Hafens menatap wajah Christa yang mengatakan semua itu. Dia memang agak berbeda dari ayahnya tapi Hafens tidak akan terperdaya sekarang.Menundukkan kepalanya, Hafens mencengkeram dagu Christa hingga wanita itu meringis kesakitan."Jangan mencoba untuk memperdayaku, Anak Pembunuh! Apakah kau mengira kau bisa melakukan apapun yang kau mau di sini hanya dengan menundukkanku dengan kata-kata manismu itu?!" bentaknya tajam membuat Christa meringis tak mampu bersuara. "Kau hanya seorang wanita yang akan kujadikan sebagai penghasil anak-anakku. Tanpa ada bayaran apapun dan tanpa ada kebaikan apapun yang kau terima selain nyawa orang tuaku yang dibunuh ayah ibumu!" ujarnya lagi membuat Christa memejamkan matanya.Sejak tadi matanya sudah berkaca-kaca dan dia tidak mau menangis di hadapan Hafens atau pria ini akan menganggapnya lemah walaupun dia memang tidak sekuat itu untuk menghadapi Hafens. Dia menarik napasnya beberapa saat, dagunya masih dicengkeram dengan kuat dan itu membuatnya harus
Christa menatap wajah Hafens dengan tubuhnya yang terasa remuk. Dia lelah dengan percintaan yang baru saja mereka lakukan dan Hafens memang sengaja ingin menyiksanya makanya begitu. Lewat percintaan ini saja dia sudah merasa kesakitan, syukurlah pria ini tidak jadi mencambuk punggungnya, jika tidak bagaimana dia akan menahannya, dia tidak tahu.Hafens meneguk alkohol di tangannya sementara Christa perlahan bangkit dan sama sekali tak dipedulikan pria itu. Hafens malah santai saja bersandar dengan tubuhnya yang masih polos. Dia akui kalau tubuh pria itu memang bagus, kekar dan gagah sehingga dia ngilu membayangkan percintaannya dengan pria ini barusan. Mengambil pakaiannya yang berceceran, Christa mengusap wajahnya yang berkeringat dan menarik napas beberapa kali."Kau masih membutuhkanku disini?" tanya Christa pelan membuat Hafens mendengus. "Bukan maksudku mengatakan itu, tapi aku ingin memakai pakaian. Kalau percintaannya sudah selesai, aku akan memakainya."Hafens meletakkan alkoh
Hafens menatap kepergiannya tanpa ekspresi, dia menarik napasnya dan membuangnya perlahan lalu dengan rasa lelah dia berjalan ke arah sofa.Sebenarnya dia lelah hanya saja dia tidak menunjukkannya di depan Christa. Baru kali ini dia melakukan percintaan itu dan tentu saja dia merasa sensasinya memang luar biasa, dia tidak bisa menahannya tapi dia tidak mau Christa menganggapnya sudah jatuh hanya karena sebuah percintaan.Dia harus membuat wanita itu hamil dan dia tidak akan membiarkan Christa menjadi kelemahannya atau memiliki kelemahannya. Walau sebenarnya wanita itu sudah cenderung berani naik ke atas pangkuannya dan melakukan hubungan suami istri padanya tadi, makanya dia tidak mau membiarkan wanita itu terus-menerus menguasainya."Albene Adixon, sebenarnya aku sangat ingin membuatmu menderita dengan mengatakan kalau anakmu ada disini. Tetapi aku tidak akan melakukannya dengan cara yang tergesa-gesa. Aku harus pandai mengatur semuanya sampai benar-benar berjalan dengan baik sesuai
