Dada Viona mendadak seperti dicubit ketika ingat kata-kata yang dia lontarkan pada Alfie. Seumur hidup dia tidak pernah berkata kasar pada orang lain.Dorongan kemarahanlah yang membuatnya memuntahkan kata-kata itu. Sekarang, ketika dia memiliki banyak waktu untuk berpikir, Viona merasa dia sudah bersikap terlalu jahat pada Alfie."Aku menyebut Alfie sebagai tong sampah yang tidak berharga dan tidak diinginkan." Viona mengulangi lagi apa yang dia katakan pada Alfie kemarin malam."Wow, you're so mean," seloroh Mandala. "Aku yakin Alfie pasti syok saat mendengar kamu mengatakan itu. Selama ini tidak pernah ada yang berani padanya.Viona mencoba mengingat-ingat ekspresi Alfie setelah dia mengatakan kalimat itu. "Dia memang tidak membalas kata-kataku. Tetapi aku tidak tahu apa yang sebenarnya dia rasakan."Alfie yang mengigau sambil menangis kembali melintas dalam benak Viona. Membuatnya merasa sedih. Benarkah keputusannya yang pergi meninggalkan Alfie?"Look, aku tahu ini berat dan tida
Semalam saat melihat Viona tertidur di sampingnya, Alfie sempat berpikir Viona mungkin berbeda. Viona mungkin tidak seburuk yang dia pikirkan.Yang perlu Alfie lakukan hanyalah memberi kesempatan padanya. Mungkin dengan sedikit memberinya kepercayaan.Ternyata Viona sama saja seperti perempuan lainnya. Hanya bisa memberinya rasa hampa dan kecewa. Seharusnya sejak awal dia melenyapkan perempuan itu.Alfie benci jika harus merasakan rasa hampa yang begitu janggal seperti yang dia rasakan sekarang."Apa Tuan sudah tahu ke mana mereka pergi?" Bik Sari bertanya dengan hati-hati."Belum." Alfie bangkit lalu kembali mengancingkan jasnya yang masih melekat. "Tapi aku akan segera mengetahui di mana mereka berada dan membawa mereka ke sini."Mengabaikan pertanyaan Bik Sari yang ingin tahu ke mana lagi dia akan pergi, Alfie keluar dari rumah dan meminta sopir membawanya ke The Skye, sebuah kelab malam elit yang sering dia kunjungi saat sedang suntuk.Dalam perjalanan, Alfie berkali-kali menghela
Dia justru teringat pada bibir Viona yang hangat dan lembut, aroma vanilla yang menguar dari tubuhnya, desahannya yang samar dan sikapnya yang malu-malu sekaligus polos.Frustrasi dengan tubuhnya yang tidak bereaksi apa-apa, Alfie mendorong teman kencannya hingga terjatuh ke atas lantai. Dia lalu buru-buru menarik ritsleting celana dan memakai kemejanya lagi."Tuan?" rengek teman kencannya itu. Alfie tidak ingat siapa namanya dan tidak berminat untuk bertanya juga. "Ada apa?"Alfie menepis tangan teman kencannya yang mencoba meraih wajahnya."Apa pelayanan saya kurang memuaskan?" Perempuan sewaan itu kian panik karena sebentar lagi tambang uangnya akan pergi sebelum mereka menghabiskan malam yang panas.Apa dia melakukan sesuatu yang salah? Tetapi seingatnya mereka sudah saling memagut dan melucuti baju masing-masing. Lalu kenapa Alfie tiba-tiba berhenti?Tanpa menjawab, Alfie meraih dompet di dalam celananya lalu mengeluarkan puluhan lembar uang dan melemparnya ke wajah perempuan itu
