Saat mendengar Jeremy memanggilnya Linnie, itu bagaikan sebuah suara indah yang jatuh ke hati Madeline.Dia mendongak kaget dan melihat Jeremy tersenyum padanya."Jangan terlambat." Pria itu mengingatkannya lagi, nadanya terdengar lebih lembut.Madeline merasa seperti sedang berhalusinasi lagi, tapi senyum Jeremy terasa begitu nyata.Ketika dia tersentak, Jeremy sudah pergi dengan mobilnya."Eveline, ada apa?" Eloise terkejut dan kaget. "Apa yang baru saja dia katakan padamu?""Aku akan pergi ke Bukit April malam ini," bisik Madeline dan melihat ke arah Jeremy pergi. Berbagai spekulasi muncul di hatinya.‘Linnie.’Ketika Madeline mengingat betapa lembutnya Jeremy memanggil namanya barusan, matanya sekali lagi bersinar dengan harapan.‘Jeremy, apakah kau akhirnya ingat denganku, atau kau tidak pernah lupa?’Dengan hati masih dipenuhi keraguan, Madeline meminta Ken untuk mengantarnya ke Bukit April.Madeline datang lebih awal. Meskipun saat ini pertengahan musim panas, tidak ada turis d
"Aku ingin merasakan mu lebih dari aku ingin merasakan anak itu.""Apa?"Madeline tak mengerti, tapi detik berikutnya, kedua telapak tangan Jeremy menahan wajahnya.Suhu telapak tangan pria itu memberi kehangatan pada kedua pipinya.Sebelum Madeline sempat bereaksi, pria di depannya tiba-tiba menciumnya.Dia tahu ada sesuatu yang salah, tetapi ciuman lembut pria itu berangsur-angsur membuatnya kehilangan nalar.Jeremy membuka matanya sedikit dan menatap Madeline yang kedua matanya terpejam. Wanita itu tenggelam dalam ciumannya yang dalam. Dia juga perlahan memejamkan kedua matanya...Madeline tak tahu berapa lama waktu telah berlalu ketika Jeremy melepaskannya.Dia terengah-engah, kedua pipinya terasa sangat panas.Mereka telah menikah dan memiliki tiga anak, tapi Madeline selalu merasa pasif dalam hal ini.Dia menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan dan hendak berbicara ketika mendengar Jeremy berkata dengan dingin, "Aku mau pulang.""Apa kau akan kembali ke Lana?" Kedua mata
Ketika Winston melihat Madeline mengakuinya, dia menatap Madeline dengan kaget.Karen merasa lebih kesal lagi. "Eveline, apa kau tidak malu pada dirimu sendiri? Jeremy baru saja meninggal dan kau sudah menemukan cinta baru? Bagaimana bisa kau begitu tidak bermoral dan melakukan hal seperti itu dengan laki-laki lain? Kau—""Bisakah kau dengar aku dulu?" Madeline menyela Karen, berkata, "Perhatikan baik-baik dan kau akan melihat bahwa pria di foto itu adalah Jeremy. Dia masih hidup.""Apa?!""Apa?!"Winston tiba-tiba berdiri, dia sama terkejutnya dengan Karen."Tak bisakah kalian mengenali Jeremy dari punggungnya?" Madeline menyerahkan foto itu.Meskipun itu hanya punggung, Madeline langsung tahu bahwa itu adalah Jeremy.Karen melirik foto itu, lalu meremas-remas foto itu menjadi bola dan melemparkannya ke kaki Madeline. “Apa menurutmu menggaet seorang laki-laki dengan ukuran yang sama dengan Jeremy akan membuatmu lolos dengan mudah? Kau bilang ini adalah Jeremy, ‘kan? Baiklah, jika kau
Dia turun dari mobil dan berjalan ke pintu masuk sekolah. Dia menyadari kalau beberapa orang tua murid berbisik-bisik dan menunjuk ke arahnya.Madeline mengabaikan orang-orang yang sedang bergosip itu dan menatap pintu dengan saksama. Butuh beberapa saat hingga akhirnya wajah mungil Lilian muncul."Lilly, di mana kakakmu?" Madeline bertanya dan melihat ke belakang Lilian.Lilian mengedipkan matanya yang besar. "Jack bilang dia ingin buang air kecil, tapi sudah lama sekali dan dia masih belum kembali."Jantung Madeline mencelos saat mendengar itu. Dia langsung memikirkan Lana.Saat ini, dia mendapat telepon dari Lana. "Eveline, apa kau khawatir karena kau tidak dapat menemukan putramu?""Lana, ke mana kau membawa anakku?!"Ketika Lana mendengar betapa cemasnya Madeline, dia hanya tertawa dan menutup telepon.Madeline berpikir mungkin dia telah meremehkan kekejaman Lana.Dia mengira Lana hanya akan merusak reputasinya, tapi dia tak menyangka perempuan itu akan menyerang orang-orang yang
