Siska menyusuri jalanan tanpa tentu arah, tatapan matanya menyiratkan betapa dalam luka hatinya hingga dia terlunta-lunta.
Pandangan Siska lurus ke depan, tetapi pikirannya sudah sejak tadi pergi meninggalkan raganya dan berkelana ke tempat lain. Mengingat kembali momen-momen mendebarkan dirinya bersama Roni yang sekelebat menyapanya.Tanpa terasa air mata Siska menitik lagi tanpa bisa dia cegah, ditinggalkan suami demi wanita lain benar-benar hal yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya. Ingin rasanya dia berteriak, meraung, dan mencaci apa saja yang dia jumpai di jalanan.Namun, Siska merasa sudah tidak bertenaga rasanya. Kesuraman kini sudah menyelimuti hidupnya seperti mendung yang menggelayut di langit senja. Dia tidak mempehatikan ke mana mobil melaju membawa tubuhnya, termasuk saat tiba-tiba mobilnya berbelok tajam, wanita itu tidak mampu mengerem tepat pada waktunya.Ciitt!Siska terdorong ke depan hingga membentur kemudi saat sebuah mobil muncul dan hampir saja menabraknya. Untunglah pengemudi itu mau berhenti dan turun untuk mendatangi mobil Siska yang berhenti mendadak karena menabrak ruko yang tutup.“Hei, kamu tidak apa-apa kan?” tanya suara seorang pria. “Aku kaget saat mobil kamu tiba-tiba—Siska?”Pria itu terkejut saat Siska mendongakkan wajahnya.“Pasha?” Siska membelalakkan matanya saat bertatapan dengan Rapashatrya, teman sekolahnya dulu.“Kamu ...” Pandangan Pasha menyapu dari atas hingga bagian bawah gaun mewah yang dipakai Siska. “Kamu bukannya sudah nikah? Terus ... di mana suami kamu?”Siska tercekat, dia tidak tahu harus menjawab apa. Terlalu bingung untuk menjelaskan apa yang baru saja dialaminya.“Sis, kenapa?” tanya Pasha curiga saat melihat perubahan rona muka siska. “Apa aku salah bicara?”Siska menggeleng perlahan.“Tidak kok Sha, tidak ada yang salah. Aku ... baru saja diselingkuhi, begitulah.” Siska mengakui tanpa merasa sungkan karena dia tahu watak Pasha yang tidak akan menertawakan musibah yang terjadi.“Diselingkuhi?” ulang Pasha tidak percaya. “Sebaiknya kita duduk dulu.”Pasha membantu Siska keluar dari mobil membimbingnya untuk menepi ke halaman sebuah ruko yang tutup.“Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu, Sis?” tanya Pasha meminta penjelasan. “Kok bisa kamu sudah menikah, dan ternyata diselingkuhi begini?”Siska menarik napas panjang, dia merasakan semua kata-katanya sudah tertelan di tenggorokan sebelum sempat dia ucapkan. Sebagai gantinya air mata yang tiba-tiba mengucur deraslah yang justru mewakilinya sebagai jawaban.Pasha tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya mampu memandangnya miris.“Nangis saja Sis, keluarkan semua beban kamu sampai hati kamu lega.” Dia menyarankan. “Aku sama sekali tidak tahu apa yang baru saja kamu alami, tapi itu pasti sesuatu yang sangat berat.”Siska merasakan kesedihannya semakin membanjir keluar tanpa mampu dia tahan, dan karenanya membuat tangisnya jadi semakin kencang dan menyayat hati Pasha yang menyaksikannya.“Aku siap mendengarkan cerita kamu kapanpun kamu mau,” ujar Pasha bersimpati. “Kita ini masih bersahabat, kan?”Siska menyeka matanya dan mulai bercerita dengan tersendat-sendat. Pasha mendengarkannya tanpa menyela, tapi beberapa kali dia harus menahan diri saat mendapati kenyataan bahwa Roni adalah suami Siska yang sah.