Christa langsung melihat ke arah pintu, ketika benda dari papan kayu itu terbuka. Jantungnya sudah berdetak kencang, takut yang masuk adalah Hafens. Namun ternyata, dia masih di beri waktu untuk bernapas. Seorang wanita paruh baya dengan membawa nampan yang masuk, mengantarkan makan malam untuknya.
Dia kenal wanita ini, pelayan. Namun anehnya, Hafens menghilang saat setelah mengucapkan janji pernikahan. Kemana dia? Padahal ini sudah pukul sembilan malam. Pria itu memintanya ke kamar lebih dulu sejak mereka selesai mengucap janji suci. Dan sampai sekarang dia belum kembali.''Nona Christa, makan dulu. Tuan meminta saya menghidangkan makan malam untuk anda, sebelum dia datang.'' Seorang pelayan wanita yang sudah berusia paruh abad bertubuh gempal berkata, seraya menata hidangan untuk Christa yang kini resmi menjadi istri majikannya.Christa mengenalnya, tadi siang wanita inilah yang menenangkannya saat akan di rias. Dia juga yang membantunya memakai pakaian pengantin meskipun amat sederhana berwarna hitam.''Dia dimana, Bi?'' tanyanya pelan, hingga wanita itu tersenyum kaku.''Saya tidak tahu, Nona. Sepertinya di tempat favorit Tuan.''Christa yang tengah memandangi makanan di meja yang ada di dekat balkon mendongak.''Favorit?'' ulangnya ingin memastikan.''Hmm.'' Wanita itu mengangguk pelan, meletakkan hidangan terakhir. ''Saya permisi, Nona. Sampai jumpa besok pagi.''Christa tak mampu mencegah, karena wanita itu terlanjur pergi. Dilihatnya makanan yang terhidang diatas meja, dengan helaan napas pelan yang dia lakukan.Tangannya meraih sendok, dengan kepala sedikit ditundukkan. Dia tahu, selanjutnya adalah kehancuran baginya. Namun, dia harus mengangkat tinggi wajahnya dan menjalani ini dengan tabah.''Ayah ..., ibu .... Siapapun di antara kalian berdua, kuharap kalian tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Atau aku akan menjadi rahim untuk anak-anak yang akan kukandung. Kuharap kalian tidak lagi menjadi seperti ini.''Dia menyeka bawah hidungnya yang berair, dengan mulut yang perlahan terbuka untuk memakan makanan itu. Kunyahannya terasa berat, tapi kemudian dia berusaha untuk menelannya. Bagaimanapun dia harus kuat sendiri, tidak ada orang lain yang berpihak padanya di tempat ini, meskipun dia adalah istri dari majikan mereka.Dua puluh menit setelah selesai makan, Christa juga tak melihat kehadiran pria itu. Hingga akhirnya dia berbaring dan mencoba untuk terjaga. Namun, matanya tak tahan lama dan akhirnya terpejam. Christa terlelap dengan nyaman, hingga tak menyadari apa-apa. Gadis itu tampak bergelung, dia lelah karena perjalanan jauh yang ditempuhnya tadi sebelum dia tertangkap oleh anak buah Hafens.Dalam tidurnya yang begitu lelap, dia menyadari ada yang melakukan sesuatu padanya. Ada sesuatu yang mengalir di tenggorokannya, seolah sengaja di minumkan oleh seseorang. Tangannya terasa diikat, matanya ditutup sebuah kain. Dia tak berdaya, tergeletak tanpa bisa bicara dan hanya mampu mengeluarkan suara aneh dari mulutnya.