Sabda mengoceh kegirangan saat Viona membawanya jalan-jalan keliling kompleks perumahan dengan menggunakan stroller.Biasanya Bu Retno yang mengajak Sabda jalan-jalan pagi. Tetapi begitu mereka pindah ke kota ini, Viona-lah yang melakukannya.Dia senang melihat Sabda mengoceh sambil mengentak-entakkan kakinya dengan riang. Sesekali ibu-ibu penghuni kompleks yang sedang belanja di tukang sayur ikut menggoda Sabda."Ke mana papanya, Mbak?" tanya salah seorang ibu yang sedang memegang kantung plastik berisi belanjaan di tukang sayur."Papanya kerja di pelayaran, Bu. Pulangnya satu tahun sekali,” balas Viona asal dengan senyum semanis mungkin. Dia sudah semakin lancar mengatakan kebohongan yang satu itu.Pertama kali ada yang bertanya, Viona sempat tergagap sebelum buru-buru memasang ekspresi sedih dan mengarang kebohongan tentang pekerjaan suaminya.Dengan lihai dia menampilkan sosok istri yang sedih karena harus menjalani LDM atau long distance marriage. Untungnya semua ibu yang bertany
"Lalu kenapa Mas Khadafı pindah ke rumah kontrakan?" tanya Viona lagi. Dia urung memanggil Khadafi tanpa embel-embel sejak tahu lelaki itu yang akan menjadi bosnya."Jarak rumah saya dan minimarket cukup jauh. Hampir satu jam perjalanan."Viona ber-oh panjang. Dia berharap Khadafi akan menerimanya. Bukan karena mereka bertetangga, tetapi karena dia membutuhkan pekerjaan ini."Boleh saya bertanya sesuatu?" Tiba-tiba Khadafi bertanya saat mobil berhenti di lampu merah."Tentu.""Maaf kalau pertanyaan ini mungkin menyinggung kamu. Apa bayi yang kamu gendong tadi adalah anak kandung kamu?"Dari CV yang Khadafı baca, Viona menulis statusnya adalah single. Tetapi pagi tadi dia melihat perempuan itu menggendong bayi yang berwajah mirip dengannya.Viona refleks memberikan gelengan atas pertanyaan itu. "Dia keponakan saya. Ibunya adalah kakak saya dan dia sudah meninggal saat melahirkan Sabda.""Oh." Khadafi menggumam. Pantas wajah bayi bernama Sabda itu mirip dengan Viona. Teryata mereka masi
Saat tersadar, Alfie ada di sebuah ruangan kosong berwarna kuning gading yang membuat perutnya dihantam rasa mual.Ugh, dia benci kuning karena mengingatkannya pada Cyntia.Alfie mengedarkan pandangan dan tidak menemukan siapa pun di ruangan itu selain dirinya, yang duduk di kursi kayu dengan kedua tangan terikat di belakang.Beruntung kedua kakinya tidak ikut diikat hingga dia masih leluasa bergerak. Alfie kembali mengingat apa yang terjadi sebelum kehilangan kesadaran.Seingatnya, Arya datang bersama empat orang pengawal. Setelah itu, seseorang tiba-tiba memukul tengkuknya dari belakang dengan cepat dan keras. Setelah itu dia tidak ingat apa-apa lagi."Kamu tidak apa-apa, Al?" Itu suara Padma yang bertanya dalam benaknya.Alfie memang sengaja membangunkan host-nya itu agar Padma bisa melihat apa yang terjadi setelah ini. Dia yakin Arya memiliki niat jahat hingga tega menyekap putranya sendiri."Aku tidak apa-apa. Tenang saja. Ayah brengsekmu itu beraninya main belakang. Sungguh meny
Alfie tidak berniat menjawab pertanyaan Arya. Dia hanya menatap lelaki 62 tahun itu dengan tatapan sinis."Elaktabilitas Papa merosot tajam karena semua skandal yang kamu lakukan. Papa bahkan terancam tidak bisa maju ke dalam bursa pemilihan walikota tahun depan." Arya masih memuntahkan kemarahannya.Dan Alfie semakin muak mendengarnya. Dari semua hal di dunia ini, apa pernah Arya memikirkan Padma sebagai anaknya sekali saja? Jawabannya adalah tidak pernah.Otak Arya hanya berisi harta, tahta dan selangkangan wanita. Sedangkal itu.Keluarga-apalagi anak-bukanlah prioritasnya. Itu semua hanya pemanis agar publik dan kolega memandang Arya sebagai lelaki beruntung karena memiliki pernikahan harmonis dan anak yang sukses sebagai pebisnis."Itu masalah Anda, Pak Tua. Dan aku tidak peduli. Tapi jika Anda tidak melepaskanku sekarang, aku jamin Anda akan menyesal."Di luar dugaan, Arya justru tertawa mengejek. "Papa tidak tahu apa yang membuatmu jadi sombong dan gila seperti ini. Bahkan dalam
