Setelah pekerjaannya di kantor selesai, Siska segera membereskan meja karena dia ingin segera bertemu dengan suaminya, Roni.
Karena ini adalah hari ulang tahun Roni, Siska berniat memberikan kejutan untuknya. Dia belum tahu apa yang akan dia berikan untuk merayakan hari ulang tahun suaminya kali ini.“Aku duluan ya, Sis?” pamit Kavita, salah satu rekan kerjanya.“Hati-hati, Vit!”Siska berselancar ria di internet guna mencari referensi untuk memesan restoran yang bisa mendukung acara perayaan semacam ulang tahun. Wanita itu sudah tentu sudah pengalaman, karena ini bukanlah pertama kalinya dia merayakan ulang tahun suaminya.Walaupun harus harus dipersiapkan secara dadakan, tapi dia percaya kalau Roni akan menyukai apa pun yang telah dia rencanakan.Sebuah pesan singkat dari Roni membuyarkan konsentrasi Siska, dibacanya pesan itu dengan hati berdebar-debar.‘Cepat balik ke rumah dan istirahat, jangan lupa hari ini aku pulang agak malam.’Siska tersenyum sendiri membacanya. Walaupun Roni tidak pernah memanggilnya sayang atau memberinya kata-kata romantis hingga puitis, dia tidak pernah gagal dalam membuat Siska merasa menjadi perempuan paling bahagia di dunia.“Selamat lembur, aku akan siapkan kejutan buat kamu, Mas ...” bisik Siska seraya memasukkan ponselnya ke dalam tas, setelah itu dia menunggu taksi yang akan mengantarnya pulang ke rumah.Sementara itu di tempat yang berbeda ....Roni mendatangi kamar seorang wanita bersama beberapa orang yang mengaku sebagai Make Up Artist (MUA).“Ririn, kamu berangkat duluan saja ke lokasi. Aku masih ada urusan sebentar,” kata Roni saat Ririn hendak dirias.“Kenapa kita nggak berangkat sama-sama aja sih, Mas?” tanya Ririn heran.“Kamu lupa kalau aku seharusnya masih berada di kantor hari ini?” jawab Roni. “Jadi kamu duluan saja dan tunggu aku sampai aku datang ke lokasi.”Ririn akhirmya mengangguk setuju, setelah itu dia membiarkan Roni berlalu pergi sementara dirinya mulai dirias oleh tim MUA yang dibawa oleh lelaki itu.Setelah semua selesai, Ririn yang sudah mengenakan baju pengantin diantar ke mobil yang akan membawanya ke gedung yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kantor tempat Roni bekerja.“Bu, nanti sesampainya di sana kami akan pergi sesuai instruksi Pak Roni kepada kami.” Salah satu dari juru rias itu memberi tahu Ririn.“Saya mengerti, terserah suami saya saja.” Ririn mengangguk sambil tersenyum.Sepuluh menit kemudian, mobil yang ditumpangi Ririn berhenti di pelataran parkir saat gedung itu belum terlalu ramai. Ririn turun dari mobil dan tim yang tadi meriasnya mengantarkannya sampai ke dalam gedung.“Kami pergi dulu Bu, semoga pernikahannya dilancarkan.”“Terima kasih, Bu.” Ririn menganggukkan kepalanya dengan senyum cerah yang terbit di sudut bibirnya.***Siska langsung disambut oleh pegawai restoran yang telah dia booking, lalu wanita itu duduk di tempat yang telah tersedia dengan hati yang begitu berdebar, menantikan kedatangan lelaki yang menjadi suaminya tujuh tahun ini.Tanpa terasa waktu bergeser hingga sepuluh menit berlalu, kemudian bertambah menjadi setengah jam, tetapi Siska masih menunggu dengan tenang karena menurutnya hari masih terlalu sore.Namun, saat hampir satu jam berlalu dan belum ada tanda-tanda Roni akan datang ke resto, hati Siska mulai diselimuti kecemasan. Dia takut sesuatu terjadi pada suaminya itu hingga membuatnya terlambat seperti ini.