"Masih mau disana?" tanya Hafens datar membuat Christa perlahan berjalan mendekatinya yang sedang duduk."Aku harus melakukan apa?" Hafens mendengus pelan. "Apakah kau tidak pernah melihat bagaimana para pelayan melakukan pekerjaan mereka?" tanyanya membuat Christa diam beberapa saat."Aku tidak pernah melihat mereka membantu kami mandi. Biasanya kami mandi sendiri," ujar Christa pelan membuat Hafens mendengus pelan."Pijat badanku, sikat tubuhku, siramkan air dengan lembut ke tubuhku." Hafens berkata datar membuat Christa mengangguk.Dia menatap beberapa peralatan mandi disana hingga akhirnya dia mulai mengambil sebuah minyak aroma terapi dan mengambil kursi kecil untuk diletakkannya di belakang Hafens. Perlahan dia menuangkan minyak itu ke tangannya dan mengusapnya pelan sebelum akhirnya dia memijatnya di bahu Hafens."Katakan kalau tidak tepat, selama ini aku hanya pernah memijat tubuhku sendiri kalau kelelahan." Christa berkata pelan dan tak ada jawaban dari Hafens.Dia tampak me
Christa memegang tangan Hafens dan menahannya agar berhenti mencambuk pelayan itu. Pria itu menatapnya dengan wajahnya yang tampak memerah membuat Christa ikut bergidik ngeri tapi dia tidak mau ada sebuah penganiayaan pada wanita di sini."Apa yang kau lakukan?! Lepaskan tanganku!" Hafens menyentak tangannya tapi Christa memegangnya sekuat mungkin sambil menatap wajah pria itu dengan lembut.Para anak buah Hafens terlihat agak tak percaya karena wanita itu berani menghalangi Tuan mereka untuk menyiksa siapapun yang mau dia siksa. Walaupun selama ini dia tidak pernah menyiksa wanita secara langsung tapi kali ini Hafens benar-benar sedang marah dan emosi karena wanita pelayan itu."Aku akan melepaskan tanganmu setelah kau berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi." Christa menggeleng cepat. "Jangan menyiksanya. Apa salahnya sampai kau melakukan semua ini? Apakah itu wajar?" Hafens menarik napasnya beberapa kali, selalu menatap Dave yang ada di sana sehingga pria itu menunduk sopan seb
Christa memakan makanan yang dihidangkan oleh pelayan dengan Hafens yang memperhatikannya tajam. Dia memang lapar dan tidak ada makan sejak tadi pagi, makanya saat ini wajahnya hampir pucat dengan tubuhnya yang lemas.Dia akui makanan di hadapannya memang enak, tapi keberadaan Hafens membuatnya tidak selera makan dan hanya bisa menelan apa yang sudah dia kunyah. Atau pria itu akan marah padanya nanti dan mengatakan kata-kata kasar yang menyakiti hati.Christa menganggap kalau pelayan tidak memberinya makan sebagai hukuman dan juga kebencian yang mereka rasakan padanya. Makanya dia juga tidak berharap banyak di sini dan tidak mau berharap Hafens berubah, jatuh cinta pada anak musuh seperti apa yang biasa terjadi pada orang-orang yang terjebak antara cinta karena keadaannya memaksa mereka untuk berada ditempat yang sama dalam jangka panjang.Itu adalah alur cerita yang sama dan terus-menerus terjadi. Terasa membosankan dan dia tidak berharap tentang hal itu. Hafens adalah seorang mafia
Christa tidak bisa tidur setelah dia makan. Dia hanya melamun dan membayangkan kehidupannya kedepan. Dia bisa atau tidak untuk membawa dirinya pergi ketika sudah melahirkan nanti.Christa menghela napas pelan dan memejamkan matanya, tapi dia tidak bisa tidur. Hal itu membuatnya menghela napas pelan lagi dan bangkit dari tidurannya. Dia hanya seorang wanita yang belum tentu akan diterima oleh ayahnya nanti kalau pulang, makanya dia berpikir ulang untuk kembali kesana."Jalan satu-satunya memang pergi, jauh dari mereka dan menghapus semua kontak yang ada. Aku hanya seorang yang mungkin tidak dia butuhkan kalau sudah tahu aku ada disini. Ayah dan ibu tidak akan pernah suka denganku yang sama saja dengan pengkhianat karena sudah memberikan permintaan dari musuh."Christa menghela napas dan tampak resah sendiri. Walaupun dia akhirnya tidak begitu peduli dan hanya akan menjalankan semuanya sesuai dengan kehidupan nanti dan sekarang dia hanya perlu untuk melakukan apa yang sudah dilakukan ay