“Jadi dia ... memilih wanita itu?” komentar Pasha tidak percaya. “Apa boleh aku menghajar mantan teman yang dulu nikung aku?”Siska menggelengkan kepala dan menjelaskan posisi dirinya dan Roni yang sebenarnya baik-baik saja. Hal itu membuat Pasha terpaku cukup lama sebelum akhirnya memandang Siska.“Kamu masih muda Sia, hidup kamu tidak harus terhenti karena diselingkuhi.” Siska mengambil kartu nama dan memperlihatkannya kepada Siska. “Kamu ingat saat kita satu kelas? Kita sama-sama mau bikin bisnis dan membuka lapangan kerja untuk orang banyak.”Siska menghambur ke dekapan Pasha tanpa bisa ditahan lagi, membuat pria itu terkejut dan bingung dalam waktu yang bersamaan. Namun, dia membiarkan bahunya menjadi sandaran Siska yang saat ini sedang rapuh hatinya.Waktu terus berlalu hingga Siska menyudahi sedihnya dan memutuskan untuk kembali ke rumah. Saat Pasha menawarkan diri untuk mengawalnya, dia tanpa ragu menolak.Kini Siska melanjutkan perjalanannya dengan hati hampa. Meski dia tengah merasakan luka yang menganga lebar di hatinya, dia yakin bahwa pada akhirnya dia akan baik-baik saja.Suatu saat nanti."Kamu keterlaluan, Siska. Kamu bikin aku dan Ririn seolah jadi manusia kejam gara-gara kejadian tadi sudah tersebar luas."Roni menatap Siska dengan raut wajah kecewa saat mereka bertemu kembali di rumah malam harinya."Lebih keterlaluan siapa, aku atau kamu?" Siska bertanya balik. "Kamu bertindak dan mengambil keputusan tanpa sepengetahuan aku, minta izin dulu juga tidak ...."Siska melempar tatapan terluka kepada Roni, lelaki yang telah menjalani biduk rumah tangga dengannya selama tiga belas tahun ini."Aku sudah pernah bilang sama kamu kan, seorang suami tidak membutuhkan izin istrinya kalau dia mau menikah lagi.""Setidaknya komunikasi dulu bisa kan? "Memangnya selama kita menikah, aku tidak berhak tahu apa yang menjadi keinginan kamu?"Roni terdiam, dia bukannya tidak mau berkomunikasi dengan Siska. Hanya saja dia tahu kalau istrinya itu tidak akan pernah setuju kalau dirinya menikah lagi."Kenapa kamu tidak jawab, Mas? Aku merasa dikhianati, tahu? Kamu tidak ingat apa, siapa yang menemani kamu merintis dari nol? Siapa yang setia mendampingi kamu di saat-saat susah? Aku apa dia?"Roni menarik napas panjang. Justru karena dia tahu kalau Siska memiliki karakter yang sedikit keras, dia memilih untuk tidak memberi tahu pernikahan keduanya."Boleh aku tahu alasan kamu menikah lagi?" tanya Siska lemah. "Aku sehat, masih bisa melayani kamu ... Aku bahkan sudah kasih kamu tiga anak cerdas, tidak bersyukurkah kamu, Mas?Roni terdiam dan tidak segera menjawab."Kalau pun suami punya kebebasan untuk menikah berkali-kali, seharusnya kamu berusaha supaya tidak menyakiti perasaan aku." Siska melanjutkan. "Bukannya diam-diam saja seperti ini, apa yang harus aku jelaskan anak-anak kita kalau mereka tahu? Aku harus bilang kalau ayah mereka punya istri lagi, begitu?""Mereka masih terlalu muda, Sis. Karena itu aku memilih untuk menyembunyikan pernikahan kedua ini untuk sementara ... Tapi gara-gara kejadian hari ini viral, anak-anak kita pasti akan tahu juga.""Ya sudah, memang itu kenyataannya. Ayah mereka nikah lagi tanpa izin kan?"Roni menarik napas."Kamu juga harus tahu akibat yang kamu timbulkan, Ririn jadi shock dan trauma ....""Aku tidak peduli, kenal juga tidak."Roni terdiam, percuma dia menjelaskan seperti apa pun juga. Siska sedang dalam puncak emosinya, penjelasan logis seperti apa pun tidak akan mengubah yang sudah terjadi."Aku akan pulang besok pagi," pamit Roni."Terserah, tidak pulang juga tidak apa-apa."Roni tertegun, seharusnya