Ditunjuk dan disudutkan seperti itu oleh Scarlett tentu saja membuat wajah Ava seketika pucat. Ava tak terima jika semua kesalahan itu ditujukan kepadanya, tetapi Ava memang mengakui kalau dia datang dan berniat menyiramkan kopi pada Scarlett.
Semua itu adalah tindakan refleks karena dia begitu sakit hati oleh suami dan sahabat yang sudah mengkhianati Ava sebegitu brutal.Namun, keributan itu tidak akan berlangsung sedemikian parah jika saja ibu James tidak muncul dan mendorongnya hingga terjatuh, lalu kini penampilan Ava tampak menyedihkan dengan blouse putih dan rok yang basah karena tersiram kopi panas.Ava tak ingin menyeret lebih banyak orang lagi setelah barusan melihat pramusaji ditindas oleh Scarlett. Sekarang muncul lagi pria asing yang terganggu dengan keributan yang terjadi, dan Ava tak ingin membuat dirinya lebih malu karena menjadi pusat perhatian hampir semua pengunjung.Meskipun pria bertubuh jangkung yang datang itu berpenampilan formal layaknya seorang eksekutif muda, tetapi dia juga bukan manajer atau pun pemilik restoran yang mungkin bisa membungkam kesombongan Scarlett.'Pria itu tidak tahu siapa keluarga Lautner,' pikir Ava dengan cemas, khawatir pria itu akan membuat kesalahan dengan menyinggung keluarga Lautner."Mohon maaf kalau aku sudah membuat kenyamanan Anda terganggu," kata Ava yang berhasil mengendalikan emosinya tanpa memedulikan James dan yang lain. "Memang aku yang datang ke sini dan tersulut emosi karena memergoki perselingkuhan suami dan sahabatku sendiri. Sungguh disayangkan dan sangat memalukan sampai harus terjadi keributan di tempat—""Ya, kamu pergilah bersihkan pakaianmu," pungkas Rick dengan nada rendah seakan-akan tak tega melihat penampilan Ava yang menyedihkan. "Biar aku yang urus mereka.""Tapi, Tuan—""Atau kamu ingin aku yang membantumu membersihkan pakaianmu?" Rick menatap Ava dengan serius tanpa memedulikan kalau wanita itu adalah istri orang lain. "Tentukan pilihanmu."Ava tertohok oleh senyuman pria itu. Kalau dilihat-lihat, pria itu sangat tampan dan memancarkan aura penuh kharismatik. Akan tetapi, bukan berarti Ava akan melibatkan orang lain untuk menghadapi masalahnya dengan James dan Scarlett."Maaf, sebaiknya Anda pergi saja, Tuan," kata Ava skeptis. "Aku bisa menyelesaikan masalahku tanpa harus—""Aku tidak memberimu opsi ketiga, Nona." Ketegasan dalam suara Rick terdengar tak ingin menerima bantahan. "Hanya ada dua pilihan. Kamu pergi bersihkan pakaianmu dan membiarkanku menangani mereka, atau membiarkan aku menemani kamu ke toilet? Bagaimana?"Sialan! Ava menahan umpatan di ujung lidah ketika mendapati pria itu tampak tersenyum geli, sedangkan Scarlett memandangnya dengan tatapan tak senang.Seakan kehabisan kata-kata dan seluruh energinya sudah habis, Ava langsung berlari ke kamar mandi untuk membersihkan percikan kopi yang mengotori pakaiannya.Setelah berada di toilet, pada akhirnya tangis Ava tak lagi bisa dikendalikan. Air matanya terus berderai sementara dia membasahi telapak tangan, lalu menepuk-nepuk blousenya yang tersiram kopi.Penolakan James semalam terus menerabas isi kepala Ava, silih berganti dengan realita yang baru saja dia saksikan.Bagaimana mungkin dia pernah sebegitu bodoh bisa menjatuhkan hati dan menaruh kepercayaan sepenuhnya pada pria penipu seperti James?Ava terisak-isak tanpa suara sampai sekujur tubuhnya menggigil gemetaran.Sekarang, di dalam petak toilet yang begitu sempit ini, apakah ada orang yang akan