Semalam saat melihat Viona tertidur di sampingnya, Alfie sempat berpikir Viona mungkin berbeda. Viona mungkin tidak seburuk yang dia pikirkan.Yang perlu Alfie lakukan hanyalah memberi kesempatan padanya. Mungkin dengan sedikit memberinya kepercayaan.Ternyata Viona sama saja seperti perempuan lainnya. Hanya bisa memberinya rasa hampa dan kecewa. Seharusnya sejak awal dia melenyapkan perempuan itu.Alfie benci jika harus merasakan rasa hampa yang begitu janggal seperti yang dia rasakan sekarang."Apa Tuan sudah tahu ke mana mereka pergi?" Bik Sari bertanya dengan hati-hati."Belum." Alfie bangkit lalu kembali mengancingkan jasnya yang masih melekat. "Tapi aku akan segera mengetahui di mana mereka berada dan membawa mereka ke sini."Mengabaikan pertanyaan Bik Sari yang ingin tahu ke mana lagi dia akan pergi, Alfie keluar dari rumah dan meminta sopir membawanya ke The Skye, sebuah kelab malam elit yang sering dia kunjungi saat sedang suntuk.Dalam perjalanan, Alfie berkali-kali menghela
Dia justru teringat pada bibir Viona yang hangat dan lembut, aroma vanilla yang menguar dari tubuhnya, desahannya yang samar dan sikapnya yang malu-malu sekaligus polos.Frustrasi dengan tubuhnya yang tidak bereaksi apa-apa, Alfie mendorong teman kencannya hingga terjatuh ke atas lantai. Dia lalu buru-buru menarik ritsleting celana dan memakai kemejanya lagi."Tuan?" rengek teman kencannya itu. Alfie tidak ingat siapa namanya dan tidak berminat untuk bertanya juga. "Ada apa?"Alfie menepis tangan teman kencannya yang mencoba meraih wajahnya."Apa pelayanan saya kurang memuaskan?" Perempuan sewaan itu kian panik karena sebentar lagi tambang uangnya akan pergi sebelum mereka menghabiskan malam yang panas.Apa dia melakukan sesuatu yang salah? Tetapi seingatnya mereka sudah saling memagut dan melucuti baju masing-masing. Lalu kenapa Alfie tiba-tiba berhenti?Tanpa menjawab, Alfie meraih dompet di dalam celananya lalu mengeluarkan puluhan lembar uang dan melemparnya ke wajah perempuan itu
Sabda mengoceh kegirangan saat Viona membawanya jalan-jalan keliling kompleks perumahan dengan menggunakan stroller.Biasanya Bu Retno yang mengajak Sabda jalan-jalan pagi. Tetapi begitu mereka pindah ke kota ini, Viona-lah yang melakukannya.Dia senang melihat Sabda mengoceh sambil mengentak-entakkan kakinya dengan riang. Sesekali ibu-ibu penghuni kompleks yang sedang belanja di tukang sayur ikut menggoda Sabda."Ke mana papanya, Mbak?" tanya salah seorang ibu yang sedang memegang kantung plastik berisi belanjaan di tukang sayur."Papanya kerja di pelayaran, Bu. Pulangnya satu tahun sekali,” balas Viona asal dengan senyum semanis mungkin. Dia sudah semakin lancar mengatakan kebohongan yang satu itu.Pertama kali ada yang bertanya, Viona sempat tergagap sebelum buru-buru memasang ekspresi sedih dan mengarang kebohongan tentang pekerjaan suaminya.Dengan lihai dia menampilkan sosok istri yang sedih karena harus menjalani LDM atau long distance marriage. Untungnya semua ibu yang bertany
