Drtt…drtt Damar yang masih dalam posisi memeluk Viona, tidak menggubris panggilan itu. "Kenapa nggak diangkat? Siapa tahu penting," kata Viona yang masih meringkuk di dalam pelukan Damar. Rasa lelahnya hati dan pikirannya langsung sirna."Biarkan saja."Drtt…drtt….Damar berusaha meraih ponselnya, ia melihat nomor yang tidak ada di kontaknya. Tapi ia paham nomor itu karena beberapa kali menghubunginya. Akhirnya Damar mematikan ponselnya."Kenapa malah dimatikan?" tanya Viona."Mengganggu saja.""Siapa yang menelpon?" "Nomor tak dikenal.""Kayaknya punya penggemar ya? Secret admirer!""Sudah deh Sayang, nggak usah mulai lagi.""Ternyata begini ya rasanya menikah dengan orang ganteng, mapan dan banyak penggemar. Harus sangat sabar, apalagi…."Damar pun memulai lagi aktivitasnya membungkam Viona.***"Kamu tahu kenapa kami memanggilmu kesini sendirian. Sengaja kami minta kamu tidak mengajak Viona," kata Yuda, papanya Damar.Hari ini ketika pulang dari kantor Yuda meminta Damar untuk p
"Damar!" panggil Mila sambil membuka pintu mobil Damar sebelah kiri dan kemudian duduk di sebelah Damar. Damar yang baru saja mematikan mesin mobilnya menjadi kaget. Ternyata Mila memang sengaja menunggu Damar di tempat parkir.Pagi ini Damar terlihat sangat macho di mata Mila. Mila memandangi Damar dengan tidak berkedip. Penampilan Damar selalu membuat Mila terpesona."Kenapa sih, Mila?" kata Damar dengan risih."Aku kangen sama kamu," kata Mila berusaha memeluk Damar, tapi Damar mengelak."Keluar dari mobilku," pinta Damar."Nggak mau! Aku kesal dengan kejadian kemarin. Istrimu itu memang harus diajari bicara sopan santun di depan orang lain." Mila nyerocos."Tapi aku bangga dengan apa yang dilakukan istriku. Istriku memang the best dan aku sangat mencintainya." Damar pun keluar dari mobilnya.Mila termangu mendengar kata-kata Damar, hatinya sangat perih dan terluka. Mila pun ikut-ikutan keluar dari mobilnya Damar."Damar!" teriak Mila. Tapi Damar tetap saja berjalan seolah-olah tid
"Ehem!" terdengar suara Irfan berdehem, sepertinya ia memberikan kode pada Damar.Damar menoleh pada Irfan, ia sangat kaget melihat sosok perempuan yang berdiri di sebelah Irfan."Vi-Viona," gumam Damar dengan gugup dan menatap istrinya yang baru datang ke kantornya. Ia tidak sadar ketika ia lengah, Mila langsung menggandeng tangan Damar dan Viona melihat semua itu. Sebenarnya Viona ingin marah-marah, tapi ia tetap bersikap elegan."Kebetulan aku dan temanku lewat depan kantor Mas, makanya aku mampir sekalian biar bisa pulang bareng," kata Viona dengan ekspresi yang dibuat setenang mungkin. Walaupun hatinya sangat emosi.Damar langsung tersadar dengan gandengan tangan Mila, segera melepaskan tangan Mila. "Ayo pulang," kata Damar yang segera mendekati Viona danmenggandeng tangannya."Damar, bukannya kamu tadi berjanji mau nganterin aku," kata Mila dengan wajah yang dibuat bersedih."Aku nggak pernah berjanji kok." Damar yang menggandeng tangan Viona, melangkahkan kakinya menjauhi Mi
Prang! Damar terjaga dari tidurnya, ia melihat ke arah samping. Tidak ada Viona disisinya. "Kemana Viona?" gumam Damar.Damar melihat jam menunjukkan pukul lima pagi, ia bangun dan beranjak dari tempat tidur. Kemudian ia keluar dari kamar."Maaf Mas, aku membangunkan Mas. Aku tadi tidak sengaja memecahkan gelas," kata Viona dengan pelan, sambil membersihkan pecahan gelas di lantai."Biar aku yang membersihkannya," tawar Damar."Nggak usah, Mas. Sudah selesai kok." Viona pun berusaha untuk berdiri, tapi ia tampak oleng, serasa dunia berputar. Viona memegang meja makan yang ada didekatnya."Kenapa Vio?" tanya Damar sambil mendekati Viona."Aku pusing, semua seperti berputar." Damar memapah Viona sampai di sofa. "Berbaring saja," kata Damar."Tapi aku belum membuatkan Mas minum," sahut Viona."Nggak apa-apa. Aku bisa membuatnya sendiri. Kamu mau minum apa? Aku bikinin teh ya?""Iya, Mas." Damar pun segera membuat kopi dan teh untuk Viona. Kemudian membawanya ke ruang keluarga, tampak
