"Aku tidak berbicara omong kosong." Lana membuka sebuah video di galeri ponselnya dan menyerahkan ponsel itu kepada Jeremy.Video itu menunjukkan Madeline memasuki kamar hotel.Jeremy menonton video dan mendengarkan dialog di dalamnya, ekspresi terkejut muncul di wajahnya.Madeline salah mengira pria asing yang berpakaian persis seperti dia itu sebagai dirinya!Dia mengerti kenapa Madeline tidak membolehkannya menyentuhnya, bahkan menyebutnya kotor.Tapi, bagaimana ini bisa terjadi? Laki-laki itu jelas bukan dia. Laki-laki itu dan dirinya tampak sangat berbeda. Terlepas dari pakaian, tidak ada kesamaan sama sekali antara dirinya dan laki-laki itu, tetapi Madeline benar-benar berpikir bahwa laki-laki itu adalah dirinya.“Lana, trik apa yang kau gunakan? Kenapa Madeline seperti ini?!” Jeremy bertanya, hatinya menegang inci demi inci oleh sesuatu yang tak terlihat.Dia bisa membayangkan betapa kesal dan kecewanya Madeline saat mengira laki-laki itu adalah dirinya.Lana melemparkan sekanto
Madeline baru saja sadar. Hal terakhir yang ingin dilihatnya begitu dia membuka matanya adalah Jeremy dan Lana berbicara di depan pintu bangsal.Hal terakhir yang dia harapkan adalah Lana tiba-tiba mencium Jeremy sambil tersenyum ceria.Madeline tiba-tiba mengepalkan tangannya dan duduk. Dia hendak turun dari tempat tidur ketika dia merasakan sakit berdenyut di perutnya. Dia dengan refleks memegang perutnya.Lana tahu kalau usahanya kali ini tidak akan berhasil, dan benar saja, dia sekali lagi didorong dengan kasar oleh Jeremy.Namun, posisi dan tindakan mereka tadi cukup membuat Madeline mengira Lana mencium Jeremy.Jeremy masih ingin menyuruh Lana untuk mendapatkan obat Madeline, tapi ketika dia mendengar suara di bangsal dan melihat ke belakang, dia menemukan bahwa Madeline sudah bangun."Pergi dari sini, jangan jadi perusak pemandangan di depan istriku."Dia mengusir Lana pergi dengan suara dingin dan segera mendorong pintu untuk masuk. Melihat Madeline mengerutkan kening dan memeg
Madeline dijemput pria lain?"Dia pria berkacamata, cukup tampan." Pria yang digambarkan oleh perawat itu langsung mengingatkannya pada Adam Brown.Namun, dia sekarang tahu kalau Adam bukan lagi seorang dokter belaka.Jika Madeline pergi bersama Adam, Madeline hanya akan berakhir dalam situasi yang lebih berbahaya lagi.Dia segera menelepon Madeline, tapi panggilannya ditutup.Di dalam mobil, Madeline menatap ke layar yang gelap dan mematikan telepon begitu saja.Adam melirik Madeline saat senyum langka muncul di wajahnya yang tampan dan santun. "Apa kau tidak khawatir Jeremy tidak akan dapat menemukanmu jika kau mengikutiku seperti ini?"Madeline tertawa kecil. "Dia sekarang lebih ingin menemui perempuan lain."Adam pura-pura bingung. "Perempuan lain?"Madeline tidak berbicara lagi dan hanya melihat ke luar jendela mobil. Setelah beberapa saat, dia melihat mobil yang dikenalnya lewat kaca spion.Mobil Jeremy.Kepala Madeline dipenuhi adegan ambigu Jeremy dan Lana. Dia menoleh dan mena
Melihat tatapan menuduh dan menegur Madeline, ekspresi Jeremy tidak berubah. “Benar, aku akan melakukan hal yang sama lagi. Aku tidak akan membiarkanmu minum obat ini lagi.”Madeline mengendurkan jemarinya yang mencengkeram kerah Jeremy. Hatinya sakit ketika dia berkata, "Jeremy, bilang sekali lagi.""Linnie, aku tidak akan pernah membiarkanmu minum obat ini lagi."Plaak!Madeline menampar wajah Jeremy, tangannya gemetar karena marah. Dia merasa pikirannya menjadi lebih kacau lagi sekarang. Pikirannya menyentak keluar, membuat seluruh kesadarannya kacau, bahkan membuatnya sulit bernapas.Dia mengarahkan pandangannya pada pria yang mengerutkan alisnya karena kecewa itu.“Jeremy, orang macam apa kamu?”“Kau ingin melihatku mati, atau kau ingin melihat anak di perutku mati?”"Karena kau begitu acuh tak acuh padaku dan anak ini, kenapa dari awal kau berpura-pura sayang sekali padaku?"Dia menatap pria tanpa kata itu dengan mata merah dan melepaskan tangannya."Kau tertarik dengan Lana? Apa
