lunas yah akakkk selamat membaca:)) siap-siap besok ya hehehe
“Sorry, nggak sengaja,” ucap mahasiswa tersebut yang dengan cepat ditepis oleh Amaya.“Aku yang salah, sorry. Mau aku ganti nggak minumannya?”“Eh—nggak, nggak ....” Melihat Kelvin yang berdiri di dekat Amaya membuat beberapa mahasiswa yang tadi bertabrakan dengan Amaya menunduk untuk menyapanya—meski mereka sedikit kikuk karena seperti baru saja memergoki mereka berduaan di sini.Baru setelah saling mengucapkan maaf mereka pergi dari sana. Meninggalkan Amaya yang mengusap bagian depan pakaiannya.Meski basahnya tidak terlalu parah, tapi noda kecoklatan itu menyisakan bekas yang sangat kentara pada pakaiannya yang berwarna putih.“Pulang saja,” kata Kelvin yang membuat Amaya yang semula sibuk melindungi bagian depan tubuhnya dengan cepat menoleh padanya. “Sayang banget ... padahal konsernya belum selesai,” jawabnya.“Atau kamu mau ganti baju dulu?” “Saya nggak punya baju ganti. Kayaknya saya bilang pulang duluan aja deh ke Alin sama—”“Saya ada,” potong Kelvin yang membuat Amaya ter
[Selamat tidur kekasih gelapku … Sephia!] Amaya meremas tangannya erat-erat, membutuhkan waktu baginya untuk memproses apa yang baru saja dikatakan oleh Alin, yang tengah bersaing dengan hiruk-pikuk yang terjadi di sekitarnya. Lagu terus mengalir, membuat penonton yang ada di barisan depan tenggelam dalam liriknya sementara penonton yang ada di belakang sedang menyebut bahwa benar selama ini Amaya diam-diam menjalin hubungan dengan Kelvin. “Kenapa?” tanya Kelvin, menunduk mengintip manik Amaya yang bergerak gugup saat ia menjawab, “D-di punggung saya ... a-ada nama Bapak.” Sepasang mata Kelvin membola dibuatnya. Ia satu langkah mundur, memeriksa punggung Amaya dan matanya terpejam tak berdaya sebab itu benar. KELVIN INDRA ASGARTAMA, terbordir dengan rapi di kaos berkerah yang tengah dikenakan oleh Amaya. Kelvin tak tahu jika di bagian belakangnya ada namanya seperti itu. Dan Amaya pasti juga tidak memeriksanya lagi tadi sewaktu berganti pakaian di dalam mobil. Selain keadaannya
“Ibunya Pak Kelvin,” jawab Amaya yang membuat ketiga temannya itu mendengus tak habis pikir.Amaya menoleh pada mereka yang menggeram kesal sekaligus menyesal mengapa mereka secara suka rela mendengar Amaya yang justru mengatakan sebuah tipu muslihat.“Ya kalau itu sih kami juga tahu, May!” kata Randy. Sementara Kelvin yang sebelumnya sudah percaya bahwa Amaya akan mengatakan yang sebenarnya pun hanya mampu menahan tawa.‘Benar-benar nggak ada yang bisa nebak dia mau ngapain,’ gumamnya dalam hati kemudian melanjutkan kemudi mobilnya.Sepanjang perjalanan, Kelvin mendengar bagaimana berisiknya anak-anak muda yang duduk bersamanya ini. Dimulai dari kembali membahas kaos yang dipakai oleh Amaya dan topik itu berhenti saat Kelvin menjelaskan dari mana ia mendapatkannya.Pembicaraan berlanjut ke arah yang lebih serius, kali ini pada materi yang mereka keluhkan sedikit sulit dan Kelvin memberi solusi pada mereka bagaimana cara belajar agar lebih mudah dipahami serta tak membebani.Dan deng
