"Mentang-mentang sama mantan, jadi lupa sama temen," sindir Ari begitu Nabil sampai di kamar.Nabil tersenyum tipis dan duduk di pinggir tempat tidur."Tadi aku dan Dea terjebak di dalam lift," kata Nabil memulai ceritanya."Wah, enak dong, pake mati lampu nggak?" Ari tertawa menganggap bahwa itu adalah sebuah lelucon."Ri, ini serius," tegas Nabil menghentikan tawa Ari.Melihat wajah Nabil yang tidak main-main, muka Ari pun berubah serius. "Jadi gimana ceritanya?""Tadi, rencananya aku dan Dea mau makan bareng, tapi nggak tau kenapa pas di lift tiba-tiba aja liftnya mati. Katanya overload, padahal cuma ada aku dan Dea. Udah gitu pake lampu mati. Alarmnya bunyi tapi nggak taunya pas sampai bawah semuanya biasa-biasa aja. Kayak nggak ada apa-apa," ungkap Nabil menyatakan keheranannya."Itu pertanda, Bil," kata Ari menanggapi."Pertanda apa?""Pertanda jodoh. Yakinlah, kalau sudah jodoh pasti akan bertemu. Dan tuhan selalu punya cara untuk mempertemukan kalian," ucap Ari bijak.Nabil te
Tengah malam Nabil terbangun karena suara handphone yang berdering nyaring. Tangannya meraba gawainya itu yang terletak di lantai di sisi tempat tidur. Dengan mata menyipit Nabil melihat nama penelepon yang tertera di layar ponselnya. Nabil langsung mengumpulkan nyawa saat mendapati tiga huruf de, e dan a.Ada apa Dea menghubunginya tengah malam begini?Nabil langsung menerima panggilan dengan satu kali gerakan cepat."Halo, ada apa, Dea?" tanyanya tanpa mengucap salam."Bil, kamu bisa ke sini sekarang? Ayah sakit, Bil, ayah pengen banget ketemu sama kamu." Suara panik Dea memupus habis kantuk Nabil."Dea, coba tenang dulu," suruh Nabil. "Coba jelasin lagi maksudnya apa.""Tiba-tiba aja sakit ayah kambuh. Trus dia pengen ketemu kamu di sini," ulang Dea masih dengan kalimat yang sama namun nada suaranya lebih pelan dan tenang.Nabil terdiam. Tengah malam gini Dea memintanya datang ke sana. Dea sepertinya lupa jarak yang membentang di antara mereka sekarang. Nabil tidak mungkin mengabul
Saat jam kerja berakhir, Putri buru-buru keluar dari ruangan kerjanya."Mo ngejar apa sih, Put? Cepet banget jalannya," ujar Radit yang melangkah di belakang Putri."Eh, Dit," Putri menoleh pada Radit dan berhenti guna mensejajari langkah mereka. "Aku mau ke bandara," jawabnya kemudian."Kebetulan, boleh nebeng ngqak sampe rumah?" Arah rumah Radit memang searah dengan bandara. Dan karena tadi Nabil sudah mengambil mobilnya, sekarang Radit jadi tidak punya kendaraan untuk pulang,"Boleh banget. Dit," jawab Putri merasa senang. Senyumnya langsung merekah bagaikan mawar yang tengah mekar.Putri kemudian memberikan kunci mobilnya pada Radit."Kamu ngapain ke bandara, Put?" tanya Radit begitu mereka sudah berada di dalam Mazda 2 milik Putri."Kakakku pulang hari ini. Jadi aku mau jemput dia.""Oo, emang selama ini dia dimana?'"Di Sydney, Dit. Namanya Keyzia. Dia ambil S2 disana. Trus sekarang udah tamat, jadi pulang kesini," jelas Putri menerangkan.Radit manggut-manggut. "Pasti dia c
Keyzia merebahkan tubuh lelahnya di kasur yang empuk. Penerbangan panjang yang baru saja dilaluinya menguras energinya hingga nyaris habis.Namun kelelahannya terbayar sudah karena akhirnya bisa berkumpul dengan keluarga tercinta.Keyzia mengitari setiap sudut kamarnya dengan sepasang matanya. Kamarnya masih seperti dulu. Belum ada yang berubah. Masih tetap rapi, wangi, dan bersih. Walaupun dirinya tidak berada disini, namun menurut cerita Putri, asisten rumah tangga mereka membersihkannya setiap hari.Keyzia memejamkan mata. Ia ingin melupakan kehidupannya di sydney dulu. Ia meninggalkan semua kenangannya disana dan tidak membawa pulang ke Indonesia.Saat ini kondisi batin Keyzia jauh dari kata baik. Walaupun ia meninggalkan semua memori di sydney, tapi ia membawa serta lukanya pulang.Keyzia baru saja putus dari Bash, laki-laki yang sudah ia pacari selama berkuliah disana. Karena sebuah alasan klise, perbedaan keyakinan. Perbedaan itu membuat Keyzia tidak bisa melihat masa depan dar