Mendengar pengakuan Jeremy, Madeline menjadi linglung sebentar.Dia dengan jelas melihat Jeremy dan Lana saat itu...“Linnie, demi keselamatanmu sendiri, aku ingin membawamu ke pulau yang kita kunjungi sebelumnya untuk membesarkan bayi kita. Aku juga akan membawa Jack dan Lilian untuk menemanimu agar kau tidak sendirian.”Jeremy telah membuat keputusan seperti itu.Sebelum Madeline sempat menyatakan keberatannya, Jeremy mengatur semuanya dan dengan paksa membawa Madeline ke yacht pribadinya keesokan harinya.Madeline menolak dan ingin turun dari yacht tapi dibawa ke kamar di yacht oleh Jeremy. Jeremy tidak membiarkannya pergi sampai yacht itu berlayar ke laut.Madeline melirik ke laut biru di luar jendela. "Jeremy, apa kau membawaku ke pulau terpencil agar kau bisa berkencan dengan Lana sesukamu?"Jeremy tidak memberi penjelasan dan membiarkan Madeline salah paham. Dia hanya berkata dengan sabar, "Linnie, tak peduli apa yang kau pikirkan, kau hanya perlu ingat bahwa aku tidak akan mela
Melihat situasi semakin genting, Ken bergegas pergi menyiapkan sekoci penyelamat.Jeremy tertembak dua kali—satu di punggung dan yang kedua di kakinya. Darah berwarna merah tua terus menerus mengalir keluar dari kedua lukanya.Wajah Jeremy memucat dengan jelas. Dia bahkan mulai tampak mengantuk dan kelelahan.“Jangan tidur, Jeremy. Bertahanlah, aku tak akan membiarkan apa pun terjadi padamu!” Suara Madeline bergetar, kedua tangannya yang memegang kain kasa juga bergetar hebat.Dia ingin membalut luka Jeremy, tapi dia tak bisa melakukan apapun dengan semestinya.Melihat Madeline yang berlinang air mata, Jeremy mengangkat tangannya kuat-kuat dan dengan lembut menyeka air mata yang mengalir dari mata Madeline.Suaranya masih terdengar sangat jelas, tapi nafasnya sangat lemah.Dengan mata berkaca-kaca Madeline mengambil selimut di tempat tidur dan menekankannya dengan kuat di luka Jeremy, tapi selimut berwarna putih salju itu segera diwarnai dengan merahnya darah.Dia bingung dan tidak tah
Ken tak berdaya menatap Jeremy yang kehilangan kesadaran. Dia hanya bisa berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan amanat Jeremy dan membawa Lilian dan Jackson ke sekoci penyelamat terlebih dahulu, lalu dia kembali ke kabin untuk mencari Madeline.Namun, Madeline memeluk Jeremy dan tidak mau melepaskan pria itu. Ken tidak punya pilihan selain menarik Madeline dengan paksa.“Jangan tarik aku! Jika kalian ingin pergi, pergi saja! Aku harus menemaninya!” Madeline meraung dengan suara patah, tidak ingin melepaskan Jeremy."Madam, apakah Anda lupa dengan Nona Muda Lilian dan Tuan Muda Jack?" Ken membujuk, mengatakan, "Mereka tak bisa kehilangan ayah dan ibu mereka sekaligus."Madeline tercengang, seolah baru mengingat kedua anak itu.“Cepat, sewaktu-waktu yacht benar-benar akan meledak. Anda harus terus hidup dan membalaskan dendam Master Whitman.”Membalas dendam.Madeline menatap Jeremy yang tak bernyawa dengan mata berkaca-kaca. Dia menundukkan kepalanya dan mencium pria itu dalam-dalam.
Sebuah lubang besar seakan-akan telah menembus jantung Madeline. Saat ini jelas-jelas musim panas, tetapi angin sedingin musim dingin telah menyelubungi tubuhnya.Madeline merasa sangat kedinginan.Dia juga merasa semuanya abu-abu di depan matanya.Pada saat ini, Ken bergegas masuk dari pintu masuk dengan ekspresi serius. Melihat Madeline sudah bangun, dia berjalan mendekat. “Tim SAR telah kembali. Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan kepada Madam sebelum pergi ke kantor polisi untuk mengonfirmasi.”Madeline menahan kesedihannya. Dia mengangguk dan pergi bersama Ken. Aliran caci maki verbal dari Karen bisa terdengar dari belakangnya.Madeline sampai di kantor polisi, tapi dia hanya bisa melihat potongan-potongan pakaian yang berantakan dan robek-robek. Sebelum mereka berangkat ke laut, Jeremy mengenakan kaos putih, tapi kaos itu sekarang bernoda merah darah.Madeline dengan lembut mengambil sepotong kain berwarna merah dengan jari gemetar, air matanya mengalir tanpa suara dari ked