Sore itu Joana sudah pulang dari butik Bu Jeni, tadi dissna ia tidak bertemu dengan Riri. Kata sang Ibu, Riri masih memerlukan banyak waktu istirahat sehingga ia tidak pergi kemana mana. Dia juga belum pulang ke rumah keluarga pratama, katanya karena ada bibit bibit pelakor yang masih stanby dirumah itu. Jadi ia memilih tidak pulang kesana dulu karena takut kandungannya terjadi sesuatu.Sebenarnya Joana penasaran, siapa yang dimaksud Bu Jeni dan Riri yang disebut bibit pelakor itu. Namun yah, gampang lain waktu saja ia bisa berkunjung kesana jika Riri sudah pulang ke kediaman Pratama.Rian memasuki kamar mereka dan melihat Joana yang sefang membersihkan wajahnya. Joana hanya melirik Rian dari pantulan cermin didepannya itu, ia masih kesal dengan suaminya dan juga Ibu mertuanya."Aku mau bicara denganmu." ucap Rian."Katakan saja, aku akan mendengarnya." jawab Joana santai."A-aku mau minta maaf soal kejadian semalam....."Krik....Krik...KrikJoana hanya bergeming sambil terus membersi
Pada akhirnya Joana mau diajak untuk negosiasi, setelah Rian terus saja membujuknya dan berjanji akan bersikap lebih tegas dan tidak memihak sebelah. Ia berulang kali meminta maaf pada sang istri atas kesalahan yang telah dilakukannya karena kejadian tadi dan juga kemarin malam.Namun sebenarnya, Rian juga bingung. Ia tidak tega membiarkan Ibunya sendirian, adiknya juga belum pulang dari luar kota, duhhh benar benar bingung sekali.Tapi apa mau dikata, setengah jam mereka mencoba untuk berdamai. Namun Rian tetap tidak memperbolehkan Joana maupun Bu Dara untuk pergi dari sana, egois memang. Padahal ia tahu jika sang Istri tidak bisa akur dengan Ibunya, lalu kenapa.masih ngotot untuk menyatukan mereka dalam satu atap?Joana yang sudah sangat geram dan kesal terhadap suaminya itu, akhirnya memutuskan untuk pergi dari rumah. Ia pulang ke rumah orang tuanya, entah keputusannya benar atau salah yang jelas untuk saat ini ia butuh tempat untuk menenangkan diri. Mungkin dengan ditempat orang t
Rian masih fokus untuk mencarikan rumah kontrakan untuk Bu Dara, mengabaikan dering ponselnya yang terus saja berbunyi. Pasalnya saat ini ia sedang berkeliling tempat tempat yang menyediakan kontrakan kosong. Setelah menemukannya, Rian segera melihat lokasinya langsung dan menyepakatinya dengan pemilik kontrakan tersebut.Sementara Bu Dara yang sedang berkemas didalam kamarnya, semakin kesal saja. Ketika membayangkan ia akan melakukan semuanya sendiri, masak, cuci baju, bersih bersih dan lain lain. Apalagi tadi ia sudah mencoba menghubungi putrinya Silvi, untuk menanyakan kapan kepulangannya. Agar ia ada yang menemaninya, sialnya kepulangan Silvi malah diundur menjadi satu bulan lagi. Ingin sekali dia berteriak kencang sekarang.Flashback[Halo, Bu...][Silvi, Ibu kangen....Kapan kamu pulang nak?][Iya Bu, Silvi juga kangen sama Ibu. Kira kira satu bulan lagi Bu, Silvi baru pulang.][Lho, bukannya kemarin kamu bilang hanya satu minggu saja disana? Kok jadi satu bulan?][Tadinya memang