'Wife? W itu artinya wife?' batin Amaya saat ia duduk di tepi tempat tidur setelah rasa penasarannya pada cara Kelvin memberinya nama itu sedikit terobati. 'Bukan Wolverine atau Wewe gombel?' Entah perasaan senang apa yang ada di dalam hatinya ini. Tapi Amaya sangat suka mendengarnya. Ia baru saja mengikat rambutnya setelah selesai mandi. Dadanya berdebar kencang mengingat kembali senyum Kelvin saat ia bertanya, 'Gimana? Udah nggak penasaran lagi?' beberapa saat yang lalu seraya menepuk puncak kepalanya dan lebih dulu meninggalkan Amaya. Pria itu sedang ada di dalam kamar mandi sekarang, yang saat ia keluar nanti ... Amaya tak tahu harus bersikap bagaimana karena situasinya akan menjadi canggung—terutama baginya. Ia menunduk, memeriksa ponsel dan menjumpai pesan dari Alin yang mengatakan bahwa namanya ramai diperbincangkan setelah salah seorang mahasiswa mengupload fotonya bersama dengan Kelvin. 'Kayaknya aku yang paling sering nongol di forum mahasiswa deh,' batin Amaya seray
“Kamu pikir kamu siapa bisa ngatur aku begitu, Caecil?” serang Amaya balik.Ia satu langkah mendekat pada Caecil sekalipun Alin telah menahan lengannya agar tak menanggapi kalimatnya yang provokatif.Dagu Amaya terangkat. Senyumnya mengisyaratkan bahwa ia senang sebab bisa berhadapan secara langsung seperti ini dengannya. “Kami cuma nggak suka Pak Kelvin dekat sama cewek problematik kayak kamu!” jawab Alin. “Pak Kelvin itu selalu bersih namanya sejak dulu, kami nggak mau beliau dekat sama artis video por—”“Jaga mulutmu nggak?!” potong Amaya sebelum Caecil selesai bicara. “Kamu nggak bisa baca berita? Atau telingamu itu terlalu banyak kotorannya sampai nggak bisa dengar kalau bukan aku cewek di video itu?”“Itu ‘kan—”“Apa?!” tantang Amaya.Ketegangan yang terjadi di lorong seolah membekukan setiap sisi ruangan.Mahasiswa yang kebetulan berada di sana seakan dipaksa menahan napas ketika Amaya berbicara.Caranya menantang orang, dan membela yang menurutnya benar adalah Amaya yang sela
"Apa dia nggak bisa lakuin itu sendiri?" tanya seorang perempuan yang berjalan melewati sebuah rumah yang gerbangnya cukup tinggi. ‘Kenapa dia nyuruh-nyuruh aku terus?’ batinnya. Miranda, gadis yang menggumam sendirian itu adalah Miranda. Malam ini ia datang ke rumah Rama setelah mereka membuat janji sebelumnya. Tapi sepertinya ia tak bisa menghabiskan waktunya bersama Rama dengan tenang karena Caecil baru saja menghubunginya. Gadis itu mengatakan agar Miranda mempermalukan Amaya, rencana yang ia pilih adalah agar Amaya terlihat menyakiti Miranda, sehingga mahasiswa lain akan menyebutnya sebagai perempuan kurang ajar. Jika yang menjadi korban adalah Miranda, semua orang akan lebih percaya karena mereka berseteru. "Apa aku ini babunya?" gumam Miranda sekali lagi. Kesal pada Caecil. Niat hati mendekat pada gengnya agar mendapat keuntungan, yang terjadi justru sebaliknya. Caecil lebih sering memanfaatkanya. Bahkan bukan hanya Caecil. Tapi anggota gengnya yang lain pun sama. Mir
Di atas matras biru, Kelvin dan Ziel bertarung. Mahasiswa yang ikut UKM taekwondo berada di sekitar mereka, menjadi penonton dari pertarungan yang sedang dilakukan oleh pembina dan anggota yang memiliki sabuk hitam tingkat satunya—Ziel.Baik itu Kelvin atau Ziel sama-sama memukau. Penyerangan mereka berteknik dan membuat siapapun yang melihatnya menahan napas.Saat Ziel bernafsu menyerangnya, Kelvin yang seakan sudah bisa membaca pergerakannya menanggapinya dengan lebih tenang. Napas mereka memburu, mata tajam memperkirakan ke arah mana lawan menyerang.Tangan terkepal di depan badan. Dalam jarak beberapa meter yang memisahkan sebelum mereka berlari mendekat.Beberapa mahasiswi yang melihat itu menjerit saat Kelvin lebih cakap merenggut kerah Ziel, dengan satu langkahnya yang tak terprediksi ia membuat Ziel terangkat di udara sebelum menjatuhkannya di atas matras.“Aishh!” Ziel mendesis kesal, ia berusaha bangun tetapi usahanya sia-sia saat Kelvin menguncinya hingga tak bisa bergerak
