[Suamimu selingkuh. Datanglah ke Fisherman's resto di Mapo Gu Street pukul 10.30]
Ava mengernyit ketika tiba-tiba saja ponselnya berdenting dan muncul sebuah pesan dari nomor asing."Nomor telepon yang anda tuju tidak terdaftar, mohon periksa—""Aneh!" Alis Ava yang samar saling bertautan dan langsung menutup panggilan tersebut. Dia bukan menelpon suaminya, tetapi menghubungi nomor yang mengirim pesan dan memberitahu Ava bahwa suaminya berselingkuh.Itu bukan pertama kalinya Ava menerima pesan dari nomor asing. Kalau dipikir-pikir lagi, sejak suaminya menjadi manajer, setiap bulan Ava selalu menerima pesan dari nomor asing yang berbeda-beda.Lalu, ketika dia mencoba menghubungi nomor tersebut, operator mengatakan kalau nomor tidak terdaftar atau berada di luar jangkauan.Padahal, jelas-jelas Ava menerima pesan masuk dari nomor tersebut dua menit lalu. Namun, faktanya nomor-nomor yang mengirimi pesan tidak bisa dihubungi. Jadi, Ava berpikir kalau pengirim pesan hanya orang iseng.Pesan itu mengabarkan kalau Ava disuruh datang ke restoran pukul 10.30. Sekarang waktu menunjukkan pukul 10.05, dan baru dua jam Ava berada di tempatnya bekerja.Ava agak ragu-ragu untuk memercayai pesan dari pengirim yang tak jelas, tetapi dia tidak sungkan untuk menelpon sang suami dan memastikan pria itu pasti sedang sibuk."Hallo, James—""Kenapa, Ava?" tukas James dari seberang panggilan, suaranya berupa bisikan kasar dan dingin, diiringi gema suara pria yang tampaknya sedang memimpin rapat di sebuah ruangan. "Aku sedang rapat, ini baru dimulai lima menit lalu. Kamu kalau ada keperluan mendesak, telepon aku dua jam lagi, bosku sedang memimpin rapat.""Oh, tidak ada hal mendesak," sahut Ava sambil menggosok tengkuk dan menggigit bibir. "Aku hanya rindu mendengar suaramu.""Sekarang sudah mendengarnya?" timpal James sinis. "Apa kamu mau aku ditegur bos karena menerima panggilan saat rapat sedang berlangsung?""Ya, aku sudah mendengar suaramu," kata Ava kakul. "Kamu jangan lupa makan siang. Aku mencintaimu, James.""Ya. Aku tutup teleponnya sekarang."Ava mengembuskan napas lega. Seharusnya dia tak perlu menghiraukan pesan misterius itu karena sudah bisa menduga kalau suaminya pasti sibuk sampai tak ada waktu untuk berselingkuh.Si pengirim pesan memang hanya orang iseng, Ava memutuskan untuk kembali memusatkan perhatiannya pada pekerjaan dan mengetik laporan penjualan obat untuk diserahkan pada Sarah, atasan sekaligus sahabatnya.Saat waktu menunjukkan detik-detik menjelang pukul 10.30, mendadak Ava tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaan karena memikirkan isi pesan.Padahal, sudah jelas-jelas James mengatakan dirinya sedang rapat yang akan berlangsung selama dua jam ke depan.Biasanya, Ava tidak menggubris dan segera menepikan pikiran buruk tentang James. Namun, kali ini Ava tak tahu mengapa dia tidak bisa mengendalikan pikiran itu.Terlebih lagi, semalam James menolak untuk berhubungan intim saat perayaan ulang tahun pernikahan mereka yang pertama.Memikirkan hal itu membuat Ava didorong rasa penasaran hingga nekat meninggalkan pekerjaan untuk segera pergi ke Mapo Gu Street.