***Hafens tersenyum puas mengakhiri ulah gilanya. Dia menatap wajah Christa yang tampak terlelap menahan siksa akibat apa yang dia lakukan secara paksa. Ada lelehan air mata di pipi itu, juga bekas cengkraman di pergelangan tangannya. Itu bahkan belum seberapa, akan ada saatnya Christa menangis dibuatnya."Hebat juga dia bisa mempertahankan keperawanannya di Klan ini." Dia bergumam sambil bangkit, membuka ikatan di tangan dan juga matanya, membuatnya seolah tak pernah terjadi apa-apa.Bibir pria angkuh dan kejam itu tersungging, dengan tangan yang perlahan mengusap pipi wanita yang sudah resmi menjadi istrinya malam ini, bahkan seutuhnya.Dengan cepat dia meraih jubah tidur dari atas nakas, lalu bersiul dengan kaki yang terayun keluar. Pria itu melangkah dengan santainya, bergegas keluar untuk menuju kamarnya. Dave yang berjaga di depan kamar tempat majikannya itu memulai aksi langsung bergerak, saat melihat Tuannya keluar. Pakaiannya yang sudah berganti membuat Dave tahu apa yang sudah terjadi.Dibuka pria itu pintu kamar, hingga Hafens melangkah dengan lancar. Pria itu menuju ke nakas, lalu mengambil air minum yang di letakkan di sana. Hingga beberapa saat, tidak ada suara apapun di dalam kamar itu. Kedua pria itu berdiam diri, satu karena baru merasa menang dan yang satu lagi berjaga dan bersiap melakukan perintah apa saja yang diminta oleh majikannya.Hafens menggerakkan kepalanya hingga bunyi tulang berdetak terdengar. Tatapannya terangkat, melihat Dave yang langsung menunduk, siap menunggu perintah."Pastikan ini hanya antara klan kita yang tahu," ujarnya tegas, dengan tatapan tajam yang membuat Dave mengangguk dalam menunduknya. "Hanya sebatas Klan Bracks, karena tidak akan ada yang bisa menolong atau mengambil wanita itu dariku jika dia ada di klan ini. Bahkan orang tuanya sekalipun."Dave mengangguk lagi. "Saya pastikan, Tuan.""Buat akses keluar atau bertemu orang luar susah!" tambahnya sambil bangkit dengan tubuh tegapnya yang menegak kokoh. "Jangan sampai ada semut kecil yang akan mendapatkan celah hingga Christa jatuh ke tangan mereka. Mengerti?"Dave mengangguk lagi. "Baik, Tuan. Akan saya sterilkan."Hafens melangkah tanpa suara ke arah kamar mandi. Di sana dia membersihkan diri seraya memikirkan apa yang akan dia lakukan kedepannya. Mengenai usahanya, klannya, anak buahnya dan segalanya, termasuk Christa. Dia menambah beban sekaligus mainan yang sangat seru. Tampaknya, memberikannya sedikit kenangan pahit dalam hidupnya akan sangat menyenangkan.Itu bisa dia ingat seumur hidupnya, akan sangat menyenangkan baginya.Seulas senyum tipis hinggap di bibir seksi pria itu. Di bawah kucuran air, dia mengingat bagaimana Christa yang tidak berdaya di bawah kuasanya tadi. Memang siapapun bisa tidak berdaya dibuatnya, begitupun dengan anak mafia gila yang sudah mengambil nyawa ayah ibunya."Tunggu saja, Sayang. Ini pintu masuk kedalam neraka yang akan membuatmu tahu bagaimana arti penderitaan yang sebenarnya." Gumaman penuh kebencian itu terlontar di kamar mandinya yang hening, hanya ada suara percikan air yang tersibak, seakan berirama.Di tengah malam pria itu mandi, menghapuskan jejak apa yang dia lakukan pada sang istri tadi. Jika Christa mengira akan mendapatkan malam pertama yang indah, jelas wanita itu salah besar. Mana mungkin dia melakukan hal yang manis untuk wanita itu, ini adalah gerbang siksa untuk Christa yang akan mengantarkan kemenangan padanya."Tunggulah anak-anakku, kalian akan terhadir dan tanpa mengenal ibu kalian. Kalian akan menjadi pewaris hartaku, aku akan pastikan kalian tidak dekat dengan Christa. Ibu kalian itu akan kujauhkan dari kalian bahkan sejak bayi." Pria angkuh itu berkata dingin, dengan tarikan napas yang terasa berat dan panjang.Besok dia akan menghampiri wanita itu, memintanya untuk bertanda tangan. Bangkit dari bathtub, Hafens melangkah menuju shower dan membasuh tubuhnya terakhir kali di