menyuruh Ava untuk tidur agar bisa melupakan guncangan hidup yang sebegitu hebat?Sepertinya tidak. Dan untuk itulah Ava membiarkan dirinya dikuasai kesedihan. Setidaknya, untuk kali ini saja Ava ingin meluapkan rasa sakit di hatinya.Ke depan, Ava perlu lebih tegar untuk menghalau kerasnya roda-roda kehidupan. Terutama karena dia sadar bahwa dirinya butuh hati yang lebih tegar untuk memutuskan berpisah dengan pria yang hanya kepadanya dia menjatuhkan hati.Setelah beberapa saat menangis hingga rasa pengap di dadanya sedikit berkurang, Ava keluar dari bilik toilet, lalu membasuh wajah di wastafel agar sedikit lebih segar.Ketika dia hendak keluar dari restoran, Ava tak lagi melihat keberadaan James dan Scarlett di meja mereka. Untuk itulah dia bergegas pergi dan segera menyetop taksi di tepi jalan.Sewaktu Ava baru saja masuk ke kursi belakang, di saat bersamaan pula ada orang yang duduk di kursi itu dan terdengar pintu mobil ditutup beriringan.Ava seketika menoleh dan tersentak mendapati wajah pria asing yang tampak familier berada di taksi yang sama."Kamu?!" Ava memekik terkejut dengan suara sengau. "Kenapa kamu ada di sini?!""Aku yang lebih dulu menyetop taksi ini, Nona," sahut Rick yang duduk dengan santai sementara air mukanya tampak acuh tak acuh."Taksi ini aku yang lebih dulu memberhentikannya!" sahut Ava tak terima."Siapa bilang?" sahut Rick datar, dia menyandarkan kepala dengan malas sambil memejamkan mata— sementara kedua lengannya bersilang di depan dada. "Jika tak percaya, kamu bisa bertanya pada sopir siapa yang memberhentikan taksi ini lebih dulu."Ava tak tahu kesialan apa yang sedang menimpanya hari itu. Rasa-rasanya dia sudah cukup sial mendapati perselingkuhan suaminya, lalu kini harus dihadapkan dengan lelaki asing super angkuh yang tampaknya tak bisa dibantah.Ava merapatkan bibir menahan kesal, lalu menolehkan pandangannya pada sopir hanya untuk mendengar sopir itu berkata, "Maaf, Nona … tapi Tuan itu yang lebih dulu menghentikanku.""Tapi kamu berhenti di depanku," Ava menyahut dengan suara tercekik."Maaf, tapi seharusnya aku berhenti beberapa meter sebelum di tempatmu berdiri, Nona," sahut sopir tak berdaya. "Tapi siapa yang tahu kalau kakiku saat ini sedang tak bisa berkompromi?"Ava mengembuskan napas kasar, lalu mengulurkan tangan untuk membuka pintu mobil dan bersiap keluar.Tiba-tiba saja sebelah pergelangan Ava ditahan oleh Rick dan berkata dengan lembut, "Kamu katakan saja di mana alamatmu. Siapa tahu tujuan kita sama.""Kamu—""Tenang saja, aku bukan sedang mencari keuntungan agar kamu membayarkan ongkos taksi untukku," balas Rick tenang.Saat Ava akan berbicara, sopir lebih dulu melirik spion dan berinisiatif menambahkan, "Jam istirahat kantor sebentar lagi masuk, mendapatkan taksi agak sedikit sulit. Kurasa benar apa yang dikatakan beliau, Nona."Mata Ava menyipit curiga. Tampaknya sopir taksi itu ingin mendapatkan keuntungan dengan membawa dua penumpang di taksi yang sama.Namun, melihat orang-orang berdiri di pinggir jalan yang tampaknya menunggu taksi, Ava juga tak ingin terlambat masuk ke kantor.Akhirnya dia mengembuskan napas panjang sebelum berkata, "Eternal Biopharma— Distrik Seodaemun."Ava bersikap waspada dan melirik pria di samping dengan ekor matanya. Pria itu tidak menyebutkan ke mana tujuannya, tetapi taksi langsung melaju setelah Ava menyebutkan alamat perusahaan tempatnya bekerja.Ava tiba-tiba berpikir bahwa dia tak mungkin bisa berkonsentrasi