___Waktu menunjukkan pukul 11.20 ketika Ava baru saja turun dari taksi di depan restoran yang disebutkan si pengirim pesan misterius.Dia terlebih dahulu mengedarkan pandangan ke sekeliling parkiran mobil— memastikan adanya kemungkinan mobil James terparkir di sana. Bahkan, dia menyempatkan diri untuk berjalan mendekati BMW hitam yang serupa dengan milik James, tetapi ternyata mobil itu bukan milik suaminya.Nomor plat kendaraan itu berbeda, pikir Ava sambil meninggalkan pelataran parkir dan berjalan menuju restoran.Ketika Ava akan masuk, di saat bersamaan dari dalam restoran seorang pria berpakaian parlente menarik pintu kaca hingga terbuka. Lalu, kemudian pria itu terdiam sejenak di ambang pintu. Tubuhnya yang tinggi menjulang agak sedikit menghalangi Ava saat akan berjalan masuk. Mau tak mau Ava mendongak dan mendapati wajah pria bermata gelap menatapnya sepintas lalu.Pria itu menahan pintu dan memberi jalan bagi Ava, kemudian pergi begitu saja.Ava berjalan masuk sambil mengedarkan pandangan ke seantero restoran yang lumayan ramai.Sekarang memang sudah mendekati waktu makan siang. Tak heran jika tempat yang menyajikan berbagai hidangan seafood itu tampak disesaki pengunjung.Belum jauh mata Ava berkeliling, dia sudah bisa melihat sesosok punggung pria yang tak asing. Dia tak tahu tadi pagi suaminya memakai pakaian apa karena James sudah pergi sebelum dia bangun.Akan tetapi, pria berambut hitam cepak yang duduk berdampingan dengan seorang perempuan berambut pirang seakan menunjukkan siluet James.Untuk beberapa saat, jantung Ava terasa berhenti berdegup sewaktu tatapannya tertuju pada pemilik rambut pirang bergelombang di samping pria itu.Rasa-rasanya dia merasa akrab dengan wanita tersebut, meski belum melihat wajahnya.Tanpa bisa dicegah, kaki Ava bergerak melangkah mendekati meja mereka, lalu mendengar suara James yang begitu mesra saat berbicara pada perempuan di sampingnya."Kamu sudah yakin akan memilih tema pernikahan kita dengan suasana outdoor, Scarlett?"Ada rasa sakit yang tiba-tiba menghantam ulu hati Ava ketika mendengar bagaimana cara James berbicara yang terkesan sangat memanjakan. Nada bicara yang sudah lama tidak Ava dengar.Namun, bukan hanya itu saja yang membuat Ava merasa terguncang, tetapi nama perempuan yang disebutkan suaminya seakan langsung menusuk palung hati Ava.Benarkah wanita itu adalah Scarlett, sahabat kuliah Ava yang bahkan empat bulan lalu mengundang Ava hadir ke acara ulang tahunnya yang ke 24?"Tentu saja. Sudah kukatakan kalau tema yang kupilih adalah pernikahan impianku, James. Dan ayahku tak akan memedulikan semahal apapun biaya yang diperlukan untuk melangsungkan pesta pernikahan kita.""Tapi, Scarlett, bagaimana mungkin kita akan menyelenggarakan pesta mewah jika Ava—""Ayolah, James," tukas Scarlett serius. "Kita bukan satu atau dua kali membahas ini. Aku adalah Scarlett Lautner, anak dari seorang Erik Lautner. Ayahku hanya cukup menjentikkan jari untuk mengabulkan apa yang menjadi keinginanku. Sudah kubilang kalau pesta pernikahan kita akhir tahun nanti akan digelar di Maldives dan hanya orang-orang tertentu saja yang diundang, juga dilakukan sangat tertutup. Penjagaan pasti berjalan ketat karena aku tak ingin tamu-tamu yang hadir mengambil foto pernikahan kita tanpa izin. Untuk itulah aku ingin ada catatan khusus dalam undangan kita agar para tamu tidak membawa ponselnya. Lagi pula, mereka tidak akan diizinkan masuk jika tidak mengikuti prosedur yang berlaku."Sesak dada Ava mendengar penjabaran yang diucapkan Scarlett dengan penuh antusias. Lebih sesak lagi ketika dia melihat James merangkul bahu Scarlett ke dalam pelukan dan mencium puncak kepalanya."Oh, James, aku tak sabar lagi menunggu momen itu tiba," kata Scarlett sambil meletakkan kepala di pundak James, suaranya terdengar begitu manja dibuat-buat."Anak kita akan lahir tujuh bulan lagi. Saat dia lahir, aku ingin kita sudah berstatus sebagai suami istri. Dan Maldives adalah pilihan yang tepat untuk menjadi tempat tinggal aku dan anakku saat kamu bersama Ava—""Kenapa harus bersembunyi