Mata Amaya berpindah dari mata Kelvin ke lehernya. Menyusuri perutnya dan berhenti di— "Sudah selesai menelanjangi saya begitu, Amaya?" Tanya dari Kelvin membuat Amaya dengan gegas mengangkat wajahnya kembali. "A-apa maksud Bapak?" tanya Amaya balik. "Saya nggak gitu ya! Pegang Pak Kelvin saja loh enggak!" Kelvin bersedekap mendengarnya yang sedang berusaha mengelak padahal ia jelas baru saja menjatuhkan pandangan pada— "Benar, di sana yang tersiksa!" jawab Kelvin. "Kalau dia kalah, saya bisa membuatmu tidak tidur." Kelvin berjalan melewati Amaya yang dengan cepat memejamkan matanya. Kesal pada dirinya sendiri yang seolah sengaja memancing pria itu menjadi lebih sensitif. "Nyebelin banget," gerutunya. "Pakai baju di kamar pun nggak bisa bebas dan harus pakai aturan." Ia mendengus saat mengikuti langkah Kelvin memasuki ruang ganti. Pria itu menoleh padanya seraya bertanya, "Ngapain ngikutin saya?" "PD banget! Saya tuh mau ganti baju." "Ngapain ganti baju?" tanya Kelvin, kehe
“Mas Vin bercanda, ‘kan?” tanya Amaya dengan sepasang matanya yang membola.“Bercanda gimana, Sayang?” tanya Kelvin balik, ia bangun dari berbaringnya, diikuti oleh Amaya yang melakukan hal yang sama.“C-cincinnya aku taruh di meja makan?”Kelvin mengangguk dengan yakin, “Iya. Ini buktinya. Aku tadi ke ruang makan buat beresin sayur yang lupa aku balikin ke kulkas. Dan nemu cincin kamu di sana.”Bibir Amaya terbuka, bergerak tanpa suara, bingung harus mengatakan apa karena merasa dirinya sangat ... pelupa—atau mungkin lebih tepatnya pikun.‘Sebentar ....’ batinnya. Ia mengedipkan matanya lebih dari satu kali dan mencoba mengingatnya.Ia tadi mengenakan sarung tangannya di ruang makan karena sempat menghabiskan susu hangat yang dibuatkan Kelvin untuknya.Jadi ... ia meletakkan cincinnya di meja makan dan bukan di dalam padding?Amaya menutup mulutnya dengan sebelah tangan, menyadari ingatannya telah kembali ia temukan.Sejak sebelum berangkat ia tak mengenakan cincin itu!Ah ... astaga
Amaya tak bisa menahan air mata saat Kelvin merengkuh dan menarik dirinya ke dalam pelukannya sekali lagi. Ia berusaha menerima dan menurut apa kata Kelvin yang mengatakan bahwa mereka bisa membeli cicin pernikahan yang baru. Tetapi hatinya tidak iklas, ia tak menerima seandainya benar cincin itu menghilang dan mereka tak bisa kembali bersua. “Ayo kita pulang,” bisik Kelvin saat ia melepaskan Amaya dan menarik tangannya untuk pergi dari sana. PIpi Amaya rasanya membeku. Bekas air mata yang tersisa di pipinya seakan berubah menjadi kristal es yang membuat tubuhnya bergeligi. Setiap langkah yang ia ambil terasa sangat berat. Salju tebal yang menutupi daratan saat hari beranjak petang membuat dadanya berdebar setiap kali membayangkan bahwa cincin itu masih di sana, tertumpuk oleh salju dan tak akan pernah ditemukan. Tak ada yang bicara selain dirinya yang berulang kali terus menahan air mata, hingga mereka tiba di parkiran dan Kelvin membukakan pintu untuknya. “Kita pulang dulu,” uc
