"Aku mencintai Ava, dan sampai kapan pun aku tidak akan menceraikannya!" James berkeras membela diri dihadapan ibu Ava. "Aku hanya berusaha menyenangkan Ava agar dia bisa hidup layak dan terbebas dari kemiskinan hingga—"
"Dengan cara menyakiti hatinya, mengkhianatinya, dan membohonginya?" pungkas Maria dingin. "Kamu ingat apa yang aku katakan saat menyerahkan putri semata wayangku kepadamu di depan pendeta satu tahun lalu?"Maria tidak menunggu jawaban James, dan mereka bisa melihat wajah tampan pria itu kini mendadak pucat mendengar pertanyaan Maria."Aku menyerahkan putriku padamu untuk kamu jaga dan kamu cintai. Begitulah yang aku katakan padamu, kamu ingat, James?" Maria mengingatkan dengan tegas. "Dan jika suatu hari kamu sudah tidak mencintainya lagi, kamu harus mengembalikan dia padaku alih-alih menyakitinya dengan pengkhianatan. Tapi apa yang kamu lakukan terhadapnya?"Maria menahan diri agar napasnya tetap stabil saat menambahkan, "Ah, James ... barusan sekali aku hampir tidak mempercayai apa yang dikatakan putriku, tapi kedatanganmu dan pengakuanmu sudah berhasil membuat aku sadar kalau selama ini aku dan Ava tertipu oleh perangaimu ..."Maria memberikan tatapan tabah dan tegas saat mendesak, "Jadi, kuminta kamu sekarang ceraikan putriku karena bukan hanya Ava yang tidak menoleransi sebuah pengkhianatan. Tapi aku, ibu yang sudah membesarkan Ava selama 23 tahun dia hidup sebelum menikah denganmu, aku juga tidak akan memaafkan sebuah pengkhianatan. Ceraikan Ava, dan biarkan dia—""Tidak bisa!" Untuk pertama kalinya James menunjukkan kemarahan di depan Ava dan ibunya. "Aku tidak akan melepaskan Ava begitu saja!"James mengedarkan telunjuknya ke sekeliling ruangan sambil menggeram marah, "Semua ini … semua fasilitas yang jauh lebih baik dibanding rumah kumuh yang kalian huni sampai empat bulan lalu. Jika bukan aku yang merenovasinya, kalian selamanya akan tetap jadi warga miskin dan terhina. Jika bukan Scarlett yang berbaik hati dan bersedia mengeluarkan uangnya, maka kalian—""Kamu tak berhak menjadikan itu sebagai alasan untuk bisa menyakitiku!" Ava menyerang James dengan amarah yang nyaris meledak. "Kamu tak berhak menghina kehidupan kami sampai seperti itu, James. Aku dan ibuku tak pernah mengeluhkan kondisi kami kepadamu. Tak peduli seberapa kumuh dulu rumah ini, tapi di sinilah aku tumbuh besar dengan penuh kasih sayang. Kamu sendiri yang menginginkan renovasi rumah ibuku. Dan kalau aku tahu ini semua dari Scarlett yang bertujuan untuk membeli harga dirimu, sumpah mati aku lebih baik—""Sudahlah, Ava! Kamu cukup diam dan bersikaplah tidak tahu apa-apa seperti yang selama ini berlaku!" bentak James tajam. "Kamu cukup nikmati saja kehidupanmu yang sudah terbebas dari kemiskinan dan biarkan aku—""Aku ingin bercerai!" Ava mendesis dengan gigi bergemeretak. "Tak ada perempuan yang akan sudi berbagi hati jika—""Scarlett adalah bukti kalau dia mau berbagi hati dan berbagi kekayaannya untuk membebaskan kita dari kemiskinan!""Cukup, James!" pekik Ava tak terima. "Aku bukan Scarlett, dan Scarlett bukan aku. Jangan bandingkan aku dengan wanita jalang tak tahu diri yang bahkan menggoda suami dari sahabat—"Plak!Sekali lagi tamparan keras dilayangkan James di pipi Ava hingga wanita itu terhuyung-huyung."Jaga mulutmu, Ava! Dia sedang mengandung anakku, kamu