di Maldives?" Ava tak tahan lagi dan segera menghampiri mereka dengan wajah merah padam, sedangkan napasnya memburu dikuasai amarah.James dan Scarlett seketika berdiri serentak dan menoleh ke arah suara.Keterkejutan luar biasa tampak jelas tergambar dari wajah James saat berkata dengan kasar, "Ava? Kenapa kamu ada di—""Pengkhianat! Manusia busuk!" serang Ava dari balik giginya yang bergemeretak.Mata Ava berkilat-kilat saat menatap tajam pada suaminya.Selama hidup berumah tangga dengan James, Ava tak pernah sebegitu marah seperti sekarang. Namun, dia juga tak ingin menjadi pusat perhatian para pengunjung restoran dan mengganggu kenyamanan mereka.Tatapan Ava beralih pada Scarlett yang kini menyunggingkan senyum mengejek kepadanya sambil menyilangkan kedua lengan di depan dada."Kenapa harus bersembunyi di Maldives, Scarlett?" Ava mengulangi pertanyaannya dengan serius. "Kamu takut padaku karena sudah menjadi wanita simpanan dari suami sahabatmu sendiri?""Apa kau bilang? Wanita simpanan sahabat sendiri?"Scarlett melemparkan tatapan menghina pada Ava sambil memindai penampilannya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Ava hanya mengenakan blouse putih tangan panjang dan dipadu rok pensil abu di bawah lutut. "Kapan tepatnya aku pernah bersahabat dengan karyawan rendahan sepertimu?" cemooh Scarlett dengan sorot merendahkan.Ava tertegun sejenak mendengar ucapan dan tatapan Scarlett yang begitu menusuk. Baru saja dia ingin membuka mulut, Scarlett lebih dulu berbicara sambil melambaikan tangan. "Ah, siapa sebenarnya yang dijadikan wanita simpanan James?" cibir Scarlett dengan senyum licik. "Kamu atau aku? Biar aku tebak, kamu tak kunjung hamil karena James tak mau tidur denganmu sejak kalian menikah, bukan? Lihatlah, sepertinya dia begitu mencintaiku sampai bersedia memenuhi permintaanku. Aku bilang dia boleh menikah denganmu, tapi aku melarangnya tidur denganmu. James hanya milikku, Ava …""Kamu—""Uh … ya, aku lupa," Scarlett dengan lic
"Beraninya kamu mengatakan kalau aku bajingan?!" Napas James bergemuruh diselimuti amarah sampai matanya yang membulat hampir melompat keluar dari kelopaknya. "Apa kamu bisa bersikap lebih tidak tahu malu lagi, Ava?! Kamu pikir siapa dirimu? Kamu hanya seorang anak dari penjaga toko yang menggantungkan hidup padaku! Kamu pikir apa yang pantas untuk dibanggakan dari seorang istri pemalas sepertimu yang kerjanya hanya tidur? Kamu dan ibumu sama saja. Kalian menjadikan aku sebagai sapi perah untuk kelangsungan hidup kalian. Apa kamu lupa aku bahkan sudah merenovasi rumah jelek ibumu itu sampai menghabiskan—""Cukup!" Ava meraung marah sampai dia tak tahan ingin balas menampar suaminya. Namun, dia masih berusaha mengendalikan diri dan emosional— meski saat itu juga Ava langsung mati rasa atas perbuatan kejam suaminya. Dengan rahang mengencang Ava berkata, "Kesalahanmu jelas ada di depan mata, tapi kamu justru memutarbalikkan fakta-fakta yang tidak penting sampai mengungkit hal yang tak
Ditunjuk dan disudutkan seperti itu oleh Scarlett tentu saja membuat wajah Ava seketika pucat. Ava tak terima jika semua kesalahan itu ditujukan kepadanya, tetapi Ava memang mengakui kalau dia datang dan berniat menyiramkan kopi pada Scarlett. Semua itu adalah tindakan refleks karena dia begitu sakit hati oleh suami dan sahabat yang sudah mengkhianati Ava sebegitu brutal.Namun, keributan itu tidak akan berlangsung sedemikian parah jika saja ibu James tidak muncul dan mendorongnya hingga terjatuh, lalu kini penampilan Ava tampak menyedihkan dengan blouse putih dan rok yang basah karena tersiram kopi panas. Ava tak ingin menyeret lebih banyak orang lagi setelah barusan melihat pramusaji ditindas oleh Scarlett. Sekarang muncul lagi pria asing yang terganggu dengan keributan yang terjadi, dan Ava tak ingin membuat dirinya lebih malu karena menjadi pusat perhatian hampir semua pengunjung. Meskipun pria bertubuh jangkung yang datang itu berpenampilan formal layaknya seorang eksekutif mu
