17 November 2018, 09.20 WIB.
Ruang pertemuan mewah dan besar di dalam gedung Wongso Constructions telah terisi 16 orang undangan dari dewan direksi dan beberapa pemegang saham besar. Sabtu merupakan hari di akhir minggu yang menjadi hari libur bagi siapapun. Tetapi menjadi hari rapat direksi terbatas tertutup. Semuanya serba mendadak.
Sejak melangkahkan kaki di ruang rapat, Dexter tidak sedikit pun berbicara pada Felix dan Felix juga tampaknya tidak tertarik untuk mendekati Dexter. Tidak banyak orang yang mengetahui bagaimana lelahnya Felix mengerjakan semuanya bersama Eve, meskipun semua mata bisa melihat keadaan Felix yang terlihat lelah dan tidak rapi. Felix dan Eve bahkan masih memakai pakaian yang sama sejak kemarin, hanya bisa mandi sebentar.
Samar-samar Dexter yang duduk di sebelah Aksa mendengar bisikan Felix, “Eve sudah di sini. Kami hampir siap. Bapak bisa mulai sekarang.”
“Maaf, untuk undangan yang sifatnya mendadak hari ini. Terima kasih u
Terima kasih yang sudah membaca novel ini. Semoga kalian suka. Skandal-skandal dari masa lalu dimulai dari rapat ini, terus ikuti ya. Hug and kiss, Josie.
“Bisa jadi daftar nama perusahaan itu sebenarnya adalah daftar perusahaan yang ikut konspirasi ini. Apa mungkin anda memiliki kepentingan sehingga ingin menutupi keterlibatan departemen konstruksi atas masalah ini?”“Itu juga yang saya pikirkan. Dalangnya tidak hanya ingin menjatuhkan perusahaan tetapi ingin menjatuhkan anggota Keluarga Wongso yang bekerja di sini. Tetapi coba perhatikan tanggal-tanggal yang tertera pada semua bukti yang saya kumpulkan. Daftar itu dibuat 3 tahun lalu dan berhenti diperbaharui sekitar 1 tahun lalu, dan mulai diperbaharui lagi sejak 2 hari lalu. Tidak mungkin tidak ada perusahaan yang melakukan kesalahan pada Wongso lagi, bukan? Dan sejak setahun yang lalu, korupsi berkedok penyuapan ini dimulai. Ibu Farah tidak penasaran mengapa begitu?”Eve memang mengenal beberapa nama pemegang saham yang ada di ruang rapat itu. Dia pernah bertemu dalam acara perusahaan atau acara pribadi.“Kenapa?”&l
Maya tidak memiliki banyak pilihan, selain menunggu siapapun yang pulang duluan ke rumah, Eve atau Dexter. Hari ini adalah janji temu untuk imunisasi Daniel yang sudah berumur 4 bulan tetapi Mommy dan Daddy-nya mungkin lupa. Dan Maya tidak bisa menyalahkan mereka berdua. Mommy Daniel tampak sangat sibuk. Pagi-pagi sudah berangkat dan pulang sebelum makan malam lalu melanjutkan pekerjaannya di dalam kamar kerja. Tetapi wanita itu sudah sangat berusaha, bekerja sambil menggendong Daniel. Hanya saja semalam dia tidak pulang. Pagi tadi Maya hanya menemukan Daniel digendong Daddy dan bersiap mandi. Daddy Daniel itu tampaknya terasing, sebagian aksesnya dibatasi, termasuk akses untuk menempel pada istrinya seperti yang biasa dilakukannya. Akses untuk lebih dekat dengan Daniel juga menjadi terbatas karena mereka tidak tinggal dalam satu kamar. Padahal Maya merasa senang juga saat hari sebelumnya dia melihat Mommy dan Daddy Daniel berciuman dari celah pintu p
Darwin memang kecewa tidak mendapati Eve, hanya Dexter yang masuk ke ruangannya sambil menggendong Daniel. Bayi itu sudah bisa mengangkat kepalanya dengan baik dan biasanya juga sudah mulai berusaha duduk. “Daniel, sudah sehat?” tanya Darwin dari kursinya. Tangannya mencatat. “Seperti yang dokter lihat,” sahut Dexter. Dia sudah berusaha membuat suaranya setenang mungkin, tetapi itu sangat sulit. “Jadi hari ini jadwal imunisasi dasar Daniel. Sudah terlambat ya.” Darwin membuka buku yang diberikan oleh Nanny, buku yang diberikan oleh dokter Daniel di Singapura. “Iya, jadwalnya sama dengan waktu kita pulang jadi terpaksa dibatalkan.” Daniel terlihat tidak tenang duduk diam. Dia menepuk-nepukkan tumitnya pada paha Dexter dengan keras, pertanda dia ingin digendong sambil berjalan. “Aku tidak bisa duduk. Daniel ingin digendong sambil berjalan.” Dexter bangkit berdiri diikuti mata Darwin yang mengawasinya. Daniel mengoceh dengan ceria.