sana. Tak ada kesal baginya walaupun sudah menghabiskan malam dengan anak pembunuh ayah ibunya, yang ada justru senyum misterius yang terus tertanam di bibirnya, dia tak sabar menuju besok hari.Hafens keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Dave sudah kembali dari melaksanakan tugasnya, hingga kini dia ada di dalam kamar majikannya yang kembali bersikap datar, arogan dan tak tersentuh."Semua sudah disterilkan, Tuan."Hafens hanya cukup mengangkat dagunya untuk merespon, dia berlalu ke arah lemari, mengambil satu stel pakaian tidur hitam dan mengeringkan rambut sedikit."Apakah sudah ada bukti?" tanyanya sambil bergerak duduk. "Dari tiga Klan Mafia yang sedang diselidiki?"Dave menggeleng pelan. "Sejauh ini tidak ada, Tuan. Karena mereka memang bisa dikatakan bersih, tidak bersalah sama sekali karena mereka adalah klan-klan kecil. Tidak ada kekuatan besar yang bisa melakukan hal itu. Jadi, memang satu oranglah dalang di balik ini semua."Hafens menarik napasnya samar, berpikir cepat dengan insting mafianya."Dan orang itu adalah Albene Adixon! Mafia kurang ajar yang kalah denganku, makanya dia menjatuhkanku lewat orang tuaku!" geraman rendah
Hafens menahan sudut bibirnya yang agak berkedut akibat pertanyaan dari Christa."Siapa yang melakukan hal ini padaku?" Christa bergumam lirih. "Disini banyak lelaki, hanya beberapa saja yang wanita. Apakah mungkin ada seseorang yang masuk ke kamar ini tadi malam? Aku merasakan ada yang meminumkan air ke mulutku, lalu mata dan tanganku seakan di ikat oleh sesuatu. Apakah kau tahu siapa yang melakukan ini padaku?"Hafens memalingkan wajahnya, tak mau menatap ke arah Christa yang baru bertanya. Entah mengapa pula ada yang menggelitik hatinya kala mendengar ucapan-ucapannya itu."Hafens-""Berhentilah mengatakan hal-hal tidak masuk akal itu!" selanya dengan tatapan datar. "Kau bersiaplah, temui aku di luar kamar ini nantinya. Cari tahu sendiri dimana aku, dalam sepuluh menit setelah kau mandi dan membersihkan diri, jika kau tidak menemukan keberadaanku, maka aku akan memberikan sesuatu hal yang akan membuatmu menyesalinya!"Christa membulatkan matanya mendengar ucapan itu. Bahkan saat de
Christa menapaki jalanan di lorong gelap yang ada di hadapannya. Panjang sekali, ketika setelah menikah tadi dan dia diantarkan ke sini sepertinya tidak sepanjang ini. Bagaimana bisa sekarang sangat panjang seperti ini?"Hafens ... Kau dimana?" Christa bertanya sambil merapatkan pakaian yang dipakainya.Dia hanya memakai dress dengan cardingan, pakaian yang dipakai memang masih menggunakan miliknya yang dia bawa dari luar negeri ketika dia diculik oleh anak buah Hafens. Dia harus meninggalkan semua pendidikan yang dia lakukan karena sekarang dia sedang terjebak di sini."Ggggrrrr ...""Suara apa itu?" gumamnya sambil memeluk tubuhnya sendiri.Langkah Christa pun tertahan ketika dia mendengar suara yang berasal dari ujung lorong. Suara yang seperti auman dari hewan liar yang terdengar menakutkan, membuat Christa tak bisa melanjutkan langkah kakinya."Apa itu tadi? Kenapa suaranya sudah hilang? Ya Tuhan, sebenarnya ada dimana aku?" batinnya seraya menatap kiri kanan.Wajahnya ketakutan,