bekerja, lalu memutuskan akan menghubungi Sarah dan memberitahukan bahwa dia hanya masuk bekerja setengah hari.Namun, Ava juga tak ingin pulang ke tempat tinggal dia dan James. Mungkin rumah ibunya adalah pilihan yang tepat untuk dia menenangkan pikiran saat ini.Ava menoleh sekilas ke arah Rick yang memejamkan mata, khawatir kalau perjalanan orang itu akan terganggu. Dia tak tahu mengapa bisa ada satu mobil dengan pria tersebut yang membuatnya terasa sungkan.Pria itu terlihat pulas sampai Ava semakin canggung untuk memberitahu sopir bahwa dia ingin mengubah alamat tujuannya."Kalau ada yang mau kamu katakan, kamu katakan saja."Suara lembut Rick membuat Ava langsung menoleh dan menatapnya dengan ekspresi terkejut. Barusan sekali pria itu terlihat pulas, tetapi sekarang pria itu malah berbicara seolah mengetahui apa yang ada dalam otak Ava.Wanita itu ingin bertanya apakah pria itu barusan pura-pura tertidur atau bukan. Namun, yang justru terucap keluar dari mulut Ava lain dengan isi kepala."Itu … aku mau pulang ke Worldcup road nomor 25. Apa itu akan menghambat perjalanan Anda?" ujar Ava ragu-ragu. "Aku bisa turun di sini jika Anda merasa—""Katakan saja pada sopir," sahut Rick tenang. "Bukan aku yang mengemudi."Pria itu masih memejamkan mata, tetapi cara bicaranya seakan menunjukkan bahwa taksi yang mereka tumpangi seperti mobil pribadi.Si sopir yang mendengar percakapan penumpang di belakangnya seketika berbelok saat di perempatan lampu merah. Kemudian suasana menjadi hening sepanjang perjalanan hingga taksi perlahan berhenti di perumahan.Ava melihat argo taksi dan mengeluarkan uang dari dompet dengan jumlah yang sesuai, tetapi ketika dia akan memberikan pada sopir, Rick kemudian terbangun dan melambaikan tangan pada Ava sebagai isyarat bahwa pria itu yang akan membayar."Perjalanannya belum berakhir, Nona," kata Rick yang entah sejak kapan mengeluarkan dompet dan mencabut selembar kartu nama, lalu memberikan pada Ava. "Kalau kamu butuh bantuan untuk menangani masalah di restoran tadi, kamu bisa menghubungiku."Ava mengedip-ngedip mata, agak terkejut mendengar pria itu membahas masalah yang terjadi di restoran.Saat Ava akan pergi dari restoran, dia memang tidak melihat keberadaan James dan Scarlett. Namun, Ava juga ingat kalau pria itu masih bersama mereka ketika dia pergi ke toilet."Apa mereka membuat keributan … mm, maksudku, kenapa kamu … ah, sebenarnya—""Untuk bicara saja kamu sangat lambat," komentar Rick, lalu menyelipkan kartu nama di antara lembaran uang dalam genggaman Ava. "Kamu hanya perlu menghubungiku kalau memang masalah itu—""Tapi aku tidak mengenal—""Untuk itulah aku memberimu kartu namaku. Kamu bisa mengenalku."Ava menelan ludah dengan susah payah. Pria itu terlalu pandai menukas ucapan orang."Kalau begitu, aku akan mengganti ongkos taksi di lain waktu," kata Ava akhirnya dengan sopan. "Terima kasih untuk hari ini.""Hmm," gumam Rick sambil mengamati samar-samar lesung pipi Ava saat wanita itu tersenyum tulus.Setelah Ava turun dan menutup pintu, Rick masih mengamati punggung ramping wanita itu perlahan menjauh— sedangkan sorot mata yang syarat akan rasa sakit dari Ava seolah terekam jelas dalam benak Rick.Tanpa sadar, jemarinya mengepal erat hingga manik matanya kian menggelap dan berkilat-kilat."Tuan Muda, kamu hampir saja membuatku tak bisa bernapas," ujar Felix dari balik kemudi. "Bisa-bisanya kamu menyuruhku menyiapkan taksi hanya demi Nona Ludovic. Kenapa