Meredith memencet bel pintu.Ini benar-benar mengejutkan Madeline.Tiga tahun telah berlalu. Apakah Meredith bahkan tak punya kunci pintu rumah ini?Ia bingung. Ia melihat Jeremy sedikit mengerutkan keningnya dengan sebuah tatapan dalam seolah-olah sedang memikirkan sesuatu."Tuan Whitman, apakah Anda tidak akan membuka pintu? Miss Crawford ada di sini. Bagaimanapun, dia adalah ibu anak Anda." Madeline tersenyum tipis.Jeremy perlahan mengangkat sepasang matanya yang gelap saat mendengar kata-kata Madeline. "Aku hanya akan pergi sebentar. Tunggu aku.""Baiklah." Madeline tersenyum dan mengangguk. Menatap Jeremy berbalik, seulas senyum satiris muncul di sepasang matanya yang indah dan memesona.‘Hmph, sepertinya kau masih belum rela untuk berjauhan dengan gadis itu, ya?’Hujan diluar sangat lebat. Saat pintu itu terbuka, angin sepoi-sepoi akhir musim panas berhembus masuk. Terasa sedikit mendinginkan."Jeremy, kau akhirnya mau menemuiku." Meredith bergegas maju ke arah Jeremy dengan sik
Suasana hati Meredith sudah sangat buruk akhir-akhir ini sehingga dia hampir meledak saat ini. Dia tak menyangka akan melihat kemunculan Vera di rumah Jeremy!Cukup sudah.Meredith juga tak bisa menerima makan malam dengan cahaya lilin yang indah di depannya atau pemandangan Jeremy yang memegang tangan Vera dengan gugup saat mencoba untuk menangani luka gadis itu."Ini hanya luka kecil. Anda tak perlu khawatir, Mr. Whitman," Madeline berkata ringan, menarik kembali tangannya."Meskipun luka kecil, bisa kena infeksi jika tidak ditangani dengan baik. Aku akan mengambil penyeka alkohol," kata Jeremy lembut kemudian berdiri. Melihat kalau ternyata Meredith juga mengikutinya, dia hanya melirik gadis itu sebelum akhirnya berbalik untuk mengambil kotak P3K."Terima kasih." Madeline berterima kasih pada pria itu kemudian dengan perlahan berdiri.Ia mengangkat kedua matanya, seolah-olah baru menyadari kehadiran Meredith dengan wajah basah dan muramnya. "Miss Crawford, kita bertemu lagi."Hati M
Meredith menatap wajah tegas itu, kebingungan. "Jeremy, apa tadi kau bilang?""Kenapa kau tidak pergi saja?" Pria itu sudah menurunkan nada bicaranya, terdengar seakan-akan masih punya perasaan pada Meredith.Meredith begitu marah hingga menggertakan gigi-giginya. Ketika melihat Madeline dengan kedua bibirnya yang melengkung membentuk senyuman saat Jeremy melindunginya di belakang punggung pria itu, dia benar-benar murka.Tepat ketika Madeline mengira Meredith akan meledak oleh amarah, Meredith sebaliknya seolah tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang berbeda. Dia melepaskan tinjunya dan amarahnya hilang. Kemudian, dia mendekati Jeremy dan berkata pelan..."Jeremy."Kedua mata Meredith memerah saat menatap sedih pria di hadapannya yang masih tetap mempertahankan ekspresi dinginnya."Aku tahu aku melakukan sesuatu yang salah dan itu sudah mengecewakanmu, namun aku tidak mengkhianati hati nuraniku. Semua yang kulakukan adalah untuk Jack dan dirimu. Aku tak pernah menyakiti Orang yang ta
Jeremy menguncikan kedua matanya dengan sepasang mata indah Madeline dengan sebuah garansi. Dia kemudian mengangkat gelas anggurnya."Ini untuk meminta maaf atas nama orang yang menamparmu sebelumnya," ucap Jeremy sebelum melanjutkan menghabiskan anggur merah di gelasnya. Dia kemudian menuang gelas berikutnya. "Ini untuk merayakan pertemananku dengan wanita yang luar biasa seperti Miss Vera."Dia terus berbicara sambil meminum beberapa gelas, satu demi satu.Malam menjadi semakin gelap. Hujan di luar juga reda secara bertahap sementara Jeremy sudah menandaskan seluruh isi botol anggur merah.Wajah aslinya yang putih sekarang memerah dengan sedikit warna merah karena mabuk, dan matanya yang sipit dan memikat berkabut karena efek alkohol.“Calon Mrs. Whitman, izinkan aku mengantarmu pulang." Jeremy berdiri, namun jelas, dia sudah mabuk."Mr. Whitman, Anda sebaiknya beristirahat. Saya akan menelepon Felipe untuk datang menjemput saya.""Dia?" Jeremy tertawa dalam suara rendahnya. Suaranya