Christa merasa bibirnya begitu kebas karena Hafens yang masih menciumnya dengan kasar, dalam dan intens. Dia menggenggam ujung dressnya, berusaha untuk bertahan di tengah siksaan yang diberikan oleh pria ini.Ini lumayan menyakitkan, apalagi Hafens menekan tubuh mereka dan tidak ada celah sama sekali."Hafens ... Hhhh, sakit ..." Christa bergumam dengan rasa sakit yang dia tahan.Hal itu membuat Hafens berhenti menciumnya, lalu menatap wajahnya dengan tatapan serius."Bercinta denganku!" ujarnya membuat Christa menelan ludahnya sendiri."Disini?" tanyanya tak percaya membuat Hafens tersenyum miring."Ya, kenapa? Kau tidak mau bercinta denganku disini? Kau maunya di kamar? Di atas ranjang? Melakukannya dengan romantis?" tanya Hafens dingin membuat Christa merasakan tenggorokannya tak bisa bersuara. "Mimpi!""Aaaghhh ..." Christa merasakan tubuhnya jatuh ke sofa panjang yang dingin. Seolah sofa itu tidak pernah terduduki oleh siapapun. Dia bergerak hendak bangkit tapi Hafens menatapnya
Christa terengah ketika dia merasa tubuhnya lemah akibat pelepasannya yang terjadi karena jari pria itu. Dia menggapai apapun yang bisa dia gapai untuk pegangan karena merasa seperti akan jatuh dari ketinggian. Gamang, untuk pertama kalinya secara sadar dia merasakan pelepasan yang besar.Hafens menatap wajah Christa yang terengah, dia memalingkan wajahnya lalu kembali pada permainannya yang terkesan panas dan kasar. Christa merasa tubuhnya sakit dan kini kembali bergetar pelan dengan rasa nikmat, sakit dan sentuhan dalam pria ini. Dia memejamkan matanya, meringis dan mendesah dengan perlakuan Hafens yang melakukan semuanya dengan caranya sendiri. Sesuka hatinya dan memang tidak berniat untuk melakukan kelembutan sama sekali. Christa yang selalu berpikir tentang pernikahan bahagia dan bercinta dengan romantis dengan suaminya, kini tidak bisa berharap apa-apa. Mungkin saja kalau dia pun berhasil bercerai dengan pria ini nanti, yang ada adalah trauma dan ketakutan dalam bercinta karena
Hafens menatap wajah Christa yang mengatakan semua itu. Dia memang agak berbeda dari ayahnya tapi Hafens tidak akan terperdaya sekarang.Menundukkan kepalanya, Hafens mencengkeram dagu Christa hingga wanita itu meringis kesakitan."Jangan mencoba untuk memperdayaku, Anak Pembunuh! Apakah kau mengira kau bisa melakukan apapun yang kau mau di sini hanya dengan menundukkanku dengan kata-kata manismu itu?!" bentaknya tajam membuat Christa meringis tak mampu bersuara. "Kau hanya seorang wanita yang akan kujadikan sebagai penghasil anak-anakku. Tanpa ada bayaran apapun dan tanpa ada kebaikan apapun yang kau terima selain nyawa orang tuaku yang dibunuh ayah ibumu!" ujarnya lagi membuat Christa memejamkan matanya.Sejak tadi matanya sudah berkaca-kaca dan dia tidak mau menangis di hadapan Hafens atau pria ini akan menganggapnya lemah walaupun dia memang tidak sekuat itu untuk menghadapi Hafens. Dia menarik napasnya beberapa saat, dagunya masih dicengkeram dengan kuat dan itu membuatnya harus
Christa menatap wajah Hafens dengan tubuhnya yang terasa remuk. Dia lelah dengan percintaan yang baru saja mereka lakukan dan Hafens memang sengaja ingin menyiksanya makanya begitu. Lewat percintaan ini saja dia sudah merasa kesakitan, syukurlah pria ini tidak jadi mencambuk punggungnya, jika tidak bagaimana dia akan menahannya, dia tidak tahu.Hafens meneguk alkohol di tangannya sementara Christa perlahan bangkit dan sama sekali tak dipedulikan pria itu. Hafens malah santai saja bersandar dengan tubuhnya yang masih polos. Dia akui kalau tubuh pria itu memang bagus, kekar dan gagah sehingga dia ngilu membayangkan percintaannya dengan pria ini barusan. Mengambil pakaiannya yang berceceran, Christa mengusap wajahnya yang berkeringat dan menarik napas beberapa kali."Kau masih membutuhkanku disini?" tanya Christa pelan membuat Hafens mendengus. "Bukan maksudku mengatakan itu, tapi aku ingin memakai pakaian. Kalau percintaannya sudah selesai, aku akan memakainya."Hafens meletakkan alkoh