tidak—""Apa menurutmu Ava akan memberhentikan Limosin- ku di pinggir jalan?"Felix sama saja cari mati jika berani menyahut lagi ucapan tegas Rick.Meski begitu, Felix tetap bertanya dengan hati-hati, "Apa sekarang kita akan kembali ke rumah sakit? Atau pergi ke perusahaan?""Kenapa kamu datang di jam seperti ini?"Ava kira ibunya tidak akan ada di rumah di jam satu siang seperti sekarang. Oleh sebab itulah dia memutuskan datang ke rumah orang tuanya guna menenangkan pikiran dari hal luar biasa yang baru saja menimpanya."Kenapa ibu tidak pergi ke toko?" Ava berjalan masuk dan duduk di kursi yang berhadapan dengan sang ibu.Maria yang sedang menyortir bunga-bunga segar untuk dibawa ke toko langsung terdiam dan menatap sekilas wajah anak perempuannya yang terlihat habis menangis."Kenapa malah balik bertanya?" tegur Maria keras dan tak ingin mempertanyakan apa yang membuat Ava tampak kacau. "Kamu tidak pergi bekerja?""Hanya setengah hari." Ava mencondongkan tubuh ke depan, lalu membantu ibunya menyortir sekumpulan bunga-bunga hias tersebut sesuai jenisnya. "Bu …"Ibunya bersikap acuh tak acuh dan tak menggubris suara lirih anak perempuannya. Dia selalu kesulitan jika dihadapkan pada situasi yang melibatkan emosi."Bu …," panggil Ava lagi ketika sang Ibu b
"Aku mencintai Ava, dan sampai kapan pun aku tidak akan menceraikannya!" James berkeras membela diri dihadapan ibu Ava. "Aku hanya berusaha menyenangkan Ava agar dia bisa hidup layak dan terbebas dari kemiskinan hingga—""Dengan cara menyakiti hatinya, mengkhianatinya, dan membohonginya?" pungkas Maria dingin. "Kamu ingat apa yang aku katakan saat menyerahkan putri semata wayangku kepadamu di depan pendeta satu tahun lalu?"Maria tidak menunggu jawaban James, dan mereka bisa melihat wajah tampan pria itu kini mendadak pucat mendengar pertanyaan Maria."Aku menyerahkan putriku padamu untuk kamu jaga dan kamu cintai. Begitulah yang aku katakan padamu, kamu ingat, James?" Maria mengingatkan dengan tegas. "Dan jika suatu hari kamu sudah tidak mencintainya lagi, kamu harus mengembalikan dia padaku alih-alih menyakitinya dengan pengkhianatan. Tapi apa yang kamu lakukan terhadapnya?"Maria menahan diri agar napasnya tetap stabil saat menambahkan, "Ah, James ... barusan sekali aku hampir tida
"Tunggu!"James mengulas senyum penuh kemenangan karena dia tahu betul kalau sang istri tak bisa jauh darinya. Sambil mempertahankan senyum lebar, James berbalik menghadap Ava dan berkata dengan percaya diri, "Lihatlah, aku belum jauh pergi, kamu sudah memanggilku. Kamu memang tak bisa jauh dariku, Ava. Aku tahu benar kalau kamu membutuhkanku."Ava mendengkus dingin. "Akan aku buktikan kalau aku bisa hidup jauh lebih baik setelah terlepas dari pria busuk sepertimu!" Setelah mengatakan itu, Ava menarik lepas cincin pernikahan yang melingkari jari manisnya. Dengan air muka mengeras dia melemparkan cincin tersebut ke wajah James, lalu cincin itu terjatuh dan berdenting di atas lantai. "Bawalah pergi cincin pernikahan itu!" ujar Ava tegas. "Pergi dan bawa semua kebusukanmu, James. Aku membencimu dengan segenap jiwaku!"Setelah melemparkan cincin pernikahannya, Ava tak ingin melihat wajah James lagi dan langsung menutup pintu keras-keras.Dia berdiri gemetaran, bersusah payah agar tidak