tak berhak menghinanya. Dia jauh lebih baik daripada perempuan tak tahu diri seperti—""Keluar dari rumahku sekarang, James!" Ibu Ava menunjuk ke arah pintu sambil menarik Ava ke dalam pelukan. "Aku sendiri yang akan mengurus proses perceraian putriku agar kamu tahu kalau kamu tak layak menyakiti putriku—""Kamu menantangku, Maria?" James mendengkus pada mertuanya.James bertekad tak akan menceraikan Ava dan akan mempersulit wanita itu agar tak bisa lepas dari jeratnya."Oke ... aku akan menceraikan Ava jika kalian mengembalikan biaya yang selama ini sudah aku keluarkan! Mulai dari biaya makan, kosmetik, kebutuhan harian, pakaian, sampai biaya pengobatan yang sudah aku keluarkan setiap bulan saat putrimu yang payah itu mengeluh dismenore setiap kali menstruasi, juga biaya renovasi rumah ini. Kembalikan satu juta dolar padaku, maka aku akan menceraikan Ava.""Keterlaluan!" Ava mengabaikan rasa sakit akibat tamparan James yang begitu membekas di pipinya. "Satu tahun hidup bersamamu aku tak sampai menghabiskan biaya sebegitu banyak. Kamu jangan kelewatan seperti itu, James. Kamu tak bisa—""Aku bisa berbuat apa saja agar kamu tidak bisa lepas dariku!" James dengan mata memerah menegur Ava. "Aku tahu kamu tak akan mampu mengeluarkan uang sebesar itu. Maka kamu terima saja apa yang sudah seharusnya—""Aku tidak cukup bodoh untuk bertahan dengan laki-laki busuk seperti!" Mata Ava menyala-nyala diselimuti amarah sampai dia ingin mengambil pisau dan menusuk pria itu. "Pergi sekarang dari sini, dan tunggu sampai aku menggugat—""Sampai kamu mengembalikan uang satu juta dolar, aku pastikan kamu tak bisa menggugat cerai!" James melemparkan tatapan mencemooh. "Dan gajimu yang hanya 1000 dolar itu tak akan mampu membayar pengacara untuk menggugatku. Yang justru nantinya terjadi adalah kamu akan berlutut di kakiku untuk meminta maaf, lalu menerima keputusanku menikahi Scarlett ...."Suara James berubah tegas dan terkandung nada kesombongan saat menambahkan, "Perlu kamu tahu, Ava. Tidak ada pria yang akan menerima perempuan miskin dan tidak lulus kuliah seperti kamu, dan aku tahu kalau kamu tak bisa hidup tanpaku!""Aku bisa!" Ava akhirnya meraih payung yang menggantung di dinding dan berniat memukul James. "Kamu terlalu percaya diri sampai aku tak menduga diriku pernah sebegitu bodoh telah mencintaimu. Pergi kamu, Bajingan! Pergilah kamu ke neraka!"Sebelum payung yang dipegang oleh Ava berhasil mendarat di tubuh James, pria itu lebih dulu menjauh sambil mengibaskan jas dan bersikap begitu angkuh."Kita lihat saja." James tersenyum mengejek seolah-olah dia baru saja mendengar lelucon dari anak kecil. "Kamu tidak akan mampu hidup tanpaku, Mavesa Ludovic!"Setelah mengatakan itu, James melemparkan tatapan penuh ancaman pada Maria sebelum akhirnya dia berbalik dan meninggalkan rumah mereka.Saat James baru saja keluar dari pintu, Ava tiba-tiba melangkah cepat dan berseru, "Tunggu!""Tunggu!"James mengulas senyum penuh kemenangan karena dia tahu betul kalau sang istri tak bisa jauh darinya. Sambil mempertahankan senyum lebar, James berbalik menghadap Ava dan berkata dengan percaya diri, "Lihatlah, aku belum jauh pergi, kamu sudah memanggilku. Kamu memang tak bisa jauh dariku, Ava. Aku tahu benar kalau kamu membutuhkanku."Ava mendengkus dingin. "Akan aku buktikan kalau aku bisa