Rian masih fokus untuk mencarikan rumah kontrakan untuk Bu Dara, mengabaikan dering ponselnya yang terus saja berbunyi. Pasalnya saat ini ia sedang berkeliling tempat tempat yang menyediakan kontrakan kosong. Setelah menemukannya, Rian segera melihat lokasinya langsung dan menyepakatinya dengan pemilik kontrakan tersebut.Sementara Bu Dara yang sedang berkemas didalam kamarnya, semakin kesal saja. Ketika membayangkan ia akan melakukan semuanya sendiri, masak, cuci baju, bersih bersih dan lain lain. Apalagi tadi ia sudah mencoba menghubungi putrinya Silvi, untuk menanyakan kapan kepulangannya. Agar ia ada yang menemaninya, sialnya kepulangan Silvi malah diundur menjadi satu bulan lagi. Ingin sekali dia berteriak kencang sekarang.Flashback[Halo, Bu...][Silvi, Ibu kangen....Kapan kamu pulang nak?][Iya Bu, Silvi juga kangen sama Ibu. Kira kira satu bulan lagi Bu, Silvi baru pulang.][Lho, bukannya kemarin kamu bilang hanya satu minggu saja disana? Kok jadi satu bulan?][Tadinya memang
Bu Dara dan Rian sudah sampai dirumah kontrakan barunya, mereka masuk ke dalam setelah pemilik kontrakan tersebut memberikan kuncinya kepada mereka. Terlihat wajah masam tercetak jelas dimuka Bu Dara, tetapi ia tetap mengikuti langkah kaki anaknya masuk ke dalam."Ibu gak suka tempat ini Yan, sudah kecil bau pulak iyuhhhh." ucap Bu Dara sambil menutup hidungnya."Kenapa kamu tidak menyewakan sebuah apartemen saja sih atau membiarkan Ibu menginap dihotel." Bu Dara terus saja bersunggut didepan sang anak sambil bersidekap dada."Ini sudah termasuk rumah yang cukup untuk Ibu tinggal sementara Bu, lagian uang dari mana aku untuk menyewakan Ibu sebuah apartemen? Ibu tahu sendiri gaji aku kecil dan aku juga sudah tidak punya tabungan karena habis untuk pesta pernikahan waktu itu. Aku gak bisa memghabiskan uang ini begitu saja Bu." jawab Rian."Tega ya kamu sama Ibu, kamu membiarkan Ibu kandung kamu sendiri tinggal ditempat kumuh dan kecil seperti ini. Tapi kalian malah tinggal ditempat yang
Tok tok tokSuara pintu diketuk dari luar, membuat atensi kedua orang yang tengah berpelukan diruang tamu itu teralhikan. Joana beranjak dari sana untuk membukakan pintu. Ia kaget saat melihat Rian berada didepannya, dengan wajah menunduk.Ya Rian datang untuk menemui Joana, setelah memantabkan hatinya jika sang istri saat ini berada dirumah kedua orang tuanya. Rian meminta untuk dapat berbicara empat mata dengan Joana karena ada hal yang harus mereka bahas hanya berdua, tanpa memgurangi rasa hormatnya kepada Ibu mertuanya. Ia meminta izin terlebih dahuku kepada Bu Jeni."Untuk apa kamu datang kesini lagi? Bukankan aku ini sudah tidak penting lagi untuk kamu!" ujar Joana yang masih kesal dengan tingkah suaminya itu."Bu, bolehkan saya berbicara hanya dengan Joana saja dulu?" tanya Rian, Bu Jeni hanya mengangguk kemudian pergi dari sana. Namun ia tetap memantau keduanya dari dalam rumah."Kamu mau apalagi Mas? Aku rasa kita sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.""Aku minta maaf
Sementara itu diluar kota sana, Silvi sedang menemani Tio untuk mengurus bisnisnya. Kebetulan sekali itu adalah tempat kelagiran Tio, karena saat ini mereka berada dikota tersebut maka Tio memutuskan untuk mengajak Silvi ke rumahnya. Sebelumnya beberapa hari yang lalu mereka hanya menginap dihotel, sebenarnya waktu itu Tio sudah mengajak Silvi ke rumah orang tuanya langsung namun Silvi menolak. Dengan alasan karena orang tua Tio belum mengetahui secara langsung pernikahan mereka, apalagi mereka baru menikah secara siri.Kedua orang tua Tio hanya tahu Zara sebagai menantu mereka, makanya Silvi butuh waktu untuk mempersiapkan diri untuk bertemu dengan orang tua suaminya itu.Mobil yang dikendarai oleh Tio dan Silvi sudah memasuki pelataran rumah, degub jantung Silvi seakan bekerja lebih cepat dari biasanya. Ia deg degan karena sebentar lagi akan bertemu dengan mertuanya, semoga saja orang tua Tio bisa menerimanya dengan baik."Sayang, ayo turun kita sudah sampai." ucap Tio sambil memega