Christa merasakan tubuhnya remuk, terlelap dengan Hafens yang masih separuh mabuk dengan napas yang terengah. Keduanya tidur usai pelepasan percintaan yang mereka lakukan, pria itu tidur dengan mendekap Christa sesuka hatinya dan dia terlihat begitu nyenyak.Sampai akhirnya dia terjaga di malam hari secara tiba-tiba karena dia merasa ada nyamuk yang mau menggigit tubuhnya. Meringis pelan menahan pusing, Hafens membuka matanya dan menatap siapa yang dia peluk sehingga dia bisa melihat kalau itu adalah Christa."Aku tertidur disini." Hafens membuka matanya lebih lebar dan memegang kepalanya yang sakit.Dia bangkit dari tidurnya, lalu menatap sekitarnya yang sudah gelap. Dia menggelengkan kepalanya dengan perlahan lalu menatap wajah Christa yang tidur dengan tatapan lelah. Dia bahkan tak memakai pakaian karena Hafens ingat samar-samar kalau dia sudah memaksa wanita ini untuk bercinta lagi."Sepertinya karena baru pertama kali makanya aku selalu ingin bercinta. Kedepannya aku akan lebih m
Setelah pulang dari menjenguk Albene dan Alex, Christa merasa kehidupannya sudah sangat lengkap dan tidak ada lagi yang harus dia khawatirkan. Ayah angkatnya yang selama ini dia pikirkan dalam diam nyatanya hidup dengan baik walau harus menjadi petani anggur dan bisa dikatakan juga menjadi anak buah dari Hafens."Mau makan apa malam ini? Aku akan buatkan."Hafens menatap wajah Christa yang sedang bertanya padanya sambil membantu melepaskan jas yang dia pakai. Hari ini pelayan semua cuti dan memang sedang memasuki sebuah hari perayaan, dalam satu tahun memang biasanya Hafens akan memberikan para pelayan untuk libur, jadi sekarang yang akan memasak adalah Christa sampai dua hari lagi pelayan akan kembali ke rumah mereka untuk bekerja."Aku sudah meminta anak buah untuk membawa beberapa bahan makanan. Hari ini kita bakar-bakar daging dan beberapa makanan di luar nanti, ini malam pergantian tahun jadi akan sangat bagus kalau berbaquean, Sayang," ucap Hafens membuat Christa tersenyum."Bai
Hafens berhenti melangkah dan menunjuk arah sebuah tempat di mana mereka bisa melihat dua orang pria sedang asyik berkebun. Keduanya terlihat seperti ayah dan anak yang begitu akrab, di bawah pohon anggur keduanya sedang memetik hasil panen dan tertawa satu sama lain seperti membicarakan sesuatu hal yang lucu."Itu mereka? Ayah dan Alex?" tanya Christa tak percaya membuat Hafens bergumam sebagai jawaban.Christa masih tercengang tak percaya Karena ayahnya dan Alex benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik dan bahkan menjadi petani anggur di sebuah lahan yang besar. Ada sebuah rumah tadinya yang sepertinya adalah tempat tinggal ayahnya dan Alex, lalu kini dia malah melihat ayahnya dan Alex yang sedang memetik anggur dan bercanda satu sama lain.Dia sempat mengira kalau Ayahnya mungkin berada di sebuah kurungan yang merupakan pembalasan dari Hafens. Tetapi nyatanya ayahnya hidup dengan begitu baik dan bahkan jauh lebih baik dibanding yang dia kira, karena malah menjadi petani anggur wa
