Madeline dengan jelas melihat seorang laki-laki dan seorang perempuan saling berpelukan dan berciuman dengan mesra.Perempuan itu jelas-jelas adalah Lana, dan laki-laki itu...Sama sekali tidak mungkin baginya untuk salah mengingat kontur punggung pria yang terukir jauh di benaknya."Jeremy..."Rasa sakit yang tumpul muncul di hati Madeline, dan pikirannya tiba-tiba menjadi kacau.Dia memaksa dirinya untuk tenang, tapi emosinya tampaknya semakin tidak terkendali.Cahaya redup di depan matanya dan bau yang unik membuatnya pusing.Lana mengangkat sepasang mata indahnya dan tersenyum penuh kemenangan pada Madeline yang berangsur-angsur menjadi pucat. "Mrs. Whitman, kau sudah sampai?"Nada suaranya arogan, menghina, dan provokatif. "Ciuman Mr. Whitman sangat enak. Pria seperti itu benar-benar membuatku tidak bisa melepaskan diriku."Dia tahu Lana sengaja memprovokasinya, tapi Madeline tak bisa menenangkan dirinya.Dia langsung mengepalkan tinjunya dan berjalan ke belakang pria itu sebelum
Madeline kembali ke mobil. Udara di parkiran bawah tanah membuat pikirannya tidak terlalu kacau seperti sebelumnya, tapi tangannya yang memegang kemudi bergetar.Dia meyakinkan dirinya untuk tenang, namun dia tak punya kekuatan lagi untuk mengemudi.Benaknya kini dipenuhi bayangan Jeremy dan Lana berciuman.Senyum kemenangan perempuan itu dan tatapan menghina Jeremy menyerupai sikap dingin pria itu terhadapnya dulu.Namun, Madeline tetap merasa kalau Jeremy punya alasan atas perilakunya hari ini.Dia tidak sanggup mengemudi sekarang, jadi dia menunggu di dalam mobil.Dia tak tahu sudah berapa lama dia menunggu. Dia membayangkan Jeremy dan Lana masih berada di ruangan yang sama saat ini, membayangkan apa yang mungkin mereka lakukan. Hati Madeline sakit.Dia tak bisa duduk di sini dan menunggu.Madeline turun dari mobil dan hendak naik lift ketika dia melihat Jeremy berjalan menuju tempat dia berada.Pria itu sekarang berpakaian rapi, tampak menakjubkan dan elegan."Jeremy," panggil Made
Jeremy tiba-tiba mendengar suara benturan yang tumpul, seperti benda berat yang jatuh ke lantai.Dia pikir Madeline melemparkan barang-barang sambil merajuk dan menjadi lebih khawatir lagi."Linnie." Dia mengetuk pintu dan berseru, "Linnie, kau baik-baik saja?"Jeremy bertanya tapi tidak menerima tanggapan apa pun dari Madeline.Detak jantungnya yang tiba-tiba mengencang dan gelisah membuat Jeremy tak bisa menunggu lebih lama lagi. Dia mencoba membuka pintu, tapi terkunci dari dalam.“Linnie, apa yang kau lakukan di dalam? Linnie!”Suara Jeremy membawa sedikit kepanikan dan kebingungan.Dia membuang bantalnya dan mengangkat kakinya yang panjang untuk menendang pintu.Segera setelah pintu terbuka, Jeremy melihat Madeline berbaring di samping tempat tidur dan pil-pilnya berserakan di seluruh lantai kamar. Kedua matanya langsung dipenuhi kengerian.“Linnie!” Dia bergegas berlari ke sisi Madeline dan memeluk wanita itu.Melihat wajah Madeline yang se pucat salju, Jeremy kalang kabut. “Bang
"Aku tidak berbicara omong kosong." Lana membuka sebuah video di galeri ponselnya dan menyerahkan ponsel itu kepada Jeremy.Video itu menunjukkan Madeline memasuki kamar hotel.Jeremy menonton video dan mendengarkan dialog di dalamnya, ekspresi terkejut muncul di wajahnya.Madeline salah mengira pria asing yang berpakaian persis seperti dia itu sebagai dirinya!Dia mengerti kenapa Madeline tidak membolehkannya menyentuhnya, bahkan menyebutnya kotor.Tapi, bagaimana ini bisa terjadi? Laki-laki itu jelas bukan dia. Laki-laki itu dan dirinya tampak sangat berbeda. Terlepas dari pakaian, tidak ada kesamaan sama sekali antara dirinya dan laki-laki itu, tetapi Madeline benar-benar berpikir bahwa laki-laki itu adalah dirinya.“Lana, trik apa yang kau gunakan? Kenapa Madeline seperti ini?!” Jeremy bertanya, hatinya menegang inci demi inci oleh sesuatu yang tak terlihat.Dia bisa membayangkan betapa kesal dan kecewanya Madeline saat mengira laki-laki itu adalah dirinya.Lana melemparkan sekanto
