Share

Pernikahan Suami di Rumah Mertua
Pernikahan Suami di Rumah Mertua
Автор: Winda Siscaa

Mempelai Prianya Adalah Suamiku

Автор: Winda Siscaa
last update Последнее обновление: 2024-10-29 19:42:56

 “Apakah ada kabar terbaru dari suamimu?” tanya Hartono pada Kemala, putrinya.

“Belum, Yah.” Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan dengan air muka sedih.

“Sebenarnya kalian ada masalah apa hingga suamimu pergi tanpa pamit,” selidik Hartono, pria itu duduk di kursi kayu di ruang tamu anaknya. “Kalian bertengkar?” Lagi-lagi Kemala hanya menggelengkan kepala tanpa mengatakan apapun.

Pria tua itu menarik napas sambil menengadah melihat langi-langit rumah putrinya yang dihiasi sarang laba-laba. “Bahkan kamu tidak merawat rumahmu dengan baik. Ayah tahu dia suamimu, tapi akan sangat merugi jika kamu terus saja meratapi nasib seperti ini.”

Kemala tertunduk malu atas kritik yang dilontarkan sang ayah padanya. Bagaimana mungkin dia tidak hancur, orang yang selama ini lebih dia utamakan daripada ayahnya, seketika menghilang tanpa kabar. Terlebih pria itu pergi tanpa ada masalah berarti.

“Coba lihat, laba-laba saja tak pernah putus asa meskipun rumahnya kita hancurkan berulang kali. Jadi, mengapa kita sebagai manusia yang berakal dan berilmu harus hancur hanya karena suatu hal,” sindir Hartono.

Kemala merasa tertampar hebat oleh kalimat terakhir Hartono. Mungkin benar, selama hampir satu bulan Kemala hanya membuang-buang waktu meratapi kesialan yang menimpanya. Seolah waktu terhenti, tak ada pencapaian apapun yang diperolehnya. Dan sejak hari itu, Kemala bertekad untuk bangkit.

_______

“Mala, masih ingat dengan diriku?” Suara seorang wanita menyapanya melalui panggilan seluler.

Beberapa kali Kemala menebak nama beberapa teman yang dia kenal. Ternyata suara itu milik seorang teman lamanya. Pada akhir pembicaraan, tiba-tiba wanita itu menyinggung soal Herdian. “Ternyata kamu pindah ke daerah Tegal Besar ya, aku sempat melihat Herdian di sana.” 

Apakah Kemala tidak salah mendengar? Temannya itu bilang bahwa dirinya melihat Herdian di daerah sekitar tempat tinggalnya. Padahal sebelumnya mereka tidak punya kerabat ataupun sanak keluarga di daerah tersebut. Anehnya lagi, wanita yang tak lain merupakan teman kuliahnya itu juga mengatakan hal lain. “Sekarang aku kan udah tahu nih, kalau kamu tinggal di dekat rumah aku. Masa kamu gak ada mengundang aku hadir di pestamu?”

Undangan? Pesta? Kemala sama sekali tidak mengerti apa yang tengah temannya katakan padanya sejak tadi. Tanpa menampik semua yang dikatakan teman lamanya, Kemala tetap bersikap tenang. Dia sama sekali tidak panik apalagi gelisah.

“Baiklah, Kemala. Sampai jumpa, tolong beri kabar kalau undangan untukku sudah siap,” pungkas wanita yang sedang dalam panggilan telepon dengannya.

“Oke. Bye!”

Kemala yang sekarang berbeda dengan Kemala yang dulu. Kemala yang dulu, hanya bisa pasrah, menangis dan lemah. Namun kini sudah berubah, Kemala  menjadi wanita tangguh yang tegar. Semua berkat kalimat pedas Hartono padanya. Sebuah kritik yang membangunkan semangatnya. Sehingga dia mampu terlepas dari belenggu pernikahan kejam yang ia jalani.

Saat ini, Kemala tengah disibukkan oleh berbagai kegiatan positif yang digelutinya. Dari seorang ibu rumah tangga biasa, Kemala membuat dirinya mandiri dengan membuka bisnis kecil yang bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Namun tidak mudah baginya untuk sampai di titik ini.