"Di mana laporan yang aku suruh kumpulkan?"Ava memegangi kepala yang rasanya hampir meledak. Gara-gara masalahnya dengan James Ava sampai lupa dan tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. "Sarah, maafkan aku," kata Ava penuh sesal. "Aku sedang mengalami masalah sampai lupa menyelesaikan laporan yang sejak pagi kamu minta buatkan, aku sekarang ada di rumah ibuku dan—""Mati aku!" gerutu Sarah dari seberang panggilan. "Apa kamu tidak tahu kalau sekarang ini mendekati akhir bulan, Ava? Aku butuh laporan itu karena nanti sore akan diserahkan pada tim audit. Kamu tahu kan akhir-akhir ini terjadi kasus penggelapan penjualan vaksin di perusahaan? Ya Tuhan, Ava ... kamu membuatku berada dalam masalah besar."Suara Sarah tidak terdengar marah sedikit pun, tetapi tetap saja Ava merasa bersalah. "Sarah, maaf, tadinya aku berniat masuk kerja setengah hari. Tapi sekarang aku akan pergi ke perusahaan dan—""Ava, kamu ada masalah apa, Sayang? Terlepas dari posisiku di perusahaan yang sebagai a
Scarlett yang 4 bulan lalu bersenang-senang bersama kita saat pesta ulang tahunnya?"Ava mengangguk kecil. Dia tidak ingin banyak bicara karena itu artinya sama saja dengan mengorek-ngorek luka sendiri. Dia butuh menenangkan diri agar emosinya tidak meledak-ledak.Sarah tak tahu apa yang saat ini dia rasakan. Antara percaya dan tidak percaya pada apa yang diungkapkan Ava tentang Scarlett dan James."James terkutuk!" Akhirnya Sarah menggeram kesal saat menyadari kalau selama ini dia memiliki penilaian yang salah tentang suami Ava sekaligus senior mereka saat di universitas.Bahkan, Sarah dan Scarlett tahu benar seperti apa saat James mendekati Ava agar mau menerima cintanya. Jadi, ketika Ava memutuskan untuk menerima James setelah pria itu merayunya bertahun-tahun, Sarah ingat dirinya dan Scarlett jelas berbahagia untuk Ava. Sampai melabeli Ava sebagai gadis beruntung karena mendapatkan pria setampan James hingga membuat para perempuan iri.Namun, sekarang Sarah sadar kalau Scarlett ya
Ketika Ava menjawab pertanyaan Sarah dengan anggukan, Sarah menuturkan ujar, "Apa menurutmu ini tidak terlalu janggal, Ava? Rasanya seolah-olah kamu sengaja dijebak agar terlihat buruk di mata James, lalu dia akan mengibarkan bendera kemenangan karena berhasil menyingkirkanmu tanpa memperlihatkan caranya yang licik?"Ava berhenti makan dan memikirkan apa yang diduga Sarah. Semuanya terasa masuk akal, terutama ketika mengingat kalau James membandingkan Ava dan Scarlett yang sudah berbaik hati dan menerima posisinya sebagai istri kedua.Si pengirim pesan misterius itu memang Scarlett, mungkin kini Ava setuju dengan pendapat Sarah. Scarlett memang sengaja memancing dia agar datang dan meledakkan emosinya di depan James sampai dia tak bisa mengendalikan diri ingin menyiram Scarlett, lalu pria itu melindungi Scarlett dan bayi dalam kandungannya. Scarlett memang luar biasa. Sahabatnya itu memang terlalu licik sampai bisa menghancurkan kebahagiaan Ava hanya dalam satu gerakan, yaitu pesan
"James?"Ava dibuat terkejut ketika mengetahui bahwa pria yang membekap dan menyeretnya ke mobil adalah calon mantan suaminya sendiri. Bahkan, James dengan marah mencengkram pergelangan tangan Ava agar tidak melompat turun dari mobil sementara pria itu mengemudi. "Kau gila, James!" Ava meronta-ronta dari cengkraman James. "Lepaskan aku!""Tidak akan!" bentak James dengan kemarahan yang tidak lagi disembunyikan. "Karena kamu tidak mau diajak pulang dengan cara baik-baik, maka jangan salahkan aku jika menjadi sedikit kejam kepadamu.""Sedikit kejam kau bilang?" Ava mendengus dingin. "Setelah mengkhianatiku, dua kali menamparku, dan membawaku dengan cara diculik seperti ini, kau masih bilang yang kamu lakukan ini sedikit kejam? Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu lebih mengerikan daripada iblis yang muncul dari kegelapan?""Tutup mulutmu, Mavesha Ludovic!" James spontan mencengkram belakang rambut Ava hingga wanita itu merasakan lehernya nyaris patah. "Apa kamu tak bisa lebih patuh sedik