hidup jauh lebih baik setelah terlepas dari pria busuk sepertimu!" Setelah mengatakan itu, Ava menarik lepas cincin pernikahan yang melingkari jari manisnya. Dengan air muka mengeras dia melemparkan cincin tersebut ke wajah James, lalu cincin itu terjatuh dan berdenting di atas lantai. "Bawalah pergi cincin pernikahan itu!" ujar Ava tegas. "Pergi dan bawa semua kebusukanmu, James. Aku membencimu dengan segenap jiwaku!"Setelah melemparkan cincin pernikahannya, Ava tak ingin melihat wajah James lagi dan langsung menutup pintu keras-keras.Dia berdiri gemetaran, bersusah payah agar tidak
"Di mana laporan yang aku suruh kumpulkan?"Ava memegangi kepala yang rasanya hampir meledak. Gara-gara masalahnya dengan James Ava sampai lupa dan tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. "Sarah, maafkan aku," kata Ava penuh sesal. "Aku sedang mengalami masalah sampai lupa menyelesaikan laporan yang sejak pagi kamu minta buatkan, aku sekarang ada di rumah ibuku dan—""Mati aku!" gerutu Sarah dari seberang panggilan. "Apa kamu tidak tahu kalau sekarang ini mendekati akhir bulan, Ava? Aku butuh laporan itu karena nanti sore akan diserahkan pada tim audit. Kamu tahu kan akhir-akhir ini terjadi kasus penggelapan penjualan vaksin di perusahaan? Ya Tuhan, Ava ... kamu membuatku berada dalam masalah besar."Suara Sarah tidak terdengar marah sedikit pun, tetapi tetap saja Ava merasa bersalah. "Sarah, maaf, tadinya aku berniat masuk kerja setengah hari. Tapi sekarang aku akan pergi ke perusahaan dan—""Ava, kamu ada masalah apa, Sayang? Terlepas dari posisiku di perusahaan yang sebagai a
Scarlett yang 4 bulan lalu bersenang-senang bersama kita saat pesta ulang tahunnya?"Ava mengangguk kecil. Dia tidak ingin banyak bicara karena itu artinya sama saja dengan mengorek-ngorek luka sendiri. Dia butuh menenangkan diri agar emosinya tidak meledak-ledak.Sarah tak tahu apa yang saat ini dia rasakan. Antara percaya dan tidak percaya pada apa yang diungkapkan Ava tentang Scarlett dan James."James terkutuk!" Akhirnya Sarah menggeram kesal saat menyadari kalau selama ini dia memiliki penilaian yang salah tentang suami Ava sekaligus senior mereka saat di universitas.Bahkan, Sarah dan Scarlett tahu benar seperti apa saat James mendekati Ava agar mau menerima cintanya. Jadi, ketika Ava memutuskan untuk menerima James setelah pria itu merayunya bertahun-tahun, Sarah ingat dirinya dan Scarlett jelas berbahagia untuk Ava. Sampai melabeli Ava sebagai gadis beruntung karena mendapatkan pria setampan James hingga membuat para perempuan iri.Namun, sekarang Sarah sadar kalau Scarlett ya
Ketika Ava menjawab pertanyaan Sarah dengan anggukan, Sarah menuturkan ujar, "Apa menurutmu ini tidak terlalu janggal, Ava? Rasanya seolah-olah kamu sengaja dijebak agar terlihat buruk di mata James, lalu dia akan mengibarkan bendera kemenangan karena berhasil menyingkirkanmu tanpa memperlihatkan caranya yang licik?"Ava berhenti makan dan memikirkan apa yang diduga Sarah. Semuanya terasa masuk akal, terutama ketika mengingat kalau James membandingkan Ava dan Scarlett yang sudah berbaik hati dan menerima posisinya sebagai istri kedua.Si pengirim pesan misterius itu memang Scarlett, mungkin kini Ava setuju dengan pendapat Sarah. Scarlett memang sengaja memancing dia agar datang dan meledakkan emosinya di depan James sampai dia tak bisa mengendalikan diri ingin menyiram Scarlett, lalu pria itu melindungi Scarlett dan bayi dalam kandungannya. Scarlett memang luar biasa. Sahabatnya itu memang terlalu licik sampai bisa menghancurkan kebahagiaan Ava hanya dalam satu gerakan, yaitu pesan