Mendengar Hafens mengatakan semua itu, Christa merasa sangat senang. Dia langsung memeluk tubuh suaminya dan mencium rahang tegas Hafens dengan lembut."Terima kasih, aku senang sekali kau mau menuruti permintaan ini dan mau membawaku ke sana. Setidaknya walaupun hanya sekali kau mengizinkannya aku sangat berharap bisa melihat keadaannya. Dia adalah musuh dan kau membencinya, tapi dia tetap orang yang memiliki jasa padaku karena telah membesarkanku. Jadi sedikit banyak aku tidak bisa melupakan tentang hutang budi ini dan aku merasa harus terus mengingatnya karena dia menyayangiku selama bertahun-tahun seperti anakmu sendiri." Christa berkata seraya menatap Hafens dengan tatapan berkaca-kaca karena terharu.Hafens tersenyum pelan dan mengecup bibir Christa dengan lembut sebelum melumatnya penuh perasaan tanpa ada tuntutan sama sekali. Setelahnya dia kembali memeluk tubuh wanita itu dan mengejamkan matanya karena sebenarnya dia mengantuk, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Christa dan
"Sudah semuanya?"Christa mengangguk, meringis melihat banyaknya paper bag yang bersusun di depan dan sedang diangkat oleh pelayan toko pakaian, anak buah dan juga security mall."Sepertinya belanja hari ini terlalu banyak dan aku sedikit kalap karena sudah lama tidak belanja. Beberapa hari ini aku melihat pakaian Cherry sedikit banyak sudah mulai sempit karena dia semakin bertumbuh besar. Dia tidak pernah menuntutku untuk membelikannya pakaian baru karena dia selalu berkata kalau masih bisa digunakan maka dia akan selalu menggunakannya. Apakah aku sudah membuat anak-anak terlalu sederhana, Hafens?" tanya Christa membuat Hafens tersenyum dan mengecup pipinya lagi."Itu sangat penting untuk mereka. Mereka harus tetap menggunakan kesederhanaan walau mereka adalah anak-anak kita yang ke depannya sulit kemungkinan mereka akan hidup susah karena aku sudah membuat deposito yang begitu panjang dan bahkan bisa mempunyai hidup mereka sampai mereka tua. Itu untuk mengontrol sikap dan emosi supa
"Tuan Besar Barack, selamat datang."Langsung pemilik universitasnya yang menyangkut kedatangan Hafens, Christa dan Hansen. Cherry sudah masuk sekolah setelah libur dua minggu lebih jadi dia tidak bisa ikut datang melihat universitas kakaknya. Hafens hanya mengangguk dan menatap putranya. Hansen sudah tersenyum dan mencium tangan ibu dan ayahnya, sengaja melakukan semua itu untuk meminta restu belajar. Beberapa mahasiswi memperhatikannya seraya berbisik-bisik, mereka tak pernah bertemu dengan Hansen secara umum karena pria ini jarang keluar dan hanya di rumah saja setiap hari setelah pulang sekolah, makanya sekarang dia yang muncul di hadapan mereka semua membuat para mahasiswi memperhatikannya dengan kagum.Walau tidak semua orang kenal dengan Hansen karena pria itu selalu menyembunyikan dirinya, tapi dari mulut ke mulut mereka bisa menemukan fakta dan juga beberapa ciri-ciri tentang yang merupakan anak mafia dan juga penguasa terbesar di Klan ini. Bukan sebuah rahasia, karena bagaim
Hari kelulusan tiba dan Hasan berhasil mendapatkan nilai yang baik. Dia libur selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk ke dalam universitas, tak ada lagi yang bisa mengganggu seperti dia berada di sekolah menengah ke atas, karena Claudia juga sudah semakin diam dan tidak banyak mengganggu sejak dia terakhir kali mengancamnya. "Kalau nanti sudah di universitas, kau akan sangat sibuk. Tetap yakin mau pulang pergi dan tidak menginap di asrama?" tanya Christa seraya menemani putranya itu memakan potongan buah."Ya, Bu. Aku akan tetap pulang pergi. Ayah sudah memberikan aku satu mobil jadi aku akan menggunakan itu dan tidak mau menginap di asrama. Menginap di asrama terlalu jauh dan juga lama, aku tetap mau pulang melihat Ayah, Ibu dan adik. Bagaimana tidak begitu jauh jaraknya dari rumah kita dan aku akan tetap bisa pulang setiap selesai pembelajaran." Handphone berkata sambil menggeser tabletnya dan belajar kecil-kecil.Christa tersenyum pelan mendengarnya. "Kalau kau punya teman dan