Hafens menatap kepergiannya tanpa ekspresi, dia menarik napasnya dan membuangnya perlahan lalu dengan rasa lelah dia berjalan ke arah sofa.Sebenarnya dia lelah hanya saja dia tidak menunjukkannya di depan Christa. Baru kali ini dia melakukan percintaan itu dan tentu saja dia merasa sensasinya memang luar biasa, dia tidak bisa menahannya tapi dia tidak mau Christa menganggapnya sudah jatuh hanya karena sebuah percintaan.Dia harus membuat wanita itu hamil dan dia tidak akan membiarkan Christa menjadi kelemahannya atau memiliki kelemahannya. Walau sebenarnya wanita itu sudah cenderung berani naik ke atas pangkuannya dan melakukan hubungan suami istri padanya tadi, makanya dia tidak mau membiarkan wanita itu terus-menerus menguasainya."Albene Adixon, sebenarnya aku sangat ingin membuatmu menderita dengan mengatakan kalau anakmu ada disini. Tetapi aku tidak akan melakukannya dengan cara yang tergesa-gesa. Aku harus pandai mengatur semuanya sampai benar-benar berjalan dengan baik sesuai
Setelah pulang dari menjenguk Albene dan Alex, Christa merasa kehidupannya sudah sangat lengkap dan tidak ada lagi yang harus dia khawatirkan. Ayah angkatnya yang selama ini dia pikirkan dalam diam nyatanya hidup dengan baik walau harus menjadi petani anggur dan bisa dikatakan juga menjadi anak buah dari Hafens."Mau makan apa malam ini? Aku akan buatkan."Hafens menatap wajah Christa yang sedang bertanya padanya sambil membantu melepaskan jas yang dia pakai. Hari ini pelayan semua cuti dan memang sedang memasuki sebuah hari perayaan, dalam satu tahun memang biasanya Hafens akan memberikan para pelayan untuk libur, jadi sekarang yang akan memasak adalah Christa sampai dua hari lagi pelayan akan kembali ke rumah mereka untuk bekerja."Aku sudah meminta anak buah untuk membawa beberapa bahan makanan. Hari ini kita bakar-bakar daging dan beberapa makanan di luar nanti, ini malam pergantian tahun jadi akan sangat bagus kalau berbaquean, Sayang," ucap Hafens membuat Christa tersenyum."Bai
Hafens berhenti melangkah dan menunjuk arah sebuah tempat di mana mereka bisa melihat dua orang pria sedang asyik berkebun. Keduanya terlihat seperti ayah dan anak yang begitu akrab, di bawah pohon anggur keduanya sedang memetik hasil panen dan tertawa satu sama lain seperti membicarakan sesuatu hal yang lucu."Itu mereka? Ayah dan Alex?" tanya Christa tak percaya membuat Hafens bergumam sebagai jawaban.Christa masih tercengang tak percaya Karena ayahnya dan Alex benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik dan bahkan menjadi petani anggur di sebuah lahan yang besar. Ada sebuah rumah tadinya yang sepertinya adalah tempat tinggal ayahnya dan Alex, lalu kini dia malah melihat ayahnya dan Alex yang sedang memetik anggur dan bercanda satu sama lain.Dia sempat mengira kalau Ayahnya mungkin berada di sebuah kurungan yang merupakan pembalasan dari Hafens. Tetapi nyatanya ayahnya hidup dengan begitu baik dan bahkan jauh lebih baik dibanding yang dia kira, karena malah menjadi petani anggur wa