Bu Dara dan Rian sudah sampai dirumah kontrakan barunya, mereka masuk ke dalam setelah pemilik kontrakan tersebut memberikan kuncinya kepada mereka. Terlihat wajah masam tercetak jelas dimuka Bu Dara, tetapi ia tetap mengikuti langkah kaki anaknya masuk ke dalam."Ibu gak suka tempat ini Yan, sudah kecil bau pulak iyuhhhh." ucap Bu Dara sambil menutup hidungnya."Kenapa kamu tidak menyewakan sebuah apartemen saja sih atau membiarkan Ibu menginap dihotel." Bu Dara terus saja bersunggut didepan sang anak sambil bersidekap dada."Ini sudah termasuk rumah yang cukup untuk Ibu tinggal sementara Bu, lagian uang dari mana aku untuk menyewakan Ibu sebuah apartemen? Ibu tahu sendiri gaji aku kecil dan aku juga sudah tidak punya tabungan karena habis untuk pesta pernikahan waktu itu. Aku gak bisa memghabiskan uang ini begitu saja Bu." jawab Rian."Tega ya kamu sama Ibu, kamu membiarkan Ibu kandung kamu sendiri tinggal ditempat kumuh dan kecil seperti ini. Tapi kalian malah tinggal ditempat yang
Tok tok tokSuara pintu diketuk dari luar, membuat atensi kedua orang yang tengah berpelukan diruang tamu itu teralhikan. Joana beranjak dari sana untuk membukakan pintu. Ia kaget saat melihat Rian berada didepannya, dengan wajah menunduk.Ya Rian datang untuk menemui Joana, setelah memantabkan hatinya jika sang istri saat ini berada dirumah kedua orang tuanya. Rian meminta untuk dapat berbicara empat mata dengan Joana karena ada hal yang harus mereka bahas hanya berdua, tanpa memgurangi rasa hormatnya kepada Ibu mertuanya. Ia meminta izin terlebih dahuku kepada Bu Jeni."Untuk apa kamu datang kesini lagi? Bukankan aku ini sudah tidak penting lagi untuk kamu!" ujar Joana yang masih kesal dengan tingkah suaminya itu."Bu, bolehkan saya berbicara hanya dengan Joana saja dulu?" tanya Rian, Bu Jeni hanya mengangguk kemudian pergi dari sana. Namun ia tetap memantau keduanya dari dalam rumah."Kamu mau apalagi Mas? Aku rasa kita sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.""Aku minta maaf
Sementara itu diluar kota sana, Silvi sedang menemani Tio untuk mengurus bisnisnya. Kebetulan sekali itu adalah tempat kelagiran Tio, karena saat ini mereka berada dikota tersebut maka Tio memutuskan untuk mengajak Silvi ke rumahnya. Sebelumnya beberapa hari yang lalu mereka hanya menginap dihotel, sebenarnya waktu itu Tio sudah mengajak Silvi ke rumah orang tuanya langsung namun Silvi menolak. Dengan alasan karena orang tua Tio belum mengetahui secara langsung pernikahan mereka, apalagi mereka baru menikah secara siri.Kedua orang tua Tio hanya tahu Zara sebagai menantu mereka, makanya Silvi butuh waktu untuk mempersiapkan diri untuk bertemu dengan orang tua suaminya itu.Mobil yang dikendarai oleh Tio dan Silvi sudah memasuki pelataran rumah, degub jantung Silvi seakan bekerja lebih cepat dari biasanya. Ia deg degan karena sebentar lagi akan bertemu dengan mertuanya, semoga saja orang tua Tio bisa menerimanya dengan baik."Sayang, ayo turun kita sudah sampai." ucap Tio sambil memega
"Oke, maaf kalau membuat kamu tidak nyaman Ri. Sebenarnya aku hanya ingin minta maaf saja sama kamu dan anak kita atas apa yang dulu aku lakukan sama kalian berdua, aku sangat memyesal sekali. Jika waktu dapat diputar kembali aku ingin mempertahankan kalian disamping aku Ri." ujar Rian dengan berkaca kaca."Aku harap kamu mau memaafkan semua kesalahanku."Mungkin ini yang dinamakan penyesalan, penyesalan yang membuat siapapun yang merasakannya menjadi sesak. Ya penyesalan memang selalu datang diakhir, karena kalau diawal namanya berubah menjadi pendaftaran. Apalagi ketika kita masih mempunyai sedikit rasa yang terpendam untuk orang itu, tetapi orang itu lebih bahagia bersama dengan yang lain dari pada dengan dirinya."Aku sudah memaafkan kamu sejak lama, tapi kalau untuk melupakan semua yang telah terjadi rasanya masih sulit. Apalagi saat kamu mengusir aku dan menjatuhkan talak, tidakkah kamu perduli dengan anak kamu yang masih sangat kecil? Semuanya masih membekas diingatan ini, jik