Tubuh Ava tergolek di atas brankar, didorong menuju ruang observasi, disusul para medis yang berdatangan kerja cepat saat melihat Rick datang membawa pasien.Ava menjalani pemeriksaan mengkhawatirkan dan mendetail, bertolak belakang dengan keinginan Ava untuk pulang, lantas dia dialihkan ke bangsal VIP."Aku ingin pulang," Ava melayangkan protes pada perawat. "Ini sungguh tidak perlu. Aku tahu kondisiku baik-baik saja."Rick berjalan masuk dengan langkah panjang, menyebarkan energi penuh semangat yang tak terbantahkan. Ruangan serba putih dengan dekorasi mantap itu seolah-olah dipenuhi oleh atmosfer asing yang seketika mengusir segala suasana menenangkan, sekaligus membuat perawat berangsur keluar dari kamar pasien."Kenapa aku ada di sini?" gumam Ava, suaranya agak sedikit menggigil ketakutan lantaran pria bertubuh jangkung itu berada di sana. "Maksudku ... kakiku hanya menginjak pecahan kaca, dan mereka sudah membersihkannya. Kenapa harus dirawat?""Telapak kakimu baru saja dijahit k
Sementara Rick langsung menginterupsi kepala pelayan agar menyelidiki lebih jelas. Sena membawa bukti liontin yang ditemukan di kamar Maria, tentu saja itu membuktikan pelakunya adalah beliau.Hanya saja, Rick percaya masalah ini sama sekali tak ada hubungannya dengan Maria. Akhirnya dia meminta Sena untuk menyelidiki dengan cara lebih spesifik.Satu jam kemudian.Sena datang ke ruang kerja Rick."Tuan, masalah yang terjadi kali ini adalah kelalaian saya. Maaf, membuat hubungan Anda dengan Nyonya Maria menjadi retak," kata Sena, penuh sesal. Dia sudah bertahun-tahun bekerja di bawah naungan Esmee, tetapi masalah kali ini berakibat fatal."Jadi, siapa pelakunya?" Rick berkata dengan dingin."Pelayan yang baru bekerja dua bulan lalu, tetapi karena ketakutan, akhirnya dia menyimpan liontin Nyonya besar di kamar Maria." Sena menunduk menjelaskan dengan terperinci.Rick menyipitkan mata sebelum berkata, "Pergilah, urus kompensasi yang pantas. Jangan biarkan dia bekerja di sini lagi, cari p
Keesokan harinya.Meskipun saat itu adalah akhir pekan, Rick dan Ava tetap bangun lebih awal karena harus bekerja di laboratorium.Ketika turun, Maria sedang berjibaku memasak di dapur."Bu, biar pelayan yang mengurusnya," kata Ava dengan prihatin.Maria tersenyum sebelum menjawab, "Aku tak mungkin diam di sini tanpa melakukan apa pun."Ava menghela napas panjang, tentu saja dia tahu sang ibu tak bisa dilarang, dan dia tahu jelas apa yang ada dalam pikiran Maria."Kita lakukan bersama," kata Ava.Ketika Rick turun, sarapan di meja makan sangat biasa. Hanya pancake caramel polos, salad buah, dan secangkir espresso untuk Rick. Jika dibandingkan sarapan berat Keluarga Martinez, ini terlalu sederhana.Ava melihat wajah Rick, beruntunglah pria itu tak menampakkan ekspresi apa pun. Padahal jelas betul dia tak suka makanan manis. Ava menyiapkan beberapa lembar pancake di atas piring untuk Rick."Suka sarapan ini?" tanya Rick dengan lembut."Tentu, Putriku tak bisa lepas dari makanan manis. A