Ketika Jeremy melihat Karen syok, dia menyimpulkan kalau Karen mengira dirinya adalah pria bernama Jeremy.Karen melihat Jeremy hidup dan sehat walafiat, kedua matanya pun menjadi merah. Bagaimanapun juga, pria itu adalah putra kandungnya. "Jeremy! Jeremy, ini benar-benar kamu! Ternyata kau masih hidup!"Karen menjadi emosional dan mulai berlari ke arah Jeremy.Madeline buru-buru menangkap Karen. "Tolong, tinggalkan tempat ini."Dia mencoba membujuk Karen, tetapi wanita itu membuang tangan Madeline dengan tidak senang. "Eveline, permainan apa yang kau mainkan? Jeremy masih hidup dan sehat, mengapa kau menyembunyikannya di sini? Dan mengapa kau melarangku untuk melihat anakku?!"Madeline tak tahu bagaimana menjelaskannya kepada Karen. Karen selalu sangat tidak masuk akal dan sekarang pun wanita itu masih sama saja.Jeremy tak punya kesabaran untuk menunggu semua yang terjadi di depannya selesai dan melanjutkan dengan dingin, "Karena dia mau masuk, bawa saja dia masuk."Ketika mendengar
Karen sangat takut hingga dia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, dan pisau itu pun menggores punggung tangannya, menorehkan darah di irisan lukanya."Aaah!" Karen berteriak kesakitan. Dia kaget dengan tindakan bengis Lana. "Kau, kau—""Hmph." Lana mencibir dan menatap Madeline. "Bagaimana menurutmu, Eveline? Kau membenci ibu mertuamu, ‘kan? Aku membantumu untuk memberinya pelajaran. Tidakkah kau merasa senang?”Karen menatap luka berdarahnya. Saat mendengar kata-kata itu, dia menumpahkan amarahnya kepada Madeline. "Eveline, apa ini ulahmu? Perempuan ini jelas-jelas mengincar kamu! Jeremy jadi begini karenamu! Aku terluka sekarang juga karena kamu! Dasar pembawa sial!""Ck, ck, ck. Sungguh sepasang bibir yang menyebalkan." Lana melambaikan pisau tajam di tangannya dengan tidak sabar. "Eveline, karena mertuamu sangat menyebalkan, biarkan aku membantumu dan menutup mulut perempuan itu untuk selamanya."Ketika Karen mendengar itu, wajahnya langsung memucat karena ketakutan.Dia ingi
Karen memandang lantai di sekitar kaki Madeline dengan panik.Saat ini pertengahan musim panas dan Madeline mengenakan rok. Ada genangan di sekeliling kakinya.Genangan itu adalah air ketubannya!Jika air ketubannya pecah dan dia tidak dibawa ke rumah sakit tepat waktu, janin di dalam rahimnya mungkin akan mati lemas.Karen tak tahu berapa minggu usia kehamilan Madeline, tapi dia yakin kalau itu belum mendekati tanggal melahirkan. "E―Eveline! Berapa minggu usia kehamilan mu?"Madeline menghela napas. "Tepat 30 minggu.""Apa?! Baru 30 minggu?!"Jika usia kandungan Madeline baru 30 minggu, itu berarti masih sekitar dua bulan lagi dari tanggal melahirkan!Karen panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Ketika dia melihat Jeremy berdiri di samping dan tidak melakukan apa-apa, dia berteriak dengan cemas, "Jeremy, ada apa denganmu? Apa kau hanya akan berdiri disana dan menonton sementara istrimu dalam masalah?!""Istri?" Jeremy terkekeh dan melihat wajah Madeline memucat. Dia berbalik dengan a
Madeline menggunakan pandangan tepinya untuk melirik pria yang bahkan tidak ingin memandangnya itu. "Aku tidak punya pilihan lain."Dia berhenti menatap Jeremy dan menelan air matanya ke perutnya.Karen juga tak tahu harus berbuat apa lagi, jadi dia membantu Madeline berbaring di sofa dengan perlahan.Ketika Karen melihat ada dua pengawal lain di ruang tamu, dia mengusir mereka dengan marah. "Keluar! Keluar! Keluar kalian semua!"Dia menatap pria yang berdiri di dekat jendela besar, sedang menatap ponselnya."Jeremy, bahkan jika kau tidak mengenali Eveline, apa kau benar-benar begitu berdarah dingin untuk mengabaikannya dalam kondisi seperti ini? Apa kau akan mengabaikan nyawa seseorang dan anaknya yang belum lahir?"Jeremy mengerutkan alisnya, dan ketika dia berbalik, dia jelas sangat tidak senang.Dia baru saja akan memperingatkan Karen ketika dia melihat sekilas Madeline yang sedang berbaring di sofa, berkeringat dan pucat.Entah mengapa, Jeremy tiba-tiba merasakan sakit yang menusu