Esok hari,Riri bangun lebih dulu dari pada suamuinya, ia tersenyum mengingat kejadian semalam. Padahal awalnya ia sedang menangis bahkan Kevin juga terlihat emosi karena perkara mantan suami Riri, namun malah berujung pada kegiatan panas mereka. Ia melihat wajah Kevin yang terlelap dengan damai. Riri meringis ketika baru menurunkan kedua kakinya kebawah, area sensitivnya begitu nyeri ."Ssshhh, aduuhhh. Nyeri sekali rasanya, astaga suamiku itu yah benar benar deh membuat aku menjadi susah berjalan saja. Hampir aja semalam aku dibuat pingsan olehnya!" celoteh Riri.Riri berjalan dengan posisi sedikit ngangkang, semalam Kevin benar benar menggempurnya habis habisan. Meskipun lembut karena tak ingin menyakiti anak dalam kandungan istrinya, nyatanya Kevin seakan tidak mengenal lelah hingga memintanya sampai beberapa ronde. Mungkin jika semalam Riri tidak sampai tertidur, Kevin akan mengajaknya berolah raga sampai pagi.Setelah selesai membersihkan dirinya dan tampak lebih segar, Riri kem
Esok menjelang, semua rencana yang telah Riri susun untuk menyembunyikan anak mereka berubah total. Pagi pagi sekali semua keluarga Riri dan orang tua Kevin sudah datang ke rumah sakit, bahkan George. Ayah kandung dari Kevin pun langsung meluncur dari kuar negri begitu dikabari jika cucunya sudah lahir dan selamat, ya kemarin setelah Riri melakukan operasi George memang sudah dikabari tapi karena ada sesuatu mendesak belum sempat ia pulang ia mendapat kabar jika cucunya tidak selamat. Ia begitu syok namun yang membuatnya kembali syok yaitu ketika Kevin kembali mengabarinya jika sang anak sebenarnya masih hidup.Tidak hanya George, tapi Maria dan juga seluruh keluarga Riri juga syok mendengar kabar itu. Awalnya Riri masih bersikeras untuk menyembunyikan fakta ini untuk sementara, tapi Kevin berhasil meyakinkan dirinya jika keamanan sang anak akan semakin terjamin jika keluarganya diberitahu sehingga semakin banyak orang yang bisa membantu menjaganya. Dan bagaimanapun juga sikecil butuh
Kevin mengurai pelukan sang istri, ia menatap wajah teduh Riri yang masih dihiasi oleh air mata. Kemudian mengecup pelan kedua kelopak mata sang istri, dan mendekapnya kembali dengan sayang."Aku minta maaf ya, terima kasih karena kamu telah memikirkan keselamatan anak kita. Maaf karena aku sudah gagal dalam menjaga kalian."Riri membalas pelukan Kevin dengan erat, hatinya merasa teduh. Ia bersyukur karena sekarang laki laki ini telah mengerti akan posisi Riri yang memang mengharuskan melakukan itu semua."Tolong ingat satu hal Ras, kalau aku sampai kapanpun gak akan pernah bisa berpaling dari kamu. Kamu dan anak anak kita begitu berharga bagiku, aku akan berusaha menjaga kalian dengan baik meski nyawaku sebagai taruhannya aku rela."Riri merasa terharu setelah mendengar ucapan suaminya, ia tak menyangka jika sang suami akan berbicara seperti itu. Lagi ia merasa sangat bersyukur bisa bersama dengan Kevin, orang yang begitu mencintai dan menyayangi dirinya serta anak anaknya."Sudah, a