“Bu, apakah hidangannya mau dipersiapkan sekarang?” tanya salah satu pelayan dengan ramah. “Mungkin hidangan pembuka dulu?”“Nanti saja, tunggu suami saya datang dulu ...” jawab Siska lirih. “Saya akan panggil kamu lagi nanti.”Pelayan itu tersenyum maklum.“Baiklah kalau begitu, permisi?” katanya lagi. “Semoga dekorasi dari kamu sudah sesuai dengan permintaan Anda.”Siska mengangguk dan buru-buru mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya, dia mencoba menghubungi kontak Roni untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.Bunyi deringan yang panjang dan terus-menerus berulang membuat Siska menunggu dengan napas tertahan. Saat panggilannya terputus otomatis, dia mengulangnya lagi. Terus seperti itu sampai akhirnya Siska menyerah.“Mungkin sebaiknya aku susul Mas Roni ke kantor dulu,” pikir Siska seraya memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas. “Siapa tahu memang pekerjaan dia belum selesai.”Siska melangkah cepat hingga ujung sepatu hak tingginya menyapu jalanan, tidak dipedulikannya tatapan ingin tahu orang-orang yang dengan jelas terarah kepadanya.Selama berjalan, Siska tidak habis pikir kenapa Roni tidak bisa menjawab panggilannya meskipun sedang lembur di kantor. Tidak tahukah dia kalau Siska sudah menunggu kedatangannya dari tadi?Siska masih menyeret kakinya, saat dia melihat pemandangan yang membuat jantungnya hampir berhenti berdetak. Beberapa meter dari tempat dirinya berdiri, Siska melihat mobil Roni dikerumuni banyak orang yang mengenakan pakaian pesta kondangan.Beberapa orang kini menyingkir dan berhasil memperlihatkan Roni yang keluar dari mobil bersama wanita yang hendak membawanya ke mobil lain di seberang jalan.Melihat itu, Siska menarik gaunnya dan berlari ke tengah kerumunan.“Mas Roni!” teriaknya keras. Roni menoleh dan wajahnya langsung putih memucat.“Siska, jangan mendekat!” serunya di tengah orang-orang yang masih mengerumuninya ketat.Siska tidak mempedulikan peringatan Roni dan tetap berlari mendekat.“Mas, kenapa dia muncul?” tanya Ririn panik. “Kita sudah ditunggu keluarga besar ...”“Minggir sebentar, Bu!” Salah satu petugas mendorong Siska yang menghalangi jalan.“Jangan dorong saya!” seru Siska dengan wajah memanas.Melihat Siska mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, Roni memisahkan diri dan mendatangi istrinya.“Kamu seharusnya tidak melihat ini,” katanya sambil menggenggam tangan Siska erat.“Aku tidak mengerti apa yang terjadi, bisa kamu jelaskan kenapa kamu pakai jas pengantin, Mas?” ujar Siska dengan mata berkaca-kaca.Belum sempat mereka berdialog lebih jauh, Ririn beserta orang-orang sudah merangsek maju dan berusaha melepas genggaman Roni pada tangan Siska.“Tolong jangan ganggu kami!” seru Ririn dengan mata lentik penuh riasan. “Kami mau resepsi ...”“Resepsi? Apa maksudnya ini, Mas!”“Jangan kacaukan pesta ini, oke!”Kalimat yang terlontar dari mulut Ririn membuat Siska gemetar hebat saat Roni melepasnya.“Minggir kalian!” teriak Siska lantang, dia berusaha keras mempertahankan genggamannya pada tangan suami sahnya. “Mas, apa pun yang terjadi kamu harus jelaskan dulu semuanya!”Siska terus berteriak-teriak memohon dengan kepala mendongak sambil menyatukan satu tangannya yang masih bebas untuk mempertahankan Roni yang berstatus suaminya.“Mas, ini gimana?” sergah Ririn karena orang-orang kini memusatkan perhatian kepada mereka. “Kenapa jadi ribut seperti ini sih?”