Alfie tidak berniat menjawab pertanyaan Arya. Dia hanya menatap lelaki 62 tahun itu dengan tatapan sinis."Elaktabilitas Papa merosot tajam karena semua skandal yang kamu lakukan. Papa bahkan terancam tidak bisa maju ke dalam bursa pemilihan walikota tahun depan." Arya masih memuntahkan kemarahannya.Dan Alfie semakin muak mendengarnya. Dari semua hal di dunia ini, apa pernah Arya memikirkan Padma sebagai anaknya sekali saja? Jawabannya adalah tidak pernah.Otak Arya hanya berisi harta, tahta dan selangkangan wanita. Sedangkal itu.Keluarga-apalagi anak-bukanlah prioritasnya. Itu semua hanya pemanis agar publik dan kolega memandang Arya sebagai lelaki beruntung karena memiliki pernikahan harmonis dan anak yang sukses sebagai pebisnis."Itu masalah Anda, Pak Tua. Dan aku tidak peduli. Tapi jika Anda tidak melepaskanku sekarang, aku jamin Anda akan menyesal."Di luar dugaan, Arya justru tertawa mengejek. "Papa tidak tahu apa yang membuatmu jadi sombong dan gila seperti ini. Bahkan dalam
"Kamu yakin dia orangnya?"Alfie mengamati foto seorang lelaki yang baru saja keluar dari sebuah rumah. Lelaki itu memakai hoodie hitam yang menutup sampai kepala hingga wajahnya tidak terlihat.Pun begitu, ini adalah kemajuan besar yang diperoleh oleh orang-orang kepercayaan Alfie yang sedang memburu orang yang menyabotase mobil Yuanita."Yakin, Tuan." Orang kepercayaan Alfie mengangguk, lalu menunjukkan satu foto lain di mana tersangka mereka tinggal."Ini adalah rumah yang diduga menjadi tempat tinggalnya. Selama berbulan-bulan ini dia pindah ke beberapa kota sampai akhirnya kembali ke kota itu."Alfie mengangguk-angguk selagi orang kepercayaannya terus menjabarkan hasil penyelidikan mereka. Hanya butuh sedikit tambahan waktu untuk mendapatkan orang yang mereka cari selama kurang lebih tiga bulan."Bagus." Alfie menggumam. "Lalu bagaimana dengan Tirta atau Viona?""Lokasi rumah sakit yang merawat Tirta juga sudah ditemukan, begitu juga dengan orang tuanya. Dan kami berhasil menemuk
Viona meregangkan tubuhnya yang terasa pegal, lalu mengembuskan napas panjang. Bu Retno benar, menjadi kasir ternyata sangat melelahkan.Sudah lebih dari tujuh jam dia berdiri hingga betisnya terasa kencang. Wajahnya juga terasa pegal karena sepanjang hari dia terus mengulas senyum pada pembeli yang datang ke minimarket ini.Hari ini Viona memang langsung bekerja setelah Khadafı mengatakan dia diterima di minimarket yang buka 24 jam ini. Viona langsung mengabari Bu Retno agar perempuan itu tidak harap-harap cemas menunggunya.Beruntung tidak ada hambatan yang berarti di hari pertamanya bekerja. Rekan-rekan kerjanya yang baru juga cukup ramah dan banyak membantu Viona.Rasanya sangat jauh berbeda dengan pegawai The Union yang sering membicarakannya di belakang sambil melempar tatapan sinis dan mencemooh.Viona merasa dia harus terus menyembunyikan fakta pernikahannya demi mempertahankan suasana kerja yang nyaman seperti ini."Mas Angga, aku pulang dulu, ya," pamit Viona pada supervisor
Cuaca yang semula cerah, dengan cepat berubah mendung ketika Viona melintasi lobi. Lalu saat dia tiba di depan kamar Tirta, hujan deras turun mengguyur bumi.Viona mejauh sebentar dari pintu kamar Tirta dan merogoh tasnya untuk mengambil ponsel. Dia berniat menelepon Bu Retno untuk memastikan kondisi mereka.Sayangnya, baterai ponselnya habis. Viona lupa untuk tidak mengisi ulang semalam. Perempuan itu menepuk dahinya gemas dan menggerutu, "Bisa-bisanya aku lupa charge Hp."Teringat dia bisa mengisi ulang baterai ponselnya di kamar Tirta dengan meminjam charger milik ibunya, dia pun bergegas masuk setelah mengetuk pintu lebih dulu."Nduk, kamu sudah datang?" sapa Ibu Tirta seraya bangkit dari posisi rebahnya di sofa.Viona mendekat lalu mengambil punggung tangan kanan Ibu Tirta dan mengecupnya. "Iya. Ibu sudah makan?""Sudah, tadi Ibu makan di kantin.""Bapak belum datang?" tanya Viona lagi setelah mengedarkan pandangan dan tidak menemukan ayah Tirta."Bapak masih nanti malam datangny
Dengan langkah tergesa, Viona keluar dari kamar Tirta dan menyusuri lorong menuju lift. Dia sama sekali tidak menoleh ke belakang hingga tidak tahu ada seorang lelaki yang mengikutinya dalam jarak aman.Sesampainya di lift, lelaki itu tidak ikut masuk tetapi turun lewat tangga. Kaki panjangnya dengan cepat menuruni anak tangga dan sampai di lobi di waktu yang sama dengan Viona.Viona sendiri langsung memesan taksi online karena kendaraan umum sudah jarang di waktu seperti ini. Lagipula dia harus cepat sampai di rumah untuk berkemas.Di saat Viona menunggu taksi online-nya tiba, sebuah panggilan masuk dari Khadafi. Lelaki itu menanyakan posisi Viona karena dia sendiri sempat ada urusan dengan pemasok minimarket."Aku baru keluar dari rumah sakit, Mas. Ini masih nunggu taksi.""Batalkan taksi kamu, Viona. Aku sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Bahaya kalau naik taksi sendirian malam-malam seperti ini.""Nggak usah, Mas. Aku-"Panggilan diputuskan begitu saja sebelum Viona menye
Rasa marahnya pada Viona tersapu habis dan tergantikan oleh perasaan lain yang tidak dia bisa dia jabarkan secara pasti karena tidak pernah merasakannya selama ini.Ini aneh. Seharusnya dia marah lalu menghukum Viona seperti biasanya, kan? Lalu ke mana amarah dalam dadanya?"Maaf, baju kamu basah." Mendadak suara Viona terdengar saat dia menarik dirinya dari pelukan Alfie dengan kikuk.Alfie merasa ada yang hilang saat Viona menjauhkan diri.Perempuan itu lalu mengusap wajahnya sambil menunduk. Alfie hanya terpaku. Apa yang harus dia lakukan sekarang?"Siapa orang itu?" Lagi-lagi Viona yang lebih dulu buka suara begitu menyadari mulut Alfie masih terkatup rapat.Alih-alih menjawab, Alfie mengeluarkan sebotol air mineral dari kantung plastik. Dia membuka tutup botol lalu mengulurkannya pada Viona."Eh, ini buat aku?" Viona tampak bingung. Yang ada di sampingnya ini Alfie, kan? Perasaannya mengatakan begitu. Tetapi kenapa dia melakukan hal-hal seperti ini?"lya," jawab Alfie singkat.Vi
Dada Viona berdesir mendengar Alfie menyebutnya sebagai istri. Sebuah pengakuan yang selama ini tidak pernah dengar sekali pun sejak mereka menikah.Viona merasa sikap Alfie malam ini memang berbeda. Lelaki itu bahkan tidak marah saat dia menangis dalam pelukannya dan membasahi kemejanya.Apa Mandala benar bahwa Alfie hanya membutuhkan sentuhan kasih sayang, kesabaran dan cinta untuk menyembuhkan luka batinnya?"Saat kamu pergi, aku mendapat kabar pembunuh itu ada di kota yang sama denganmu. Dan aku punya kecurigaan dia juga sedang mengincar kamu." Suara Alfie memutuskan lamunan Viona."Tapi kenapa dia mengincarku juga?"Alfie menggeleng. "Aku juga belum tahu apa alasannya."Hening lagi."Itu sebabnya kamu menyusul ke sini dan menyelamatkanmu dari pembunuh itu?" Viona bertanya dengan nada hati-hati.Alfie menoleh dan menatap Viona lekat. "Tadinya aku ingin membiarkan pembunuh itu melakukan tugasnya agar aku bisa melihatmu mati di depan mataku."Tengkuk Viona terasa dingin saat Alfie m
Tidak ada satu pun orang yang berani menjawab pertanyaan yang dilontarkan Alfie.Kehadiran lelaki itu mengubah atmosfer di ruang tamu menjadi ganjil. Padahal Mandala dan Khadafi tadinya sangat panik saat tiba di rumah Viona.Namun, mereka langsung mengatupkan mulut rapat-rapat begitu melihat Alfie. Bahkan Khadafi yang belum pernah bertemu Alfie sekali pun, memilih untuk menahan diri.Dua orang itu datang di saat yang hampir bersamaan. Mandala datang untuk menjemput Viona, sedangkan Khadafi mengecek apakah Viona sudah sampai rumah atau belum.Ketika Bu Retno mengatakan Viona belum sampai dan tidak menjawab panggilannya, kedua orang itu berniat ke rumah sakit untuk mencari Viona.Sampai akhirnya Viona muncul di ruang tamu bersama Alfie."Tuan mau mandi? Biar saya siapkan air hangatnya. Di sini aimya dingin kalau malam." Bu Retno adalah orang pertama yang memecahkan keheningan di rumah tamu meski dia sendiri sangat takut melihat aura kelam majikannya."Tidak perlu," jawab Alfie dingin. "B
Air mata langsung bergulir di wajah Rosma. "Maaf, Mbak. Rasanya aku nggak mau hidup lagi setelah membuat Mbak Viona kecewa," ujarnya parau."Ya Tuhan!" seru Viona tertahan. "Bukankah kita sudah sepakat untuk menganggap semuanya selesai? Apa kamu tidak memikirkan perasaan ibu dan adik-adikmu?"Viona benar-benar tidak mengerti mengapa Rosma senekat ini. Padahal setelah keluar dari rumah, dia masih berkomunikasi secara rutin dengan Rosma.Viona kira Rosma baik-baik saja dan mulai melanjutkan hidup karena gadis itu selalu terdengar ceria jika dia menelepon.Isak tangis Rosma masih terdengar. Viona menghela napas keras lalu beranjak mendekat dan mengusap kepala gadis itu."Bagi sebagian orang yang depresi dan punya masalah yang begitu berat, bunuh diri jadi jalan keluar agar terbebas dari penderitaan yang mereka tanggung."Tapi kamu masih punya saya untuk diajak bicara. Kamu anggap saya apa? Tolong, Ros, jangan lakukan hal-hal seperti ini lagi. Keluargamu di Medan sangat membutuhkan kamu.
Viona baru sadar kalau Alfie dan Padma seperti dua orang yang terjebak dalam satu tubuh. Keduanya memiliki kepribadian yang benar-benar bertolak belakang.Bahkan sejak Alfie masih menaruh dendam di awal pernikahan mereka yang pertema, lelaki itu sudah menunjukkan sikap posesifnya dengan mengatakan, "Aku tidak suka berbagi istri".Wajar jika sekarang dia juga melakukan hal yang sama, apakagi lelaki itu terang-terangan sudah menyatakan cintanya.[Cemburunya pada Padma sama seperti dia cemburu pada lelaki lain yang mendekati kamu. Dan itu mungkin terjadi karena dia menempatkan Padma sebagai orang lain yang bisa 'merebut' kamu dari dia.[Atau kemungkinan lain, dia bisa saja merasa tidak cukup layak untuk kamu jika dibanding Padma yang lebih 'manusiawi'. Sebenarnya ini bisa kamu ketahui kalau kalian mau deep talk. Saya sendiri sudah bicara pada Alfie, tetapi belum berhasil.]Pesan terakhir dari sang terapis-lah membuat Viona dilanda kegamangan selama berhari-hari, bahkan hingga detik ini.
"Kamu baik-baik saja?"Viona tersentak ketika merasakan tepukan di bahunya. Dia menoleh dan mendapati Mandala sedang menatapnya tajam. Rupanya dia melamun di tengah-tengah rapat yang sangat penting."Maaf, Pak," balas Viona cepat dengan raut sesal di wajahnya.Mandala menggeleng tanda tak suka lalu memberi isyarat agar mencatat Viona mencatat poin-poin penting yang sedang disampaikan Alfie. Viona mengangguk lalu buru-buru meraih notes-nya.Bukan hal yang mudah untuk memfokuskan pikirannya pada Alfie yang sedang bicara di depan, tanpa teringat pada betapa rumitnya hubungan mereka dalam lima hari terakhir.Alfie benar-benar merealisasikan ucapannya.Sejak pagi itu, dia tidak pernah pulang ke rumah. Lelaki itu hanya akan muncul di kantor pada momen tertentu, dan membiarkan Padma mengambil alih sisanya.Di rumah, jangan harap Alfie akan muncul. Hanya ada Padma di samping Viona dan Sabda. Bukannya Viona tidak senang akan kehadiran Padma, tetapi dia merasa ada yang hilang dalam dirinya seja
Saat membuka mata, rasa sakit menghantam kepala Viona hingga dia mengerang pelan. Tak hanya itu, perutnya juga bergolak hebat.Dengan tergesa Viona menyibak selimut, lalu berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya di toilet. Ini pasti karena bergelas-gelas wine yang dia minum semalam. Seharusnya dia memang tidak menyentuh minuman itu.Setelah merasa perutnya tak lagi terasa mual, Viona menekan tombol flush lalu berdiri dengan tubuh sedikit limbung.Dia membasuh wajahnya di wastafel dan terkejut saat menyadari dirinya sudah memakai sehelai kaus putih kebesaran yang bisa dipastikan bukan miliknya. Kaus kebesaran itu menjulur sampai menutupi setengah pahanya.Wajah Viona memanas.Pasti Padma yang memakaikan kaus ini setelah pergulatan mereka semalam. Dia mengigit bibir dan merasakan desiran di dadanya saat mengingat apa yang terjadi antara dirinya dan Padma.Sambil mengulum senyum, Viona keluar dari kamar mandi. Dia kembali terkejut saat melihat sesosok lelaki tampan yang suda
Viona kembali menuang wine ke dalam gelas dan menghabiskannya dalam beberapa tegukan karena cegukannya tidak kunjung berhenti.Dia lantas memicingkan mata pada Padma karena pandangannya mulai mengabur. "Kamu pasti mau mengerjaiku lagi, kan, Al? Aku tahu kamu sedang menyamar menjadi Mas Padma seperti dulu. Kali ini aku tidak akan tertipu, Al. Hik!"Ah, sial! Kenapa cegukan ini tidak mau berhenti? Dan kenapa tubuhnya terasa gerah juga? Padahal mereka sedang di rooftop dan udara malam ini cukup dingin."Aku bukan Alfie, Viona. Ini benar-benar aku." Padma meraih kedua bahu Viona agar perempuan itu percaya padanya.Viona terkekeh dengan wajah makin memerah dan tatapan yang sayu. "Kamu bohong... kamu bohong," racaunya. "Kamu pasti hanya ingin mengerjaiku, kan? Kali ini aku tidak akan tertipu, Al."Padma berdecak halus. Dia tahu Alfie memang pernah menyamar menjadi dirinya, lalu mengatakan hal yang sama persis seperti yang dia katakan tadi.Alfie bahkan mengarang cerita bahwa dia menyukai Vi
"Kita merayakan rumah baru ini. Ayo kita buat banyak kenangan baru yang indah bersama-sama." Padma mengangkat gelas dan membenturkannya ke gelas Viona pelan. "Cheers!""Cheers." Viona menyesap perlahan wine di gelasnya. Rasanya sama persis seperti yang pernah diberikan oleh Alfie malam itu."Dance with me?"Viona tersentak begitu menaruh gelasnya yang sudah kosong ke atas meja. Dia menatap bingung pada tangan Padma yang terulur padanya.Belum sempat dia bertanya, suara musik klasik sudah mengalun lembut dari ponsel Padma yang diletakkan di atas meja. Padma mengedip. "Ayolah, kamu belum pernah dansa denganku, kan?"Viona meraih uluran tangan Padma, lalu bangkit dan mengikuti lelaki itu menuju area kosong di samping meja makan. Dadanya berdebar penuh antisipasi saat Padma merengkuh pinggangnya dengan lembut.Sebenarnya apa yang Padma inginkan? Kenapa sikapnya sangat tidak biasa?Orang bilang cinta pertama tak akan pernah pudar.Viona pikir itu omong kosong karena buktinya dia bisa menci
Suara itu berbeda. Bukan Alfie, tetapi Padma Bahu Viona sedikit terkulai meski senyum masih bertahan di wajahnya."Hai, Mas. Maaf, aku ketiduran." Viona merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena tanpa sadar dia tertidur di sofa ruang tamu saat menunggu Alfie pulang."It's okay. Kamu pasti capek. Maaf ya, aku nggak bantu kamu." Padma mengusap kepala Viona lembut lalu duduk di sampingnya.Viona mengerjap lalu tersenyum kikuk. "Mas Padma kan kerja. Lagipula, petugas jasa pindahannya juga cekatan. Jadi aku nggak merasa capek sama sekali."Rasanya sangat aneh berhadapan dengan Padma yang hangat, setelah sekian lama dia menghadapi Alfie, yang sikapnya jauh berbeda."Mas Padma udah pulang dari tadi?" Viona mengalihkan rasa gugup yang tiba-tiba merasukinya. Entah kenapa dia merasa sorot mata Padma sedikit berbeda dari biasanya."Lumayan.""Kenapa nggak membangunkan aku?"Padma kembali tersenyum. Alih-alih menjawab pertanyaan Viona, dia justru mengamati perempuan itu dengan lekat hing
Mengingat Padma adalah lelaki yang sangat supel dan punya banyak teman. Berbeda jauh dengan Alfie yang eksklusif dan nyaris tidak punya teman selain Mandala."Bibik kurang tahu, Mbak. Mbak Viola juga nggak pernah ke rumah ini lagi. Mbak Viona pernah ketemu lagi?"Viona menggeleng. Terakhir kali dia bertemu Viola adalah di pesta itu. Padma juga tidak pernah mengatakan apa-apa, selain minta maaf atas kelakuan sepupu jauhnya itu.Pantas saja Viola tampak begitu marah saat bertemu dengannya hingga menyiramnya dengan air got dan menuduhnya yang tidak-tidak.Lalu apa yang akan terjadi jika keluarga Padma tahu tentang pernikahan ini? Viona tidak berani membayangkannya meski cepat atau lambat mereka semua pasti akan tahu.Semoga saja Viola sudah melupakan apa yang terjadi di masa lalu hingga tidak perlu ada drama lagi saat mereka bertemu nanti. Siapa yang bisa menyangka keluarga Padma ternyata sangat rumit?"Sejak kapan Bik Sari tahu Rosma suka Mas Padma?" Viona kembali bertanya berhubung dia
Pagi ini Viona terbangun tanpa Alfie di sampingnya.Setelah semalam membuatnya merana, Alfie menghilang lagi entah ke mana. Dia baru kembali satu jam kemudian, lalu tidur di sampingnya dan memeluknya seolah tidak terjadi apa-apa.Dan pagi ini sepertinya lelaki itu berangkat ke Bandung lebih awal tanpa membangunkannya lebih dahulu. Meninggalkan perasaan yang sangat tidak nyaman saat Viona terbangun pagi ini.Dengan hati masygul dan kepala berat karena hasratnya yang tidak tuntas, Viona bangkit dari tempat tidur lalu menuju kamar mandi. Hari ini ada banyak hal yang harus dikerjakan karena mereka pindahan.20 menit kemudian, dia turun ke lantai satu dan langsung menuju kamar Sabda. Ternyata bayi itu masih tidur pulas sambil memeluk guling ulatnya.Viona memutuskan ke dapur dan menyiapkan makanan untuk Sabda agar bayi itu bisa langsung makan setelah bangun tidur nanti.Bik Sari yang sedang mengemas beberapa barang di dapur berkali-kali mencuri pandang pada Viona yang tampak murung. Jiwa '