya. Sedangkan Raline menundukkan kepalanya lalu berjalan begitu saja menuju ke arah kelasnya. Sungguh cerah hari itu, matahari pun bersinar begitu cerah. Omong-omong soal hubungan mereka, semua berjalan dengan semestinya. Sudah tidak ada pertikaian diantara mereka dan hari ini mereka berangkat bersama karena Robby sekalian ingin mengantarkan undangan ulang
Di tengah keramaian yang ada di kafe itu, Robby sedang duduk manis sambil memainkan ponselnya. Keberadaan Robby disana bukan hanya semata ia ingin numpang WiFi atau membuang waktunya. Ia berada di kafe itu untuk menunggu seseorang yang sudah membuat janji dengannya. Selama menunggu, Robby sudah memesan segelas kopi susu beserta kentang goreng yang kini berada di hadapannya. Sambil mengusap layar ponsel, tangan kanan Robby berusaha menggapai kentang goreng dan sesekali meneguk kopi susu itu. Untuk masalah yang ada semua tidak usah di ceritakan kembali. Semua sudah berjalan dengan semestinya dan sekarang Raline memang masih fokus untuk beberapa mata kuliahnya. Jadi, Robby bisa izin untuk bertemu dengan seseorang. Pertemuannya ini mempunyai maksud dan tujuan yang semoga tidak merambat kemana-mana. Suara lonceng yang ada di pintu masuk kafe itu membuat Robby harus menengok ke arahnya. Dan benar saja seseorang yang ia tunggu sudah datang. "Nunggu lama? Maaf, ya, tadi sempet lama dapat
POV : Raline Ayunda. Aku tidak pernah menyangka jika aku mampu melakukan ini. Aku bisa membuang jauh-jauh egoku untuk sebuah perasaan dan aku juga membuang jauh soal cinta untuk dua hati itu. Melupakan itu hal yang sangat mustahil jika aku melakukannya dengan cepat, melupakan itu membutuhkan waktu yang entah sampai kapan. Awalnya aku pikir aku tidak akan bisa hidup tanpa cinta, tapi ternyata aku akan lebih tenang jika aku hidup dengan cinta yang tulus. Aku melihat begitu jelas ketulusan yang ada di Robby dan seharusnya tidak perlu aku ragukan lagi. Namun, entahlah mungkin dengan adanya kejadian kemarin aku membuat sebuah pengalaman jika mencintai dua hati itu tidak benar-benar baik. Sekarang aku melepaskan seseorang dengan keikhlasan karena aku juga telah tersadarkan bahwa porsi yang aku miliki itu tidak lebih untuk bersama Ifan. Begitupun juga dengan jalan yang aku pijak sekarang bukan lagi di sebuah persimpangan pilihan melainkan aku sudah menentukan arah kemana aku akan berjalan
Bahan pertimbangan yang selama ini Raline pertahankan untuk sebagai penentu pilihannya harus berakhir begitu saja. Sebab, setelah ia sembuh dan sadar akan semuanya ia tak repot-repot melakukan itu lagi. Dengan keputusan yang tegas, Raline tidak memilih Ifan. Jika berbicara soal perasaan tentu itu tidak karuan, tapi mengingat harga dirinya juga sudah jatuh di depan Defani, Raline tidak ingin membuang waktu bersama Ifan. Maka dari itu.. Raline memutuskan setelah pulang kuliah ia bertemu dengan Ifan. Pertemuan kali itu terasa berbeda, ia harus menyiapkan sebuah perpisahan yang mungkin ia tidak akan pernah bisa ketemu lagi dengan Ifan. Lebih tepatnya Raline tidak akan pernah bisa merasakan hal yang pernah dirasakan sebelumnya. Itu sudah pasti, tapi harusnya ada sedikit kesombongan di diri Raline kalau Defani masih mau dengan lelaki yang pernah 'tidur' dengannya. Namun, kesombongan itu tidak akan bisa Raline tumbuhan karena ia sibuk dengan perasaannya. Di sore yang masih selalu cantik it