CeklekSuster mendorong kursi roda Riri ke dalam ruang rawatnya, Kevin tengah menatap sang istri dengan tatapan datarnya. Namun ia tetap membantu memindahkan istrinya itu ke ranjangnya kembali, suster pergi dari sana dengan membawa kursi roda yang telah kosong."Kamu habis dari mana?" tanya Kevin khawatir."Aku cuma habis cari angin karena tadi gak bisa tidur lagi, kebetulan ada suster yang bertugas ngecek infus aku makanya sekalian aku minta cari angin." jawab Riri yang tak mau melihat ke arah Kevin, sebab ia habis menangis tadi karena bertemu dengan anaknya."Cari angin? Malam malam begini? Terus kenapa kamu gak bangunin aku aja Ras?""Emangnya kenapa? Aku gak mau bangunin kamu sebab kamu terlihat begitu kelelahan, tidurmu nyenyak banget aku jadi gak tega.""Sayang, lihat aku! Kamu habis nangis?" tanya Kevin yang memaksa Riri untuk melihat ke arahnya."Aku cuma lagi keinget semuanya saja kok." kilah Riri."Maafin aku Ras." Kevin mengira jika Riri tengah teringat dengan anak mereka
"Jadi selama ini kalian berdua bersekongkol untuk membohongiku?" tanya Riri, ia menatap nanar ke arah Kevin dan Tasya yang tampak menyesali perbuatannya."Maafkan aku sayang, aku tak bermaksud ingin menyakitimu, aku hanya ingin melindungimu." ujar Kevin sedangkan Tasya hanya menunduk."Kenapa Vin, bahkan anak kita sudah tiada. Kembalikan anakku!!!" ucap Riri dengan mata memerah."Kau sudah membunuh anakku, Vin. Aku membencimu, benci sekaliaku tak ingin bersamamu lagi." Riri menumpahkan segala emosi yang ada dalam jiwanya, ia melihat raut penyesalan dalam wajah kedua orang didepannya itu. Dia menangis sesenggukan disana, ia merasa dibodohi oleh suaminya sendiri. Ia ingin suaminya juga merasakan bagaimana rasanya menjadi dirinya."Sayanggggg...." Kevin berusaha menggapai Riri yang masih saja terus menangis. Sementara Tasya dan dokter Lucas sudah terlebihbdahulu oergi dari ruangan itu mereka ingin memberikan waktu bagi keduanya menyelesaikan masalah mereka."Pergilah, aku ingin sendiri.
Riri termenung seorang diri dibrangkar tempat tidurnya, entah apa yang membuat pikirannya begitu kacau. Usai kejadian yang baru saja terjadi diruangannya, tentang Jihan yang berusaha untuk melenyapkannya dan juga kedatangan Tasya yang menolong dirinya. Ia berpikir untuk apa Tasya menolong dirinya? Bukankah jika Tasya memang ingin merebut Kevin darinya seharusnya dia membiarkan Jihan melakukan hal tersebut kepadanya, tapi mengapa ini kebalikannya?"Apa yang sebenarnya dia rencanakan?" gumam Riri.Ceklek"Sayang?" ucap Kevin."Sedang memikirkan apa?" tanya Kevin lagi."Tak ada, bagaimana keadaan kekasihmu?" tanya Riri membuat kening Kevin berkerut."Dia bukan keka......"CeklekBelum sempat Kevin meneruskan ucapannya, pintu ruangan tersebut kembali dibuka oleh seseorang. Satu pemandangan yang sangat tidak Riri duga, ia melihat seorang dokter lelaki yang masih muda tengah mendorong kursi roda dimana Tasya duduk diatasnya."Dia?" tanya Riri bingung."Dia siapa, kok bisa sama Tasya?" tanya
DughBrukAww"Tasya." teriak Riri yang melihat Tasya terjatuh karena tendangan dari Jihan. Dia ingin menolong Tasya namun ia tidak bisa dengan cepat langsung turun dari ranjang sebab ia masih belum pulih benar.Ya orang yang telah menolong Riri dari niat jahat Jihan adalah Tasya, orqng yang dianggap sebagai rivalnya oleh Riri. Sedangkan Jihan mencoba lari dari ruangan tersebut tapi kakinya berhasil dicekal oleh Tasya menggunakan tongkatnya hingga membuatnya ikut terjerembab.Bruk"Sial!" Jihan kembali menendang Tasya membuat perempuan itu kembali tersungkur. Kemudian ia bangkit dan keluar dari sana meskipun dengan terseok seok.BrukJihan yang berpapasan dengan Kevin tak sengaja menabrak bahu lelaki itu ketika Kevin hendak masuk ke dalam ruangan sang istri, namun karena penutup hoodie itu dan posisinya Jihan menunduk sehingga membuat Kevin sedikit tak mengenali Jihan."Gimana sih jalannya." gerutu Kevin."Astaga! Ras, Tasya....Kamu kenapa?" pekik Kevin.Ia menghampiri sang istri terl
