"Damar!" panggil Mila sambil membuka pintu mobil Damar sebelah kiri dan kemudian duduk di sebelah Damar. Damar yang baru saja mematikan mesin mobilnya menjadi kaget. Ternyata Mila memang sengaja menunggu Damar di tempat parkir.Pagi ini Damar terlihat sangat macho di mata Mila. Mila memandangi Damar dengan tidak berkedip. Penampilan Damar selalu membuat Mila terpesona."Kenapa sih, Mila?" kata Damar dengan risih."Aku kangen sama kamu," kata Mila berusaha memeluk Damar, tapi Damar mengelak."Keluar dari mobilku," pinta Damar."Nggak mau! Aku kesal dengan kejadian kemarin. Istrimu itu memang harus diajari bicara sopan santun di depan orang lain." Mila nyerocos."Tapi aku bangga dengan apa yang dilakukan istriku. Istriku memang the best dan aku sangat mencintainya." Damar pun keluar dari mobilnya.Mila termangu mendengar kata-kata Damar, hatinya sangat perih dan terluka. Mila pun ikut-ikutan keluar dari mobilnya Damar."Damar!" teriak Mila. Tapi Damar tetap saja berjalan seolah-olah tid
"Ehem!" terdengar suara Irfan berdehem, sepertinya ia memberikan kode pada Damar.Damar menoleh pada Irfan, ia sangat kaget melihat sosok perempuan yang berdiri di sebelah Irfan."Vi-Viona," gumam Damar dengan gugup dan menatap istrinya yang baru datang ke kantornya. Ia tidak sadar ketika ia lengah, Mila langsung menggandeng tangan Damar dan Viona melihat semua itu. Sebenarnya Viona ingin marah-marah, tapi ia tetap bersikap elegan."Kebetulan aku dan temanku lewat depan kantor Mas, makanya aku mampir sekalian biar bisa pulang bareng," kata Viona dengan ekspresi yang dibuat setenang mungkin. Walaupun hatinya sangat emosi.Damar langsung tersadar dengan gandengan tangan Mila, segera melepaskan tangan Mila. "Ayo pulang," kata Damar yang segera mendekati Viona danmenggandeng tangannya."Damar, bukannya kamu tadi berjanji mau nganterin aku," kata Mila dengan wajah yang dibuat bersedih."Aku nggak pernah berjanji kok." Damar yang menggandeng tangan Viona, melangkahkan kakinya menjauhi Mi
Prang! Damar terjaga dari tidurnya, ia melihat ke arah samping. Tidak ada Viona disisinya. "Kemana Viona?" gumam Damar.Damar melihat jam menunjukkan pukul lima pagi, ia bangun dan beranjak dari tempat tidur. Kemudian ia keluar dari kamar."Maaf Mas, aku membangunkan Mas. Aku tadi tidak sengaja memecahkan gelas," kata Viona dengan pelan, sambil membersihkan pecahan gelas di lantai."Biar aku yang membersihkannya," tawar Damar."Nggak usah, Mas. Sudah selesai kok." Viona pun berusaha untuk berdiri, tapi ia tampak oleng, serasa dunia berputar. Viona memegang meja makan yang ada didekatnya."Kenapa Vio?" tanya Damar sambil mendekati Viona."Aku pusing, semua seperti berputar." Damar memapah Viona sampai di sofa. "Berbaring saja," kata Damar."Tapi aku belum membuatkan Mas minum," sahut Viona."Nggak apa-apa. Aku bisa membuatnya sendiri. Kamu mau minum apa? Aku bikinin teh ya?""Iya, Mas." Damar pun segera membuat kopi dan teh untuk Viona. Kemudian membawanya ke ruang keluarga, tampak
"Gila kamu ya? Istri sakit malah ditinggal kerja. Kalau terjadi apa-apa dengan Viona gimana!" seru Irfan dengan spontan.Damar terperanjat!"Tapi tadi Viona yang menyuruhku berangkat kerja. Padahal rencananya aku mau di rumah saja menemani Viona," bela Damar."Perempuan kalau bilang ia baik-baik saja, berarti ia dalam kondisi yang tidak baik. Kamu itu jadi suami kok kurang peka sama sekali. Mungkin Viona hamil, soalnya aku lihat kemarin bentuk tubuhnya agak berbeda.""Ih, kamu ngeliatin istriku segitunya?" sahut Damar dengan kesal."Cemburu?" ledek Irfan."Ya iyalah, laki-laki memandang istriku begitu detail.""Padahal aku hanya melihat saja. Bayangkan bagaimana perasaan Viona ketika melihatmu digandeng mesra oleh Mila. Terus kedatangan Marcia ke rumahmu. Aku yakin kalau Viona itu hatinya sangat sedih dan terluka."Damar hanya terdiam mendengar kata-kata Irfan."Sekarang kamu pulang, terus ajak Viona cek ke dokter kandungan, mungkin ia sedang hamil," lanjut Irfan."Ha-hamil?" Damar me