Saat Kelvin kembali dari kamar mandi dan hendak masuk ke dalam mobil tempat di mana Amaya menunggunya di sana, ia dibuat terkejut karena istri kecilnya itu tidak berada di sana. "Di mana dia?" tanyanya bingung. Pandangannya mengedar, sepasang matanya tertuju ke dalam kafe. Berpikir barangkali Amaya tengah berada di sana, kembali untuk membeli cokelat hangat agar bisa dibawa pulang. Kelvin mengayunkan kakinya untuk kembali ke kafe itu, tapi sejauh matanya memandang, Amaya tidak ia temukan. Merasa ada sesuatu yang tidak beres, ia kembali ke dalam mobil. Niat hati ingin menghubungi Amaya, tapi rasanya itu akan sia-sia karena ia malah menjumpai dua ponsel milik mereka ada di dalam sana. Kelvin merasa ini seperti deja vu, perasaannya tak tenang seperti saat ia kehilangan kontak dengan Amaya sebelum ia menemukannya tak sadarkan diri di dalam kamar mandi kampus tempo hari. Kecemasan itu membuatnya berpikir bahwa kali ini situasinya sama. Ia tak menemukan Amaya sebab ia pingsan di sua
Amaya merapatkan padding yang ia kenakan sekeluarnya ia dari ruang ganti Ski Mont Blanc Quebec, tempat di mana ia menghabiskan hari pertama bulan madunya bersama dengan Kelvin selama di Kanada. Jarak tempuh dari rumah Liana dan Danuarta yang mereka tempati menuju ke tempat ini hanya sekitar dua puluh menit dengan menggunakan mobil. Mereka tiba setelah lewat pukul satu siang dan menghabiskan waktu hingga hampir gelap. Amaya tadinya ragu jika Kelvin bisa tahu jalan untuk tiba di tempat ini. Tetapi ... bukankah tak perlu ada yang ia khawatirkan jika itu bersama dengan Kelvin? Prianya itu mengatakan sudah pernah ke tempat ini sebelumnya bersama dengan sepupunya—Devin anak dari Om dan tantenya itu—sehingga perjalanan terkendali tanpa hambatan. Amaya tak pandai berolahraga, ia hanya mengikuti instruksi Kelvin bagaimana caranya berdiri di atas dua papan ski yang diikat di kakinya. Awalnya memang sulit, tapi setelah beberapa kali percobaan—lengkap dengan kesabaran suaminya yang sebesar
Calista sedang berada di rumah Kaluna saat gadis itu diminta oleh ibunya membawakan kue ke sana.Kebetulannya, Arsha sedang ada di sana juga. Mereka yang duduk berdampingan itu menyambut kedatangannya dengan melambaikan tangan, mempersilahkan Calista masuk dan duduk di ruang tamu.“Kalian nggak pergi liburan?” tanya Calista setelah kue yang ia bawa diterima oleh seorang pembantu rumah tangga.“Besok sih rencananya,” jawab Kaluna terlebih dahulu. “Mau ikut kamu?”“Hm ....” Gadis itu memiringkan kepalanya sekilas ke kiri penuh dengan keraguan. “Kalau aku ikut bakalan jadi obat nyamuk kalian dong.”“Kita nggak cuma pergi berdua kok,” jawab Arsha lebih dulu. “Sama keluarga juga. Masih belum nikah mana boleh berdua-duaan begitu?”Calista mengangguk, mengerti akan maksudnya.“Kamu nggak ngajak temenmu itu, Kak Sha?”“Temen?” ulang Arsha yang disambut anggukan oleh Calista. “Temen yang mana—aah ... Kelvin maksudnya?”Calista mengangguk membenarkannya, “Iya, Kelvin.”“Dia ada kegiatan sendiri
Sebelum kepergian mereka ke Kanada, Gafi mengatakan bahwa ia akan menyusulnya nanti. Mungkin berselang tiga atau lima hari setelahnya karena Serena harus lebih dulu menyelesaikan jadwal yang sudah terlanjur ia sepakati. Tenang ... soal pinggangnya yang sakit tempo hari sekarang sudah baikan. Ia tak lagi berjalan terbungkuk-bungkuk seperti nenek moyang penyu saat Amaya dan Kelvin berpamitan padanya sebelum berangkat kala itu. Gafi sebenarnya juga mengajak Riana dan Rajendra, tapi ayahnya Kelvin itu menolak. Dengan jujur dan gamblang menyebut bahwa ia kurang suka dengan cuaca di Kanada sekarang. Musim dingin, ia mengatakan pasti akan membutuhkan berdus-dus kotak Tōlak Angin jika ia ikut anak-anak muda itu pergi ke sana nanti. Maka, hanya Gafi, Serena dan bocah kecil bernama Arsen yang berisik itu yang ikut. Tentu .. itu dengan peringatan dari Amaya agar Gafi tak perlu membawa kolor Patrick-nya yang sudah berlubang selebar piring makan itu. Amaya baru saja membuka matanya, merapat