Membawa dua ibu-ibu setengah baya bersama dengan Dexter itu lumayan merepotkan. Ternyata ibu-ibu itu tidak tahan godaan mall. Rita dan Maya meminta mereka mampir ke mall yang berada di sebelah Asterix Medical Center. Kedua gedung itu terhubung oleh jembatan ber-AC yang tampak modern dan nyaman sepanjang sekitar 300 meter. Bisa ditebak, Asterix Platinum Mall juga salah satu rantai mall yang dimiliki Asterix Group. Bayi itu memang benar-benar bisa menyerap emosi orang tuanya. Dexter mencoba tidak merasakan kecemasan dan kekesalannya sebelum bertemu Darwin. Biasanya dia tidak akan ragu-ragu menyerang seseorang dengan tenaga atau kata-katanya, tetapi sekarang itu tidak ingin dilakukannya, tanpa alasan yang jelas. Dan saat itu Daniel menempel padanya seperti magnet dengan besi. Anehnya, Daniel sudah mau digendong bergantian antara Nanny dan neneknya jadi beban Dexter lumayan berkurang. Meskipun begitu, Dexter lebih banyak menggendong Daniel. Pasti bayi itu sudah bisa mera
Hal pertama yang ditanyakan Dexter sesampainya di rumah adalah di mana Eve berada karena kamar Eve kosong, begitu juga kamar Daniel. Sialnya para pekerja di sana juga tidak mengetahui di mana Eve berada. Tidak mungkin Eve ada di kamar Dexter. Dia sempat memaki dengan kesadaran penuh karena bingung mencari di ruangan yang banyak dan halaman seluas Rumah Besar D. Seharusnya namanya rumah raksasa D bukan cuma rumah besar. Luas rumah ini sepertinya ada 2 kali rumah keluarga Wongso yang sudah sangat besar, namun tanah kediaman Keluarga Daveno itu sangat luas. Tanah kosong itu dibuat menjadi hutan dan taman buatan yang melingkari danau buatan di belakang rumah. Saat sudah capek berkeliling, dia akhirnya berpamitan pada ibu mertuanya dan Maya yang sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam. Dia membawa Daniel masuk ke kamarnya sendiri. Tanpa peduli kedua wanita itu memandangnya dengan pandangan kasihan. “Niel baik-baik aja habis imunisasi ya? Maaf, Mommy ket
“Jadi kamu nggak pulang kemarin malam dan menghabiskan waktu berduaan dengan Felix?”Eve mengangguk dengan wajah tenang. Dia sama sekali tidak merasa bersalah.“Apa saja yang kalian lakukan?” tanya Dexter. Tangannya berada di dalam gaun tidur Eve yang sedang dipeluknya dengan erat. Mereka sedang berbaring di dalam kamar Dexter. Eve baru melihat kamar Dexter hari ini.Meskipun Keluarga Wongso dan Daveno memiliki pertalian yang cukup erat dalam bisnis, tetapi generasi ketiga mereka tidak seakrab itu. Mungkin karena perbedaan umur mereka yang agak jauh jadi sulit untuk bergaul meskipun bisa dipastikan mereka mengenal satu sama lain dan memiliki lingkungan pergaulan yang tidak jauh berbeda. Mereka tidak saling bertamu dan saling memperlihatkan kamar tidur mereka masing-masing.Kamar tidur Dexter terasa maskulin tetapi lembut. Hitam itu maskulin namun sederhana, cocok digabungkan dengan warna apa saja. Hitam bercampur dengan warna lain