"Hana, kata dokter tadi, Viona kenapa? Kandungannya baik-baik saja, kan?" tanya Adel pada Hana."Iya, kandungan Mbak Viona baik-baik saja. Hanya saja perut Mbak Viona tidak bisa menerima makanan. Jadi setiap ia makan selalu muntah. Kata dokter tadi Mbak Viona harus bedrest dulu." Hana menjelaskan apa yang dikatakan oleh dokter tadi."Syukurlah kalau kandungannya nggak apa-apa. Damar sudah diberitahu?" tanya Adel."Kata Mbak Viona, dari tadi ia menelpon Mas Damar, tapi tidak diangkat-angkat. Makanya ia menelpon saya."Adel terlihat emosi. Ia pun berusaha menelpon Damar."Damar, kamu dimana?" Tanpa basa-basi, Adel langsung bertanya pada Damar."Lagi makan diluar sama Mama." Damar menjawab pertanyaan Adel. Mama Laras yang sedang makan, langsung menoleh ke arah Damar ketika namanya disebut oleh Damar."Siapa?" tanya mamanya Laras setengah berbisik pada Damar."Mbak Adel."Mama Laras langsung merebut ponsel Damar."Kami sedang makan diluar. Kamu tahu nggak kami makan sama siapa? Sama Mar
"Mbak, gimana kondisi Viona?" tanya Damar ketika sampai di ruang perawatan Viona. Damar tampak terengah-engah karena berjalan dengan cepat supaya segera bertemu Viona."Viona harus bedrest, demi bayi yang dikandungnya." Adel menjelaskan kondisi Viona pada Damar."Ba-bayi?" Damar sangat terkejut mendengar ucapan Adel. "Benar dugaan Irfan kalau Viona hamil," kata Damar dalam hati."Jangan bilang kalau kamu tidak tahu Viona hamil!" seru Adel."Benar Mbak, aku nggak tahu kalau Viona itu hamil." Damar masih menunjukkan ekspresi terkejutnya. "Kamu itu suaminya atau bukan sih? Kok nggak perhatian dengan istri. Jangan-jangan kamu nggak tahu dia itu siapa," kata Adel sambil menunjuk ke arah Hana.Damar menggelengkan kepalanya. "Damar! Kamu kok sangat keterlaluan sih!" Adel berteriak sambil memukul lengan Damar."Ma, sabar," kata Gibran mengingatkan istrinya."Hana itu yang membawa istrimu ke rumah sakit. Kalau nggak ada Hana, apa yang akan terjadi pada Viona. Kamu di telpon nggak diangkat-a
Ceklek!Pak Yuda membuka pintu ruang perawatan Viona. Pak Yuda masuk diikuti oleh Mama Laras.Deg! Jantung Mama Laras berdetak dengan sangat kencang. Tiba-tiba ia merasa tubuhnya panas dan berkeringat, padahal ruang perawatan Viona cukup dingin."Damar! Adel," gumam Mama Laras.Yang berada di dalam ruangan juga kaget melihat kedatangan orang tua Damar dan Adel. Pak Yuda mengamati semua ekspresi orang-orang yang ada di ruangan ini. Mama Laras tampak sangat pucat. Ia takut kalau Adel dan Damar keceplosan."Mama?" sapa Damar dan Adel."Siapa yang sakit?" tanya Mama Laras."Viona, Ma." Damar menjawab pertanyaan Mama Laras."Mama, kok Mama ada disini? Bukankah Mama tadi pergi bersama Marcia?" tanya Adel. Adel sengaja mengatakan itu, biar mamanya sadar supaya tidak mengacaukan rumah tangga Damar dan Viona.Mama Laras sangat kaget dengan kata-kata Adel. Ia sangat kesal, karena Adel mengatakan itu."Mama? Benarkah?" tanya Pak Yuda yang pura-pura terkejut mendengar ucapan istrinya.Damar malah
