Joana sudah lelah dan rasanya sangat percuma sekali jika ia harus meladeni keduanya. Percuma Joana mau menjelaskan sebegaimanapun itu bentuknya, Rian tidak akan percaya. Biarlah bukti itu yang akan membungkam mulut suaminya itu yang sudah keterlaluan."Dasar tidak tahu diri, belum juga sehari disini sudah buat masalah aja." gerutu Joana."Suami brengs*k, seenaknya saja memakiku. Memang siapa dia, tidak tahu kejadian yang sebenarnya malah berani bentak bentak orang lain."Setelah kepergian Joana, Rian menatap fokus pada layar ponselnya. Disana terdapat beberapa foto dan video yang dikirim oleh istrinya, tak menunggu waktu lama ia langsung saja mengunduh file itu.Sedangkan Bu Dara masih saja mengoceh, memaki menantunya yang sudah meninggalkan meja makan tersebut."Memang dasar menantu kurang ajar, makin lama makin ngelunjak aja jadi orang!"Rian fokus menatap foto foto yang dikirimkan oleh istrinya, benar saja disana menampilkan ada masakan yang sudah dipindahkan ke piring piring. Ria
Pagi hari Joana membuka mulai membuka matanya, ia meregangkan otot ototnya terlebih dahulu kemudian menelisik seluruh sudut kamarnya. Ia baru ingat jika semalam ia tidur sendiri didalam kamar itu, mengingat kejadian semalam membuat Joana kembali kesal. Tidak ingin terlalu lama memikirkan hal itu, Joana memuyuskan untuk beranjak dari tempat tidur. Ia bergegas ke kamar mandi.Dua puluh menit Joana menghabisman waktu didalam kamar mandi dengan berendam, guna merilekskan tubuhnya. Ia telah berpakaian rapi, hari ini ia akan pergi ke butik milik Ibunya. Setelah selesai Joana langsung keluar dari kamar, miris sekali ketika ia memperhatikan keadaan rumahnya yang sudah sangat kotor. Padahal Kemarin masih terlihat baik baik saja, tapi ia tidak perduli terus saja melangkahkan kaki Melewati meja makan yang sudah pasti masih kosong tidak ada makanan apapun disana.Selama Joana berada di rumah sakit, Bu Jeni telah mengutus seseorang untuk membantu membersihkan rumah anaknya itu. Sehingga tidak begi
Sore itu Joana sudah pulang dari butik Bu Jeni, tadi dissna ia tidak bertemu dengan Riri. Kata sang Ibu, Riri masih memerlukan banyak waktu istirahat sehingga ia tidak pergi kemana mana. Dia juga belum pulang ke rumah keluarga pratama, katanya karena ada bibit bibit pelakor yang masih stanby dirumah itu. Jadi ia memilih tidak pulang kesana dulu karena takut kandungannya terjadi sesuatu.Sebenarnya Joana penasaran, siapa yang dimaksud Bu Jeni dan Riri yang disebut bibit pelakor itu. Namun yah, gampang lain waktu saja ia bisa berkunjung kesana jika Riri sudah pulang ke kediaman Pratama.Rian memasuki kamar mereka dan melihat Joana yang sefang membersihkan wajahnya. Joana hanya melirik Rian dari pantulan cermin didepannya itu, ia masih kesal dengan suaminya dan juga Ibu mertuanya."Aku mau bicara denganmu." ucap Rian."Katakan saja, aku akan mendengarnya." jawab Joana santai."A-aku mau minta maaf soal kejadian semalam....."Krik....Krik...KrikJoana hanya bergeming sambil terus membersi
Pada akhirnya Joana mau diajak untuk negosiasi, setelah Rian terus saja membujuknya dan berjanji akan bersikap lebih tegas dan tidak memihak sebelah. Ia berulang kali meminta maaf pada sang istri atas kesalahan yang telah dilakukannya karena kejadian tadi dan juga kemarin malam.Namun sebenarnya, Rian juga bingung. Ia tidak tega membiarkan Ibunya sendirian, adiknya juga belum pulang dari luar kota, duhhh benar benar bingung sekali.Tapi apa mau dikata, setengah jam mereka mencoba untuk berdamai. Namun Rian tetap tidak memperbolehkan Joana maupun Bu Dara untuk pergi dari sana, egois memang. Padahal ia tahu jika sang Istri tidak bisa akur dengan Ibunya, lalu kenapa.masih ngotot untuk menyatukan mereka dalam satu atap?Joana yang sudah sangat geram dan kesal terhadap suaminya itu, akhirnya memutuskan untuk pergi dari rumah. Ia pulang ke rumah orang tuanya, entah keputusannya benar atau salah yang jelas untuk saat ini ia butuh tempat untuk menenangkan diri. Mungkin dengan ditempat orang t