"Gila kamu ya? Istri sakit malah ditinggal kerja. Kalau terjadi apa-apa dengan Viona gimana!" seru Irfan dengan spontan.Damar terperanjat!"Tapi tadi Viona yang menyuruhku berangkat kerja. Padahal rencananya aku mau di rumah saja menemani Viona," bela Damar."Perempuan kalau bilang ia baik-baik saja, berarti ia dalam kondisi yang tidak baik. Kamu itu jadi suami kok kurang peka sama sekali. Mungkin Viona hamil, soalnya aku lihat kemarin bentuk tubuhnya agak berbeda.""Ih, kamu ngeliatin istriku segitunya?" sahut Damar dengan kesal."Cemburu?" ledek Irfan."Ya iyalah, laki-laki memandang istriku begitu detail.""Padahal aku hanya melihat saja. Bayangkan bagaimana perasaan Viona ketika melihatmu digandeng mesra oleh Mila. Terus kedatangan Marcia ke rumahmu. Aku yakin kalau Viona itu hatinya sangat sedih dan terluka."Damar hanya terdiam mendengar kata-kata Irfan."Sekarang kamu pulang, terus ajak Viona cek ke dokter kandungan, mungkin ia sedang hamil," lanjut Irfan."Ha-hamil?" Damar me
"Hana, kata dokter tadi, Viona kenapa? Kandungannya baik-baik saja, kan?" tanya Adel pada Hana."Iya, kandungan Mbak Viona baik-baik saja. Hanya saja perut Mbak Viona tidak bisa menerima makanan. Jadi setiap ia makan selalu muntah. Kata dokter tadi Mbak Viona harus bedrest dulu." Hana menjelaskan apa yang dikatakan oleh dokter tadi."Syukurlah kalau kandungannya nggak apa-apa. Damar sudah diberitahu?" tanya Adel."Kata Mbak Viona, dari tadi ia menelpon Mas Damar, tapi tidak diangkat-angkat. Makanya ia menelpon saya."Adel terlihat emosi. Ia pun berusaha menelpon Damar."Damar, kamu dimana?" Tanpa basa-basi, Adel langsung bertanya pada Damar."Lagi makan diluar sama Mama." Damar menjawab pertanyaan Adel. Mama Laras yang sedang makan, langsung menoleh ke arah Damar ketika namanya disebut oleh Damar."Siapa?" tanya mamanya Laras setengah berbisik pada Damar."Mbak Adel."Mama Laras langsung merebut ponsel Damar."Kami sedang makan diluar. Kamu tahu nggak kami makan sama siapa? Sama Mar
"Mbak, gimana kondisi Viona?" tanya Damar ketika sampai di ruang perawatan Viona. Damar tampak terengah-engah karena berjalan dengan cepat supaya segera bertemu Viona."Viona harus bedrest, demi bayi yang dikandungnya." Adel menjelaskan kondisi Viona pada Damar."Ba-bayi?" Damar sangat terkejut mendengar ucapan Adel. "Benar dugaan Irfan kalau Viona hamil," kata Damar dalam hati."Jangan bilang kalau kamu tidak tahu Viona hamil!" seru Adel."Benar Mbak, aku nggak tahu kalau Viona itu hamil." Damar masih menunjukkan ekspresi terkejutnya. "Kamu itu suaminya atau bukan sih? Kok nggak perhatian dengan istri. Jangan-jangan kamu nggak tahu dia itu siapa," kata Adel sambil menunjuk ke arah Hana.Damar menggelengkan kepalanya. "Damar! Kamu kok sangat keterlaluan sih!" Adel berteriak sambil memukul lengan Damar."Ma, sabar," kata Gibran mengingatkan istrinya."Hana itu yang membawa istrimu ke rumah sakit. Kalau nggak ada Hana, apa yang akan terjadi pada Viona. Kamu di telpon nggak diangkat-a
Ceklek!Pak Yuda membuka pintu ruang perawatan Viona. Pak Yuda masuk diikuti oleh Mama Laras.Deg! Jantung Mama Laras berdetak dengan sangat kencang. Tiba-tiba ia merasa tubuhnya panas dan berkeringat, padahal ruang perawatan Viona cukup dingin."Damar! Adel," gumam Mama Laras.Yang berada di dalam ruangan juga kaget melihat kedatangan orang tua Damar dan Adel. Pak Yuda mengamati semua ekspresi orang-orang yang ada di ruangan ini. Mama Laras tampak sangat pucat. Ia takut kalau Adel dan Damar keceplosan."Mama?" sapa Damar dan Adel."Siapa yang sakit?" tanya Mama Laras."Viona, Ma." Damar menjawab pertanyaan Mama Laras."Mama, kok Mama ada disini? Bukankah Mama tadi pergi bersama Marcia?" tanya Adel. Adel sengaja mengatakan itu, biar mamanya sadar supaya tidak mengacaukan rumah tangga Damar dan Viona.Mama Laras sangat kaget dengan kata-kata Adel. Ia sangat kesal, karena Adel mengatakan itu."Mama? Benarkah?" tanya Pak Yuda yang pura-pura terkejut mendengar ucapan istrinya.Damar malah