"Mas, aku mau pulang ke rumah Bapak," kata Viona dengan pelan sambil meneteskan air mata. Hatinya sangat kecewa."Iya, nanti kalau sudah sehat, aku antar kamu ke rumah Bapak. Kita disana selama seminggu." Damar menjawab permintaan Viona untuk menenangkannya. Ia takut jika Viona akan menceritakan kehidupan rumah tangganya kepada orang tua Viona."Aku mau pulang sendiri dan nggak akan kembali lagi kesini."Damar terkejut, kemudian menoleh ke arah Viona."Kenapa? Jangan main-main Sayang. Rumah kita disini, kalau kamu disana sendirian dalam waktu yang lama, apa kata Bapak dan Ibu?" "Aku lelah, Mas. Aku menikah untuk bahagia, bukannya menderita. Yang aku alami selama ini banyaklah menderita daripada bahagia. Tenang saja, aku tidak akan menghalangimu menemui anak kita nanti."Damar semakin terkejut mendengar kata-kata Viona. Hatinya ikut teriris, sedih."Aku sudah mendengar semua yang kalian bicarakan. Aku tadi sudah terbangun waktu Papa dan Mama datang. Kamu tahu Mas, aku sangat kecewa. K
"Eh malah asyik pacaran disini, sampai-sampai lupa sama anaknya sendiri." Mama Laras berkata sambil tersenyum menggoda Damar dan Viona."Mama?" Viona tersipu malu."Apa sih yang kalian bicarakan? Masa depan?" tanya Adel dengan penasaran."Nggak ada apa-apa kok, Mbak. Hanya membuatkan kopi lagi untuk Mas Damar. Soalnya kopi yang aku buat tadi sudah dingin karena Mas Damar ketiduran." Viona menjelaskan. Damar hanya tersenyum."Ayo kita kesana saja, nggak enak ngobrol di dapur," ajak Viona. Mereka pun menuju ke ruang keluarga."Mumpung ada kalian berdua disini. Apakah ada kemungkinan kalian untuk rujuk? Ingat lho, ada Arka yang membutuhkan kalian berdua." Mama Laras mulai berbicara."Sepertinya memang kita yang harus bergerak, Ma. Kalau menunggu mereka berdua, kelamaan. Terus terang kami sangat menginginkan rujuknya kalian berdua. Apalagi ada pengikat di antara kalian yaitu Arka." Tanpa basa basi, Adel langsung bertanya pada Viona. Viona menjadi salah tingkah. "Ini kesempatanku untuk m
"Arka, Arka," gumam Viona. Damar bingung harus berbuat apa."Arka, Arka." Viona mengigau lagi. Damar memegang dahi Viona, ternyata Viona demam.Damar mencari-cari tas Viona. Biasanya Viona selalu membawa obat-obatan di tasnya. Tas Viona ada di bawah tempat tidur Arka. Dengan perlahan ia membuka tas tersebut. Ternyata benar, di dalam tas Viona ada beberapa obat, seperti Paracetamol juga asam mefenamat.Setelah mengambil Paracetamol dan air mineral, Damar pun mengambil mendekati Viona lagi. "Viona," panggil Damar dengan pelan. Perlahan Viona membuka matanya."Mas, jangan ambil Arka dariku. Aku janji akan merawat dia dengan baik." Tiba-tiba Viona langsung berkata seperti itu sambil menangis. Damar hanya bisa bengong mendengar ucapan Viona.*Aku mohon, Mas." Tangis Viona semakin menjadi-jadi."Vio, tidak ada yang mau mengambil Arka darimu. Aku juga tidak, aku percaya kalau kamu merawat Arka dengan baik." Damar berusaha meyakinkan Viona."Tapi tadi Mas memaksaku menyerahkan Arka." Viona m
"Arka kenapa?" Viona mengelus-elus kepala Arka. Arka masih saja menangis."Arka kenapa, Nak? Bilang sama Bunda, apa yang Arka inginkan?" Suara Viona bergetar, menahan sesak di dada. Sebenarnya ia ingin menangis, tapi tetap berusaha untuk tidak menangis. Jangan sampai menangis di depan Arka."Tangan sakit." Suara Arka sangat lemah. Viona melihat ke tangan Arka, tampak agak membengkak. Viona sangat kaget, kemudian ia melihat ke arah botol infus dan mengamatinya. Ternyata infusnya tidak menetes, Viona menjadi semakin ketakutan. Ia segera memencet bel.Tak lama kemudian masuklah seorang perawat."Ada yang bisa dibantu, Bu?" Perawat itu bertanya dengan sopan."Infusnya kok nggak menetes ya?" tanya Viona. Perawat itu segera memeriksa botol infus dan saluran infus yang menempel ke tangan Arka."Apa adik ini banyak bergerak, Bu?""Enggak, tadi habis saya gendong ke kamar mandi karena mau buang air kecil."Perawat itu tersenyum."Lihatlah tangan adik ini, mungkin tadi waktu bergerak jarumnya