Mendengar Hafens mengatakan semua itu, Christa merasa sangat senang. Dia langsung memeluk tubuh suaminya dan mencium rahang tegas Hafens dengan lembut."Terima kasih, aku senang sekali kau mau menuruti permintaan ini dan mau membawaku ke sana. Setidaknya walaupun hanya sekali kau mengizinkannya aku sangat berharap bisa melihat keadaannya. Dia adalah musuh dan kau membencinya, tapi dia tetap orang yang memiliki jasa padaku karena telah membesarkanku. Jadi sedikit banyak aku tidak bisa melupakan tentang hutang budi ini dan aku merasa harus terus mengingatnya karena dia menyayangiku selama bertahun-tahun seperti anakmu sendiri." Christa berkata seraya menatap Hafens dengan tatapan berkaca-kaca karena terharu.Hafens tersenyum pelan dan mengecup bibir Christa dengan lembut sebelum melumatnya penuh perasaan tanpa ada tuntutan sama sekali. Setelahnya dia kembali memeluk tubuh wanita itu dan mengejamkan matanya karena sebenarnya dia mengantuk, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Christa dan
"Sudah semuanya?"Christa mengangguk, meringis melihat banyaknya paper bag yang bersusun di depan dan sedang diangkat oleh pelayan toko pakaian, anak buah dan juga security mall."Sepertinya belanja hari ini terlalu banyak dan aku sedikit kalap karena sudah lama tidak belanja. Beberapa hari ini aku melihat pakaian Cherry sedikit banyak sudah mulai sempit karena dia semakin bertumbuh besar. Dia tidak pernah menuntutku untuk membelikannya pakaian baru karena dia selalu berkata kalau masih bisa digunakan maka dia akan selalu menggunakannya. Apakah aku sudah membuat anak-anak terlalu sederhana, Hafens?" tanya Christa membuat Hafens tersenyum dan mengecup pipinya lagi."Itu sangat penting untuk mereka. Mereka harus tetap menggunakan kesederhanaan walau mereka adalah anak-anak kita yang ke depannya sulit kemungkinan mereka akan hidup susah karena aku sudah membuat deposito yang begitu panjang dan bahkan bisa mempunyai hidup mereka sampai mereka tua. Itu untuk mengontrol sikap dan emosi supa
"Tuan Besar Barack, selamat datang."Langsung pemilik universitasnya yang menyangkut kedatangan Hafens, Christa dan Hansen. Cherry sudah masuk sekolah setelah libur dua minggu lebih jadi dia tidak bisa ikut datang melihat universitas kakaknya. Hafens hanya mengangguk dan menatap putranya. Hansen sudah tersenyum dan mencium tangan ibu dan ayahnya, sengaja melakukan semua itu untuk meminta restu belajar. Beberapa mahasiswi memperhatikannya seraya berbisik-bisik, mereka tak pernah bertemu dengan Hansen secara umum karena pria ini jarang keluar dan hanya di rumah saja setiap hari setelah pulang sekolah, makanya sekarang dia yang muncul di hadapan mereka semua membuat para mahasiswi memperhatikannya dengan kagum.Walau tidak semua orang kenal dengan Hansen karena pria itu selalu menyembunyikan dirinya, tapi dari mulut ke mulut mereka bisa menemukan fakta dan juga beberapa ciri-ciri tentang yang merupakan anak mafia dan juga penguasa terbesar di Klan ini. Bukan sebuah rahasia, karena bagaim
Hari kelulusan tiba dan Hasan berhasil mendapatkan nilai yang baik. Dia libur selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk ke dalam universitas, tak ada lagi yang bisa mengganggu seperti dia berada di sekolah menengah ke atas, karena Claudia juga sudah semakin diam dan tidak banyak mengganggu sejak dia terakhir kali mengancamnya. "Kalau nanti sudah di universitas, kau akan sangat sibuk. Tetap yakin mau pulang pergi dan tidak menginap di asrama?" tanya Christa seraya menemani putranya itu memakan potongan buah."Ya, Bu. Aku akan tetap pulang pergi. Ayah sudah memberikan aku satu mobil jadi aku akan menggunakan itu dan tidak mau menginap di asrama. Menginap di asrama terlalu jauh dan juga lama, aku tetap mau pulang melihat Ayah, Ibu dan adik. Bagaimana tidak begitu jauh jaraknya dari rumah kita dan aku akan tetap bisa pulang setiap selesai pembelajaran." Handphone berkata sambil menggeser tabletnya dan belajar kecil-kecil.Christa tersenyum pelan mendengarnya. "Kalau kau punya teman dan