Satu jam kemudian, mereka tiba di tempat tujuan.Saat keluar dari mobil, Rick tak melepas tangan Ava, menggenggam dengan erat sebelum berkata, "Istriku, tenanglah."Rick menghubungi Felix agar datang dan mengurus kekacauan.Hati Ava bagai tertusuk duri saat melihat Maria duduk tak berdaya di atas tanah. Dia langsung berlari memeluk ibunya yang tersedu-sedu."Putriku, siapa yang sudah tega menghancurkan rumah kita? Rumah kita yang seperti ini bagaimana mungkin mereka bisa menghancurkan hingga seperti ini."Mata Ava terasa panas saat mengusap-usap punggung sang ibu. Ditatapnya kondisi rumah mereka, lebih kacau dari kerusakan yang dibayangkan. Semua jendela hancur, barang biasa dan benda berharga bagai tumpukan sampah, pecah berkeping-keping.Dalam rumah yang tak besar itu dirinya dibesarkan oleh Maria. Detik berikutnya, lutut Ava gemetaran. Dia menggigit bibir dengan erat, tak ingin air mata jatuh di depan Rick dan sang ibu."Bu, tidak apa-apa. Ada aku, putrimu. Kita renovasi dari awal,
‘Kembalikan anakku!’"Tuan James, tolong jangan sembarangan bicara!" Suara Rick tak kalah dingin. Pandangan kedua pria itu sama-sama mencekam."Aku tidak sembarang bicara. Scarlett tidak akan keguguran jika Ava tidak mendorongnya." James bersikeras menekan."Perhatikan ucapan Anda! Sedikit hempasan tidak akan membuat orang terjatuh hingga keguguran," timpal Rick, tegas.Rick jelas tahu betul. Jika benar itu penyebabnya, berarti sudah dipastikan dari awal kehamilannya tidak kuat. Atau, mungkin ibu hamil tidak dalam kondisi yang baik untuk mengandung."Ava, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Bukan kali pertama aku melihatmu berusaha mencelakai Scarlett! Kamu benar-benar manusia berdarah dingin!" James tak puas mencecar Ava."Aku tidak, a-aku tidak pernah mencelakai dia," jawab Ava, terbata-bata. Tak dapat dipungkiri, dia saat ini sangat tertekan."Jangan mengelak lagi, Ava. Aku akan membalas ….""Anda tak punya cukup bukti untuk menuduh istriku. Jaga batasan Anda!" Rick tegas mem
Ava bergegas masuk dan mendorong James sambil berkata, "Apa kalian tidak mengerti Dokter Rick sudah menolak? Tolong hargai keputusannya!"James mendelik tajam menatap Ava. "Orang yang akan mati pun tidak ditolong? Ava, begitukah sifat suamimu?" James bertanya dengan sinis.Ekspresi Ava seketika menggelap. Dia tak terima saat seseorang menjelekkan suaminya."Aku percaya padanya. Dokter Rick memiliki alasan tersendiri, untuk apa kalian masih bersikeras di sini? Seberapa kuat kalian berusaha tetap tidak artinya 'kan?" Ava menegaskan kata-katanya.Rick yang berdiri di belakang Ava, diam-diam tersenyum tipis mendengar bagaimana sang istri membelanya. Ingin sekali rasanya memeluk wanita mungil itu. Hatinya terasa hangat. Ah. Ava sungguh sempurna di mata Rick.Scarlett tiba-tiba meraung. "Jika ada dokter yang bersedia menangani bibiku, aku tak sudi datang memohon padanya!"Ava tersenyum sinis sebelum menjawab, "Nona Scarlett, jika tak ada dokter yang bersedia, itu berarti masalah ada pada di
Kediaman Keluarga Martinez.Ketika selesai makan malam, Ava berencana mengganti perban Rick. Selama suaminya terluka, selalu Rick sendiri yang mengganti karena dia tak tahan melihatnya.Berbeda dengan malam ini. Sejak tadi siang, Avabmempertimbangkan untuk kembali meraih cita-cita sebagai dokter. Dia berpikir sepertinya sekarang harus mulai berani menangani luka bakar di tangan Rick.Saat di universitas dulu, dia tentu sudah belajar tentang perawatan dasar. Jadi cukup mengerti bagaimana menangani luka Rick.Hanya saja, setiap melihat luka di tangan Rick dia merasa tidak sampai hati. Lukanya memang tak besar, tetapi cukup membuat hati Ava terasa sakit."Tidak tega?" Rick mengangkat wajah Ava.Ava mendongak, sinar matanya memancarkan kerapuhan yang menyayat-nyayat hati. Detik selanjutnya, dia menghindari tatapan Rick."Tidak juga," jawab Ava, mengelak.Rick meraih dagu sang istri agar tetap menatapnya sebelum kembali bertanya dengan lembut. "Air mata saat itu bukan menangis untukku, hmm