"Arka sangat dekat dengan ayahnya, apa nggak sebaiknya kalian rujuk saja. Kalau misalnya Damar mengajakmu rujuk, apa kamu mau?" Deg! Jantung Viona berdebar-debar. Pipinya merona tersipu malu."Nggak tahu, Mbak. Lagipula nggak mungkin Mas Damar mengajakku rujuk. Dia kan sudah mau menikah?" sahut Viona, ia pun menyibukkan diri dengan kegiatan menggoreng nugget tadi. Malu kalau sampai ketahuan ia merona.Viona memang masih mencintai Damar, walaupun ia tahu kalau Damar tidak mencintainya. Susah untuk menghilangkan rasa itu, tapi untuk berharap kembali bersama, sepertinya jauh panggang dari api."Siapa bilang? Hubungan Damar dan Jihan sudah selesai.""Bukankah mereka sudah tunangan?" tanya Viona untuk meyakinkan berita itu."Iya, tapi nyatanya nggak bisa dilanjutkan lagi.""Kasihan Mas Damar, pasti sangat kecewa berpisah dengan orang yang dicintainya." Ada rasa perih di hati ketika mengucapkan itu."Kamu tahu, mereka putus gara-gara kamu." Ucapan Adel tak khayal membuat Viona tampak sanga
Semua menjadi panik karena tidak menemukan sosok Arka. Mereka tadi asyik membahas tentang ide rujuknya Damar dan Viona. Damar beranjak dari duduknya dan berjalan ke depan, takutnya Arka keluar. Mama Laras mencari ke dapur, siapa tahu Arkq sedang bermain bersama Lina. Tapi ternyata Lina tidak ada. Mama Laras pun menuju ke ruang keluarga, tempat mereka berkumpul dan bermain bersama Arka tadi."Ketemu nggak?" tanya Damar dengan panik. Tentu saja ia sangat panik melihat Arka menghilang dari pandangan mereka berempat.Semua menggelengkan kepalanya masing-masing. "Papa, bagaimana ini? Aku nggak tahu harus ngomong apa sama Viona." Damar sangat kebingungan. "Tenang, pasti Arka ketemu." Pak Yuda berusaha menenangkan Damar."Lina, kamu melihat Arka?" tanya Damar ketika melihat Lina berjalan menuju ke arah mereka"Arka? Ada kok." Lina menjawab dengan tenang tampak santai."Dimana?" tanya Damar, wajahnya langsung ceria."Saya bawa ke kamar Mas Damar. Arka sedang tidur.""Kok bisa?" Damar masih
"Ayah!" Terdengar teriakan bahagia dari seorang anak kecil yang bernama Arka. Tampak Viona berdiri di samping Arka. Arka langsung memeluk ayahnya, kemudian menarik tangan ayahnya untuk masuk ke dalam.Damar tampak ragu, ia pun melirik ke arah Viona. Viona mengangguk kecil, menandakan kalau ia menyetujui tindakan Arka. Damar dan Arka masuk ke dalam, disusul Viona yang selesai menutup pintu. Dari saat mengetuk pintu tadi sampai sekarang, jantung Damar masih berdetak dengan kencang, ia tampak canggung berhadapan dengan Viona. "Maafkan aku, Mas. Seharusnya aku tidak merepotkan Mas pagi-pagi seperti ini," kata Viona dengan pelan ketika mereka bertiga duduk di sofa."Nggak apa-apa. Aku akan selalu melakukan apapun permintaan Arka. Ini aku bawakan sarapan untukmu." Damar menyerahkan bungkusan yang tadi ia bawa. Ia masih berusaha untuk menetralisir suasana hatinya. Entah kenapa, melihat Viona hari ini membuat Damar merasa sangat bahagia. Mungkin karena ia diizinkan mengajak Arka jalan-jalan.