"Kamu yakin dia orangnya?"Alfie mengamati foto seorang lelaki yang baru saja keluar dari sebuah rumah. Lelaki itu memakai hoodie hitam yang menutup sampai kepala hingga wajahnya tidak terlihat.Pun begitu, ini adalah kemajuan besar yang diperoleh oleh orang-orang kepercayaan Alfie yang sedang memburu orang yang menyabotase mobil Yuanita."Yakin, Tuan." Orang kepercayaan Alfie mengangguk, lalu menunjukkan satu foto lain di mana tersangka mereka tinggal."Ini adalah rumah yang diduga menjadi tempat tinggalnya. Selama berbulan-bulan ini dia pindah ke beberapa kota sampai akhirnya kembali ke kota itu."Alfie mengangguk-angguk selagi orang kepercayaannya terus menjabarkan hasil penyelidikan mereka. Hanya butuh sedikit tambahan waktu untuk mendapatkan orang yang mereka cari selama kurang lebih tiga bulan."Bagus." Alfie menggumam. "Lalu bagaimana dengan Tirta atau Viona?""Lokasi rumah sakit yang merawat Tirta juga sudah ditemukan, begitu juga dengan orang tuanya. Dan kami berhasil menemuk
Terdengar helaan napas yang begitu berat dari seberang. Viona tidak tahu apa yang membuat Alfie begitu lama mengatakan jawabannya. Tetapi anehnya dia tetap menunggu."Aku menyukaimu, Viona. I really do. Butuh waktu lama bagiku untuk mendefinisikan perasaan ini. Kamu sendiri sudah tahu bahwa segala hal tentangmu adalah rasa yang baru."Ada jeda lagi. Sementara Viona membeku di kursi begitu mendengar pernyataan Alfie."Tapi kemudian aku sadar satu hal, aku terpacu untuk berubah menjadi lebih baik setelah mengenal kamu. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya."Aku bahkan tidak peduli jika seluruh dunia membenciku. Tapi aku sangat marah ketika kamu mengatakan muak dengan sikapku. Aku tidak ingin kamu memandangku seperti itu. Aku ingin kamu memandangku sebagai lelaki yang baik, Didit."Suara Alfie terdengar bergetar dan entah kenapa Viona makin merasakan kesepian, kesendirian dan kesedihan yang Alfie tanggung."Aku benar-benar serius saat mengatakan aku tidak suka melihatmu dengan
Kepalang tanggung. Meski tidak mengerti mengapa mulutnya mengucapkan ajakan untuk menikah lagi, Tetapi Alfie tidak bisa mundur sekarang.Kalimat itu mungkin terdengar impulsive bagi Alfie, tetapi setelah mengatakannya secara langsung di hadapan Viona, sakit di kepalanya mendadak menguap.Begitu juga dengan gelombang kemarahan yang membakar dirinya, kini mendadak surut begitu saja. Berganti dengan harapan semoga Viona mau kembali padanya.Viona mengerjap, lalu menggeleng beberapa kali sebagai tanda dia tidak percaya dengan ucapan Alfie. "Dan kamu pikir aku akan mengiakan permintaanmu?""Kenapa tidak? Sabda membutuhkanmu dan aku.... membutuhkanmu juga." Lidah Alfie terasa kelu saat mengucapkan tiga kata terakhir yang baru saja keluar dari mulutnya."Kita tidak harus menikah, Al." Viona mendesah lelah. "Pernikahan kita yang kemarin adalah sebuah bencana. Kamu terus menyakitiku dan aku makin benci padamu. Tidak bisakah kita tetap seperti ini?"Kalimat itu menohok Alfie hingga dia sempat m