Eve sudah memastikan kalau Dexter itu tidak sopan, menginginkannya saat dia benar-benar masih butuh tidur setelah tidur hanya 3 jam selama 3 hari ini. Kalau Eve bermalas-malasan, maka dia tidak bisa disalahkan. Dexter mendorong dada Eve dengan lembut saat pria itu telah berlutut di antara kedua pahanya di hadapannya. Eve tidak merasa ingin melawan, meletakkan punggungnya kembali ke kasur empuknya. Dexter yang sudah hampir 2 minggu tidak mendengar rengekan lirih Daniel yang meminta susunya di malam hari rupanya sudah mulai kehilangan kemampuan telinganya yang sensitif. Dia baru bangun saat Daniel menangis lirih, untungnya belum meledak tangisannya. Eve juga tampaknya mulai terbiasa mendengarnya jadi terbangun. Dexter tidak ingin Eve bangun untuk Daniel, Eve sudah terlalu capek. Dia mendorong tubuh Eve untuk kembali berbaring. Tergoda untuk menciumnya dengan kecupan-kecupan di bibirnya pelan-pelan lalu memberinya satu ciuman bibir dengan gosokan lidah yang memb
“Kamu nggak sopan, Ex.” Dexter terkekeh sambil memeluk pinggang Eve dari belakang. Dia mencium leher Eve dan menghisapnya lalu menggigitnya sedikit dan terkekeh lagi. Eve memandangi bayangan mereka berdua di cermin besar pagi itu. Mereka baru saja mandi dan Dexter memulai pergulatan di dalam kamar mandinya, di bawah hangatnya air pancuran shower, entah dengan gaya apa, Eve hanya merasakan nyaman seperti semalam dan terlalu capek untuk mengeluh. Padahal Eve masih ingin tidur tetapi Dexter memanggulnya seperti karung beras sampai ke kamar mandi dan dia terpaksa membuka matanya lebar-lebar. “Aku nggak bikin tanda tetapi kamu bikin tanda sebanyak ini.” Tumben mulut Eve saja yang bekerja, tangannya diam, otaknya berpikir. Eve ngeri melihat semuanya di cermin. Bibirnya bengkak, leher dan dadanya penuh dengan tanda merah, beberapa di antaranya akan menjadi biru. Tidak mungkin semuanya ditutupi make-up, Eve tidak menyukai banyak make-up di kulitnya. “Itu tand
“Kamu sudah mendapat 4 bulan cutimu, Eve. Kapan mau mulai kerja sungguhan?” tanya Erick. Sejak kehamilan Eve menginjak 8 bulan sampai Raven berusia 3 bulan, Eve mengerjakan semuanya dari rumah, kadang datang untuk rapat-rapat atau urusan penting lainnya, mungkin hanya 2-3 kali dalam seminggu. Tetapi Erick harus mengakui semua berjalan lancar di tangan Eve, seperti biasanya, tanpa cela. “Papa harus mulai memberikan Rana tanggung jawab yang lebih besar.” Adik lelaki Eve sudah datang dari Amerika Serikat 6 bulan yang lalu dan Eve mengajarinya dengan telaten. Rana juga bukannya tidak berpengalaman karena dia juga bekerja di sebuah perusahaan rekanan Angkasa Wongso di New York sembari menyelesaikan kuliah S2-nya. Eve hanya memperkenalkan aturan dan cara kerja mereka di Asterix Grup karena Asterix lebih besar dan lebih luas. “Aku akan berikan, tetapi jabatanmu tetap sama, tidak bisa diisi orang lain. Makanya lahirkan anak lagi supaya keluarga kita akan makin besar.