"Lalu kenapa Mas Khadafı pindah ke rumah kontrakan?" tanya Viona lagi. Dia urung memanggil Khadafi tanpa embel-embel sejak tahu lelaki itu yang akan menjadi bosnya."Jarak rumah saya dan minimarket cukup jauh. Hampir satu jam perjalanan."Viona ber-oh panjang. Dia berharap Khadafi akan menerimanya. Bukan karena mereka bertetangga, tetapi karena dia membutuhkan pekerjaan ini."Boleh saya bertanya sesuatu?" Tiba-tiba Khadafi bertanya saat mobil berhenti di lampu merah."Tentu.""Maaf kalau pertanyaan ini mungkin menyinggung kamu. Apa bayi yang kamu gendong tadi adalah anak kandung kamu?"Dari CV yang Khadafı baca, Viona menulis statusnya adalah single. Tetapi pagi tadi dia melihat perempuan itu menggendong bayi yang berwajah mirip dengannya.Viona refleks memberikan gelengan atas pertanyaan itu. "Dia keponakan saya. Ibunya adalah kakak saya dan dia sudah meninggal saat melahirkan Sabda.""Oh." Khadafi menggumam. Pantas wajah bayi bernama Sabda itu mirip dengan Viona. Teryata mereka masi
Saat tersadar, Alfie ada di sebuah ruangan kosong berwarna kuning gading yang membuat perutnya dihantam rasa mual.Ugh, dia benci kuning karena mengingatkannya pada Cyntia.Alfie mengedarkan pandangan dan tidak menemukan siapa pun di ruangan itu selain dirinya, yang duduk di kursi kayu dengan kedua tangan terikat di belakang.Beruntung kedua kakinya tidak ikut diikat hingga dia masih leluasa bergerak. Alfie kembali mengingat apa yang terjadi sebelum kehilangan kesadaran.Seingatnya, Arya datang bersama empat orang pengawal. Setelah itu, seseorang tiba-tiba memukul tengkuknya dari belakang dengan cepat dan keras. Setelah itu dia tidak ingat apa-apa lagi."Kamu tidak apa-apa, Al?" Itu suara Padma yang bertanya dalam benaknya.Alfie memang sengaja membangunkan host-nya itu agar Padma bisa melihat apa yang terjadi setelah ini. Dia yakin Arya memiliki niat jahat hingga tega menyekap putranya sendiri."Aku tidak apa-apa. Tenang saja. Ayah brengsekmu itu beraninya main belakang. Sungguh meny
Alfie tidak berniat menjawab pertanyaan Arya. Dia hanya menatap lelaki 62 tahun itu dengan tatapan sinis."Elaktabilitas Papa merosot tajam karena semua skandal yang kamu lakukan. Papa bahkan terancam tidak bisa maju ke dalam bursa pemilihan walikota tahun depan." Arya masih memuntahkan kemarahannya.Dan Alfie semakin muak mendengarnya. Dari semua hal di dunia ini, apa pernah Arya memikirkan Padma sebagai anaknya sekali saja? Jawabannya adalah tidak pernah.Otak Arya hanya berisi harta, tahta dan selangkangan wanita. Sedangkal itu.Keluarga-apalagi anak-bukanlah prioritasnya. Itu semua hanya pemanis agar publik dan kolega memandang Arya sebagai lelaki beruntung karena memiliki pernikahan harmonis dan anak yang sukses sebagai pebisnis."Itu masalah Anda, Pak Tua. Dan aku tidak peduli. Tapi jika Anda tidak melepaskanku sekarang, aku jamin Anda akan menyesal."Di luar dugaan, Arya justru tertawa mengejek. "Papa tidak tahu apa yang membuatmu jadi sombong dan gila seperti ini. Bahkan dalam
"Kamu yakin dia orangnya?"Alfie mengamati foto seorang lelaki yang baru saja keluar dari sebuah rumah. Lelaki itu memakai hoodie hitam yang menutup sampai kepala hingga wajahnya tidak terlihat.Pun begitu, ini adalah kemajuan besar yang diperoleh oleh orang-orang kepercayaan Alfie yang sedang memburu orang yang menyabotase mobil Yuanita."Yakin, Tuan." Orang kepercayaan Alfie mengangguk, lalu menunjukkan satu foto lain di mana tersangka mereka tinggal."Ini adalah rumah yang diduga menjadi tempat tinggalnya. Selama berbulan-bulan ini dia pindah ke beberapa kota sampai akhirnya kembali ke kota itu."Alfie mengangguk-angguk selagi orang kepercayaannya terus menjabarkan hasil penyelidikan mereka. Hanya butuh sedikit tambahan waktu untuk mendapatkan orang yang mereka cari selama kurang lebih tiga bulan."Bagus." Alfie menggumam. "Lalu bagaimana dengan Tirta atau Viona?""Lokasi rumah sakit yang merawat Tirta juga sudah ditemukan, begitu juga dengan orang tuanya. Dan kami berhasil menemuk
