"Aku menyukaimu."
Deg
Spontan Leri langsung mengalihkan tatapan matanya kepada seorang wanita yang kini tengah duduk di hadapannya saat ini.
"Apa?" tanya Leri dengan satu alis yang terangkat.
"Ya, aku mencintaimu!" ulangnya dengan tegas, menatap sahabatnya itu dengan tatapan seriusnya.
"Kau.." lidah Leri sesaat menjadi kelu. Ia pasti salah dengarkan.
"Kau bercanda ya!" dengus Leri dengan wajah dinginnya.
Sienna menggigit bibirnya setelah melihat reaksi Leri. Secara tak langsung, perasaannya langsung di tolak oleh kawannya itu.
"Tidak! Aku tidak bercanda!" meski dirinya sudah melihat penolakan Leri yang begitu jelas, namun itu takkan menggoyahkan niatnya.
"Sienna, apa kau tidak sal-"
"Aku mencintaimu Leri!" potong Sienna dan untuk kesekian kalinya ia menegaskan ucapannya.
Deg
Tubuh Leri sesaat menjadi kaku, melihat sorot mata Sienna yang terlihat begitu yakin saat mengatakan hal tersebut, membuatnya yakin jika saat ini Sienna sungguh-sungguh menyatakan perasaannya.
Ini di luar dugaannya, dirinya tidak mengira jika Sienna akan menyatakan perasaannya kepada dirinya. Meski dirinya sudah mengetahui jika selama ini Sienna menyukainya, namun dirinya tidak menyangka jika Sienna akan berani menyatakan perasaannya.
"Sienna ak-"
"Tidak usah menjawabnya! Aku sudah mengetahui jawabannya" Sienna melemparkan senyuman termanisnya kepada Leri. Bohong jika hatinya tidak sakit saat melihat penolakan Leri yang begitu tegas. Namun sebisa mungkin dirinya tidak ingin terlihat lemah di hadapan Leri.
Sienna meremas dressnya.
"Ak-aku hanya ingin mengatakannya. Tidak perduli jika kau ingin membalasnya atau tidak, yang penting aku sudah bisa jujur kepada diriku sendiri! Maaf jika setelah mengatakan ini hubungan kita tidak bisa seperti dulu lagi" Sienna menundukan kepalanya dalam dalam, berusaha menahan air matanya yang ingin keluar dari kelopak matanya.
"Tapi setidaknya aku tidak punya lagi rasa bersalah kepada diriku sendiri, maaf" ucap Sienna dengan pelan dan menatap kedua bola mata Leri dengan getir.
"Sienna, bisakah kita bicarakan baik-baik?" ucap Leri dengan pelan seraya menggapai tangan Sienna. Namun sayangnya, Sienna sudah dulu menepis tangannya.
"Ak-aku pulang dulu! Maaf telah mengganggu waktumu" Sienna memotong ucapan Leri seraya tergesa-gesa bangun dari kursinya dan pergi meninggalkan Leri sendirian di kafe yang selama ini menjadi tempat favorit mereka berdua.
Sienna mencoba mengabaikan panggilan Leri yang telah berkali kali memanggil namanya. Rasa kecewa yang tengah melingkupi hatinya, membuat Sienna mengabaikan apapun yang tengah terjadi di hadapannya saat ini.
Sienna menghapus air matanya dengan kasar.
Jangan menangis! Karena kau sudah tau jika ini akan terjadi!
Sienna menegur hatinya sendiri, berusaha menguatkan tekadnya jika setelah ini, maka hatinya akan terbebas dengan sahabatnya tersebut.
Semangat kau pasti bisa. Batin Sienna menyemangati dirinya sendiri dan pergi menjauh dari kafe yang tadi ia tempati.
Di sisi lain, Leri masih terdiam dan terpaku atas kejadian yang baru saja terjadi di hadapannya.