"Kenapa kamu datang di jam seperti ini?"Ava kira ibunya tidak akan ada di rumah di jam satu siang seperti sekarang. Oleh sebab itulah dia memutuskan datang ke rumah orang tuanya guna menenangkan pikiran dari hal luar biasa yang baru saja menimpanya."Kenapa ibu tidak pergi ke toko?" Ava berjalan masuk dan duduk di kursi yang berhadapan dengan sang ibu.Maria yang sedang menyortir bunga-bunga segar untuk dibawa ke toko langsung terdiam dan menatap sekilas wajah anak perempuannya yang terlihat habis menangis."Kenapa malah balik bertanya?" tegur Maria keras dan tak ingin mempertanyakan apa yang membuat Ava tampak kacau. "Kamu tidak pergi bekerja?""Hanya setengah hari." Ava mencondongkan tubuh ke depan, lalu membantu ibunya menyortir sekumpulan bunga-bunga hias tersebut sesuai jenisnya. "Bu …"Ibunya bersikap acuh tak acuh dan tak menggubris suara lirih anak perempuannya. Dia selalu kesulitan jika dihadapkan pada situasi yang melibatkan emosi."Bu …," panggil Ava lagi ketika sang Ibu b
"Aku mencintai Ava, dan sampai kapan pun aku tidak akan menceraikannya!" James berkeras membela diri dihadapan ibu Ava. "Aku hanya berusaha menyenangkan Ava agar dia bisa hidup layak dan terbebas dari kemiskinan hingga—""Dengan cara menyakiti hatinya, mengkhianatinya, dan membohonginya?" pungkas Maria dingin. "Kamu ingat apa yang aku katakan saat menyerahkan putri semata wayangku kepadamu di depan pendeta satu tahun lalu?"Maria tidak menunggu jawaban James, dan mereka bisa melihat wajah tampan pria itu kini mendadak pucat mendengar pertanyaan Maria."Aku menyerahkan putriku padamu untuk kamu jaga dan kamu cintai. Begitulah yang aku katakan padamu, kamu ingat, James?" Maria mengingatkan dengan tegas. "Dan jika suatu hari kamu sudah tidak mencintainya lagi, kamu harus mengembalikan dia padaku alih-alih menyakitinya dengan pengkhianatan. Tapi apa yang kamu lakukan terhadapnya?"Maria menahan diri agar napasnya tetap stabil saat menambahkan, "Ah, James ... barusan sekali aku hampir tida
"Tunggu!"James mengulas senyum penuh kemenangan karena dia tahu betul kalau sang istri tak bisa jauh darinya. Sambil mempertahankan senyum lebar, James berbalik menghadap Ava dan berkata dengan percaya diri, "Lihatlah, aku belum jauh pergi, kamu sudah memanggilku. Kamu memang tak bisa jauh dariku, Ava. Aku tahu benar kalau kamu membutuhkanku."Ava mendengkus dingin. "Akan aku buktikan kalau aku bisa hidup jauh lebih baik setelah terlepas dari pria busuk sepertimu!" Setelah mengatakan itu, Ava menarik lepas cincin pernikahan yang melingkari jari manisnya. Dengan air muka mengeras dia melemparkan cincin tersebut ke wajah James, lalu cincin itu terjatuh dan berdenting di atas lantai. "Bawalah pergi cincin pernikahan itu!" ujar Ava tegas. "Pergi dan bawa semua kebusukanmu, James. Aku membencimu dengan segenap jiwaku!"Setelah melemparkan cincin pernikahannya, Ava tak ingin melihat wajah James lagi dan langsung menutup pintu keras-keras.Dia berdiri gemetaran, bersusah payah agar tidak