"James?"Ava dibuat terkejut ketika mengetahui bahwa pria yang membekap dan menyeretnya ke mobil adalah calon mantan suaminya sendiri. Bahkan, James dengan marah mencengkram pergelangan tangan Ava agar tidak melompat turun dari mobil sementara pria itu mengemudi. "Kau gila, James!" Ava meronta-ronta dari cengkraman James. "Lepaskan aku!""Tidak akan!" bentak James dengan kemarahan yang tidak lagi disembunyikan. "Karena kamu tidak mau diajak pulang dengan cara baik-baik, maka jangan salahkan aku jika menjadi sedikit kejam kepadamu.""Sedikit kejam kau bilang?" Ava mendengus dingin. "Setelah mengkhianatiku, dua kali menamparku, dan membawaku dengan cara diculik seperti ini, kau masih bilang yang kamu lakukan ini sedikit kejam? Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu lebih mengerikan daripada iblis yang muncul dari kegelapan?""Tutup mulutmu, Mavesha Ludovic!" James spontan mencengkram belakang rambut Ava hingga wanita itu merasakan lehernya nyaris patah. "Apa kamu tak bisa lebih patuh sedik
Tubuh Ava tergolek di atas brankar, didorong menuju ruang observasi, disusul para medis yang berdatangan kerja cepat saat melihat Rick datang membawa pasien.Ava menjalani pemeriksaan mengkhawatirkan dan mendetail, bertolak belakang dengan keinginan Ava untuk pulang, lantas dia dialihkan ke bangsal VIP."Aku ingin pulang," Ava melayangkan protes pada perawat. "Ini sungguh tidak perlu. Aku tahu kondisiku baik-baik saja."Rick berjalan masuk dengan langkah panjang, menyebarkan energi penuh semangat yang tak terbantahkan. Ruangan serba putih dengan dekorasi mantap itu seolah-olah dipenuhi oleh atmosfer asing yang seketika mengusir segala suasana menenangkan, sekaligus membuat perawat berangsur keluar dari kamar pasien."Kenapa aku ada di sini?" gumam Ava, suaranya agak sedikit menggigil ketakutan lantaran pria bertubuh jangkung itu berada di sana. "Maksudku ... kakiku hanya menginjak pecahan kaca, dan mereka sudah membersihkannya. Kenapa harus dirawat?""Telapak kakimu baru saja dijahit k
"Menikah denganmu?" Mulut Ava ternganga tak percaya mendengar ucapan Rick. "Ya," Rick menyahut singkat. "Kamu tidak mau?""Aku masih berstatus sebagai istri orang." Meski Ava memang ingin bercerai dari James, tetapi bukan berarti dia juga langsung ingin menikah dengan pria lain. Lagi pula, proses gugatan perceraian pun belum diajukan, dan Ava tak memiliki uang satu juta dolar agar James menceraikannya. "Oh, jadi kamu lebih senang mempertahankan pernikahanmu yang tak sehat itu, ya?" cibir Rick dingin. "Atau, apa kamu sangat membutuhkan suamimu yang bajingan itu sampai tak ingin bercerai darinya?""Aku tidak butuh pria seperti itu. Hanya ada beberapa tekanan yang membuatku tak bisa langsung mengurus perceraian. Apa kamu mengerti?" Ava menghela napas panjang-panjang, dan berusaha tenang saat menjelaskan hal tersebut kepada Rick. "Hmm, kebetulan sekali," komentar Rick sambil mengusap-usap bulu janggut usia dua hari dari rahangnya yang tegas. "Aku juga sedang mengalami sedikit tekanan