Tak pernah ia sangka jika hubungannya dengan Sienna bisa jadi sekacau ini, hanya karena pernyataan cinta dari kawan lamanya itu.
Leri bingung dan tak mengerti harus melakukan apa.
"Sial" maki Leri yang masih menatap kepergian Sienna.
.....
Leri kembali tersadar dari lamunannya. Kejadian yang sudah berlalu seminggu itu, terus berputar putar di dalam benaknya.
Dirinya menghela nafas, saat sudah yang ke enam belas kalinya Sienna menolak panggilan telfon darinya.
Sudah tujuh hari berlalu sejak kejadian dimana Sienna menyatakan perasaanya pada dirinya, kini sudah tujuh hari pula wanita tersebut menghindari dirinya.
Ini membuat kepala Leri jadi pusing bukan kepalang. Pasalnya, dirinya tidak menyangka jika jadi serumit ini hubungan dirinya dengan sahabatnya tersebut.
“Shh"
Leri memijat batang lehernya yang terasa kaku saat dirinya baru saja tiba di dalam rumahnya yang tampak sunyi, karena waktu sudah menunjukan pukul empat dini hari.
Dirinya langsung bergegas menuju kamarnya, saat rasa pusing menerpa kepalanya karena tadi dirinya terpaksa harus meminum beberapa teguk alkohol, untuk menemani kolega bisnisnya.
Jika saja hari ini bukan hari ulang tahun ibundanya, Leri tidak akan repot-repot untuk pulang ke rumahnya. Karena iya lebih baik untuk pulang ke apartemennya yang tak jauh dari kantornya.
Meski ini terlalu terlambat untuk pulang ke rumahnya, namun ini lebih baik daripada dirinya tidak pulang sama sekali.
Setelah ia berhasil sampai di depan pintu kamarnya, Leri menaikan satu alisnya.
Ini aneh, pintu kamarnya saat ini tengah terkunci rapat. Tak pernah sekalipun kamarnya di kunci seperti ini meski lama dirinya tak pulang.
Namun karena kelelahan, dirinya tak ingin ambil pusing dan segera mengambil kunci cadangan kamarnya yang setiap saat ia bawa.
Cklek.
Pintu kamar ia buka, Leri melihat bahwa kamarnya begitu gelap dan temaram malam ini. Dan tanpa menyalakan lampu kamarnya, Leri langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur dan menenggelamkan dirinya ke alam bawah sadarnya.
Namun saat dirinya ingin melabur dengan alam bawah sadarnya, tiba-tiba Leri merasakan panas dan gelisah tak karuan pada tubuhnya. Dengan setengah kesadarannya, Leri mulai melepas satu per satu setelan kantornya hingga hanya menyisakan boxer di tubuhnya.
Tetapi walau sudah melepas hampir seluruh pakaiannya, Leri masih merasakan panas pada tubuhnya. Dan justru kini semakin terasa.
Leri bangun dari tidurnya.
Sial! Ada apa dengan tubuhnya. Mengapa tubuhnya terasa seperti terbakar.
Segera Leri bangkit dari kasurnya untuk pergi ke kamar mandinya. Namun sebelum bangkit dari kasurnya, sebuah suara seorang wanita membuat dirinya langsung mengurungkan niatnya untuk bangkit dari kasurnya.
Leri mengerutkan keningnya, apakah dirinya tak salah dengar? Barusan ia mendengar suara seorang wanita.
Tak.
Tubuh Leri seketika menegang, saat tiba-tiba sebuah tangan mungil memeluk tubuhnya yang tengah polos. Sontak hal tersebut membuat Leri terkejut, dan segera menjauhkan dirinya dari tangan tersebut. Namun usahanya gagal saat tangan mungil itu mengeratkan pelukannya pada pinggangnya.
Buru-buru Leri mencari ponselnya untuk menyalakan senter. Kamarnya begitu temaram hingga ia tidak dapat melihat apapun. Hingga saat ia menyalakan senter ponselnya, dirinya seketika di buat terkekeh geli saat melihat orang yang tengah memeluknya saat ini.