"Oke, maaf kalau membuat kamu tidak nyaman Ri. Sebenarnya aku hanya ingin minta maaf saja sama kamu dan anak kita atas apa yang dulu aku lakukan sama kalian berdua, aku sangat memyesal sekali. Jika waktu dapat diputar kembali aku ingin mempertahankan kalian disamping aku Ri." ujar Rian dengan berkaca kaca."Aku harap kamu mau memaafkan semua kesalahanku."Mungkin ini yang dinamakan penyesalan, penyesalan yang membuat siapapun yang merasakannya menjadi sesak. Ya penyesalan memang selalu datang diakhir, karena kalau diawal namanya berubah menjadi pendaftaran. Apalagi ketika kita masih mempunyai sedikit rasa yang terpendam untuk orang itu, tetapi orang itu lebih bahagia bersama dengan yang lain dari pada dengan dirinya."Aku sudah memaafkan kamu sejak lama, tapi kalau untuk melupakan semua yang telah terjadi rasanya masih sulit. Apalagi saat kamu mengusir aku dan menjatuhkan talak, tidakkah kamu perduli dengan anak kamu yang masih sangat kecil? Semuanya masih membekas diingatan ini, jik
Esok hari,Riri bangun lebih dulu dari pada suamuinya, ia tersenyum mengingat kejadian semalam. Padahal awalnya ia sedang menangis bahkan Kevin juga terlihat emosi karena perkara mantan suami Riri, namun malah berujung pada kegiatan panas mereka. Ia melihat wajah Kevin yang terlelap dengan damai. Riri meringis ketika baru menurunkan kedua kakinya kebawah, area sensitivnya begitu nyeri ."Ssshhh, aduuhhh. Nyeri sekali rasanya, astaga suamiku itu yah benar benar deh membuat aku menjadi susah berjalan saja. Hampir aja semalam aku dibuat pingsan olehnya!" celoteh Riri.Riri berjalan dengan posisi sedikit ngangkang, semalam Kevin benar benar menggempurnya habis habisan. Meskipun lembut karena tak ingin menyakiti anak dalam kandungan istrinya, nyatanya Kevin seakan tidak mengenal lelah hingga memintanya sampai beberapa ronde. Mungkin jika semalam Riri tidak sampai tertidur, Kevin akan mengajaknya berolah raga sampai pagi.Setelah selesai membersihkan dirinya dan tampak lebih segar, Riri kem
"Mmmm, Sayang..." ucap Riri."Yaa?""Ituuu, kamu tidak mau pakai bajukah? Itu belalai sampai melambai lambai kesana kemari loh!"Ucapan Riri sukses membuat Kevin tersadar, dan dia langsung menoleh ke bawah. Dan benar saja ternyata dia tidak memakai apapun, astaga!"Aaaaaaaaaaa....." teriak Kevin.Astoge!Kevin berteriak kencang, sampai Riri menutup kedua telinganya yang terasa berdenging bahkan matanya pun ikut tertutup saat ini. Baru kali ini Riri mendengar suaminya itu berteriak seperti itu, dan itu sukses membuatnya terkejud."Astaga! Sayang. Kenapa berteriak sih!" teriak Riri juga karena kalau ia berbicara dengan nada biasa pasti tidak akan terdengar oleh Kevin, karena saking kencangnya pria itu berteriak."Eh, kok pakek nanya sih sayang. Aku kan malu sama kamu!" ucap Kevin.HahRiri melongo, "Buat apa malu, kan aku udah sering lihat! Kalau kita sedang berolahraga Mas.""Eh, iya ya. He he he, lupa."Doeng.....Riri menepuk keningnya sendiri melihat tingkah sang suami, sedangkan or
"Saya paham. Terima kasih Dok.""Berarti istri saya diperbolehkan pulang kan?""Iya Tuan."Setelah selesai, Dokter Selena dan para petugas medis kembali ke ruangannya sendiri sebab masih harus menangani pasiennya yang lain. Tepat saat itu Mami sudsh kembali ke ruangan Riri bersama dengan Kayla.Namun Maria heran karena Kevin sedang bersiap untuk kembali menggendong Riri."Lho, mau dibawa kemana menantu Mami Vin?""Pulang Mi." jawab Kevin."Pulang?" beo Maria."Iya, Riri hanya kelelahan saja dan kekurangan cairan jadi tidak perlu dirawat inap Mi.""Tunggu, maksudnya kelelahan? Memangnya Riri masih mengerjakan aktivitas yang berat berat?""Mmmm, n-nggak Mi. Hanya saja semalam kami...." ucap Kevin menggantung."Astaga Kevin! Jadi istrimu begini karena kelakuan kamu?""He he, maaf Mi.""Ya sudah ayo kita pulang sekarang." ujar Maria berjalan terlebih dahulu."Eeehh, kamu mau ngapain?" tanya Maria ketika ia berbalik badan dan melihat Kevin yang akan kembali menggendong tubuh Riri."Ya mau