Hafens melihat halaman belakang dimana istrinya sedang duduk di atas matras dan melakukan senam yoga. Dia mengakui Christa pasti akan selalu melakukan kegiatan dan gaya hidup sehat yang biasa dilakukan oleh wanita yang menginginkan bentuk tubuhnya bagus dan sempurna.Christa juga biasa gym dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kesehatan tubuhnya, membuat Hafens kadang suka memperhatikannya dari jauh."Wanita yang dulu hampir putus asa itu, sudah bisa melihat dan menyaksikan masa depannya yang dulu suram. Aku berharap bisa terus menjadi bagian dari masa depanmu, Christa."Ini bukan hanya soal kisah dendam antara mafia, juga ada kisah cinta dan pelajaran hidup. Semuanya lengkap dan Hafens merasa semua yang dia rasakan lebih baik dan tidak ada yang harus diubah. Wanita itu dengan segala macam hal yang dia punya membuat Hafens merasa jatuh cinta tanpa paksaan, hingga tak terasa nyatanya sudah hampir delapan belas tahun mereka bersama."Tuan butuh sesuatu?"Hafens menatap pelayan itu dan me
Hafens menatap putranya yang baru kembali, hingga dia menaikkan alisnya dan mengajak Hansen duduk di kursi sebelah taman dan agak menjauh dari rumah."Kau baru dari satu tempat?"Hansen mengangguk dan menatap ayahnya. "Menemui pria tua bangka yang tidak pernah mau mati itu. Aku kesal karena anak perempuannya suka mengganggu Cherry dan terang-terangan melakukan aksi pengejaran karena dia suka padaku. Hanya dengan melihat dia mati maka keluarga itu akan berhenti untuk melakukan hal yang menyebalkan," ujarnya datar membuat Hafens tersenyum kecil."Ayah sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Cherry tadi, dia mengadukan hal itu pada ibu kalian. Sepertinya keputusan Ayah untuk memindahkannya sekalian adalah hal yang baik, tapi kemudian Ayah berpikir untuk memindahkan anak itu saja kalau misalnya tidak memungkinkan. Bagaimanapun satu tahun lagi Cherry akan segera lulus dan dia membutuhkan tempat yang sama untuk mendapatkan nilai yang baik sesuai dengan harapannya. Kalau pindah sekolah maka
Beberapa tahun kemudian ...Hansen menatap wajah adiknya yang tampak merah padam dengan tatapan kesal."Bisa-bisanya Claudia mengatakan semua itu! Aku kesal padanya, dia sudah keterlaluan!"Hansen tersenyum pelan, mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. "Sudah kukatakan abaikan saja dia," ucapnya santai. "Kita akan segera lulus dari sekolah ini, kenapa harus peduli dengannya? Aku dan kau akan pergi ke universitas yang tidak semua orang bisa memasukinya. Kau dan dia tidak akan pernah bertemu lagi."Cherry menarik napasnya beberapa kali dengan tak beraturan hingga membuat Hansen tersenyum dan membawanya ke arah kantin. Dia tahu apa yang terjadi pada Cherry makanya tidak mengatakan banyak hal. "Makanlah, aku akan membayarnya." Hansen berkata seraya mendudukkan diri dihadapan adiknya yang sudah duduk di kursi seberang. "Kau mau makan apa, katakan saja."Cherry menghela napas, merasa lebih baik karena kakaknya selalu tahu kalau dia marah maka akan memberikannya makanan yang banyak untuk