"Di mana laporan yang aku suruh kumpulkan?"Ava memegangi kepala yang rasanya hampir meledak. Gara-gara masalahnya dengan James Ava sampai lupa dan tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. "Sarah, maafkan aku," kata Ava penuh sesal. "Aku sedang mengalami masalah sampai lupa menyelesaikan laporan yang sejak pagi kamu minta buatkan, aku sekarang ada di rumah ibuku dan—""Mati aku!" gerutu Sarah dari seberang panggilan. "Apa kamu tidak tahu kalau sekarang ini mendekati akhir bulan, Ava? Aku butuh laporan itu karena nanti sore akan diserahkan pada tim audit. Kamu tahu kan akhir-akhir ini terjadi kasus penggelapan penjualan vaksin di perusahaan? Ya Tuhan, Ava ... kamu membuatku berada dalam masalah besar."Suara Sarah tidak terdengar marah sedikit pun, tetapi tetap saja Ava merasa bersalah. "Sarah, maaf, tadinya aku berniat masuk kerja setengah hari. Tapi sekarang aku akan pergi ke perusahaan dan—""Ava, kamu ada masalah apa, Sayang? Terlepas dari posisiku di perusahaan yang sebagai a
Scarlett yang 4 bulan lalu bersenang-senang bersama kita saat pesta ulang tahunnya?"Ava mengangguk kecil. Dia tidak ingin banyak bicara karena itu artinya sama saja dengan mengorek-ngorek luka sendiri. Dia butuh menenangkan diri agar emosinya tidak meledak-ledak.Sarah tak tahu apa yang saat ini dia rasakan. Antara percaya dan tidak percaya pada apa yang diungkapkan Ava tentang Scarlett dan James."James terkutuk!" Akhirnya Sarah menggeram kesal saat menyadari kalau selama ini dia memiliki penilaian yang salah tentang suami Ava sekaligus senior mereka saat di universitas.Bahkan, Sarah dan Scarlett tahu benar seperti apa saat James mendekati Ava agar mau menerima cintanya. Jadi, ketika Ava memutuskan untuk menerima James setelah pria itu merayunya bertahun-tahun, Sarah ingat dirinya dan Scarlett jelas berbahagia untuk Ava. Sampai melabeli Ava sebagai gadis beruntung karena mendapatkan pria setampan James hingga membuat para perempuan iri.Namun, sekarang Sarah sadar kalau Scarlett ya
Sementara Rick langsung menginterupsi kepala pelayan agar menyelidiki lebih jelas. Sena membawa bukti liontin yang ditemukan di kamar Maria, tentu saja itu membuktikan pelakunya adalah beliau.Hanya saja, Rick percaya masalah ini sama sekali tak ada hubungannya dengan Maria. Akhirnya dia meminta Sena untuk menyelidiki dengan cara lebih spesifik.Satu jam kemudian.Sena datang ke ruang kerja Rick."Tuan, masalah yang terjadi kali ini adalah kelalaian saya. Maaf, membuat hubungan Anda dengan Nyonya Maria menjadi retak," kata Sena, penuh sesal. Dia sudah bertahun-tahun bekerja di bawah naungan Esmee, tetapi masalah kali ini berakibat fatal."Jadi, siapa pelakunya?" Rick berkata dengan dingin."Pelayan yang baru bekerja dua bulan lalu, tetapi karena ketakutan, akhirnya dia menyimpan liontin Nyonya besar di kamar Maria." Sena menunduk menjelaskan dengan terperinci.Rick menyipitkan mata sebelum berkata, "Pergilah, urus kompensasi yang pantas. Jangan biarkan dia bekerja di sini lagi, cari p
Keesokan harinya.Meskipun saat itu adalah akhir pekan, Rick dan Ava tetap bangun lebih awal karena harus bekerja di laboratorium.Ketika turun, Maria sedang berjibaku memasak di dapur."Bu, biar pelayan yang mengurusnya," kata Ava dengan prihatin.Maria tersenyum sebelum menjawab, "Aku tak mungkin diam di sini tanpa melakukan apa pun."Ava menghela napas panjang, tentu saja dia tahu sang ibu tak bisa dilarang, dan dia tahu jelas apa yang ada dalam pikiran Maria."Kita lakukan bersama," kata Ava.Ketika Rick turun, sarapan di meja makan sangat biasa. Hanya pancake caramel polos, salad buah, dan secangkir espresso untuk Rick. Jika dibandingkan sarapan berat Keluarga Martinez, ini terlalu sederhana.Ava melihat wajah Rick, beruntunglah pria itu tak menampakkan ekspresi apa pun. Padahal jelas betul dia tak suka makanan manis. Ava menyiapkan beberapa lembar pancake di atas piring untuk Rick."Suka sarapan ini?" tanya Rick dengan lembut."Tentu, Putriku tak bisa lepas dari makanan manis. A