Satu hal yang membuat Kemala sangat bersyukur atas kesibukannya saat ini. Dia berhasil membuang jauh-jauh pikiran tentang Herdian Hadinata. Suami yang meninggalkannya dua bulan yang lalu.

Apakah sebaiknya aku mendatangi tempat itu? Kemala bertanya pada dirinya sendiri setelah mendengar banyak tentang Herdian. “Iya. Aku harus pergi. Aku harus datang ke tempat itu!” Secara refleks dia mengatakan apa yang tengah ia pikirkan, tatkala seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

“Ada apa?” tanya seorang pria tua yang baru saja memasuki rumahnya.

“Maaf, Mala hanya sedang tidak fokus,” ucapnya pada Hartono. “Tidak ada apa-apa, Yah!” Kemala memutar badan menghadap kepada Hartono yang baru saja memasuki rumah. “Ayah sudah makan? Makan bareng Kemala, yuk! Kebetulan, tadi Kemala beli makanan kesukaan ayah.”

Keduanya pergi ke ruang makan sederhana di rumah Kemala. Ayahnya, Hartono memang tinggal tak jauh dari rumah tempat tinggalnya. Sesekali pria berumur enam puluh tahun itu mengunjunginya di waktu senggang. Ibu Kemala sudah lama meninggal, sejak Kemala masih duduk di bangku kuliah semester akhir. Beliau meninggal akibat kanker yang dideritanya.

Dan sejak menikah dengan Herdian, Kemala tinggal di rumah yang mereka beli dengan KPR. Di sebuah komplek perumahan yang juga masih satu kelurahan dengan rumah Hartono. Sekarang Kemala memanfaatkan rumahnya juga untuk bisnis kecil-kecilan. Dia menerima berbagai pesanan kue.

“Yah, nanti bawa ini untuk teman nonton televisi di rumah.” Kemala menyodorkan sebuah bungkusan berisi brownies kesukaan ayahnya. 

“Gara-gara kamu jualan kue, ayah jadi lebih sering makan kue daripada nasi,” goda pria tua itu terhadap putrinya.

Gelak tawa pun menyelimuti mereka. Kemala sangat menyayangi Hartono. Sebab hanya dialah satu-satunya keluarga Kemala. “Yah...” Kemala ragu untuk mengatakannya, “Eng ... Kemala akan pergi ke Tegal Besar besok, ke rumah teman. Nanti sebelum pergi, aku akan mengantarkan makanan untuk Ayah.”

“Tidak perlu repot-repot, ayah bisa beli di warung depan rumah.”

“Tidak apa. Obat Ayah juga habis, bukan? Nanti sekaligus Mala beli obatnya juga ya, Yah.”

“Baiklah kalau kamu memaksa, ayah juga tidak ingin membuatmu sedih.

Setelah mengantarkan makanan dan obat untuk ayahnya, Kemala melajukan motornya ke alamat yang ia dapatkan dari teman lamanya. Beberapa saat mencari, akhirnya dia menemukannya. Namun jika benar rumah itu yang ia tuju, mengapa terlihat sedang ada acara penting? Sebuah tenda berdiri kokoh di jalan perumahan tepat di depan rumah yang menurut temannya adalah tempat tinggal Herdian.

“Apakah aku salah alamat?” Kemala bermonolog sendirian.

Seketika dia teringat kata 'pesta' yang dikatakan teman lamanya dalam panggilan telepon. Langkahnya seakan tak mau berhenti. Dia tetap saja mendekat ke rumah tersebut meskipun ada keraguan di dalam hatinya. Sepertinya acara pernikahan, ada sebuah foto pengantin yang dicetak seukuran banner di depan pintu masuk.

“Mas Dian,” gumam Kemala, dia menatap lekat wajah pengantin pria yang ada pada foto berukuran besar di hadapannya.

“Apakah anda teman mempelai pria?” tanya seorang wanita bersanggul Jawa yang bertindak sebagai penerima tamu.