Viona meregangkan tubuhnya yang terasa pegal, lalu mengembuskan napas panjang. Bu Retno benar, menjadi kasir ternyata sangat melelahkan.Sudah lebih dari tujuh jam dia berdiri hingga betisnya terasa kencang. Wajahnya juga terasa pegal karena sepanjang hari dia terus mengulas senyum pada pembeli yang datang ke minimarket ini.Hari ini Viona memang langsung bekerja setelah Khadafı mengatakan dia diterima di minimarket yang buka 24 jam ini. Viona langsung mengabari Bu Retno agar perempuan itu tidak harap-harap cemas menunggunya.Beruntung tidak ada hambatan yang berarti di hari pertamanya bekerja. Rekan-rekan kerjanya yang baru juga cukup ramah dan banyak membantu Viona.Rasanya sangat jauh berbeda dengan pegawai The Union yang sering membicarakannya di belakang sambil melempar tatapan sinis dan mencemooh.Viona merasa dia harus terus menyembunyikan fakta pernikahannya demi mempertahankan suasana kerja yang nyaman seperti ini."Mas Angga, aku pulang dulu, ya," pamit Viona pada supervisor
"Bahkan selama seminggu terakhir aku tidak pernah hal-hal lain selain kamu, Viona. Dengan Darla pun, hubunganku benar-benar profesional. Meski dia mengirim sinyal, aku anggap itu sebagai rasa penasaran karena dulu aku batal menidurinya."Viona masih tidak habis pikir bagaimana bisa Alfie mengalami disfungsi ereksi, padahal beberapa menit yang lalu dia menjerit-jerit karena ulah lelaki itu?Entahlah. Tidak perlu dipikirkan juga. Malah bagus, kan? Kini hanya dia yang bisa merasakan performa Alfie yang luar biasa dan membuatnya nyaris pingsan.Mantap jaya!"Dulu teman tidurku memang selalu berganti. Tetapi setelah bertemu kamu, semuanya berubah total. Tidak ada lagi yang menarik selain kamu, karena kamu adalah candu untukku, ma cherie.""Maaf," Viona menggumam dengan kepala tertunduk. "Aku sudah mengamuk tanpa bertanya lebih dulu.""Tidak masalah," balas Alfie lalu terkekeh pelan. "Lagipula tinjumu sama sekali tidak terasa. Aku bahkan merasa seperti digelitiki."Untuk pertama kalinya set
Alfie tertawa sebentar sebelum bergerak pelan. Tetapi itu tidak bertahan lama.Alfie mulai kehilangan kendali saat merasakan milik Viona mencengkeramnya dengan kuat. Dia mengentak dengan keras dan kasar. Memuaskan rasa laparnya pada Viona yang seakan tak pernah berakhir.Meja yang menjadi tempat duduk Viona bahkan sampai berderit karena goncangan yang begitu cepat dan kasar di atasnya. Viona sendiri hanya bisa mengalungkan tangannya di leher Alfie dan susah payah bernapas untuk menerima dorongan keras dari Alfie.Alfie berkali-kali mengumpat. Rasanya terlalu hebat untuk bisa dia jabarkan hingga dia tidak bisa mengendalikan diri lagi. Sisi liarnya mengemuka ke permukaan, seolah Viona-lah yang menekan tombol on dalam dirinya.Alfie mendorong dengan keras dan sejauh-jauhnya hingga tubuh Viona berguncang hebat dalam pelukannya. Perempuan itu berteriak kecil dengan napas terengah, yang terdengar seperti melodi yang merdu di telinga Alfie.Tangan Viona mencakar punggung Alfie yang dipenuhi