Satu jam kemudian, mereka tiba di tempat tujuan.Saat keluar dari mobil, Rick tak melepas tangan Ava, menggenggam dengan erat sebelum berkata, "Istriku, tenanglah."Rick menghubungi Felix agar datang dan mengurus kekacauan.Hati Ava bagai tertusuk duri saat melihat Maria duduk tak berdaya di atas tanah. Dia langsung berlari memeluk ibunya yang tersedu-sedu."Putriku, siapa yang sudah tega menghancurkan rumah kita? Rumah kita yang seperti ini bagaimana mungkin mereka bisa menghancurkan hingga seperti ini."Mata Ava terasa panas saat mengusap-usap punggung sang ibu. Ditatapnya kondisi rumah mereka, lebih kacau dari kerusakan yang dibayangkan. Semua jendela hancur, barang biasa dan benda berharga bagai tumpukan sampah, pecah berkeping-keping.Dalam rumah yang tak besar itu dirinya dibesarkan oleh Maria. Detik berikutnya, lutut Ava gemetaran. Dia menggigit bibir dengan erat, tak ingin air mata jatuh di depan Rick dan sang ibu."Bu, tidak apa-apa. Ada aku, putrimu. Kita renovasi dari awal,
‘Kembalikan anakku!’"Tuan James, tolong jangan sembarangan bicara!" Suara Rick tak kalah dingin. Pandangan kedua pria itu sama-sama mencekam."Aku tidak sembarang bicara. Scarlett tidak akan keguguran jika Ava tidak mendorongnya." James bersikeras menekan."Perhatikan ucapan Anda! Sedikit hempasan tidak akan membuat orang terjatuh hingga keguguran," timpal Rick, tegas.Rick jelas tahu betul. Jika benar itu penyebabnya, berarti sudah dipastikan dari awal kehamilannya tidak kuat. Atau, mungkin ibu hamil tidak dalam kondisi yang baik untuk mengandung."Ava, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Bukan kali pertama aku melihatmu berusaha mencelakai Scarlett! Kamu benar-benar manusia berdarah dingin!" James tak puas mencecar Ava."Aku tidak, a-aku tidak pernah mencelakai dia," jawab Ava, terbata-bata. Tak dapat dipungkiri, dia saat ini sangat tertekan."Jangan mengelak lagi, Ava. Aku akan membalas ….""Anda tak punya cukup bukti untuk menuduh istriku. Jaga batasan Anda!" Rick tegas mem
Ava bergegas masuk dan mendorong James sambil berkata, "Apa kalian tidak mengerti Dokter Rick sudah menolak? Tolong hargai keputusannya!"James mendelik tajam menatap Ava. "Orang yang akan mati pun tidak ditolong? Ava, begitukah sifat suamimu?" James bertanya dengan sinis.Ekspresi Ava seketika menggelap. Dia tak terima saat seseorang menjelekkan suaminya."Aku percaya padanya. Dokter Rick memiliki alasan tersendiri, untuk apa kalian masih bersikeras di sini? Seberapa kuat kalian berusaha tetap tidak artinya 'kan?" Ava menegaskan kata-katanya.Rick yang berdiri di belakang Ava, diam-diam tersenyum tipis mendengar bagaimana sang istri membelanya. Ingin sekali rasanya memeluk wanita mungil itu. Hatinya terasa hangat. Ah. Ava sungguh sempurna di mata Rick.Scarlett tiba-tiba meraung. "Jika ada dokter yang bersedia menangani bibiku, aku tak sudi datang memohon padanya!"Ava tersenyum sinis sebelum menjawab, "Nona Scarlett, jika tak ada dokter yang bersedia, itu berarti masalah ada pada di