Kemala mengangguk. Kemudian wanita itu menyodorkan sebuah buku tamu tebal ke hadapan Kemala agar diisi. Setelah mengisi buku tamu, Kemala memasuki tenda. Dan benar saja, kedua mempelai telah duduk di hadapan penghulu. Ternyata acaranya baru akan dimulai.

Meskipun dalam hatinya sangat kacau, Kemala tetap bersikap tenang. Dia tidak ingin membuang energi untuk meluapkan emosinya. Dia hanya berharap untuk dapat berbicara empat mata dengan pengantin pria yang tak lain adalah suaminya sendiri.

Acara demi acara telah dilalui, para tamu bersalaman pada kedua mempelai untuk menyelamatinya, tak terkecuali Kemala. “Selamat menempuh hidup baru, Mas. Semoga pernikahanmu selalu diliputi kebahagiaan.” Kemala melempar senyum cantiknya kepada Herdian yang tengah panas dingin karena berhadapan dengan Kemala.

“Ada apa, Mas? Apakah kamu kenal wanita ini?” tanya wanita yang merupakan pengantin wanitanya.

Herdian semakin salah tingkah, berbanding terbalik dengan sikap Kemala yang tampak tenang dari luar tapi mendidih di bagian dalamnya. Kemala beralih kepada wanita berkebaya pengantin berwarna putih di samping Herdian. Dia mengulurkan tangannya, “Perkenalkan saya adalah istri sah dari suamimu!”

Tentu saja bukan itu yang dilakukan Kemala, dia tidak selemah itu untuk mempersingkat hukuman bagi Herdian. Semua kalimat tadi hanya ada di dalam pikirannya. Tidak benar-benar terjadi.

“Selamat berbahagia, saya teman lama Mas Herdian.” Itulah kalimat yang dilontarkan Kemala pada kenyataannya. Mempelai wanita pun menyambut ucapan selamat dari Kemala. Air mukanya masih terlihat bingung sebab selama mengenal Herdian, dirinya belum pernah mengenal Kemala.

Herdian pun tak kalah panik dari istri yang dinikahinya hari ini. Dia menatap siluet Kemala yang berangsur-angsur menghilang di balik tirai tenda berwarna biru itu. Antara ingin menyusul Kemala dan tidak. Herdian merasa bingung. Sementara Kemala mengutuki dirinya sendiri karena dia tak punya nyali untuk bersikap brutal di acara pernikahan suaminya. Namun di dalam hatinya berjanji, ia akan memastikan mereka semua merasakan penderitaan yang dia rasakan.

“Kupastikan kamu akan menyesal, Mas!”

Комментарии (3)
goodnovel comment avatar
mayank adrian
kenapa tidak bicara saat ijab qobul,kan pasti di Tanya tuh "ada yg keberatan"...
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
gaya jau lahi njing, sok2an berdrama. mampuslah kau diselingkuhi krn kebanyakan drama tolol. otak kau sampah semua isinya itu makanya ditinggal suami.
goodnovel comment avatar
Kemala 13
ada nmaku kk kemala
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Related chapter

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Wajah Itu Sangat Kubenci

    Kemala yang sedari tadi merasakan sesak di dalam hatinya, tak lagi bisa menahan lebih lama. Di balik tenda biru yang megah, ia menangis dalam diam. Namun diingatnya kembali perkataan Hartono, dia pun menegaskan sekali lagi dalam hatinya, “Tak ada alasan untuk menangis, hidupku terlalu berharga untuk meratapi nasib sebagai istri yang dicampakkan.” Wanita berpenampilan anggun itu bersiap untuk menyalakan mesin motor maticnya. Pipinya yang basah sudah mengering, bahkan riasannya pun telah dia perbaiki. Sungguh, ia tidak ingin terlihat menyedihkan walaupun sebenarnya memang hancur. “Rupanya ada tamu istimewa toh,” sapa seorang wanita yang suaranya terdengar tidak asing di ruang dengar Kemala. Sebenarnya sempat kaget tapi untungnya Kemala segera dapat mengendalikan diri. Sehingga ia bisa bersikap tenang. Tanpa menampakkan rasa marah apalagi sedih. Wanita ular itu mencibir dengan pandangan sinis kepada Kemala, “Hari gini masih aja bawa motor butut.” Kemala masih diam dengan ekspresi