"Ayah nanti pulang kelja bobok sama Alka ya?" kata Arka dengan penuh harap. Suara cadelnya membuat yang mendengarkan menjadi gemas. Tak khayal, ucapan Arak membuat Damar dan Viona tampak sangat kaget. Mereka tidak menyangka jika Arka akan berkata seperti itu."Iya, sayang. Sekarang Arka sama Bunda dulu ya?" bujuk Damar. Arka mengangguk, kemudian memeluk ayahnya. "Ayo Nak, kita pulang," ajak Mama Laras. Arka pun jalan bersama bunda dan omanya. Dengan berat hati, Arka mengikuti Oma dan bundanya. Ia pun melambaikan tangan pada ayahnya.Dama tampak terharu dengan perlakuan Arka kepadanya. Ia tidak menyangka jika Arka sangat dekat dengannya. Padahal selama ini ia tidak mendampingi keseharian Arka. Mungkin inilah yang namanya ikatan batin antara anak dan ayah. Walau terpisah, tapi tetap merasa dekat."Bundamu hebat, Nak. Tidak mengajarimu untuk membenci Ayah," kata Damar dalam hati."Ayo ke kantor lagi! Suara Irfan membuyarkan lamunan Damar. Damar dan Irfan berjalan menuju ke tempat parkir
"Boleh saya bertemu dengan Jihan?" pinta Damar."Untuk apa?" Mega masih saja menanggapi dengan ketus. Ia belum bisa menerima kalau hubungan Jihan dan Damar selesai. Ia masih membayangkan bagaimana komentar saudara, teman dan tetangga tentang putusnya hubungan Damar dan Jihan. Mereka pasti akan mencibir dan membicarakannya, bakal jadi trending topik di komplek ini. Mega mengkea nafas panjang."Ingin berbicara sebentar, Bu.""Saya rasa nggak ada yang perlu dibicarakan lagi. Semua sudah selesai. Silahkan pulang." Mega mengusir Damar."Bu, Damar kesini sebagai tamu, tidak baik seperti itu. Apa salahnya kalau ia bertemu dengan Jihan sebentar saja." Dedi berusaha menenangkan istrinya."Tamu tapi membuat tuan rumah sakit hati. Aku nggak mau melihat Jihan bersedih lagi. Silahkan pergi sebelum saya berteriak." Mega tetap bersikeras."Sebentar saja, Bu." Damar masih memohon pada Mega."Pergi! Pergi!" Mega berteriak sambil menunjuk-nunjuk wajah Damar."Maaf, Pak. Saya permisi pulang," pamit Dama
"Viona." Mama Laras menutup mulutnya, ia seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya."Iya, Ma. Ini Viona." Viona mendekati Mama Laras kemudian mencium tangan dan memeluknya.Mama Laras meneteskan air mata karena terharu melihat siapa yang datang. "Mama jangan nangis," kata Viona ketika melepaskan pelukannya."Mama bahagia melihat kamu datang." Mama Laras segera menghapus air matanya."Arka, kasih salam sama Oma." Viona berkat pada Arka."Ini Oma, Sayang. Sudah lupa, ya?" Mama Laras menggendong Arka. Arka hanya terdiam, ia masih bingung dengan situasi ini."Arka sudah besar ya, sudah berat." Mama Laras mencium Arka."Ayo ke dalam," ajak Mama Laras pada Viona."Iya, Ma."Viona mengikuti langkah kaki Mama Laras menuju ke ruang keluarga."Opa, lihat siapa yang datang," kata Maam Laras pada suaminya yang sedang asyik menonton berita di televisi. Pak Yuda menoleh ke arah istrinya."Viona? Arka." Pak Yuda tak kalah terkejutnya dengan kehadiran Viona dan Arka. Viona segera mendekati Pak