Kediaman Keluarga Martinez.Ketika selesai makan malam, Ava berencana mengganti perban Rick. Selama suaminya terluka, selalu Rick sendiri yang mengganti karena dia tak tahan melihatnya.Berbeda dengan malam ini. Sejak tadi siang, Avabmempertimbangkan untuk kembali meraih cita-cita sebagai dokter. Dia berpikir sepertinya sekarang harus mulai berani menangani luka bakar di tangan Rick.Saat di universitas dulu, dia tentu sudah belajar tentang perawatan dasar. Jadi cukup mengerti bagaimana menangani luka Rick.Hanya saja, setiap melihat luka di tangan Rick dia merasa tidak sampai hati. Lukanya memang tak besar, tetapi cukup membuat hati Ava terasa sakit."Tidak tega?" Rick mengangkat wajah Ava.Ava mendongak, sinar matanya memancarkan kerapuhan yang menyayat-nyayat hati. Detik selanjutnya, dia menghindari tatapan Rick."Tidak juga," jawab Ava, mengelak.Rick meraih dagu sang istri agar tetap menatapnya sebelum kembali bertanya dengan lembut. "Air mata saat itu bukan menangis untukku, hmm
Hari mulai gelap, Ava masih berdiri menunggu sang sopir menjemput yang sedikit terlambat dari biasanya.Saat itu, sebuah taksi melaju dengan lambat. Tiba-tiba, taksi itu berhenti di depan Ava. Ketika pintu taksi terbuka, sosok tubuh yang akrab datang menghampiri Ava.Riana dengan rambut yang berantakan, mengenakan pakaian pasien hijau muda, seperti orang gila. Dia ingin menjatuhkan Ava.Ava sempat mematung karena terkejut bahwa wanita itu adalah ibu James. Riana menarik Ava ke dalam taksi."Bibi, lepaskan aku." Ava mencoba melawan, mendorong Riana.Riana sedikit terhuyung hingga cengkeramannya terlepas."Ava, dasar jalang! Karna putraku tak bisa dirayu lagi, jadi kau membenci putraku? Karena dia menceraikanmu, dan sekarang kamu balas dendam padanya?" Riana menangis dengan keras, memarahi Ava.Seperti biasa, dua pengawal Ava datang dengan cepat melindungi. Namun, kerusuhan yang dibuat Riana membuat mereka jadi pusat tontonan.Riana seolah memanfaatkan situasi untuk membuat Ava malu. "M
Ketika mereka tiba di rumah sakit, tentu saja Rick harus mengobati luka bakarnya. Ava terus memegang Rick, tidak ingin melepaskan.Rick menaikkan alis, dengan senyum hangat dia berkata, "Tunggu di luar saja, ya? Lukanya mengerikan."Ava terdiam, meninggikan bahu. Tak ingin jauh dari suaminya."Nyonya Rick, patuh, ya. Hmm?" Rick mengusap kepala Ava dengan sayang.Ava ingin menetap di sisi Rick. Hanya saja, Dokter dengan cepat masuk ke ruangan. Mau tak mau dia melepaskan tangan Rick dan keluar dari ruangan, tetapi hatinya merasa tidak tenang.Tiga puluh menit berlalu.Rick keluar dengan tangan yang sudah diperban, tetapi masih bebas bergerak. Ava memikirkan terakhir kali tangan Rick terluka karena melindunginya dari serangan Riana, kali ini tangannya terluka lagi. Ekspresi Ava berubah semakin khawatir."Apa perlu tinggal di rumah sakit untuk dirawat?" tanya Ava pada Dokter yang menangani Rick."Tidak perlu, periksa sesekali saja untuk memastikan lukanya tidak infeksi," jawab Dokter itu
Keesokan harinya.Ava pergi ke laboratorium seperti biasa. Ketika akan turun dari mobil, dari kejauhan tampak sosok James sedang bersiap keluar dari rumah sakit.Tubuh James terdapat banyak luka, wajahnya juga cukup memar sangat parah. Orang suruhan Rick cukup kuat memukulnya.Ava sejenak menunggu hingga James masuk mobil, dia melihatnya seperti biasa. Namun, sebagian orang menatapnya dengan Intens.Setelah memastikan James sudah ke mobil, berulah Ava turun. Sialnya, Scarlett ternyata baru saja menebus obat. Wanita itu menghadang Ava."Ava, apa kamu memukuli James?" Scarlett bertanya dengan marah.Ava menaikkan alis sebelum menjawab, "Apa kamu pikir aku bisa melukai hingga seperti itu?" Ava menyipitkan, suaranya begitu dingin.Scarlett memelototi Ava. "Bukan, tapi kamu menyuruh orang melakukannya. Apa kamu masih belum bisa melepaskan James? Minggu depan kami akan menikah, sekarang harus ditunda lagi karena James babak belur. Kamu benar-benar jahat Ava!"Ava mengerutkan alis, terheran.