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Kunjungan Tamu Istimewa

    Sesampainya di rumah, Kemala segera masuk lalu mengunci dirinya di dalam kamar. Sebenarnya dia tak tahan dengan sikap Yana serta mengutuki perbuatan Herdian. Namun itulah kenyataan yang harus dihadapinya sekarang. Suami yang dua bulan lamanya tiba-tiba menghilang ternyata menikahi wanita lain. Dan dia menghadiri pernikahan terkutuk itu dengan keadaan sadar. Di dalam kamar berukuran 3x3 meter itu dia menangis sejadi-jadinya. Dalam tangisan itu dia menyesal atas semua yang terjadi antara dirinya dan Herdian. Mengapa dia tidak dapat mempelajari apa yang sebenarnya diinginkan suaminya. Seharusnya dialah yang paling mengerti bukan Yana. “Mas, mengapa kamu melakukan ini padaku!” pekiknya dalam hati, sambil membuka lembar demi lembar album foto pernikahannya. Angannya melayang jauh ke beberapa tahun silam saat malam pertama mereka. Di hari dan bulan yang sama, mereka melangsungkan pernikahan secara sederhana di rumah orang tua Kemala. “Saya terima nikah dan kawinnya, Kemala Larasati Bin

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Pengakuan Mertua Kejam

    Baik Kemala ataupun Yana masih tidak saling berbicara sejak beberapa detik yang lalu. Kemala sedang mengamati gerak gerik Yana sementara mertuanya itu sedang berpikir keras untuk membalas semua hinaan yang terlontar dari mulut wanita yang masih berstatus menantunya itu. Sebenarnya Kemala bisa saja mengusirnya tetapi ada hal yang ingin Kemala ketahui dari Yana. Selain itu rumah yang ditempati Kemala, sebagian uangnya dari pemberian Yana kepada Herdian yang saat itu hanya milik Kemala. “Sebaiknya aku bersiap,” gumamnya sambil melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Kemala beranjak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, sebelum itu dia membawa masuk tiga kotak kue ke dalam kamarnya lalu menguncinya. Agar Yana tak bisa merusak pesanan kuenya sepeninggal Kemala. Wanita cantik itu selalu menyambut pelanggannya atau siapapun tamu yang datang dengan penampilan yang bersih dan rapi. Itulah salah satu ajaran yang ditanamkan oleh ibunya sejak ia kecil. Untuk me

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Terpaksa Masuk Dalam Sandiwara

    “Iii-ya ... silahkan dicari. Saya akan coba untuk mencarinya juga!” Kemala tergagap untuk menjawab Mirna, sama halnya dengan Yana yang menjadi salah tingkah. “Di mana ya, Kak? Seingatku aku simpan di saku celana, ternyata tidak ada. Tadi aku pun cukup lama mencari di teras depan, barangkali terjatuh.” Pernyataan Mirna seakan membuat manik mata Kemala ingin keluar, bahkan jantungnya berpacu dengan cepat. Kemala seakan diserang rudal oleh Mirna. Wanita itu masih sibuk berpikir, apakah Mirna sudah lama berada di teras rumahnya? Apa saja yang dia dengar? Akh ... semua gara-gara Yana yang seenaknya saja mengeluarkan kalimat itu. Namun Kemala pun ingin tahu apa motif dibalik pernikahan Herdian dengan Mirna hingga meninggalkannya tanpa kabar. “Ibu juga akan coba bantu, ya ...,” ujar Yana demi menyembunyikan rasa canggungnya. Beberapa menit mereka bertiga mencari keberadaan kunci mobil milik Mirna. Tiba-tiba Mirna mengeluarkan sesuatu dari saku outernya, lalu berkata, “Kak ... ternyata a

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Aku Akan Tetap Tegar, Ayah!