Ini pasti mimpi!
Apa-apan ini! Apakah dirinya terlalu mabuk sampai-sampai membayangkan Sienna berada di atas kasurnya?
Dirinya pasti sudah gila! Leri menggeleng-gelengkan kepalanya.
Shitt
Leri mengerang saat Sienna tak sengaja menyentuh jagoannya.
Sial! Mengapa tubuhnya jadi gelisah seperti ini? Sungguh ini membuatnya tak tahan.
"ngh" Tubuh Leri semakin kebakaran jenggot saat Sienna semakin mengeratkan pelukannya pada pinggangnya.
"Shh, sial!"
Tanpa bisa ia cegah lagi, Leri mulai mendekatkan tubuhnya kearah Sienna.
Sementara Leri yang tengah asik dengan kegiatannya, tanpa ia sadari jika seseorang yang tengah ia ganggu, mulai terusik dari tidurnya.
Sienna yang merasa tubuhnya tengah di usik, mulai terbangun dari tidurnya. Dirinya begitu terkejut saat ia merasakan seseorang yang ada di atas tubuhnya tengah meraba-raba tubuhnya.
Sontak hal itu, membuat Sienna langsung membulatkan matanya dan tersadar dari tidurnya.
Samar-samar cahaya senter yang berasal dari ponsel Leri membuat Sienna dapat mengenali seseorang yang tengah di atas tubuhnya.
Deg
Jantung Sienna seperti berhenti berdetak selama beberapa saat, ketika dirinya tau bahwa Lerilah yang saat ini tengah di atas tubuhnya.
Leri?
Tidak! Tidak mungkin jika itu Leri. Dirinya pasti masih berada di dalam mimpi.
"Shhh, Enghh" tanpa sadar Sienna mengeluarkan suara lenguhannya. Ini terasa begitu nyata, apakah ini benar-benar mimpi?
"Ti-tidak. Leri berhenti” Kini Sienna sadar jika semua ini adalah nyata. Saat Leri mulai mencium bibirnya dengan rakus, saat itu juga kesadarannya pun mulai pulih seratus persen.
Tak menggubris ucapan Sienna, Leri semakin asik dengan kegiatannya.
‘’Le-Leri kumohon hentikan’’ Sienna berusaha menghentikan serangan Leri saat pria tersebut ingin membuka kancing baju tidurnya.
‘’Sttthh diamlah”
Bau alkohol?
Mata Sienna seketika menatap tak percaya. Bau alkohol yang tercium begitu tajam, membuat dirinya sadar jika saat ini Leri sedang mabuk.
"Leri sadarlah! Kau sedang mabuk. Biarkan aku pergi" dengan susah payah Sienna mencoba keluar dari kekangan Leri. Namun usahanya sia-sia, karena perbedaan kekuatan yang sangat mencolok membuatnya tak berdaya di bawah kukuhan Leri.
"Kau akan menyesal jika melakukan ini padaku!" peringat Sienna dengan wajah takutnya. Sungguh Leri begitu mengerikan saat ini.
"Tidak akan!" pungkas Leri dengan mantap.
...
Bugh
"BAJINGAN!" dengan seruan yang begitu keras, Zack menarik lengan Leri dengan begitu kencang dan tanpa aba-aba pria bertubuh kekar tersebut, seketika terjatuh dari tempat tidurnya.
Leri meringis kesakitan. Matanya mengerjap-ngerjap karena baru saja di paksa bangun oleh ayahnya.
"Bangun bajingan! Sialan! Apa yang kau perbuat?" maki Zack tak perduli jika putra sulungnya itu yang masih di batas ambang kesadaran dengan tubuh yang tak berbalut apapun.
Leri memegang kepalanya dan mencoba untuk mengembalikan kesadarannya.