Alfie terperangah.Tadi sore dia baru mendapatkan kabar dari pengacaranya bahwa gugatan perceraian yang dia ajukan dikabulkan oleh hakim. Secara hukum mereka resmi bercerai hari ini.Seharusnya Viona tidak tahu karena Alfie sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Dia juga tidak pernah datang ke persidangan. Lalu siapa yang memberitahu Viona?"Pengacaramu yang memberitahuku." Viona menjawab pertanyaan yang belum sempat terlontar dari mulut Alfie. Dia bisa melihat kebingungan di wajah Alfie."Di mata agama dan hukum, kita sudah bukan suami istri lagi. Aku berhak dekat dan pergi dengan siapa pun juga. Jadi, berhenti mengancamku atau mengatakan aku adalah milikmu. Aku benar-benar muak dengan sikapmu, Al."Viona berbalik lalu meninggalkan Alfie yang masih mematung di depan gedung. Tetapi langkahnya terhenti ketika Alfie kembali mencekal lengannya, lalu menariknya pergi dari sana."Alfie, lepas!" Viona mencoba melepaskan cekalan tangan Alfie. "Kamu menyakitiku, Al!"Tak ada yang terjadi. Jang
Puluhan menit kemudian, mereka sampai di tempat resepsi. Pelataran parkir tampak dipenuhi oleh deretan mobil mewah, yang menunjukkan sang penyelenggara acara berasal dari kalangan berada."Shall we?"Viona menatap lengan Mandala yang disodorkan padanya. Atas dasar kesopanan, Viona menyelipkan tangannya di lengan Mandala sebelum melangkah masuk menuju lobi.Setelah masuk ke bagian dalam gedung, Mandala langsung mengajak Viona untuk bertemu dengan keluarganya yang duduk di area VVIP yang khusus diperuntukkan untuk keluarga.Pada keluarganya, Mandala mengenalkan Viona sebagai personal assistant. Tetapi Viona bisa menangkap pandangan berbeda yang dilayangkan keluarga Mandala, terutama kedua orang tuanya.“PA atau pacar, Mandala?" goda ibunya yang sejak tadi tak berhenti memandangi Viona dengan wajah semringah."PA, Ma," jawab Mandala sabar meski dia sudah mengatakannya tiga kali. "Daripada aku terus ditanya sama orang-orang kenapa aku kondangan sendirian, lebih baik aku ajak Viona.""Ya,
Pertengkaran dengan Alfie benar-benar merusak suasana hati Viona di sisa hari itu.Dia paham Alfie sangat bermasalah dengan emosi. Si Sumbu Pendek itu mudah meledak jika ada hal yang berjalan di luar keinginannya. Tetapi, apa dia harus selalu mengancam agar keinginannya terpenuhi?Belum lagi pilihan katanya sangat ambigu dan membuat Viona harus berpikir keras sepanjang sore. Sejak kapan dia adalah milik Alfie? Bukankah mereka sudah bercerai?"Ada masalah?"Suara Mandala membuyarkan lamunan Viona, yang tanpa sadar mematung di depan deretan gaun yang tergantung di rak. Perempuan itu menoleh dengan seulas senyum yang dipaksakan."Tidak ada, Pak," balasnya singkat."Kamu yakin? Sejak tadi kamu sering melamun."Senyum Viona kian lebar. Dia mengenyahkan berbagai macam gejolak dalam pikirannya dan mengangguk untuk meyakinkan Mandala. "Saya hanya memikirkan pekerjaan, Pak."Mandala mendekat lalu mengambil satu gaun yang sejak tadi menarik perhatiannya. Gaun peach selutut model off-shoulder de
Setelah itu dia keluar dan menuju ruangan Mandala. Ada yang harus dia tanyakan pada lelaki itu karena Mandala-lah yang pernah berkunjung ke aparteman Fira saat perempuan itu sakit.Begitu sampai di ruangan Mandala, dia mendengar lelaki itu sedang bicara pada Viona. Lewat pintu yang tidak tertutup rapat, Alfie bisa menangkap percakapan itu."Viona, nanti malam kamu ada acara?"Viona yang tengah mengecek jadwal Mandala untuk satu minggu ke depan sontak menoleh pada lelaki itu. "Tidak ada, Pak. Ada yang bisa saya bantu?""Kalau begitu temani saya ke resepsi pernikahan sepupu saya, ya? Saya tidak nyaman kalau datang sendiri. Selain itu ada beberapa vendor yang bekerja sama dengan Lion Capital yang diundang."Menganggap itu adalah bagian dari pekerjaannya sebagai PA, Viona mengangguk hormat. "Apa baju untuk nanti malam sudah disiapkan?""Belum. Nanti sore jadwal saya kosong, kan?"Viona melihat ke organizer-nya lalu mengangguk."Kalau begitu nanti sore temani saya memilih jas, ya. Sekalian