    Tanpa Kemala sadari, dirinya pun telah sampai di depan rumah ayahnya. Rumah Hartono tampak sepi. Ia pikir ayahnya sedang beristirahat karena biasanya selepas sholat dzuhur, Hartono menyempatkan diri untuk tidur siang. “Ayah! Ayah!” Kemala memanggil-manggil Hartono karena pintu rumahnya terkunci. Sesekali dia mengedor-gedor pintu rumah Hartono. Kemala duduk di kursi rotan yang terletak di teras rumah. Dalam benaknya dia berpikir, “Tidak biasanya Ayah mengunci semua pintu.” Hatinya merasa tidak tenang sehingga dirinya beranjak pergi ke rumah tetangga sebelah. Kemala bertanya pada tetangga Hartono yang kebetulan pintu rumahnya terbuka. Si pemilik rumah pun sedang menonton acara televisi saat Kemala datang. Tok! Tok! “Permisi, Bu Siti!” “Kemala, ayo masuk!” ajaknya. “Bu Siti lihat Ayah, tidak?” tanya Kemala, “Dari tadi saya panggil-panggil tidak menyahut. Semua pintu terkunci, biasanya tidak pernah seperti ini.” “Lho, bukannya Pak Hartono menginap di rumahmu?” wanita yang usianya s

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Terpaksa Meminta Bantuan

    Sepertinya Dokter telah menyelesaikan penanganan pertamanya kepada Hartono. Kemala mengintip di balik celah tirai yang menjadi pembatas antar pasien. Seorang perawat menampakkan wajah sendu sementara Dokter pria itu menggelengkan kepalanya.“Ayah ....” Kemala hanya bisa pasrah.Wanita itu tetap duduk sambil menahan butiran bening yang hampir jatuh. Ia duduk bersandar pada dinding ruangan yang terasa dingin. Kepalanya seakan tidak dapat ditegakkan. Ia hanya tertunduk sambil berdoa dalam diam.Seorang pria berjas putih menghampirinya, “Tolong ikut ke ruangan saya sebentar!”Kemala beranjak meninggalkan ruangan menuju ke ruangan lain, ia mengekor di belakang pria tersebut. Sesampainya di sebuah ruangan, pria yang lebih dulu sampai itu mempersilahkan dirinya untuk duduk. Kemala pun menurutinya.“Bagaimana kondisi ayah saya, Dok?” tanyanya lirih.“Kami, selaku tim medis yang menangani pasien sudah mengusahakan yang terbaik. Kami telah melakukan CT-scan dan rontgen. Ada pembuluh darah yang

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Berdamai Dengan Nasib

    “Operasinya berjalan dengan lancar.” Dokter yang masih mengenakan pakaian bedah itu pun berlalu dari hadapan Kemala. Kemala menarik napas lega, dia harap ayahnya semakin membaik setelah ini. Tidak sia-sia dirinya mengusahakan biaya untuk operasi. Semua itu tak akan ada artinya dibandingkan dengan kesehatan Hartono. Setelah perawat menyiapkan kamar perawatan, Hartono dipindahkan dari ruang operasi. Kemala tak pernah jauh dari sisi ayahnya. Meskipun Hartono belum sadarkan diri, tapi dirinya ingin selalu ada jika mungkin dibutuhkan sewaktu-waktu. Sudah dua hari sejak selesai dioperasi, Hartono berangsur-angsur mulai membaik. Tentu hal itu membuat Kemala senang. Tak ada keluhan yang dirasakannya. Hanya saja mereka harus menunggu kondisinya stabil. Sebab saat ini Hartono masih menggunakan alat bantu pernapasan melalui mulut. Menurut dokter, pernapasannya masih lemah. Meskipun ia sudah dapat menggerakkan anggota tubuhnya. “Ayah, bagaimana keadaan Ayah hari ini?” tanya Kemala lembut. H

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Mengalah Bukan Berarti Kalah