“Kamu itu siapa?!” teriak Siska sebelum Roni sempat membuka mulut. “Pakai baju pengantin segala ... Mas Roni ini suami aku!”Ririn tersentak kaget karena Siska membentaknya.“Asal kamu tahu saja ya, aku ini juga istrinya Mas Roni!”“Apa?” Siska menoleh ke arah Roni yang diam membisu. “Jelaskan sekarang, Mas! Siapa dia?”Bersambung—Roni dan Ririn masing-masing tidak mau melepas ikatan tangan mereka, sampai Siska terpaksa menghentikan sejenak aksi tarik-menarik itu.Bodohnya aku, pikir Siska. Mas Roni mengenakan jas pengantin dan wanita itu mengenakan gaun, sudah pasti mereka adalah pasangan kan?“Mas, tolong jelaskan sama aku ... Ini apa-apaan ...” Siska memohon dengan hati teriris perih. “Apa begini cara kamu berkomunikasi? Kita sudah menikah tiga belas tahun, tiga belas tahun, Mas! Anak kita bahkan sudah tiga!”Roni mengembuskan napas berat, orang-orang kini tidak segan untuk merekam keributan yang ditimbulkan akibat kehadiran istrinya.Kalau sampai video mereka tersebar luas hingga ke masyarakat publik, pasti akan ada banyak kecaman yang ditujukan kepada dia dan Ririn.“Kamu jangan bikin malu aku dan Mas Roni dong!” tegur Ririn keras.Melihat wanita lain tidak semudah itu diusir, Siska kembali mengarahkan tatapan tajamnya untuk menghujam Roni.“Jadi selama ini kamu selingkuh?”“Siska, jaga suara kamu—tidak per
Siska menyusuri jalanan tanpa tentu arah, tatapan matanya menyiratkan betapa dalam luka hatinya hingga dia terlunta-lunta.Pandangan Siska lurus ke depan, tetapi pikirannya sudah sejak tadi pergi meninggalkan raganya dan berkelana ke tempat lain. Mengingat kembali momen-momen mendebarkan dirinya bersama Roni yang sekelebat menyapanya.Tanpa terasa air mata Siska menitik lagi tanpa bisa dia cegah, ditinggalkan suami demi wanita lain benar-benar hal yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya. Ingin rasanya dia berteriak, meraung, dan mencaci apa saja yang dia jumpai di jalanan.Namun, Siska merasa sudah tidak bertenaga rasanya. Kesuraman kini sudah menyelimuti hidupnya seperti mendung yang menggelayut di langit senja. Dia tidak mempehatikan ke mana mobil melaju membawa tubuhnya, termasuk saat tiba-tiba mobilnya berbelok tajam, wanita itu tidak mampu mengerem tepat pada waktunya.Ciitt!Siska terdorong ke depan hingga membentur kemudi saat sebuah mobil muncul dan hampir saja menabraknya.
Seorang wanita dewasa muda berjalan mantap saat keluar dari taksi dan memasuki area perkantoran di pusat kota. Namanya Siska Rantama, pegawai yang sudah lama bekerja dengan tim administrasi perusahaan sepatu.Siska ditempatkan bersama Kavita dengan tugas mencatat order masuk dan stok berbagai jenis model sepatu yang diproduksi.Siska bekerja untuk membantu finansial suaminya yang kala itu belum sesukses sekarang.Namun, setelah kesuksesan itu berhasil diraih bersama-sama, ujian paling besar datang menghampiri.Siska masih ingat betul bagaimana dia harus bangkit dari patah hati yang menggerogoti jiwanya sampai nyaris habis. Keinginan untuk menghancurkan hidupnya seketika buyar saat bayangan ketiga anaknya muncul dan seolah ikut merasakan patah hati yang dia rasakan.Sejak itu Siska bangkit dan tidak ingin meratapi rumah tangganya yang gagal. Dia berambisi untuk bisa melanjutkan hidup dan bersumpah akan membuat Roni dan istri keduanya menyesal telah menghancurkan dirinya.Kini satu bulan
Dia melihat sebuah mobil berhenti di depan gudang dan keluarlah beberapa orang laki-laki yang bergegas turun.Pasha sengaja berdehem keras-keras, membuat Siska kembali fokus kepada tujuan awal mereka.Siska cepat-cepat menjelaskan tentang stok sepatu yang tersedia berdasarkan catatan.“Di sini sudah ada petugas, jadi kamu tinggal tanya-tanya saja tentang stok sepatu yang kamu butuhkan ... Kamu juga bisa melihat-lihat atau memilih barangnya langsung.”“Oh, sama kamu juga?” tanya Pasha.“Tidak perlu, aku kerja di bagian lain.” Siska menjelaskan. “Pak Pasha, memangnya kamu tahu ...”“Jangan panggil aku bapak, aku belum tua.”Siska tidak menanggapi Pasha dan memilih untuk meninggalkan gudang sepatu.“Sha, aku kembali ke kantor dulu ya?” ucap Siska sambil tersenyum singkat, sementara Pasha berjalan di sampingnya sambil bermain ponsel.“Sis, minggu depan ikut seminar yuk?” ajak Pasha. “seminar bisnis, di gedung hotel sana itu ....”“Aku tidak ikut,” geleng Siska. “Aku mau ambil kerjaan, tar
“Kamu benar, Sha.” Siska mengangguk seraya menarik napas dalam-dalam.Setibanya di hotel yang sudah disulap menjadi tempat seminar, Siska dan Pasha bergegas masuk dan langsung disambut beberapa rekan bisnis yang sudah lebih dulu datang.“Aku ke toilet dulu,” kata Siska sedikit gugup saat rekan Pasha bergabung dengannya.“Aku tunggu di sini,” sahut Pasha.Di dalam toilet, Siska melihat pantulan wajahnya sendiri lekat-lekat. Rambutnya yang hitam meruncing nyaris tak ada bedanya dengan dirinya beberapa bulan yang lalu. Namun, wajah itu kini semakin matang oleh rasa benci yang membuncah.Begitu keluar dari toilet, Siska terkesiap saat mendapati sosok Roni yang berdiri di depan lorong."Siska?" Roni menyadari kehadiran istrinya juga. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Siska terpaku sebentar selama beberapa detik, sebelum akhirnya dia mengangguk ke arah Roni sambil tersenyum sopan dan melenggang pergi begitu saja dari hadapannya. “Maaf, nunggu lama!” seru Siska saat bergabung lagi dengan Pas
“Ingatan tentang bagaimana sedihnya kamu saat melihatku bersama Ririn, telah menjadi mimpi buruk bagiku selama dua bulan ini.”Siska sama sekali tidak bereaksi, dia sengaja membiarkan Roni menikmati halus kulitnya di pahatan wajahnya yang nyaris tanpa cela.“Aku bisa pahami kemarahan kamu terhadap keputusanku,” sambung Roni lagi. “Tapi aku tidak akan semudah itu membiarkan kamu pergi. Apa pun akan aku lakukan untuk membuat kamu tetap berada di sisiku.”Siska sengaja tertawa kecil untuk menutupi perasaannya yang sudah tidak keruan lagi.“Terserah kamu,” katanya. “Bukankah seorang suami bebas untuk melakukan apa saja yang dia suka?”Siska menyingkirkan tangan Roni dengan gerakan pelan dan tidak terkesan buru-buru mendorongnya.“Jangan memancing kesabaran aku, Siska.” Roni tidak mengizinkan Siska memegang tangannya dan segera ditariknya dagu wanita muda itu hingga bibirnya maju lebih dekat dengan bibirnya sendiri. “Ingat, kita ini masih sah suami istri.”Dan segera dilahapnya bibir merek
“Aku baik-baik aja kok Sha, cuma ada sesuatu sedikit.” Siska menenangkannya. “Sekarang kamu di mana? Biar aku yang susul kamu.”Pasha terdengar menghela napas lega.“Aku ada di depan gedung, Sis,” katanya. “Cepat ya, jangan bikin aku khawatir.”“Oke, aku jalan ke sana sekarang.” Siska memutus sambungan teleponnya dan bergegas menyusul Pasha yang sudah menunggu.Wajah Pasha terlihat lega saat Siska muncul di depannya.“Sis, kamu ke mana saja?” serunya sambil memandang Siska. “Aku sudah mikir yang tidak-tidak kalau kamu hilang atau diculik ...”“Maaf Sha, aku tidak sempat ngabarin soalnya ...” Siska menghentikan kalimatnya dengan napas panjang.“Ya sudah, tidak apa-apa.” Pasha seolah mengerti apa yang sedang dirasakan Siska. “Aku antar kamu ke rumah sekarang, bagaimana?”“Oke,” angguk Siska seraya masuk ke mobil Pasha dan menyandarkan punggungnya yang letih ke tempat duduk.Pasha menyusul masuk dan sempat melirik Siska sebentar sebelum akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan hotel semi
Roni tidak dapat menemukan pilihan kata yang tepat untuk menggambarkan kepada Ririn tentang betapa berbedanya Siska saat ini.“Dia kecewa?” tebak Ririn.“Sangat,” ucap Roni. “Biarpun dia tidak bilang, aku bisa melihat itu semua dari sorot matanya saat memandangku.”Ririn terdiam, tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Dia masih ingat betapa kejamnya Siska saat berusaha keras menggagalkan pernikahannya dengan Roni, tetapi pada akhirnya Roni juga yang enggan memiliki satu di antara mereka berdua.Dan yang menjadi korbannya tentu saja Ririn yang tidak tahu apa-apa.“Tapi aku tahu kalau dia bohong,” ujar Roni sambil menenggak minuman kalengnya lagi. “Aku masih bisa merasakannya.”Sesungguhnya Roni tidak benar-benar yakin jika Siska masih mengharapkan hubungan mereka diperbaiki. Dia telah membiarkan dirinya tenggelam dalam kesendirian selama dua bulan tanpa penjelasan, dan Roni baru saja menerima pembayaran tunai dengan kebencian Siska terhadapnya.Masih terin
Pasha mengangguk kuat-kuat, dia sendiri tidak habis pikir apa motif Ririn melakukan itu. Disuruh Roni kah? “Apa? Jadi Ririn adalah salah satu pelaku?” Siska terbelalak lebar ketika Pasha menyampaikan apa yang dilihatnya tadi. Pasha mengangguk. “Benar-benar keterlaluan, dia sudah bikin aku dan sahabatku malu luar biasa. Aku harus telepon Roni sekarang!” “Buat apa, mau bikin keributan?” “Istrinya yang kurang kerjaan, masa suaminya sampai tidak tahu?” Pasha juga sama herannya, dia tidak kuasa menahan Siska yang terlihat memendam emosi tak tertahankan. Sementara itu, Roni sedang berada di jalan ketika ponselnya berdering nyaring. “Siska ... Halo?” “Ron, kamu tuh bisa mendidik istri kamu atau tidak sebenarnya?” Siska langsung menyembur telinga Roni dengan api kemarahan. “Maksud kamu apa?” “Aku yang seharusnya tanya, maksud Ririn apa pakai ngumbar-ngumbar masa lalu aku di akun berita online?” “Aku tidak paham, ini aku juga baru saja dihubungi polisi karena Ririn ada di sana!” “B
Pasha memeluk bahu Siska dengan penuh kehangatan. “Aku janji akan menyelesaikan ini semua, aku juga resah sama pemberitaan itu.” “Maaf ....” “Jangan minta maaf, bukan salahmu.” Siska membalas pelukan Pasha dengan erat, dia bertekad ingin menatap langsung wajah pelaku yang telah mengganggu ketenangan hidupnya itu. “Pokoknya siapapun dia, aku mau dia dihukum berat.” “Pasti, biar dijadikan pelajaran oleh siapa pun untuk tidak menggali masa lalu seseorang seenak jidat.” Setelah pembicaraan mereka berakhir, Siska memutuskan untuk tidur karena dia ingin berangkat lebih awal ke kantor. “Gimana, Mas?” Di kediaman Roni, Ririn sedang menghidangkan secangkir teh hangat dan roti selai. “Aku dapat beberapa kontrak dari klien baru,” kata Roni memberi tahu. “Apakah klien itu dari mereka-mereka yang membatalkan kerja sama dengan perusahaan saingan kamu?” “Aku tidak tahu, karena aku tidak pernah tanya-tanya soal itu. Menurutku tidak bagus kalau kita terlalu menunjukkan kesenangan kita atas b
“Tapi aku belum punya bukti untuk menguatkan kecurigaan aku,” ujar Pasha menyesalkan. “Aku juga tidak mau kalau Cuma asal tuduh saja, semua kasus di dunia ini membutuhkan bukti.” “Kamu suruh orang saja untuk memata-matai Roni, cari yang profesional.” Ezra mengusulkan. “Oke, tapi aku juga harus tanya pendapat Siska dulu. Jangan sampai apa yang aku lakukan justru menimbulkan masalah baru.”Ezra memandang Pasha dengan sangat serius.“Kamu bertindak terlalu hati-hati ternyata.”“Bukankah harus? Keselamatan istri dan anak-anak sambungku juga harus dipikirkan,” kilah Pasha.“Aku setuju kalau yang kita bicarakan ini adalah tentang Shadan atau Monic yang agak-agak psikopat, tapi Roni? Aku bahkan tidak tahu menahu latar belakangnya selain dia adalah mantan suami Siska.”Pasha terdiam.“Dia pernah mendapat kontrak kerja di edisi sebelumnya,” katanya mengingatkan.“Ya, dua poin itu.”Setelah mempertimbangkan baik buruknya, pasha akhirnya setuju untuk mengintai Roni diam-diam.Beber
“Aku tahu Vit, kamu tidak perlu khawatir. Pasha tidak tinggal diam, aku yakin Pak Ezra juga akan berbuat sesuatu untuk pelaku yang sudah menyebarkan masa lalu kita ke orang banyak.” “Ezra juga mulai mengusut masalah ini, Sis. Biasanya dia kerja sama dengan suami kamu dalam segala hal kan?” Siska mengangguk. “Aku penasaran siapa pelakunya.” “Apa mungkin ... pelakunya adalah Yura?” Siska menatap Kavita dengan sangat lekat. “Tapi aku tidak ada urusan apa-apa sama Yura, Vit. Kalau betul dia pelakunya, maka sama saja dia sudah mengibarkan bendera perang terhadapku.” Kavita diam sambil berpikir. “Betul juga, kalau sama aku sih wajar. Yura tidak punya motif apa-apa untuk menjatuhkan kamu atau perusahaan Pak Pasha.” Sepasang sahabat itu sibuk berpikir dengan logika masing-masing. “Otakku buntu, aku tidak punya tersangka yang bisa aku curigai.” Siska akhirnya menyerah. “Kalau begitu biarkan suami-suami kita yang menyelidikinya.” “Betul, kamu juga jangan terlalu kepikiran. Masa lalu b
“Maksud kamu? Dih, aku nggak sebodoh yang kamu pikirkan! Kalau orang sudah nggak percaya, tentu mereka akan beralih untuk mencari perusahaan baru kan? Nah, situasi ini bisa kamu manfaatkan, Mas!”Roni terdiam, betul juga apa yang Ririn katakan. Namanya persaingan bisnis, sah-sah saja kan jika dia mengambil kesempatan dalam situasi seperti apa pun?***Untuk pertama kalinya sejak berita tentang masa lalu itu terbongkar luas di platform digital, Siska dan Kavita bertemu di kafe untuk minum kopi bersama.Kalau biasanya mereka memilih kafe standar masyarakat umum, khusus untuk pertemuan kali ini mereka memilih kafe ekslusif demi kenyamanan privasi masing-masing.“Vit, bagaimana kabar kamu?” tanya Siska begitu mereka duduk berhadapan.Wajah Kavita tampak sayu seperti orang yang kekurangan waktu tidur yang berkualitas.“Aku? Baik, Sis.”Suasana sedikit canggung, sehingga Siska bingung bagaimana cara untuk mencairkannya.“Kita ... sudah lama tidak bertemu, ya? Jujur aku kangen ngopi-
“Jadi ... kita diam saja, Sha?”“Untuk sementara, nanti kalau mereka sudah tahu dan bergerak, baru kita ikut bantu.”Siska terpaksa setuju, dia geram sekali dengan si pembuat berita yang mengumbar masa lalunya.Bahkan Kavita juga ikut dikulik habis-habisan.Sesuai dengan rencana Pasha, Siska tidak berani menghubungi Kavita sejak berita tentang masa lalu mereka beredar. Bukan apa-apa, dia merasa tidak enak hati sendiri jika harus pertama kali membahas topik itu.Meskipun jauh di sudut hatinya, Siska juga sangat penasaran mengenai kebenaran pernikahan kontrak yang terjadi antara Kavita dan Ezra, bos mereka sendiri.“Sha, Pak Ezra bagaimana?” tanya Siska setelah berdiam diri selama beberapa hari tanpa mengontak Kavita. “Setiap aku bertemu sama dia, sikapnya tidak ada yang aneh ....”“Mustahil berita itu belum sampai ke telinga Pak Ezra!” bisik Siska dramatis. “Kecepatan informasi di jaman ini kan benar-benar gila, Sha. Aku khawatir seandainya tanpa sepengetahuan kita, Pak Ezra d
“Besok ayah traktir sepuasnya, ayah baru saja dapat kontrak kerja ....”“Yes!”“Makan-makan!”Siska dan Pasha tertawa lebar bersama anak-anak mereka.Ketika kebahagiaan mewarnai keluarga baru Siska, hal yang berbeda justru tengah dirasakan Roni dan istrinya.Semangat Roni yang tadinya menggebu-gebu kini seolah tidak lagi ada, seluruh harapan yang semula dia pikul di pundak seketika luruh tanpa sisa.“Apa mungkin kamu bikin kesalahan yang bikin pemilik kontrak kerja itu nggak mau pilih perusahaan kamu, Mas?” tanya Ririn sok tahu.“Maksud kamu apa sih?”“Nggak mungkin kan kalau perusahaan kamu baik-baik saja, tapi kalah sama perusahaan suami Siska?”Roni melirik Ririn, ingin sekali dia mengomel karena ketidakpekaan istrinya. “Kamu tidak bisa baca situasi ya?”“Maksud kamu?”“Seharusnya kamu bisa lihat kan, apa yang aku rasakan sekarang ini?”Ririn melongo. “Kok jadi kamu yang terbawa perasaan sih, Mas? Aku kan tanya baik-baik ....”“Terserah,” potong Roni, dia berdiri dar
“Aku tidak bermaksud apa-apa, Rin. Takutnya kalau kamu berisik terus, aku tidak bisa dengar apa yang dikatakan pembawa acara.”Ririn semakin sewot mendengar alasan Roni yang menurutnya konyol sekali, memangnya suara dia sekeras apa coba?“Rin, lihat! Sebentar lagi akan diumumkan perusahaan siapa yang berhasil mendapatkan kontrak!” bisik Roni antusias.Mendengar ucapan Roni, kini giliran Ririn yang mengerutkan keningnya.Tadi katanya nggak boleh ribut, gimana sih. Perempuan itu membatin kesal.Di kursi lainnya, Siska dan Kavita tidak kalah tegang menunggu pengumuman pemenang kontrak. “Ezra atau Pak Pasha?” Kavita menoleh ke arah Siska.“Pak Ezra atau Pasha, bebas!”Kavita mengangguk, sebelah tangannya meremas jemari Siska untuk menyalurkan ketegangan yang terasa.“... akan ada dua perusahaan yang mendapatkan kontrak kerja ini, sehingga kolaborasi keduanya diharapkan bisa meningkatkan daya beli konsumen dan menjaga persaingan sehat di masa-masa yang akan datang.”Siska dan Ka
Ririn menganggukkan kepalanya seraya memahami layar laptop Roni yang menyala. “Dyaksa Company, itu perusahaan Siska?” celetuk Ririn. “Bukan, itu perusahaan pesaing aku. Siska kerja di situ sudah lama, sejak aku masih merintis dari nol.” “Oh ya? Terus kenapa dia masih jadi pegawai di sana setelah kamu sukses?” Roni menarik napas, dia berusaha mengingat kembali momen ketika Siska tidak ingin berhenti kerja dari Dyaksa Company. “Katanya dia merasa sayang sama pencapaian dia di perusahaan itu,” ucap Roni lambat-lambat. “Siska nyaman bekerja di sana, jadi dia mempekerjakan beberapa asisten rumah tangga demi pekerjaannya di Dyaksa Company. Padahal aku sudah bilang sama dia kalau aku sanggup memenuhi semua kebutuhan rumah tangga, tapi dia tidak mau melepaskan pekerjaannya.” Ririn bahkan sampai melongo mendengar penjelasan Roni tentang alasan Siska. Kok bodoh banget ya Siska itu, pikir Ririn. Punya suami sukses, disuruh berhenti kerja malah nggak mau. Kan enak tinggal ongkang-ongkang ka