Hafens melihat halaman belakang dimana istrinya sedang duduk di atas matras dan melakukan senam yoga. Dia mengakui Christa pasti akan selalu melakukan kegiatan dan gaya hidup sehat yang biasa dilakukan oleh wanita yang menginginkan bentuk tubuhnya bagus dan sempurna.Christa juga biasa gym dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kesehatan tubuhnya, membuat Hafens kadang suka memperhatikannya dari jauh."Wanita yang dulu hampir putus asa itu, sudah bisa melihat dan menyaksikan masa depannya yang dulu suram. Aku berharap bisa terus menjadi bagian dari masa depanmu, Christa."Ini bukan hanya soal kisah dendam antara mafia, juga ada kisah cinta dan pelajaran hidup. Semuanya lengkap dan Hafens merasa semua yang dia rasakan lebih baik dan tidak ada yang harus diubah. Wanita itu dengan segala macam hal yang dia punya membuat Hafens merasa jatuh cinta tanpa paksaan, hingga tak terasa nyatanya sudah hampir delapan belas tahun mereka bersama."Tuan butuh sesuatu?"Hafens menatap pelayan itu dan me
Hafens menatap putranya yang baru kembali, hingga dia menaikkan alisnya dan mengajak Hansen duduk di kursi sebelah taman dan agak menjauh dari rumah."Kau baru dari satu tempat?"Hansen mengangguk dan menatap ayahnya. "Menemui pria tua bangka yang tidak pernah mau mati itu. Aku kesal karena anak perempuannya suka mengganggu Cherry dan terang-terangan melakukan aksi pengejaran karena dia suka padaku. Hanya dengan melihat dia mati maka keluarga itu akan berhenti untuk melakukan hal yang menyebalkan," ujarnya datar membuat Hafens tersenyum kecil."Ayah sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Cherry tadi, dia mengadukan hal itu pada ibu kalian. Sepertinya keputusan Ayah untuk memindahkannya sekalian adalah hal yang baik, tapi kemudian Ayah berpikir untuk memindahkan anak itu saja kalau misalnya tidak memungkinkan. Bagaimanapun satu tahun lagi Cherry akan segera lulus dan dia membutuhkan tempat yang sama untuk mendapatkan nilai yang baik sesuai dengan harapannya. Kalau pindah sekolah maka
Beberapa tahun kemudian ...Hansen menatap wajah adiknya yang tampak merah padam dengan tatapan kesal."Bisa-bisanya Claudia mengatakan semua itu! Aku kesal padanya, dia sudah keterlaluan!"Hansen tersenyum pelan, mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. "Sudah kukatakan abaikan saja dia," ucapnya santai. "Kita akan segera lulus dari sekolah ini, kenapa harus peduli dengannya? Aku dan kau akan pergi ke universitas yang tidak semua orang bisa memasukinya. Kau dan dia tidak akan pernah bertemu lagi."Cherry menarik napasnya beberapa kali dengan tak beraturan hingga membuat Hansen tersenyum dan membawanya ke arah kantin. Dia tahu apa yang terjadi pada Cherry makanya tidak mengatakan banyak hal. "Makanlah, aku akan membayarnya." Hansen berkata seraya mendudukkan diri dihadapan adiknya yang sudah duduk di kursi seberang. "Kau mau makan apa, katakan saja."Cherry menghela napas, merasa lebih baik karena kakaknya selalu tahu kalau dia marah maka akan memberikannya makanan yang banyak untuk