"Aku hanya memberimu waktu satu hari untuk mempertimbangkan tawaranku. Kamu bisa menghubungiku nanti. Kamu masih menyimpan kartu namaku, bukan?""Ya ... ya!" Ava mengangguk-angguk. "Aku masih menyimpannya.""Oke, kamu bisa menghubungiku setelah membuat keputusan."Dan setelah mengatakan itu, Rick langsung pergi dari bangsal pasien untuk menjawab panggilan. Selanjutnya, Ava merasa lega karena Rick masih tidak kembali dalam waktu satu jam. Untuk itulah dia memanfaatkan situasi tersebut agar bisa keluar dari rumah sakit. Lagi pula, Ava bukan pasien pesakitan yang harus terbaring di ranjang pasien VIP. Dia hanya mendapatkan tiga jahitan kecil di telapak kaki kirinya akibat pecahan kaca yang menancap terlalu dalam. Butuh upaya keras bagi Ava untuk meyakinkan perawat bahwa dia ingin keluar sekarang. Untungnya seluruh biaya administrasi sudah diselesaikan oleh Rick. Dini hari menjelang fajar Ava baru tiba di rumah ibunya, dan beruntung sang ibu sudah tidur hingga dia tak perlu menjelaskan
Sementara Rick langsung menginterupsi kepala pelayan agar menyelidiki lebih jelas. Sena membawa bukti liontin yang ditemukan di kamar Maria, tentu saja itu membuktikan pelakunya adalah beliau.Hanya saja, Rick percaya masalah ini sama sekali tak ada hubungannya dengan Maria. Akhirnya dia meminta Sena untuk menyelidiki dengan cara lebih spesifik.Satu jam kemudian.Sena datang ke ruang kerja Rick."Tuan, masalah yang terjadi kali ini adalah kelalaian saya. Maaf, membuat hubungan Anda dengan Nyonya Maria menjadi retak," kata Sena, penuh sesal. Dia sudah bertahun-tahun bekerja di bawah naungan Esmee, tetapi masalah kali ini berakibat fatal."Jadi, siapa pelakunya?" Rick berkata dengan dingin."Pelayan yang baru bekerja dua bulan lalu, tetapi karena ketakutan, akhirnya dia menyimpan liontin Nyonya besar di kamar Maria." Sena menunduk menjelaskan dengan terperinci.Rick menyipitkan mata sebelum berkata, "Pergilah, urus kompensasi yang pantas. Jangan biarkan dia bekerja di sini lagi, cari p
Keesokan harinya.Meskipun saat itu adalah akhir pekan, Rick dan Ava tetap bangun lebih awal karena harus bekerja di laboratorium.Ketika turun, Maria sedang berjibaku memasak di dapur."Bu, biar pelayan yang mengurusnya," kata Ava dengan prihatin.Maria tersenyum sebelum menjawab, "Aku tak mungkin diam di sini tanpa melakukan apa pun."Ava menghela napas panjang, tentu saja dia tahu sang ibu tak bisa dilarang, dan dia tahu jelas apa yang ada dalam pikiran Maria."Kita lakukan bersama," kata Ava.Ketika Rick turun, sarapan di meja makan sangat biasa. Hanya pancake caramel polos, salad buah, dan secangkir espresso untuk Rick. Jika dibandingkan sarapan berat Keluarga Martinez, ini terlalu sederhana.Ava melihat wajah Rick, beruntunglah pria itu tak menampakkan ekspresi apa pun. Padahal jelas betul dia tak suka makanan manis. Ava menyiapkan beberapa lembar pancake di atas piring untuk Rick."Suka sarapan ini?" tanya Rick dengan lembut."Tentu, Putriku tak bisa lepas dari makanan manis. A