Kanada, Kelvin mengatakan bahwa negara ini adalah tujuan nanti ia akan mengejar gelar PhD jika Amaya sudah selesai kuliah. Dan sebagai sebuah 'percobaan', pria itu mengajak Amaya ke sini dalam jangka waktu yang terbilang panjang selama libur akhir semester. Amaya pikir ... prianya itu pasti sudah menyiapkan ini dari lama. Sebagaimana yang Amaya tahu, Kelvin selalu bertindak hati-hati, dan terarah. Mengingat bagaimana ia selalu melakukan sesuatu dengan diam-diam tanpa sepengetahuan Amaya, bukankah mungkin saja kepergian mereka ini sudah jauh hari direncanakannya? Mereka tiba setelah penerbangan dari Jakarta di sebuah rumah yang disebutkan oleh Kelvin adalah milik pamannya, adik lelaki dari Rajendra yang memang tinggal di Kanada. "Akhirnya Kelvin ke sini," sambut wanita berambut sebahu saat Kelvin dan Amaya keluar dari taksi yang mengantar mereka mereka dari bandara. "Akhirnya Tante bisa lihat istrinya Kelvin juga," lanjutnya seraya merentangkan tangannya untuk memeluk Amaya. "Asta
"Kalau Pak Kelvin mau, saya tunggu nanti hari Sabtu," kata Ziel sekali lagi. "Nggak baik loh Pak kalau nolak ajakan orang lain tuh, apalagi itu bukan ajakan yang buruk, olahraga loh itu." Kelvin menghela dalam napasnya, ia selangkah maju dengan seulas tawa lirihnya. Salah satu tangannya terarah ke depan saat ia menyentuh kerah jas almamater yang dikenakan oleh Ziel seraya menjawab, "Terima kasih sudah diajak, saya menghargai kamu. Tapi ... saya tuh udah tuntas main begituannya, Jaziel Armando," katanya. "Hal-hal menyenangkan yang kamu lakuin sekarang, saya udah tuntas dulu waktu saya masih muda. Motocross, hiking sampai hampir hilang di gunung, jadi presiden mahasiswa, mimpin demo, semuanya udah saya lakuin. Sekarang udah waktunya hidup tenang, misalnya ... menghabiskan waktu liburan dengan istri." Ziel seketika mendengus mendengar itu. Tatapan mereka bersirobok cukup lama sebelum Kelvin sedikit menunduk dan berujar, "Apa niatmu mengajak saya balapan?" tanyanya. "Biar saya ngajak Am
Di meja kantin kampus, para mahasiswa semakin banyak yang berjalan meninggalkan tempat itu. Tapi tidak dengan Amaya dan teman-temannya yang masih ada di sana, menikmati waktu-waktu kebersamaan mereka sebelum libur panjang akhir semester dimulai. Amaya baru saja menceritakan tentang apa yang terjadi selepas ia pergi dari rumah Alin semalam. Tentang preman suruhan ayahnya Rama yang disingkirkan oleh Kelvin seorang diri. Menuai decak kagum, dan Randy mulai mengidekan bahwa ia akan masuk ke UKM taekwondo setelah ini. "Tapi nanti kamu mau ke mana pas liburan, May?" tanya Alin yang duduk di sebelahnya. "Pergi sama Pak Kelvin ke luar kota nggak?" Sekarang ... rasanya mereka sudah tak perlu sungkan menyebut tentang Amaya yang menjalin hubungan dengan Kelvin. Bukankah Amaya sudah pernah mengatakan sebelumnya bahwa itu telah menjadi rahasia umum? "B-belum ada rencana sih," jawab Amaya yang tentu saja berbohong karena ia tahu Kelvin telah mengagendakan untuk kepergian mereka dalam rangka 'bu