    Kemala menghempaskan map berisi dokumen tersebut ke tubuh suaminya. Ia tak menghiraukan gertakan Yana, dirinya segera masuk ke dalam mobil mini bus berwarna putih itu bersama Bu Siti. Sopir melajukan mobil perlahan melintasi jalanan kampung bersama iring-iringan pelayat. Kini mereka sudah berada di tempat pemakaman. Beberapa orang turun ke dalam liang lahat untuk menangkap jasad Hartono yang akan diletakkan di dalam peristirahatan terakhirnya. Serangkaian prosesi pemakaman telah selesai dilaksanakan. Para pelayat pamit satu per satu meninggalkan tanah pemakaman. Tak terkecuali Bu Siti, tetangga Hartono yang membantu Kemala. “Aku pamit pulang dulu, Kemala. Kamu harus ikhlas agar ayahmu tenang,” ucapnya. “Iya, Bu Siti. Terima kasih sudah membantu Kemala mempersiapkan semuanya.” Kemala menatap wanita yang seumuran ayahnya itu dengan tatapan sendu. Sekarang hanya ada dirinya dan gundukan tanah yang masih basah di hadapannya. Kemala merasa belum percaya bahwa ayahnya akan pergi secepa

Latest chapter

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Semua Berakhir Sudah

    Mayang terdiam, ia hanya membatin, ‘Siapa laki-laki ini, berani sekali bertanya tentang pembatalan pernikahan’. Ia mengernyitkan dahi, ingin memaki tapi masih memikirkan Kemala. Ia tentu akan malu sekaligus kecewa jika Mayang membuat keributan di acara pernikahannya. Dua bulan kemudian Mayang tampak sangat sibuk, beberapa hari belakangan, ia harus datang ke kantor polisi memenuhi panggilan sebagai saksi. Awalnya ia tidak mengerti mengapa dirinya harus berurusan dengan petugas penegak hukum. Setelah panggilan pertamanya, ia baru menyadari bahwa selama ini putrinya diam-diam menyiapkan sendiri drama penangkapan Herdian dengan berbagai bukti yang ia kumpulkan. “Jadi, selama ini dia menugaskan kamu untuk melakukan skenario yang telah ia susun sendiri?” tanya Mayang. Mereka keluar dari kantor polisi menuju ke tempat parkir. Sopirnya masih bermuka datar, tanpa mengatakan apapun, hanya mengangguk pelan. Mayang tak perlu penjelasan lagi, meski penasaran bagaimana Mirna dapat melakukan

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Mayang Merasa Bersalah

    “Tidak bisa begini!” Herdian berteriak, “KEMALA! Jawab AKU!” Kedua matanya memerah. Kemala masih memilih bungkam, ia sama sekali tidak terpengaruh dengan gertakan Herdian. Sementara sibuk mengatur emosi putranya, Yana membuang muka dari Kemala. Kemala melangkah ke luar, ia membisikkan sesuatu pada Yana. Namun seseorang menarik lengannya dengan sangat kasar sebelum ia mencapai pintu. Tangan yang sejak tadi terasa gatal mendarat keras di pipi mulus Kemala. Air mata Kemala seketika meluap tanpa ia sadari. “Saya bisa melaporkanmu atas tindak kekerasan dan penganiayaan terhadap putri saya.” Mayang memasang badan di depan Kemala. “Penjelasan apa lagi yang kamu butuhkan, Mas?” Kemala memegang pipinya yang terasa perih. “Perceraian itu tidak sah tanpa persetujuan suamimu!” serang Yana. “Saya pikir, anda tidak berhak ikut campur tentang urusan kami. Lagi pula–anda yang paling menginginkan perceraian kami sejak dulu. Lalu, mengapa sekarang justru tidak senang saat keinginan anda terwujud

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Cara Tepat Mengusir Pengkhianat