Satu jam kemudian, mereka tiba di tempat tujuan.Saat keluar dari mobil, Rick tak melepas tangan Ava, menggenggam dengan erat sebelum berkata, "Istriku, tenanglah."Rick menghubungi Felix agar datang dan mengurus kekacauan.Hati Ava bagai tertusuk duri saat melihat Maria duduk tak berdaya di atas tanah. Dia langsung berlari memeluk ibunya yang tersedu-sedu."Putriku, siapa yang sudah tega menghancurkan rumah kita? Rumah kita yang seperti ini bagaimana mungkin mereka bisa menghancurkan hingga seperti ini."Mata Ava terasa panas saat mengusap-usap punggung sang ibu. Ditatapnya kondisi rumah mereka, lebih kacau dari kerusakan yang dibayangkan. Semua jendela hancur, barang biasa dan benda berharga bagai tumpukan sampah, pecah berkeping-keping.Dalam rumah yang tak besar itu dirinya dibesarkan oleh Maria. Detik berikutnya, lutut Ava gemetaran. Dia menggigit bibir dengan erat, tak ingin air mata jatuh di depan Rick dan sang ibu."Bu, tidak apa-apa. Ada aku, putrimu. Kita renovasi dari awal,
‘Kembalikan anakku!’"Tuan James, tolong jangan sembarangan bicara!" Suara Rick tak kalah dingin. Pandangan kedua pria itu sama-sama mencekam."Aku tidak sembarang bicara. Scarlett tidak akan keguguran jika Ava tidak mendorongnya." James bersikeras menekan."Perhatikan ucapan Anda! Sedikit hempasan tidak akan membuat orang terjatuh hingga keguguran," timpal Rick, tegas.Rick jelas tahu betul. Jika benar itu penyebabnya, berarti sudah dipastikan dari awal kehamilannya tidak kuat. Atau, mungkin ibu hamil tidak dalam kondisi yang baik untuk mengandung."Ava, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Bukan kali pertama aku melihatmu berusaha mencelakai Scarlett! Kamu benar-benar manusia berdarah dingin!" James tak puas mencecar Ava."Aku tidak, a-aku tidak pernah mencelakai dia," jawab Ava, terbata-bata. Tak dapat dipungkiri, dia saat ini sangat tertekan."Jangan mengelak lagi, Ava. Aku akan membalas ….""Anda tak punya cukup bukti untuk menuduh istriku. Jaga batasan Anda!" Rick tegas mem
Ava bergegas masuk dan mendorong James sambil berkata, "Apa kalian tidak mengerti Dokter Rick sudah menolak? Tolong hargai keputusannya!"James mendelik tajam menatap Ava. "Orang yang akan mati pun tidak ditolong? Ava, begitukah sifat suamimu?" James bertanya dengan sinis.Ekspresi Ava seketika menggelap. Dia tak terima saat seseorang menjelekkan suaminya."Aku percaya padanya. Dokter Rick memiliki alasan tersendiri, untuk apa kalian masih bersikeras di sini? Seberapa kuat kalian berusaha tetap tidak artinya 'kan?" Ava menegaskan kata-katanya.Rick yang berdiri di belakang Ava, diam-diam tersenyum tipis mendengar bagaimana sang istri membelanya. Ingin sekali rasanya memeluk wanita mungil itu. Hatinya terasa hangat. Ah. Ava sungguh sempurna di mata Rick.Scarlett tiba-tiba meraung. "Jika ada dokter yang bersedia menangani bibiku, aku tak sudi datang memohon padanya!"Ava tersenyum sinis sebelum menjawab, "Nona Scarlett, jika tak ada dokter yang bersedia, itu berarti masalah ada pada di
Kediaman Keluarga Martinez.Ketika selesai makan malam, Ava berencana mengganti perban Rick. Selama suaminya terluka, selalu Rick sendiri yang mengganti karena dia tak tahan melihatnya.Berbeda dengan malam ini. Sejak tadi siang, Avabmempertimbangkan untuk kembali meraih cita-cita sebagai dokter. Dia berpikir sepertinya sekarang harus mulai berani menangani luka bakar di tangan Rick.Saat di universitas dulu, dia tentu sudah belajar tentang perawatan dasar. Jadi cukup mengerti bagaimana menangani luka Rick.Hanya saja, setiap melihat luka di tangan Rick dia merasa tidak sampai hati. Lukanya memang tak besar, tetapi cukup membuat hati Ava terasa sakit."Tidak tega?" Rick mengangkat wajah Ava.Ava mendongak, sinar matanya memancarkan kerapuhan yang menyayat-nyayat hati. Detik selanjutnya, dia menghindari tatapan Rick."Tidak juga," jawab Ava, mengelak.Rick meraih dagu sang istri agar tetap menatapnya sebelum kembali bertanya dengan lembut. "Air mata saat itu bukan menangis untukku, hmm