Hari mulai gelap, Ava masih berdiri menunggu sang sopir menjemput yang sedikit terlambat dari biasanya.Saat itu, sebuah taksi melaju dengan lambat. Tiba-tiba, taksi itu berhenti di depan Ava. Ketika pintu taksi terbuka, sosok tubuh yang akrab datang menghampiri Ava.Riana dengan rambut yang berantakan, mengenakan pakaian pasien hijau muda, seperti orang gila. Dia ingin menjatuhkan Ava.Ava sempat mematung karena terkejut bahwa wanita itu adalah ibu James. Riana menarik Ava ke dalam taksi."Bibi, lepaskan aku." Ava mencoba melawan, mendorong Riana.Riana sedikit terhuyung hingga cengkeramannya terlepas."Ava, dasar jalang! Karna putraku tak bisa dirayu lagi, jadi kau membenci putraku? Karena dia menceraikanmu, dan sekarang kamu balas dendam padanya?" Riana menangis dengan keras, memarahi Ava.Seperti biasa, dua pengawal Ava datang dengan cepat melindungi. Namun, kerusuhan yang dibuat Riana membuat mereka jadi pusat tontonan.Riana seolah memanfaatkan situasi untuk membuat Ava malu. "M
Ketika mereka tiba di rumah sakit, tentu saja Rick harus mengobati luka bakarnya. Ava terus memegang Rick, tidak ingin melepaskan.Rick menaikkan alis, dengan senyum hangat dia berkata, "Tunggu di luar saja, ya? Lukanya mengerikan."Ava terdiam, meninggikan bahu. Tak ingin jauh dari suaminya."Nyonya Rick, patuh, ya. Hmm?" Rick mengusap kepala Ava dengan sayang.Ava ingin menetap di sisi Rick. Hanya saja, Dokter dengan cepat masuk ke ruangan. Mau tak mau dia melepaskan tangan Rick dan keluar dari ruangan, tetapi hatinya merasa tidak tenang.Tiga puluh menit berlalu.Rick keluar dengan tangan yang sudah diperban, tetapi masih bebas bergerak. Ava memikirkan terakhir kali tangan Rick terluka karena melindunginya dari serangan Riana, kali ini tangannya terluka lagi. Ekspresi Ava berubah semakin khawatir."Apa perlu tinggal di rumah sakit untuk dirawat?" tanya Ava pada Dokter yang menangani Rick."Tidak perlu, periksa sesekali saja untuk memastikan lukanya tidak infeksi," jawab Dokter itu
Keesokan harinya.Ava pergi ke laboratorium seperti biasa. Ketika akan turun dari mobil, dari kejauhan tampak sosok James sedang bersiap keluar dari rumah sakit.Tubuh James terdapat banyak luka, wajahnya juga cukup memar sangat parah. Orang suruhan Rick cukup kuat memukulnya.Ava sejenak menunggu hingga James masuk mobil, dia melihatnya seperti biasa. Namun, sebagian orang menatapnya dengan Intens.Setelah memastikan James sudah ke mobil, berulah Ava turun. Sialnya, Scarlett ternyata baru saja menebus obat. Wanita itu menghadang Ava."Ava, apa kamu memukuli James?" Scarlett bertanya dengan marah.Ava menaikkan alis sebelum menjawab, "Apa kamu pikir aku bisa melukai hingga seperti itu?" Ava menyipitkan, suaranya begitu dingin.Scarlett memelototi Ava. "Bukan, tapi kamu menyuruh orang melakukannya. Apa kamu masih belum bisa melepaskan James? Minggu depan kami akan menikah, sekarang harus ditunda lagi karena James babak belur. Kamu benar-benar jahat Ava!"Ava mengerutkan alis, terheran.