Madeline bisa melupakan banyak hal dalam hidupnya. Ia bisa melupakan saat-saat terbaik dalam hidupnya dan perasaan indah yang dimilikinya ketika dirinya mencintai Jeremy dengan begitu dalam, tapi ia tidak akan pernah bisa bersikap biasa saja dengan sesuatu di depannya ini selama sisa hidupnya.Bingung, ia perlahan mengulurkan tangannya untuk mengambil benda yang jatuh ke lantai itu sebelum akhirnya meletakkannya di telapak tangannya.Melihat benda itu, ia seolah tiba-tiba bisa mendengar suara ombak serta bau dan rasa asin angin laut. Bahkan janji lembut seorang anak laki-laki terdengar di telinganya, "Linnie, saat aku besar nanti, aku akan menjadikanmu pengantinku..."Namun, janji itu hilang terbawa angin dan pada akhirnya tenggelam ke dasar laut untuk selamanya. Segala sesuatunya tak akan pernah bisa kembali ke saat itu lagi dalam hidup ini..."Linnie..."Madeline berhenti memanjakan dirinya menyusuri memori masa lalunya dan melihat ke arah Jeremy yang sedang bergumam.Pria itu masih
Madeline sudah berbalik dengan santai saat Meredith menyeimbangkan dirinya. Saat melihat punggung Madeline, Meredith menjadi marah!Dia menunjuk punggung Madeline dengan marah saat kemurkaan menyembur keluar dari mulutnya. “Vera Quinn, pelacur kau! Aku akan membiarkanmu melihat apa yang bisa aku perbuat padamu! Tunggu saja!”Meredith meraung sekuat tenaga. Ketika mengingat apa yang dia lihat melalui jendela tadi, paru-parunya terasa seperti akan meledak karena amarah.Tidak!Dia harus mengembalikan kontrol dirinya.Meredith mengingatkan dirinya sendiri bahwa Vera bukanlah tandingannya. Lagi pula, bagaimana mungkin seorang wanita yang terlihat persis seperti Madeline bisa menang melawannya?“Vera Quinn, aku akan membuatmu melihat apa yang bisa aku lakukan secepatnya!”Meredith menyipitkan matanya yang tampak menyeramkan seolah-olah tertutup lapisan bisa ular.…Madeline menunggu Felipe di persimpangan jalan. Kemudian, pria itu membawanya pulang.Saat itu, dalam kegelapan malam Madelin
Madeline melihat Jeremy ragu-ragu sejenak. Dalam dua sampai tiga detik itu, ia tak tahu apa yang pria itu pikirkan. Namun, setelah beberapa saat, Jeremy menatapnya dengan tatapan rumit di matanya sebelum bergegas ke Meredith.Dia berlutut dan menarik Meredith yang tampaknya tidak sadar ke dalam pelukannya.“Mer, Mer, bangun.”Dia menepuk ringan pipi Meredith dengan tatapan khawatir di kedua matanya.Sambil memegang sarapan di tangannya, Madeline berdiri di pintu depan. Ketika melihat apa yang terjadi di depannya, ia menyeringai sinis.‘Jeremy, kau tak pernah mengecewakan aku.’‘Kau masih sangat peduli dengan gadis itu.’‘Terlepas dari semua hal mengerikan yang telah Meredith lakukan, gadis itu tetap cinta sejatimu?’Pada saat ini, Meredith perlahan membuka kedua matanya di pelukan Jeremy. Dengan berlinang air mata, dia menatap Jeremy dengan menyedihkan.“Jeremy, aku salah. Aku tahu semua kesalahanku. Mohon jangan tinggalkan aku, oke?” Meredith berkata dengan lemah saat air mata semakin
Karena ikan sudah menyambar umpannya, tinggal tunggu waktu sebelum ia menarik pancingnya kembali.Hari Minggu.Madeline dan Felipe sudah berjanji pada Lilian kalau mereka akan membawanya ke taman hiburan.Meskipun Lilian bukan anak kandung Felipe, pria itu masih sangat memanjakan gadis kecil itu.Felipe merawat Madeline dengan telaten ketika gadis itu hamil sampai melahirkan. Setelah Lilian lahir, Felipe menjadi lebih peduli dan penuh perhatian dari sebelumnya.Felipe adalah pria sempurna yang hanya ada satu di antara sejuta.Namun, Madeline tahu bahwa dirinya tidak layak untuk pria itu. Ia tak pernah berpikir untuk memiliki hubungan romantis apapun dengan pria itu.“Daddy, aku mau kelinci itu.” Suara manis Lilian menarik benak Madeline yang mengembara kembali ke realitas.Ia melihat Lilian dengan kedua lengan melingkari leher Felipe. Kedua kakinya terayun-ayun gembira saat gadis kecil itu dengan manis menyentuhkan hidungnya dengan lembut ke pipi Felipe. Jari imutnya menunjuk ke arah b