Masih dengan bara kemarahan yang menguasai dirinya, Viona menatap Alfie nyalang. "Darlal Kamu main gila dengan dia, kan? Tadi aku bertemu Darla di lobi hotel dan dia bilang baru kembali dari kamarmu, Kalian juga makan malam—"Mendadak telinga Alfie terasa tuli. Aroma vanilla yang sedari tadi menyerang penciuman membuatnya tak bisa menahan diri lagi.Dengan satu tangannya yang bebas, dia meraih dagu Viona dan menyambar bibirnya sebelum perempuan itu memiliki kesempatan untuk menyelesaikan kalimatnya.Alfie menggeram kasar begitu bibirnya kembali merasakan kelembutan bibir Viona yang manis dan hangat setelah seminggu lebih dia hanya bisa membayangkannya dalam angan-angan.Alfie masih bisa merasakan Viona yang berusaha melepaskan diri dengan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk menghindari dari pagutannya.Namun akhirnya Viona tidak berkutik saat satu tangan Alfie bergeser ke belakang tengkuk dan menahannya dengan keras.Digigitnya bibir tipis itu, diisapnya dengan keras seb
Mandala susah payah menahan tawa karena rasanya tidak etis menertawakan orang yang sedang menahan tangis karena terlalu marah.Viona sama saja seperti Savannah, yang terlalu cepat menyimpulkan bahkan sebelum mencari tahu kebenarannya.Padahal apa susahnya bertanya? Toh bertanya itu tidak dilarang."Masalah nggak akan selesai kalau kamu terus mengedepankan asumsi dibanding fakta. Pastikan dulu kebenarannya pada Alfie, atau kamu akan menyesal karena mengambil kesimpulan yang salah"Aku nggak mau ketemu dia." Viona menggeleng sambil mengusap bulir bening yang membasahi pipinya."Jangan buat perjalanan jauh kamu ke sini jadi sia-sia, Viona. Kita tidak tahu mengapa Darla ada di sini. Kita juga tidak tahu apa dia benar-benar makan malam berdua dengan Alfie di sini, sedangkan Mindi juga menginap di hotel ini."Kita bahkan tidak tahu apakah dia benar-benar ke kamar Alfie berdua saja, atau itu hanya karangan Darla. Ada banyak hal yang belum kita ketahui dengan pasti sekarang," ujar Mandala sab
Viona meremas tangannya dengan gugup.Dalam beberapa menit lagi dia akan bertemu dengan Alfie, tetapi jantungnya sudah bertalu-talu kencang sejak pesawat yang dia tumpangi mendarat di bandara.Kira-kira bagaimana reaksi Alfie saat melihatnya? Apa Alfie akan marah karena dia tiba-tiba ada di sini tanpa pemberitahuan? Apa Alfie akan menyuruhnya pergi seperti kemarin-kemarin?"Rileks, Vi." Mandala seolah mengerti kegelisahan Viona karena sejak tadi perempuan itu terlihat gugup. "Bertemu dengan Alfie tidak semengerikan itu."Aku khawatir Alfie marah, Sikap dia, kan, nggak bisa diprediksi "Viona berterus terang. Dia menggigit bibir bawahnya untuk meredakan kepanikan yang kian bergejolak dalam dirinya.Saat tiba di bandara tadi, dia sempat merias wajahnya sebentar di kamar mandi agar terlihat lebih cantik-harapannya, sih, begitu- ketika bertemu Alfie.Dia bahkan merasa sangat bersemangat karena sebentar lagi akan bertemu Alfie setelah seminggu lebih menjalani perang dingin yang membuat dada
Semoga saja otaknya menemukan alasan yang cemerlang agar Alfie tidak menelannya hidup-hidup."Good." Mandala mengangguk puas lalu mengajak Mindi keluar dari restoran untuk menyusul Alfie sebelum lelaki itu marah lagi.Mereka langsung meluncur menuju kantor Guzman yang ada di sebuah bangunan bersejarah yang bertebaran di Paris. Lelaki itu mengucapkan selamat datang dan langsung mengajak mereka ke ruang rapatSelagi Mindi asyik mengamati detail arsitektur di dalam gedung itu, Alfie dan Mandala memulai pembicaraan serius tentang rencana Guzman yang ingin membuka The Union di kota ini.Mindi sendiri tidak mengerti apa yang mereka bicarakan karena seluruh pembicaraan itu dilakukan dengan menggunakan bahasa Prancis yang tidak die pahami.Mindi justru lebih tertarik mengamati Darla-asisten pribadi Guzman-yang tak kalah cantiknya dengan Savannah, keponakan Mandala. Darla bukan hanya cantik, tetapi juga sangat fashionable.Diam-diam Mindi melihat dirinya yang terbalut dalam setelan blazer abu-