    Seluruh ruangan kehilangan suasana hening, tangisan mereka pecah memenuhi bangsal nomor 237. Petugas medis pun telah melepas alat bantu kesehatan yang sebelumnya melekat di tubuh Mirna. Kemala menenangkan hati Mayang yang sedang hancur. Raga yang telah ditinggalkan ruh milik Mirna pun di bawa ke ruang jenazah. Selanjutnya, mereka membawa tubuh tak bernyawa itu ke rumah kediaman Mayang dengan iring-iringan beberapa mobil pelayat yang ingin mengantarkan Mirna ke peristirahatan terakhirnya. Kemala sudah tak dapat mengeluarkan kristal beningnya lagi, mata sembabnya menjadi saksi kesedihan yang juga ia rasakan. Di tempat lain, Bramantyo dan Ponirah sangat gelisah. Sebab Kemala belum kembali padahal mereka akan menggelar pernikahan 14 jam dari sekarang. Terakhir kali ia mengabarkan kalau Mayang akan mengutus sopirnya untuk mengantar pulang pagi tadi. Namun, ia belum juga dapat dihubungi hingga saat ini. “Coba telepon lagi, Nak!” suruh Ponirah, ia tampak cemas. Bram menuruti perintah Po

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Duka Menjelang Pernikahan

    “Kamu hanya harus sembuh!” seru Kemala, “Maka, aku tidak perlu menjadi Kakak yang buruk.” Kemala mengusap kepala Mirna.Rasa bersalah yang memenuhi hati Mirna semakin sesak, ia tidak dapat mengerti apa yang ada dalam isi kepala Kemala. Mengapa wanita itu masih bersikap baik padanya? Kira-kira terbuat dari apa hatinya, mati rasa ataukah sudah kebal?Butiran bening mengalir tanpa dapat dihentikan dari kedua netranya, Mirna tidak sanggup membayangkan betapa sulitnya menjadi Kemala. Dia menjalankan perannya tanpa amarah meski sebuah belati berkali-kali menusuknya dalam keadaan sadar. Ia harus menahan perasaan yang sangat luar biasa setiap melihat kebahagiaan Mirna dan Herdian. Tanpa berpikir untuk membalas dendam, ia justru bersikap baik alih-alih memusuhi Mirna.Pagi itu, Kemala telah membersihkan diri sebelum ia pamit untuk menghirup udara segar di sekitar Rumah Sakit, tidak untuk memanjakan pandangannya, ia hanya bu

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Antara Dosa dan Penyesalan

    Keheningan mulai menyusup di antara waktu yang sedang bergulir menuju pergantian hari. Suara derap langkah kaki-kaki yang berat menyisakan kekhawatiran di benak Kemala. Semakin dirinya mendekat ke arah ruang perawatan Mirna, semakin ia merasakan degup kencang yang menghujam dadanya.Sesekali ia mengedarkan pandangan ketika terdengar suara brankar yang berpacu dengan bunyi alas kaki beberapa orang. Jantungnya seakan-akan ingin meloncat, mendengar sayup-sayup suara tangisan dari arah yang lain. Terkadang ia mengintip wajah Mayang yang menyembunyikan kecemasan di balik senyuman.“Mirna pasti sembuh, saya yakin dia kuat.” Kemala meraih tangan Mayang yaang berayun seirama dengan langkah kakinya.Ia tersenyum kecut, lalu berkata, “Kuharap ia melewati masa kritisnya setelah bertemu denganmu.”Pintu kamar bernomor 237 terbuka, Mayang mendorongnya perlahan. Mereka masuk ke dalam ruangan sambil berjinjit agar Mi

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Dua Hari Sebelum Pernikahan

    “Terima kasih,” ucap Bramantyo. “Aku tidak tahu, apa jadinya tanpa kamu di sisiku.” Bram menatap sendu ke arah wanita di hadapannya. “Tidak perlu berterima kasih, semua yang terjadi dalam hidupmu hampir pasti mengambil bagian di dalam hidupku.” Senyumnya kembali mengembang, semakin meyakinkan Bram tentang ketulusan yang dimiliki Kemala. Mereka kembali memeriksa beberapa hal mengenai persiapan pernikahan yang akan digelar 2 hari mendatang. Bram merasa hidupnya lebih ringan, jalannya semakin mulus tanpa ada yang mengganjal lagi. Kemala memang benar, dendam dan luka saling berhubungan. Luka tidak akan pernah bisa sembuh ketika kita masih memelihara dendam, membiarkannya bertindak sesuka hati, mengambil alih sebagian besar ruangan di dalam hati kita. Setiap kali mendengarkan kalimat bijak yang keluar dari mulut Kemala, keserakahannya atas rasa marah seketika menciut, lalu kehilangan keberanian yang sebelumnya merebut kendali atas pemikirannya. Mereka memang dua manusia berbeda latar b