Rian masih fokus untuk mencarikan rumah kontrakan untuk Bu Dara, mengabaikan dering ponselnya yang terus saja berbunyi. Pasalnya saat ini ia sedang berkeliling tempat tempat yang menyediakan kontrakan kosong. Setelah menemukannya, Rian segera melihat lokasinya langsung dan menyepakatinya dengan pemilik kontrakan tersebut.Sementara Bu Dara yang sedang berkemas didalam kamarnya, semakin kesal saja. Ketika membayangkan ia akan melakukan semuanya sendiri, masak, cuci baju, bersih bersih dan lain lain. Apalagi tadi ia sudah mencoba menghubungi putrinya Silvi, untuk menanyakan kapan kepulangannya. Agar ia ada yang menemaninya, sialnya kepulangan Silvi malah diundur menjadi satu bulan lagi. Ingin sekali dia berteriak kencang sekarang.Flashback[Halo, Bu...][Silvi, Ibu kangen....Kapan kamu pulang nak?][Iya Bu, Silvi juga kangen sama Ibu. Kira kira satu bulan lagi Bu, Silvi baru pulang.][Lho, bukannya kemarin kamu bilang hanya satu minggu saja disana? Kok jadi satu bulan?][Tadinya memang
Bu Dara dan Rian sudah sampai dirumah kontrakan barunya, mereka masuk ke dalam setelah pemilik kontrakan tersebut memberikan kuncinya kepada mereka. Terlihat wajah masam tercetak jelas dimuka Bu Dara, tetapi ia tetap mengikuti langkah kaki anaknya masuk ke dalam."Ibu gak suka tempat ini Yan, sudah kecil bau pulak iyuhhhh." ucap Bu Dara sambil menutup hidungnya."Kenapa kamu tidak menyewakan sebuah apartemen saja sih atau membiarkan Ibu menginap dihotel." Bu Dara terus saja bersunggut didepan sang anak sambil bersidekap dada."Ini sudah termasuk rumah yang cukup untuk Ibu tinggal sementara Bu, lagian uang dari mana aku untuk menyewakan Ibu sebuah apartemen? Ibu tahu sendiri gaji aku kecil dan aku juga sudah tidak punya tabungan karena habis untuk pesta pernikahan waktu itu. Aku gak bisa memghabiskan uang ini begitu saja Bu." jawab Rian."Tega ya kamu sama Ibu, kamu membiarkan Ibu kandung kamu sendiri tinggal ditempat kumuh dan kecil seperti ini. Tapi kalian malah tinggal ditempat yang
Tok tok tokSuara pintu diketuk dari luar, membuat atensi kedua orang yang tengah berpelukan diruang tamu itu teralhikan. Joana beranjak dari sana untuk membukakan pintu. Ia kaget saat melihat Rian berada didepannya, dengan wajah menunduk.Ya Rian datang untuk menemui Joana, setelah memantabkan hatinya jika sang istri saat ini berada dirumah kedua orang tuanya. Rian meminta untuk dapat berbicara empat mata dengan Joana karena ada hal yang harus mereka bahas hanya berdua, tanpa memgurangi rasa hormatnya kepada Ibu mertuanya. Ia meminta izin terlebih dahuku kepada Bu Jeni."Untuk apa kamu datang kesini lagi? Bukankan aku ini sudah tidak penting lagi untuk kamu!" ujar Joana yang masih kesal dengan tingkah suaminya itu."Bu, bolehkan saya berbicara hanya dengan Joana saja dulu?" tanya Rian, Bu Jeni hanya mengangguk kemudian pergi dari sana. Namun ia tetap memantau keduanya dari dalam rumah."Kamu mau apalagi Mas? Aku rasa kita sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.""Aku minta maaf
Sementara itu diluar kota sana, Silvi sedang menemani Tio untuk mengurus bisnisnya. Kebetulan sekali itu adalah tempat kelagiran Tio, karena saat ini mereka berada dikota tersebut maka Tio memutuskan untuk mengajak Silvi ke rumahnya. Sebelumnya beberapa hari yang lalu mereka hanya menginap dihotel, sebenarnya waktu itu Tio sudah mengajak Silvi ke rumah orang tuanya langsung namun Silvi menolak. Dengan alasan karena orang tua Tio belum mengetahui secara langsung pernikahan mereka, apalagi mereka baru menikah secara siri.Kedua orang tua Tio hanya tahu Zara sebagai menantu mereka, makanya Silvi butuh waktu untuk mempersiapkan diri untuk bertemu dengan orang tua suaminya itu.Mobil yang dikendarai oleh Tio dan Silvi sudah memasuki pelataran rumah, degub jantung Silvi seakan bekerja lebih cepat dari biasanya. Ia deg degan karena sebentar lagi akan bertemu dengan mertuanya, semoga saja orang tua Tio bisa menerimanya dengan baik."Sayang, ayo turun kita sudah sampai." ucap Tio sambil memega