Mindi mengusap tengkuknya seraya meringis canggung. "Iya. Saya baru tahu Pak Mandala punya keponakan bule."Terkadang dia merasa ngeri pada Alfie. Bosnya itu sering kali bisa membaca pikirannya dengan tepat. Apa dia punya kemampuan seperti cenayang?Dengan menggunakan mobil milik Savannah, mereka meluncur menuju Ritz Carlton yang akan menjadi tempat menginap Mandala, Alfie dan Mindi selama mereka ada di ParisSepanjang perjalanan, Savannah yang mengemudikan mobil sibuk menjelaskan café atau restoran yang hype di Paris, event pagelaran fashion pria dan haute couture yang akan digelar, dan hal-hal menarik lainnya.Savannah baru berhenti bicara saat Mandala berdeham keras, "Savie, kepala Om pusing mendengar kamu mengoceh tanpa henti."Savannah mengerucutkan bibir lalu menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti, "Dasar orang tua!"Setibanya di hotel, mereka berpisah di depan kamar masing-masing dan akan bertemu lagi saat makan malam di restoran. Sementara Savannah ikut masuk ke kamar Man
Viona juga bingung. Kalau Paris yang dituju Mandala adalah Pantai Parangtritis Yogyakarta yang sering disingkat 'Paris', dia tentu tidak akan bingung sebab bisa langsung berangkat untuk mengantar titipan Utami.Sayangnya, Paris yang dituju Mandala adalah ibukota negara Prancis yang berjarak belasan ribu kilometer dari Jakarta, dan hanya bisa ditempuh dengan perjalanan udara."Bagaimana kalau kamu antar saja ke Paris, Dit? Tante yang akan membiayai akomodasinya. Kan sekalian bisa antar berkas untuk Mandala juga. Daripada nanti dia bingung?"Viona melongo. Dia kira Utami bercanda. Tetapi perempuan paruh baya itu langsung mengakhiri panggilan setelah memintanya datang ke rumah untuk mengambil apa saja yang harus diantar pada Mandala."Mbak, kita sudah sampai,” tegur sopir begitu melihat Viona justru termangu di kursi belakang."Eh, itu... tolong antar saya ke rumah orang tuanya Pak Mandala, Pak Aris." Viona menyebut alamat kediaman Utami. Beruntung dia masih ingat dengan jelas segala det
Untuk pertama kalinya sejak satu minggu terakhir, Bik Sari melihat wajah Viona yang berseri-seri. Dan tak urung rasa ‘keponya' mencuat karena pagi ini Padma justru berangkat ke Paris."Mbak Viona nggak sedih ditinggal ke Paris selama satu minggu?" celetuk Bik Sari dengan nada sambil lalu agar tidak terkesan 'kepo'.Padahal dia memang 'kepo' akut.Biasanya kan pengantin baru akan terlihat sedih jika ditinggal pasangannya bekerja ke luar kota atau luar negeri. Tetapi Viona terlihat santai meski tidak ikut mengantar ke bandara karena Padma melarangnya."Nggak, Bik. Kan Mas Padma juga kerja di sana," jawab Viona sambil menyuapi Sabda.Sejak dia mulai bekerja lagi, bayi itu bangun lebih awal hingga dia bisa mengajaknya bermain dulu dan menyuapinya sebelum berangkat."Kirain Bibik, Mbak Viona ikut ke Paris juga. Sekalian hanimun gitu, Mbak. Siapa tahu pulang dari sana Sabda punya adik."Viona hanya tertawa lepas. Tawa yang akhirnya bisa keluar setelah seminggu terkungkung dalam perasaan mur