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Menaklukkan Musuh Dengan Kasih Sayang

    “Meskipun beliau bukan ibu kandungmu, kurasa ia memang tulus. Aku melihat dari sorot matanya yang penuh penyesalan.” Kemala tersenyum. Pria itu mendengarkan setiap kata yang diucapkan Kemala. Setiap kali berbicara dengan tunangannya, Bramantyo merasa tenang. Wanita yang akan ia nikahi memang selalu bersikap bijak menghadapi persoalan yang terjadi. Sebab itulah, ia yakin Kemala adalah orang yang tepat menjadi pendamping hidupnya. “Kapan kamu akan pergi?” tanya Bramantyo, ia menggandeng tangan Kemala. “Mungkin, besok pagi. Kebetulan besok aku berencana tutup toko.” Kemala melepas genggaman tangan Bram. “Baiklah, kuharap tidak ada lagi hambatan yang memberatkan persiapan pernikahan kita.” Bram melangkah pergi, ia meninggalkan Kemala yang tengah berdiri di depan rumahnya._____________ Seperti yang Kemala janjikan, ia mengunjungi rumah kediaman Sekar. Ia membawa rantang berisi beberapa kue dan masakan kesukaan Sekar. Setelah Bram meninggalkan rumahnya tadi malam, Kemala mencari tahu

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Setiap Manusia Punya Kekurangan

    Bramantyo hanya bisa menatap Kemala lekat tanpa dapat mengeluarkan suara, di dalam pikirannya berkecamuk berbagai hal, menghimpit isi kepalanya yang tak mampu menemukan jalan keluar. Di hadapannya, Kemala memilih untuk tidak memaksakan diri agar Bram menuruti apa yang ia katakan tentang melepas segala beban. Justru Kemala lebih memahami keinginannya, wanita itu membiarkan Bram berpikir sejenak tentang sesuatu yang merenggut setengah ruangan di dalam benaknya. “Kurasa wafle madu dengan secangkir coklat panas, cukup menyenangkan.” Kemala tersenyum tulus. Yah, dia selalu tahu apa yang dibutuhkan Bram saat ini. Sudah lama Bram tidak menikmati makanan buatan Kemala itu, ia selalu menyempatkan diri menyantapnya di echo bakery, paduan rasanya cukup mampu meringkus kejenuhan yang kerap ia rasakan. “Tapi–apakah masih tersedia untukku?” Bram membalas senyum calon istrinya. “Tentu. Tidak akan lama, kamu dapat menunggu sembari bermain bersama Dylan.” Kemala menarik tangannya, mereka pergi

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Aku Selalu Ada Untukmu

    Setelah Marco mengantarkan Sekar sampai ke luar rumah, ia kembali menemui Bramantyo. Kali ini Marco tidak ingin bungkam, jika sebelumnya ia memilih tidak bersuara karena dirinya berada di posisi salah, sekarang tidak begitu. Marco merasa terusik untuk menjelaskan tentang bagaimana seorang Sekar sesungguhnya. “Apa lagi yang kamu mau?” Bram bertanya sinis saat melihat Marco datang. “Tidak ada. Aku hanya ingin kamu lebih membuka hati. Oke, kalau di masa lalu Bu Sekar memang pribadi yang buruk. Namun, cobalah sedikit berempati sebab aku tahu beliau bertahun-tahun melakukan banyak hal demi bisa menebus dosa-dosanya padamu.” Marco menatap Bram sangat tajam. “Siapapun bisa dengan mudah mengatakan hal semacam itu, termasuk kamu. Tapi, aku tidak yakin kau akan tetap berpikir begitu jika kau berada di posisiku.” Bram tidak kalah kesal dari Marco. Perdebatan di antara mereka berujung saling diam, hingga saat Kemala datang. Mereka masih dalam situasi canggung, tidak ada seorang pun diantar

DMCA.com Protection Status