Angin semilir di taman samping membuat Eve membetulkan roknya yang sedikit berkibar. Pinggiran rok itu dia selipkan di bawah pahanya yang sedang berada di atas kursi taman dari batu yang berbentuk kursi. Beberapa daun tampak berjatuhan, membuat rumputnya yang kehijauan berbercak kekuningan. Bunga-bunga di saat-saat seperti ini juga tumbuh bermekaran meskipun kebanyakan di antaranya selalu ada yang mekar tanpa mengenal waktu sepanjang tahun. Semalam hujan jadi tanah masih terlihat sedikit basah pagi ini dengan cuaca yang cukup hangat. Eve lebih suka cuaca lebih dingin dari ini karena dia juga malas kulitnya yang terlalu putih itu terasa seperti tersengat berada di bawah terik sinar matahari. Namun demi untuk menjemur Raven, dia rela membiarkan kulitnya terkena sinar matahari pukul 8 pagi yang katanya menyehatkan. Tanaman di taman ini semakin banyak dari hari ke hari. Maria terus saja menambahkan tanaman-tanaman hias dan berbagai macam bunga setiap kali d
Eve membuka kotak berpita seukuran kotak gaun di hadapannya itu saat pesta usai 30 menit yang lalu. Semua tamu sudah pulang meninggalkan tuan rumah dalam kelelahan dan kebahagiaan. Kotak berwarna perak itu adalah kado pemberian Dexter sebagai ucapan terima kasihnya sudah menemani hidupnya dalam 2 tahun ini. Itu waktu yang singkat, tetapi mengingat mereka memiliki sejarah percintaan yang cukup panjang, rasanya ini juga hadiahnya atas masuknya Eve kembali dalam relung hatinya dan kesediaan wanita itu kembali ke dalam hidupnya. Dexter sebenarnya sedang memperhatikan Eve yang memegang dan membuka kotak itu dengan perlahan seakan waktu berjalan dengan sangat lambat. Tetapi memang dia harus bersabar seperti Eve bersabar menghadapi dirinya dulu. Eve mengeluarkan kertas yang berada dalam balutan plastik yang membungkusnya, menjaga rapuhnya kertas itu. “Kamu seorang Wongso, Love.” Kertas yang mengubah nama Eve dengan tambahan nama Wongso di belakangnya sudah a
4 Maret 2020 Eve sedang duduk di meja riasnya. Lelah, itu yang dirasakannya. Senang, itu perasaannya. Seorang wanita muda berdiri di belakang Eve dan tersenyum. “Kamu cantik, Eve.” “Terima kasih. Perut ini makin berat dan aku makin sering lelah, Aze.” Kandungan Eve sudah menginjak usia 5 bulan. Aze mengangguk. Dia juga ingat betapa besar perutnya saat itu, hampir2 tahun lalu. Eve yang jarang mengeluh juga akhirnya meloloskan keluhan juga, tidak salah, menjadi wanita hamil itu tidak mudah. Seingat Aze, hanya Eve yang selalu ada bersamanya, meredakan semua keluhannya, melakukan semua keinginannya, tentu dengan syarat-syarat, Eve memang selalu licik begitu. “Pesta memang merepotkan untuk wanita hamil,”sahut Aze. “Lebih enak berkeliling mall?” tanya Eve sambil tersenyum. Aze tertawa lirih dan mengangguk. Mereka akan segera menghadiri pesta perayaan perkawinan Dexter dan Eve yang kedua. Eve keberatan sebenarnya, perutnya yang makin
Sudah sejak awal Aksa merasa bersalah menyembunyikan semua fakta tentang Rosalind dan Reveline dari wanita yang dianggap sebagai ibunya sendiri. Evita tidak memiliki hubungan darah dengan Aksa tetapi mereka sudah sangat dekat. Pelan-pelan Aksa menceritakan masalah Rosalind sampai kehadiran Reveline pada Evita setelah kematian Rosalind. Selama ini Rosalind yang melarang melibatkan Keluarga Daveno dalam hal apa pun untuk melindungi keluarga itu. Aksa sangat mengerti bagaimana sifat Evita, wanita tua yang keras namun penyayang dan cukup bijaksana menilai semua hal. Evita tidak menyalahkan siapa pun. Dia hanya menyesali jalan hidup anaknya dan wanita yang dicintainya berakhir seperti sekarang. Namun yang paling besar adalah penyesalannya terhadap Reveline yang tidak bisa menjadi seorang Daveno. Evita dan Albert datang mengunjungi Reveline setiap bulan, tidak ada seorang Daveno yang bisa disia-siakan, termasuk Reveline. Semua orang lupa memperhitungk