Alfie tidak langsung menjawab. Dia memajukan bar stool-nya hingga lutut mereka bersentuhan.Viona sontak memundurkan tubuh karena terlalu dekat dengan Alfie.Namun Alfie lebih dulu menarik lengannya hingga wajah mereka nyaris bersentuhan. Viona meneguk ludah gugup begitu mata kelam Alfie memakunya, lalu turun ke bibir dan berhenti di sana.Viona haya bisa memandang Alfie dengan waspada. Jaga-jaga kalau lelaki itu mendadak menciumnya tanpa aba-aba seperti beberapa hari yang lalu."Mungkin karena aku mulai mengenalmu,” balas Alfie sangat pelan hingga Viona sempat berpikir dia salah dengar. "Kamu tidak seburuk yang aku kira. Selama ini... aku mungkin sudah salah menilaimu."Suasana yang begitu lengang di dapur membuat Viona bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang berdegup lebih kencang dari biasanya. Pengakuan Alfie yang sudah lama dia tunggu akhirnya tercetus juga dari mulut lelaki itu."Kalau begitu tarik semua tuduhanmu tentang aku!" tuntut Viona. "Termasuk tuduhan bahwa aku tidu
Kesal pada dirinya sendiri karena tak kunjung bisa mengenyahkan bayang-bayang Alfie, Viona mematikan TV lalu bangkit dan beranjak menuju kamar.Namun baru dua langkah, dia mendengar suara dari arah ruang tamu. Sepertinya ada yang membuka pintu depan. Tubuh Viona seketika menegang.Hal pertama yang terlintas dalam benaknya adalah suara itu adalah perampok yang mencoba masuk ke rumah ini. Tetapi dia kemudia ingat bahwa rumah ini punya penjagaan yang sangat ketat.Ada dua pengawal yang berjaga di depan. Ditambah security yang berjaga di pos keamanan yang ada di depan pagar. Seharusnya tidak ada perampok yang bisa menerobos masuk.Jika bukan perampok, lalu siapa?Viona baru akan berpikir tentang apa yang harus dia lakukan saat sebuah suara berat dan serak yang familiar menyapa telinganya."Viona, kamu baik-baik saja?"Viona tersentak. Dia mengerjap saat melihat Alfie berjalan ke arahnya dengan tergesa. Dia tidak salah lihat, kan? Bukankah seharusnya Alfie masih ada di Bandung?"Are you ok
Persetan! Kalau dengan membayangkan Viona bisa membuatnya bergairah dan turn on, maka dia akan melakukannya. Alfie benar-benar butuh pelampiasan malam ini.Tepat saat celananya meluncur turun, ponsel Alfie yang tadi dilempar Darla ke atas tempat tidur berdering nyaring.Mengabaikan Darla yang baru saja akan menyenangkan miliknya, Alfie bergerak menuju tempat tidur lalu menyambar benda pipih itu dengan tidak sabar. Siapa tahu Viona yang meneleponnya.Darla yang sudah terlanjur bergairah, mengikuti Alfie dan mendorongnya ke tempat tidur agar dia bisa melanjutkan 'pekerjaannya'."Ada apa?" sapa Alfie kasar karena panggilan itu bukan berasal dari Viona melainkan pengawal yang dia utus untuk mendampingi perempuan itu."Nona Viona sudah sampai di rumah sejak jam delapan malam, Tuan. Tetapi ada sebuah mobil yang mengikuti kami."Alis Alfie bertaut. "Kamu memotret plat mobilnya?""Tidak, Tuan. Mobil itu berada cukup jauh dari mobil kami, tapi saya yakin dia mengikuti kami. Begitu kami masuk g