Madeline baru saja sadar. Hal terakhir yang ingin dilihatnya begitu dia membuka matanya adalah Jeremy dan Lana berbicara di depan pintu bangsal.Hal terakhir yang dia harapkan adalah Lana tiba-tiba mencium Jeremy sambil tersenyum ceria.Madeline tiba-tiba mengepalkan tangannya dan duduk. Dia hendak turun dari tempat tidur ketika dia merasakan sakit berdenyut di perutnya. Dia dengan refleks memegang perutnya.Lana tahu kalau usahanya kali ini tidak akan berhasil, dan benar saja, dia sekali lagi didorong dengan kasar oleh Jeremy.Namun, posisi dan tindakan mereka tadi cukup membuat Madeline mengira Lana mencium Jeremy.Jeremy masih ingin menyuruh Lana untuk mendapatkan obat Madeline, tapi ketika dia mendengar suara di bangsal dan melihat ke belakang, dia menemukan bahwa Madeline sudah bangun."Pergi dari sini, jangan jadi perusak pemandangan di depan istriku."Dia mengusir Lana pergi dengan suara dingin dan segera mendorong pintu untuk masuk. Melihat Madeline mengerutkan kening dan memeg
Madeline dijemput pria lain?"Dia pria berkacamata, cukup tampan." Pria yang digambarkan oleh perawat itu langsung mengingatkannya pada Adam Brown.Namun, dia sekarang tahu kalau Adam bukan lagi seorang dokter belaka.Jika Madeline pergi bersama Adam, Madeline hanya akan berakhir dalam situasi yang lebih berbahaya lagi.Dia segera menelepon Madeline, tapi panggilannya ditutup.Di dalam mobil, Madeline menatap ke layar yang gelap dan mematikan telepon begitu saja.Adam melirik Madeline saat senyum langka muncul di wajahnya yang tampan dan santun. "Apa kau tidak khawatir Jeremy tidak akan dapat menemukanmu jika kau mengikutiku seperti ini?"Madeline tertawa kecil. "Dia sekarang lebih ingin menemui perempuan lain."Adam pura-pura bingung. "Perempuan lain?"Madeline tidak berbicara lagi dan hanya melihat ke luar jendela mobil. Setelah beberapa saat, dia melihat mobil yang dikenalnya lewat kaca spion.Mobil Jeremy.Kepala Madeline dipenuhi adegan ambigu Jeremy dan Lana. Dia menoleh dan mena
Melihat tatapan menuduh dan menegur Madeline, ekspresi Jeremy tidak berubah. “Benar, aku akan melakukan hal yang sama lagi. Aku tidak akan membiarkanmu minum obat ini lagi.”Madeline mengendurkan jemarinya yang mencengkeram kerah Jeremy. Hatinya sakit ketika dia berkata, "Jeremy, bilang sekali lagi.""Linnie, aku tidak akan pernah membiarkanmu minum obat ini lagi."Plaak!Madeline menampar wajah Jeremy, tangannya gemetar karena marah. Dia merasa pikirannya menjadi lebih kacau lagi sekarang. Pikirannya menyentak keluar, membuat seluruh kesadarannya kacau, bahkan membuatnya sulit bernapas.Dia mengarahkan pandangannya pada pria yang mengerutkan alisnya karena kecewa itu.“Jeremy, orang macam apa kamu?”“Kau ingin melihatku mati, atau kau ingin melihat anak di perutku mati?”"Karena kau begitu acuh tak acuh padaku dan anak ini, kenapa dari awal kau berpura-pura sayang sekali padaku?"Dia menatap pria tanpa kata itu dengan mata merah dan melepaskan tangannya."Kau tertarik dengan Lana? Apa
Mendengar pengakuan Jeremy, Madeline menjadi linglung sebentar.Dia dengan jelas melihat Jeremy dan Lana saat itu...“Linnie, demi keselamatanmu sendiri, aku ingin membawamu ke pulau yang kita kunjungi sebelumnya untuk membesarkan bayi kita. Aku juga akan membawa Jack dan Lilian untuk menemanimu agar kau tidak sendirian.”Jeremy telah membuat keputusan seperti itu.Sebelum Madeline sempat menyatakan keberatannya, Jeremy mengatur semuanya dan dengan paksa membawa Madeline ke yacht pribadinya keesokan harinya.Madeline menolak dan ingin turun dari yacht tapi dibawa ke kamar di yacht oleh Jeremy. Jeremy tidak membiarkannya pergi sampai yacht itu berlayar ke laut.Madeline melirik ke laut biru di luar jendela. "Jeremy, apa kau membawaku ke pulau terpencil agar kau bisa berkencan dengan Lana sesukamu?"Jeremy tidak memberi penjelasan dan membiarkan Madeline salah paham. Dia hanya berkata dengan sabar, "Linnie, tak peduli apa yang kau pikirkan, kau hanya perlu ingat bahwa aku tidak akan mela