Dexter, anak kedua Diana, yang kala itu berumur hampir 4 tahun yang paling gembira dengan kabar itu. Dia paling suka menemani Rosalind ke mana pun sambil mengelus perut buncit bibinya itu. Selain menyukai calon anak Rosalind, Dexter juga sangat menyukai mata coklat keemasan Rosalind. “Cantik. Mata Tante Ros cantik,” kata Dexter dengan polosnya. Rosalind akan terkekeh mendengarnya. Di dalam keluarga Aksa memang tidak ada yang bermata coklat keemasan seperti Rosalind jadi wajar Dexter begitu terpikat. “Ini namanya warna amber, Ex. Nanti anak ini juga mempunyai mata seperti Tante,” sahut Rosalind geli. Warna mata Rosalind didapatnya dari sang ibu yang berasal dari Italia. Mata Erick dan mata Rosalind yang coklat pasti akan menurun pada anaknya. Rosalind sangat menyayangi Dexter sampai memberikan nama panggilan kesayangan padanya dan rajin mendengarkan ocehan bocah berumur 4 tahun itu. “Berarti anak Tante nanti pasti cantik,” celoteh Dexter lagi. “Bisa ju
Hubungan keempat manusia itu memang amatlah rumit dan sulit untuk dijelaskan. Erick yang mencintai Rosalind malah berakhir menikahi Rita. Raja yang mencintai Rita malah berakhir menikahi Rosalind. Entah bagaimana kisah mereka penuh drama yang memilukan bisa berakhir seperti itu. Namun mereka belum tahu saja kalau itu barulah sebuah permulaan dari skandal yang lebih besar lagi. Erick tidak sepenuhnya jatuh dalam pesona seorang Amrita Adira yang cantik dan lemah lembut. Meskipun sudah menikah, dia tidak pernah menyentuh Rita yang setia menunggunya berpaling kepadanya. Rita juga mengetahui siapa yang dicintai Erick tetapi dia juga tidak keberatan untuk menunggu entah sampai kapan, waktu memang tidak bertepi untuk Rita. Raja pun tidak berbeda, dia masih belum jatuh sepenuhnya dalam pesona Rosalind yang memiliki jiwa pemberontak, tetapi bedanya Raja menyetubuhi Rosalind berkali-kali meskipun wanita itu juga berkali-kali menolak. Keras kepalanya Rosalind membuat Raja berte
Darwin menolak untuk merasa cemas akan tertangkap lagi. Untung didikan ayahnya membuat dia bisa mengendalikan emosi dalam berbagai suasana hati, jadi mudah saja untuk membohongi orang tua Eve dan Dexter yang tampaknya makin solid saja. Tetapi Eve adalah salah satu orang yang bisa membaca emosi Darwin di balik wajah tenangnya. Jadi Eve akan mudah sekali menangkap kecemasannya, yang untungnya masih tidur lelap. Tekanan jiwanya pasti terlalu banyak karena rupanya Eve lolos juga dari pengawasannya untuk mencari tahu tentang skandal kelahirannya yang mengejutkan. Kesalahan Eve yang jelas adalah informasi itu dipresentasikan dalam benaknya tanpa bicara pada saksi yang mengalaminya, mereka adalah orang tua Eve dan Dexter. Darwin berusaha menghalau orang tua Eve dan Dexter masuk ke dalam ruangan. “Eve belum bisa dikunjungi. Jangan khawatir, kami akan terus pantau. Nanti semua bisa masuk kalau dia sudah sadar.” Darwin bernapas lega karena tidak ada satu pun yang menya
Eve mematikan sambungan telponnya. Masih berusaha menarik napas dan menormalkan debaran jantungnya. Berpikirlah, Eve! Jangan memiliki perasaan apa pun, Eve! Perintah-perintah itu dibuat Eve untuk dirinya sendiri. Akhir-akhir ini dia sering sekali menggunakan perasaannya saat berpikir. Dia ingat benar kata-kata pria yang dia mintai keterangan, “Reveline Andrea Wongso lahir pada tanggal 5 Maret 1990, anak dari pasangan Angkasa Wongso dan Diana Hadis Wongso. Ini out of the record, Ibu Eve. Di berkas ini tertulis kalau Erickho Daveno berhasil membuktikan Reveline sebagai anaknya jadi akte kelahiran bisa berubah. Buktinya dengan test DNA.” Sebelumnya Eve memang tidak bertanya soal akte kelahirannya yang lama, dia hanya bisa bertanya soal pergantian namanya keluarga pada akte kelahirannya lewat sidang. Pria yang diajaknya bicara barusan dulu mengatakan kalau berkas Eve tidak lengkap. Eve mengabaikan instingnya kala itu, mengabaikan kalau pria itu menutupi sesuatu. Ja