"Sienna, m-maafkan aku" dengan suara yang terbata-bata Emma memeluk Sienna yang masih terduduk di atas tempat tidur dan membalut tubuh Sienna dengan selimut agar tubuh polos wanita tersebut tak ter-ekspos.
Sienna?
Leri memgerutkan keningnya mencoba mengerti dengan kata-kata yang baru saja ibundanya itu katakan.
"Apa kau gila? Apa yang ada di pikiranmu hah?!"
bentak Zack seraya meremas rambutnya dan menatap Leri dengan tatapan tak percayanya. Ini gila! Dirinya tak percaya jika sang anak akan melakukan hal seperti ini.
Leri semakin bingung mendengar ucapan Zack yang begitu murka terhadapnya. Ada apa sebenernya? Dirinya masih bingung dan tak mengerti dengan situasi saat ini.
"Ayah, sudah cukup. Kurasa dia belum tersadar dari tidurnya" ucap Akbar dan maju ke depan agar Zack tidak melayangkan pukulannya kepada kakaknya tersebut. Lalu dirinya pun mengambil sebuah selimut dan menutupi tubuh polos Leri.
"Akbar? Kenapa kau disini?" kepala Leri semakin pusing saat dirinya melihat keberadaan Akbar yang sedang ada di kamarnya. Di tambah lagi ada Zehran yang sedang berdiri jauh di belakang ayahnya.
"Tidak! Dia harus tau apa yang telah dia lakukan! Kau apakan Sienna? Kenapa kau masuk ke dalam kamar ini?" frustasi Zack, sungguh dirinya dibuat mati kutu ketika melihat Sienna dan Leri di dalam satu kamar yang sama dengan tubuh yang tak berbusana.
"Apa? Apa maksud Ayah, Aku tidak-" ucapan Leri seketika terhenti saat dirinya melihat Sienna yang tengah terduduk di atas kasur tidurnya.
"Sienna? Kau.." kepala Leri seketika pusing tujuh keliling, kini dirinya mulai mengerti kenapa ayahnya tersebut sangat marah kepada dirinya saat ini.
“Sial! Apa yang sudah aku lakukan” kini Leri mulai menyadari situasinya
"Bodoh!" desis Zehran saat dirinya melihat wajah Leri yang sepertinya baru sadar dengan situasinya ku
.....
From Pak Benest:
-Apa kau baik-baik saja? Hei, angkat telfonku.
-Sial!
-Frank memasukan obat perangsang pada minumanku. Dia tidak tahu jika kau yang akan meminumnya. Aku minta maaf jika kau akan kerepotan karena ulah jahilnya. aku harap kau segera menghubungi jika terjadi sesuatu.
Today, pukul 03.12 malam
Empat panggilan yang tak terjawab masuk ke dalam ponselnya. Dan sialnya dirinya baru sempat membaca pesan dari kolega bisnisnya itu.
"Ban*sat!" Maki Leri lalu melempar ponselnya kesembarang arah.
Setelah melihat pesan dari kolega bisnisnya, kini Leri mengerti mengapa dirinya bisa melakukan hal tersebut pada Sienna.
"Fu*k! Apa yang telah aku lakukan!" Leri menonjok kaca wastafelnya saat mengingat kejadian tadi malam.
Kini dirinya mulai mengingat kejadian tadi malam.
Iya tidak menyangka jika itu adalah nyata. Karena ia kira hal tersebut terjadi di dalam mimpinya.
Betapa bodohnya ia tidak dapat membedakan jika itu nyata atau mimpi.
Ini gila! Bagaimana ia akan menghadapi Sienna untuk kedepannya? Dirinya benar-benar seperti pria brengsek. Setelah menolak Sienna mentah-mentah, kini ia meniduri wanita tersebut.
Seperti bajingan gila yang tidak mempunyai akal, mungkin seperti itulah Sienna menganggap dirinya.
"Sial!" maki Leri yang tidak perduli meski tangannya sudah mengeluarkan banyak darah.
....
TBC