Mereka berbincang bincang didalam kamar inap Riri. Meskipun lebih dominan Pak Yuda dan Kevin saja yang berbicara, sedangkan Riri lebih banyak diamnya.Pak Yuda menyadari jika ada yang tak beres dari sikap anaknya, yang tidak seperti biasanya. Sebab ia tahu, Riri itu orangnya seperti apa. Biasanya ia pasti akan banyak tersenyum dna menimpali ucapan seseorang. Tetapi kini dihadapannya, anak itu malah memilih diam sambil melihat ke arah jendela.Sebuah satu set makanan dan juga obat yang telah terjadwalkan dari rumah sakit datang menghampiri ruangan Riri diantarkan oleh perawat yang berjaga, sesaat Riri hanya melirik makanan tersebut tanpa ingin menyentuhnya."Ini untuk jatah makanan atas nama Pasien Riani Saraswati ya Pak, beserta obatnya." ucap perawat tersebut."Ya terima kasih.""Makan dulu Ras, habis itu minum obatnya. Aku suapi." ujar Kevin.Kevin mulai menyendokkan makanan itu dan disodorkannya ke depan mulut sang istri, namun Riri hanya bergeming saja dan tak mau membuka mulutnya
Keesokan harinya Kevin terbangun dari tidurnya, beberapa hari ini ia tidur dengan posisi tidak benar membuat badannya terasa sakit semua. Ia menoleh ke arah ranjang tempat istrinya dirawat, namun ia kaget karena tak melihat sang istri berada disana.Ia segera mencarinya ke kamar mandi, tetapi tidak ada lantas ia keluar dari kamar inap tersebut berjalan melewati lorong. Ketika melewati taman, ia melihat siluet Riri tengah duduk dikursi roda dengan Pak Yuda disampingnya. Ia melihat Riri tengah menangis dipelukan sang ayah, Kevin memutuskan untuk memberikan ruang kepada sang istri supaya lebih tenang terlebih dahulu.Kevin tahu, pasti saat ini istrinya masih terpukul atas kejadian yang telah menimpa dirinya.FlashbackAdzan subuh telah berkumandang, namun agaknya Kevin enggan bangun kali ini. Riri yang tak bisa tidur kembali memutuskan untuk belajar duduk sendiri pelan pelan, ia sudah bertekad untuk bisa cepat pulih. Ia tak ingin seperti ini terus, ia harus melindungi keluarganya. Setela
"Kenapa kau terlihat terburu buru sekali, Ras?" tanya Kevin.Riri yang hendak melanjutkan langkahnya meninggalkan tempat suaminya berada, harus kembali berhenti lantaran tangannya dicekal oleh Kevin.Dia ingin segera berlalu dari sana sebenarnya namun karena ditahan oleh Kevin membuatnya tak bisa kemana mana, apalagi keringat dingin telah membasahi wajahnya sekarang karena perutnya kian terasa nyeri."Kau kenapa?" tanya Kevin yang menyadari ada yang tidak beres dengan diri istrinya. Namun Riri hanya bergeming saja, dan.....BrukkTubuh Riri ambruk tak sadarkan diri, membuat Kevin semakin khawatir dengan kondisi istrinya. Apalagi melihat wajah pucat sang istri, padahal baru kemarin Riri keluar dari rumah sakit namun sekarang justru terjadi hal seperti ini.Untung saja Kevin berada disamping Riri sehingga dengan sigap ia dapat menangkap tubuh sang istri yang ambruk. Tanpa pikir panjang langsung saja ia menggendong tubuh besar Riri yang melebar berkali lipat karena kehamilannya."Ras, Sa