Hari mulai gelap, Ava masih berdiri menunggu sang sopir menjemput yang sedikit terlambat dari biasanya.Saat itu, sebuah taksi melaju dengan lambat. Tiba-tiba, taksi itu berhenti di depan Ava. Ketika pintu taksi terbuka, sosok tubuh yang akrab datang menghampiri Ava.Riana dengan rambut yang berantakan, mengenakan pakaian pasien hijau muda, seperti orang gila. Dia ingin menjatuhkan Ava.Ava sempat mematung karena terkejut bahwa wanita itu adalah ibu James. Riana menarik Ava ke dalam taksi."Bibi, lepaskan aku." Ava mencoba melawan, mendorong Riana.Riana sedikit terhuyung hingga cengkeramannya terlepas."Ava, dasar jalang! Karna putraku tak bisa dirayu lagi, jadi kau membenci putraku? Karena dia menceraikanmu, dan sekarang kamu balas dendam padanya?" Riana menangis dengan keras, memarahi Ava.Seperti biasa, dua pengawal Ava datang dengan cepat melindungi. Namun, kerusuhan yang dibuat Riana membuat mereka jadi pusat tontonan.Riana seolah memanfaatkan situasi untuk membuat Ava malu. "M
Ketika mereka tiba di rumah sakit, tentu saja Rick harus mengobati luka bakarnya. Ava terus memegang Rick, tidak ingin melepaskan.Rick menaikkan alis, dengan senyum hangat dia berkata, "Tunggu di luar saja, ya? Lukanya mengerikan."Ava terdiam, meninggikan bahu. Tak ingin jauh dari suaminya."Nyonya Rick, patuh, ya. Hmm?" Rick mengusap kepala Ava dengan sayang.Ava ingin menetap di sisi Rick. Hanya saja, Dokter dengan cepat masuk ke ruangan. Mau tak mau dia melepaskan tangan Rick dan keluar dari ruangan, tetapi hatinya merasa tidak tenang.Tiga puluh menit berlalu.Rick keluar dengan tangan yang sudah diperban, tetapi masih bebas bergerak. Ava memikirkan terakhir kali tangan Rick terluka karena melindunginya dari serangan Riana, kali ini tangannya terluka lagi. Ekspresi Ava berubah semakin khawatir."Apa perlu tinggal di rumah sakit untuk dirawat?" tanya Ava pada Dokter yang menangani Rick."Tidak perlu, periksa sesekali saja untuk memastikan lukanya tidak infeksi," jawab Dokter itu
Keesokan harinya.Ava pergi ke laboratorium seperti biasa. Ketika akan turun dari mobil, dari kejauhan tampak sosok James sedang bersiap keluar dari rumah sakit.Tubuh James terdapat banyak luka, wajahnya juga cukup memar sangat parah. Orang suruhan Rick cukup kuat memukulnya.Ava sejenak menunggu hingga James masuk mobil, dia melihatnya seperti biasa. Namun, sebagian orang menatapnya dengan Intens.Setelah memastikan James sudah ke mobil, berulah Ava turun. Sialnya, Scarlett ternyata baru saja menebus obat. Wanita itu menghadang Ava."Ava, apa kamu memukuli James?" Scarlett bertanya dengan marah.Ava menaikkan alis sebelum menjawab, "Apa kamu pikir aku bisa melukai hingga seperti itu?" Ava menyipitkan, suaranya begitu dingin.Scarlett memelototi Ava. "Bukan, tapi kamu menyuruh orang melakukannya. Apa kamu masih belum bisa melepaskan James? Minggu depan kami akan menikah, sekarang harus ditunda lagi karena James babak belur. Kamu benar-benar jahat Ava!"Ava mengerutkan alis, terheran.