Akhirnya mereka sampai juga di E-Dimensi, perusahaan tempat Putri bekerja.Putri mengajak Keyzia turun. Entah mengapa, Putri merasa ada kebanggaan tersendiri jika bisa mengenalkan kakaknya pada teman-temannya. Mungkin karena apapun yang ada pada diri Keyzia selalu bisa dibanggakan.Putri memperhatikan penampilan Keyzia. Kakaknya itu memakai dress selutut berwarna biru bermotif bunga-bunga kecil. Kakinya yang putih dan jenjang terekspos jelas. Putri kadang berpikir, bahwa sebenarnya Keyzia sebaiknya mempertimbangkan untuk mencoba karir di dunia modeling. Keyzia memiliki semua syarat dasar untuk menjadi seorang model.Tinggi di atas rata-rata perempuan indonesia, bentuk tubuh ideal, dan yang pasti wajah cantiknya yang merupakan modal utama yang tidak dimiliki semua perempuan.Sekali lagi Putri memperhatikan Keyzia. High heels 5 cm yang dipakainya membuat Putri menjadi ngilu. Putri memang bukan pecinta high heels. Putri beranggapan bahwa high heels lebih pantas digunakan sebagai senja
Hari ini hari pertama Keyzia mulai bekerja. Sesuai kesepakatannya dengan Putri, setiap pagi Keyzia akan mengantar Putri duluan dan setelah itu ia boleh membawa mobil.Keyzia melangkah penuh percaya diri memasuki gedung Youth Magazine, nama media tempatnya bekerja. Keyzia masih belum bisa mempercayai keberuntungannya. Di usia yang masih muda, ia dipercaya menjadi managing editor yang sekaligus adalalah jenjang karir nomor dua tertinggi di tempatnya bekerja."Selamat pagi, Mbak, saya mau bertemu dengan Bapak Richard," kata Keyzia saat sudah berada di lobi dan berbicara dengan resepsionis."Ibu Keyzia ya?" tanya rersepsionis antusias seraya memperhatikan Keyzia dari puncak kepala hingga ujung kaki."Iya," jawab Keyzia seraya memamerkan senyum manisnya."Bapak Richard ada di ruangannya, Bu. Nanti Ibu naik ke lantai dua, ruangan Bapak Richard ada di deretan pertama," tutur resepsionis memberi informasi dengan ramah."Makasih ya," balas Keyzia tak kalah ramah.Sesuai dengan petunjuk dari re
"Katanya ogah sama bekas orang. Bilangnya kalo udah bekas ya bekas. Alergi sama duren, tapi tadi akrab banget kayaknya," ledek Putri pada Keyzia begitu mereka sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang ke rumah.Keyzia yang sedang fokus menyetir langsung menoleh pada Putri yang berada di sebelahnya. "Jadi itu kakaknya Radit yang kamu bilang duren?""Iya, emang dia. Kakaknya Radit kan cuma ada satu."Mendengar penuturan Putri, air muka Keyzia langsung berubah. Keyzia kecewa mendapati kenyataan itu. Padahal tadi setelah mereka ngobrol ngalor ngidul sana sini membicarakan hampir semua topik, Keyzia merasa nyambung dengan Nabil."Tapi dia orangnya asyik lho, Put. Wawasannya luas, low profile, udah gitu anaknya manis banget," puji Keyzia sambil berusaha menutupi kekecewaannya."Iya, Key, Nabil sama Radit beda-beda tipis. Sebelas dua belas," timpal Putri menanggapi.Tidak ada yang salah dari sosok Nabil. Namun karena statusnya itu, semua penilaian positif tentang Nabil berubah seketika.
Pagi datang menjelang. Sesaat lagi gelap akan berganti terang.Pelan-pelan Radit membuka matanya. Dan yang pertama kali dilihatnya adalah istrinya tersayang yang masih terlelap di pe lu kan nya. Radit mengelus-elus pipi Kayla yang halus. Di dalam hati ia mensyukuri karunia tuhan yang luar biasa hingga saat ini mereka masih bisa bersama.Wanita yang tidur di sebelahnya dan melingkarkan tangannya ke tubuh Radit membuat Radit enggan beranjak. Radit masih ingin berlama-lama bersamanya. Wajah Kayla yang natural tanpa polesan apa pun membuatnya tidak bosan memandang walau berulang-ulang.Bahkan dalam kondisi tidur pun, Kayla mampu membangkitkan gairahnya. Tidak ingin rugi, Radit memanfaatkan kesempatan itu. Ia mendekatkan wajahnya ke muka Kayla dan menelusuri setiap inci wajah istrinya itu dengan bibirnya. Dari muka lalu berpindah ke leher dan pundak.Kayla mulai terusik ketika serangan pagi itu berpindah ke dadanya. Perlahan ia membuka mata dan tersenyum saat mendapati siapa yang dilihatny
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat