Dada Viona berdesir mendengar Alfie menyebutnya sebagai istri. Sebuah pengakuan yang selama ini tidak pernah dengar sekali pun sejak mereka menikah.Viona merasa sikap Alfie malam ini memang berbeda. Lelaki itu bahkan tidak marah saat dia menangis dalam pelukannya dan membasahi kemejanya.Apa Mandala benar bahwa Alfie hanya membutuhkan sentuhan kasih sayang, kesabaran dan cinta untuk menyembuhkan luka batinnya?"Saat kamu pergi, aku mendapat kabar pembunuh itu ada di kota yang sama denganmu. Dan aku punya kecurigaan dia juga sedang mengincar kamu." Suara Alfie memutuskan lamunan Viona."Tapi kenapa dia mengincarku juga?"Alfie menggeleng. "Aku juga belum tahu apa alasannya."Hening lagi."Itu sebabnya kamu menyusul ke sini dan menyelamatkanmu dari pembunuh itu?" Viona bertanya dengan nada hati-hati.Alfie menoleh dan menatap Viona lekat. "Tadinya aku ingin membiarkan pembunuh itu melakukan tugasnya agar aku bisa melihatmu mati di depan mataku."Tengkuk Viona terasa dingin saat Alfie m
Tidak ada satu pun orang yang berani menjawab pertanyaan yang dilontarkan Alfie.Kehadiran lelaki itu mengubah atmosfer di ruang tamu menjadi ganjil. Padahal Mandala dan Khadafi tadinya sangat panik saat tiba di rumah Viona.Namun, mereka langsung mengatupkan mulut rapat-rapat begitu melihat Alfie. Bahkan Khadafi yang belum pernah bertemu Alfie sekali pun, memilih untuk menahan diri.Dua orang itu datang di saat yang hampir bersamaan. Mandala datang untuk menjemput Viona, sedangkan Khadafi mengecek apakah Viona sudah sampai rumah atau belum.Ketika Bu Retno mengatakan Viona belum sampai dan tidak menjawab panggilannya, kedua orang itu berniat ke rumah sakit untuk mencari Viona.Sampai akhirnya Viona muncul di ruang tamu bersama Alfie."Tuan mau mandi? Biar saya siapkan air hangatnya. Di sini aimya dingin kalau malam." Bu Retno adalah orang pertama yang memecahkan keheningan di rumah tamu meski dia sendiri sangat takut melihat aura kelam majikannya."Tidak perlu," jawab Alfie dingin. "B
Viona merasa perutnya mulas.Ditatap setajam itu dari jarak dekat membuat nyalinya menciut. Padahal satu minggu yang lalu dia sangat berani mengatai Alfie dengan kata-kata kasar-yang sekarang sangat dia sesali."Aku minta maaf, bisik Viona susah payah karena lidahnya terasa kelu. "Aku takut kamu akan mengurungku di kamar putih itu lagi, atau melakukan hal lain yang bisa menyakitiku.""Itu karena kamu memang pantas mendapatkan hukuman.""Apa kali ini kamu akan menghukumku lagi?" gumam Viona takut-takut.Dia pasrah jika Alfie ingin menghukumnya malam ini. Yang penting Mandala bisa kembali dengan selamat dan Alfie tidak menyakiti Bu Retno yang ikut kabur bersamanya.Sudut bibir Alfie melengkungkan senyum dingin. Dia beringsut lebih dekat lalu mengangkat tangannya untuk mengusap pipi Viona yang lembut."Tentu saja. Kamu anak nakal yang harus dihukum karena menyembunyikan statusmu pada orang lain. Kamu tidak ingin orang tahu kamu sudah menikah agar bisa memikat lelaki di luar sana, hm?”"B
Sekarang Viona bisa melihat sepenuhnya sisi rapuh dalam alter ego Padma ini. Sisi lain yang mungkin tak akan pernah ditunjukkan pada orang lain.Lalu entah dari mana datangnya keberanian itu, Viona berjinjit lalu mengecup rahang Alfie. "Kamu tidak mungkin menjatuhkan Sabda. Kamu menyayangi anakmu, Al.""See, kamu bisa melakukannya, Al. You did a great job."Alfie tersenyum hambar mendengar pujian Padma dalam benaknya. "You think I did a great job?""Tentu. Kamu bahkan sangat natural.""Sekarang kamu terdengar seperti terapismu," ejek Alfie. Padma tertawa renyah.Percakapan yang hanya ada di benak Alfie itu sama sekali tidak terdengar oleh Viona yang kini sedang terlelap sambil memeluk Sabda di sampingnya.Butuh waktu dua puluh menit bagi Alfie untuk melepaskan Sabda. Bayi tampan yang lincah itu melekat dan mencengkeram kemeja Alfie dengan begitu kuat hingga tidak mudah menaruhnya di atas tempat tidur.Dan sekarang, begitu menatap Viona dan Sabda terlelap, perasaan asing yang janggal i
Sekali lagi helaan napas berat terdengar dari mulut Padma. Dia tahu Alfie sudah mengatakan semuanya pada Viona.Bahwa dia hanya menyayangi Yuanita. Bahwa selama ini dia melindungi Viona karena dorongan rasa sayang sebagai kakak pada adiknya.Namun Padma tidak bisa melepas Viona begitu saja. Perempuan itu sudah masuk terlalu jauh dalam hidupnya hingga tidak akan bisa digantikan oleh orang lain."Aku senang melihat kamu merawat Sabda dengan tulus. Sabda tumbuh menjadi anak yang sehat, lincah dan bahagia," lanjut Padma."Kalau kamu pergi, siapa yang akan merawat Sabda? Aku tidak ingin melihatnya tumbuh tanpa sosok ibu."Wajah Padma terlihat kian muram di bawah penerangan dapur. "Aku tidak ingin Sabda mengalami nasib seperti aku, yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu."Hati Viona seperti tercubit mendengar alasan Padma. "Lalu bagaimana dengan Alfie? Dia sangat membenciku, Mas. Dia selalu bilang ingin membuatku menderita sampai aku memohon agar dia menghabisi nyawaku.""Aku
Setelah kembali ke kamar, Viona langsung merebahkan diri di samping Sabda. Pandangannya tertuju pada langit-langit ruangan sementara benaknya kembali memutar kata-kata Padma.Dia pikir lelaki itu akan menyusul karena hanya ada dua kamar di rumah ini. Satu kamar dia tempati sementara kamar lain dipakai Bu Retno.Setahunya Padma belum tidur sama sekali. Tetapi sampai satu jamViona menunggu, Padma tak kunjung masuk. Viona menyerah lalu perlahan memejamkan mata saat kantuk datang menjemput.Antara sadar dan tidak sadar, Viona mendengar pintu kamar dibuka dari luar. Sayangnya, dia terlalu mengantuk untuk melihat siapa yang masuk lalu menyelimutinya sampai ke bahu.Dan sebuah kecupan lembut di pelipis mengantarkan Viona ke alam mimpi. Entah siapa yang mengecupnya.Namun Viona masih bisa mendengar seseorang itu berbisik lembut di telinganya. "Sleep well, Viona."Padma masih sibuk mengaduk telur orak-arik di atas wajan saat mendengar seruan bermada cemas di belakangnya."Ya ampun, Tuan! Biar
Sementara tangannya bergerak cepat melucuti kaus dan semua kain yang melekat di tubuh. Begitu kulit bertemu kulit, Alfie menggeram keras.Akhirnya dia bisa merasakan kembali kelembutan kulit Viona, Ditambah dengan aroma segar yang datang dari sabun mandi Viona, Alfie tak tahan lagi.Tanpa melepaskan tautan bibirnya, dia menyatukan tubuh mereka dalam satu dorongan lembut. Viona refleks meremas bahu Alfie. Tubuhnya menegang saat rasa takut kembali menyergapnya.Bayangan kejadian pagi itu kembali melintas. Tetapi kali ini Alfie berusaha menenangkannya. Lelaki itu bergerak lembut dan sabar sementara tangan dan bibirnya ikut bekerja.Pelan tapi pasti, Viona mulai larut dan menikmati setiap sentuhan Alfie. Dia bahkan tidak ingat mereka bercinta sambil berdiri, tepat di depan kamar mandi.Aroma Alfie yang penuh dengan feromon membuat perasaan Viona mulai rileks. Entah karena hormon kehamilan atau pandangannya yang sudah mulai berubah pada lelaki itu, pagi ini Viona menjalankan kewajibannya d
"I'm so sorry, okay! Tapi selama seminggu lebih aku berada di sini, aku belum memutuskan apa pun.” Kali ini Viona menurunkan nada bicaranya saat menangkap kilat kecewa di mata Alfie."Lalu kenapa kamu masih mengunjungi kekasihmu itu? Kamu tahu aku tidak suka berbagi suami, Viona!" desis Alfie."Hanya karena aku memperlakukanmu dengan buruk, apa itu artinya kamu boleh melemparkan dirimu pada lelaki lain?""Apa maksud-""Kamu bahkan dekat dengan Khadafi-Khadafi itu," sela Alfie gusar. "Kamu juga meminta tolong pada Mandala. Apa kamu sengaja ingin mencari perhatian pada lelaki lain? Kamu menikmati parhatian dari mereka?"Bahu Viona terkulai.Memulai pagi dengan pembicaraan yang berat dan menguras emosi seperti ini membuatnya lelah. Padahal dia harus melayani pembeli untuk beberapa jam sambil memasang raut ramah dan penuh senyum.Dia memang masih bingung akan dibawa ke mana pernikahan ini. Alfie membencinya, tetapi di sisi lain Padma memintanya untuk tinggal dan bersabar sedikit lagi.Nam
"Bahkan selama seminggu terakhir aku tidak pernah hal-hal lain selain kamu, Viona. Dengan Darla pun, hubunganku benar-benar profesional. Meski dia mengirim sinyal, aku anggap itu sebagai rasa penasaran karena dulu aku batal menidurinya."Viona masih tidak habis pikir bagaimana bisa Alfie mengalami disfungsi ereksi, padahal beberapa menit yang lalu dia menjerit-jerit karena ulah lelaki itu?Entahlah. Tidak perlu dipikirkan juga. Malah bagus, kan? Kini hanya dia yang bisa merasakan performa Alfie yang luar biasa dan membuatnya nyaris pingsan.Mantap jaya!"Dulu teman tidurku memang selalu berganti. Tetapi setelah bertemu kamu, semuanya berubah total. Tidak ada lagi yang menarik selain kamu, karena kamu adalah candu untukku, ma cherie.""Maaf," Viona menggumam dengan kepala tertunduk. "Aku sudah mengamuk tanpa bertanya lebih dulu.""Tidak masalah," balas Alfie lalu terkekeh pelan. "Lagipula tinjumu sama sekali tidak terasa. Aku bahkan merasa seperti digelitiki."Untuk pertama kalinya set
Alfie tertawa sebentar sebelum bergerak pelan. Tetapi itu tidak bertahan lama.Alfie mulai kehilangan kendali saat merasakan milik Viona mencengkeramnya dengan kuat. Dia mengentak dengan keras dan kasar. Memuaskan rasa laparnya pada Viona yang seakan tak pernah berakhir.Meja yang menjadi tempat duduk Viona bahkan sampai berderit karena goncangan yang begitu cepat dan kasar di atasnya. Viona sendiri hanya bisa mengalungkan tangannya di leher Alfie dan susah payah bernapas untuk menerima dorongan keras dari Alfie.Alfie berkali-kali mengumpat. Rasanya terlalu hebat untuk bisa dia jabarkan hingga dia tidak bisa mengendalikan diri lagi. Sisi liarnya mengemuka ke permukaan, seolah Viona-lah yang menekan tombol on dalam dirinya.Alfie mendorong dengan keras dan sejauh-jauhnya hingga tubuh Viona berguncang hebat dalam pelukannya. Perempuan itu berteriak kecil dengan napas terengah, yang terdengar seperti melodi yang merdu di telinga Alfie.Tangan Viona mencakar punggung Alfie yang dipenuhi
Masih dengan bara kemarahan yang menguasai dirinya, Viona menatap Alfie nyalang. "Darlal Kamu main gila dengan dia, kan? Tadi aku bertemu Darla di lobi hotel dan dia bilang baru kembali dari kamarmu, Kalian juga makan malam—"Mendadak telinga Alfie terasa tuli. Aroma vanilla yang sedari tadi menyerang penciuman membuatnya tak bisa menahan diri lagi.Dengan satu tangannya yang bebas, dia meraih dagu Viona dan menyambar bibirnya sebelum perempuan itu memiliki kesempatan untuk menyelesaikan kalimatnya.Alfie menggeram kasar begitu bibirnya kembali merasakan kelembutan bibir Viona yang manis dan hangat setelah seminggu lebih dia hanya bisa membayangkannya dalam angan-angan.Alfie masih bisa merasakan Viona yang berusaha melepaskan diri dengan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk menghindari dari pagutannya.Namun akhirnya Viona tidak berkutik saat satu tangan Alfie bergeser ke belakang tengkuk dan menahannya dengan keras.Digigitnya bibir tipis itu, diisapnya dengan keras seb
Mandala susah payah menahan tawa karena rasanya tidak etis menertawakan orang yang sedang menahan tangis karena terlalu marah.Viona sama saja seperti Savannah, yang terlalu cepat menyimpulkan bahkan sebelum mencari tahu kebenarannya.Padahal apa susahnya bertanya? Toh bertanya itu tidak dilarang."Masalah nggak akan selesai kalau kamu terus mengedepankan asumsi dibanding fakta. Pastikan dulu kebenarannya pada Alfie, atau kamu akan menyesal karena mengambil kesimpulan yang salah"Aku nggak mau ketemu dia." Viona menggeleng sambil mengusap bulir bening yang membasahi pipinya."Jangan buat perjalanan jauh kamu ke sini jadi sia-sia, Viona. Kita tidak tahu mengapa Darla ada di sini. Kita juga tidak tahu apa dia benar-benar makan malam berdua dengan Alfie di sini, sedangkan Mindi juga menginap di hotel ini."Kita bahkan tidak tahu apakah dia benar-benar ke kamar Alfie berdua saja, atau itu hanya karangan Darla. Ada banyak hal yang belum kita ketahui dengan pasti sekarang," ujar Mandala sab
Viona meremas tangannya dengan gugup.Dalam beberapa menit lagi dia akan bertemu dengan Alfie, tetapi jantungnya sudah bertalu-talu kencang sejak pesawat yang dia tumpangi mendarat di bandara.Kira-kira bagaimana reaksi Alfie saat melihatnya? Apa Alfie akan marah karena dia tiba-tiba ada di sini tanpa pemberitahuan? Apa Alfie akan menyuruhnya pergi seperti kemarin-kemarin?"Rileks, Vi." Mandala seolah mengerti kegelisahan Viona karena sejak tadi perempuan itu terlihat gugup. "Bertemu dengan Alfie tidak semengerikan itu."Aku khawatir Alfie marah, Sikap dia, kan, nggak bisa diprediksi "Viona berterus terang. Dia menggigit bibir bawahnya untuk meredakan kepanikan yang kian bergejolak dalam dirinya.Saat tiba di bandara tadi, dia sempat merias wajahnya sebentar di kamar mandi agar terlihat lebih cantik-harapannya, sih, begitu- ketika bertemu Alfie.Dia bahkan merasa sangat bersemangat karena sebentar lagi akan bertemu Alfie setelah seminggu lebih menjalani perang dingin yang membuat dada
Semoga saja otaknya menemukan alasan yang cemerlang agar Alfie tidak menelannya hidup-hidup."Good." Mandala mengangguk puas lalu mengajak Mindi keluar dari restoran untuk menyusul Alfie sebelum lelaki itu marah lagi.Mereka langsung meluncur menuju kantor Guzman yang ada di sebuah bangunan bersejarah yang bertebaran di Paris. Lelaki itu mengucapkan selamat datang dan langsung mengajak mereka ke ruang rapatSelagi Mindi asyik mengamati detail arsitektur di dalam gedung itu, Alfie dan Mandala memulai pembicaraan serius tentang rencana Guzman yang ingin membuka The Union di kota ini.Mindi sendiri tidak mengerti apa yang mereka bicarakan karena seluruh pembicaraan itu dilakukan dengan menggunakan bahasa Prancis yang tidak die pahami.Mindi justru lebih tertarik mengamati Darla-asisten pribadi Guzman-yang tak kalah cantiknya dengan Savannah, keponakan Mandala. Darla bukan hanya cantik, tetapi juga sangat fashionable.Diam-diam Mindi melihat dirinya yang terbalut dalam setelan blazer abu-
Mindi mengusap tengkuknya seraya meringis canggung. "Iya. Saya baru tahu Pak Mandala punya keponakan bule."Terkadang dia merasa ngeri pada Alfie. Bosnya itu sering kali bisa membaca pikirannya dengan tepat. Apa dia punya kemampuan seperti cenayang?Dengan menggunakan mobil milik Savannah, mereka meluncur menuju Ritz Carlton yang akan menjadi tempat menginap Mandala, Alfie dan Mindi selama mereka ada di ParisSepanjang perjalanan, Savannah yang mengemudikan mobil sibuk menjelaskan café atau restoran yang hype di Paris, event pagelaran fashion pria dan haute couture yang akan digelar, dan hal-hal menarik lainnya.Savannah baru berhenti bicara saat Mandala berdeham keras, "Savie, kepala Om pusing mendengar kamu mengoceh tanpa henti."Savannah mengerucutkan bibir lalu menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti, "Dasar orang tua!"Setibanya di hotel, mereka berpisah di depan kamar masing-masing dan akan bertemu lagi saat makan malam di restoran. Sementara Savannah ikut masuk ke kamar Man
Viona juga bingung. Kalau Paris yang dituju Mandala adalah Pantai Parangtritis Yogyakarta yang sering disingkat 'Paris', dia tentu tidak akan bingung sebab bisa langsung berangkat untuk mengantar titipan Utami.Sayangnya, Paris yang dituju Mandala adalah ibukota negara Prancis yang berjarak belasan ribu kilometer dari Jakarta, dan hanya bisa ditempuh dengan perjalanan udara."Bagaimana kalau kamu antar saja ke Paris, Dit? Tante yang akan membiayai akomodasinya. Kan sekalian bisa antar berkas untuk Mandala juga. Daripada nanti dia bingung?"Viona melongo. Dia kira Utami bercanda. Tetapi perempuan paruh baya itu langsung mengakhiri panggilan setelah memintanya datang ke rumah untuk mengambil apa saja yang harus diantar pada Mandala."Mbak, kita sudah sampai,” tegur sopir begitu melihat Viona justru termangu di kursi belakang."Eh, itu... tolong antar saya ke rumah orang tuanya Pak Mandala, Pak Aris." Viona menyebut alamat kediaman Utami. Beruntung dia masih ingat dengan jelas segala det
Untuk pertama kalinya sejak satu minggu terakhir, Bik Sari melihat wajah Viona yang berseri-seri. Dan tak urung rasa ‘keponya' mencuat karena pagi ini Padma justru berangkat ke Paris."Mbak Viona nggak sedih ditinggal ke Paris selama satu minggu?" celetuk Bik Sari dengan nada sambil lalu agar tidak terkesan 'kepo'.Padahal dia memang 'kepo' akut.Biasanya kan pengantin baru akan terlihat sedih jika ditinggal pasangannya bekerja ke luar kota atau luar negeri. Tetapi Viona terlihat santai meski tidak ikut mengantar ke bandara karena Padma melarangnya."Nggak, Bik. Kan Mas Padma juga kerja di sana," jawab Viona sambil menyuapi Sabda.Sejak dia mulai bekerja lagi, bayi itu bangun lebih awal hingga dia bisa mengajaknya bermain dulu dan menyuapinya sebelum berangkat."Kirain Bibik, Mbak Viona ikut ke Paris juga. Sekalian hanimun gitu, Mbak. Siapa tahu pulang dari sana Sabda punya adik."Viona hanya tertawa lepas. Tawa yang akhirnya bisa keluar setelah seminggu terkungkung dalam perasaan mur