dia sudah memperkirakan bahwa reaksi Siska akan semarah ini. Namun, Roni tidak menduga bahwa pernikahan keduanya harus terbongkar dengan cara yang kurang mengenakkan."Aku akan tetap pulang, karena kamu masih istri aku."Bersambung—Seorang wanita dewasa muda berjalan mantap saat keluar dari taksi dan memasuki area perkantoran di pusat kota. Namanya Siska Rantama, pegawai yang sudah lama bekerja dengan tim administrasi perusahaan sepatu.Siska ditempatkan bersama Kavita dengan tugas mencatat order masuk dan stok berbagai jenis model sepatu yang diproduksi.Siska bekerja untuk membantu finansial suaminya yang kala itu belum sesukses sekarang.Namun, setelah kesuksesan itu berhasil diraih bersama-sama, ujian paling besar datang menghampiri.Siska masih ingat betul bagaimana dia harus bangkit dari patah hati yang menggerogoti jiwanya sampai nyaris habis. Keinginan untuk menghancurkan hidupnya seketika buyar saat bayangan ketiga anaknya muncul dan seolah ikut merasakan patah hati yang dia rasakan.Sejak itu Siska bangkit dan tidak ingin meratapi rumah tangganya yang gagal. Dia berambisi untuk bisa melanjutkan hidup dan bersumpah akan membuat Roni dan istri keduanya menyesal telah menghancurkan dirinya.Kini satu bulan
Dia melihat sebuah mobil berhenti di depan gudang dan keluarlah beberapa orang laki-laki yang bergegas turun.Pasha sengaja berdehem keras-keras, membuat Siska kembali fokus kepada tujuan awal mereka.Siska cepat-cepat menjelaskan tentang stok sepatu yang tersedia berdasarkan catatan.“Di sini sudah ada petugas, jadi kamu tinggal tanya-tanya saja tentang stok sepatu yang kamu butuhkan ... Kamu juga bisa melihat-lihat atau memilih barangnya langsung.”“Oh, sama kamu juga?” tanya Pasha.“Tidak perlu, aku kerja di bagian lain.” Siska menjelaskan. “Pak Pasha, memangnya kamu tahu ...”“Jangan panggil aku bapak, aku belum tua.”Siska tidak menanggapi Pasha dan memilih untuk meninggalkan gudang sepatu.“Sha, aku kembali ke kantor dulu ya?” ucap Siska sambil tersenyum singkat, sementara Pasha berjalan di sampingnya sambil bermain ponsel.“Sis, minggu depan ikut seminar yuk?” ajak Pasha. “seminar bisnis, di gedung hotel sana itu ....”“Aku tidak ikut,” geleng Siska. “Aku mau ambil kerjaan, tar
“Kamu benar, Sha.” Siska mengangguk seraya menarik napas dalam-dalam.Setibanya di hotel yang sudah disulap menjadi tempat seminar, Siska dan Pasha bergegas masuk dan langsung disambut beberapa rekan bisnis yang sudah lebih dulu datang.“Aku ke toilet dulu,” kata Siska sedikit gugup saat rekan Pasha bergabung dengannya.“Aku tunggu di sini,” sahut Pasha.Di dalam toilet, Siska melihat pantulan wajahnya sendiri lekat-lekat. Rambutnya yang hitam meruncing nyaris tak ada bedanya dengan dirinya beberapa bulan yang lalu. Namun, wajah itu kini semakin matang oleh rasa benci yang membuncah.Begitu keluar dari toilet, Siska terkesiap saat mendapati sosok Roni yang berdiri di depan lorong."Siska?" Roni menyadari kehadiran istrinya juga. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Siska terpaku sebentar selama beberapa detik, sebelum akhirnya dia mengangguk ke arah Roni sambil tersenyum sopan dan melenggang pergi begitu saja dari hadapannya. “Maaf, nunggu lama!” seru Siska saat bergabung lagi dengan Pas
“Ingatan tentang bagaimana sedihnya kamu saat melihatku bersama Ririn, telah menjadi mimpi buruk bagiku selama dua bulan ini.”Siska sama sekali tidak bereaksi, dia sengaja membiarkan Roni menikmati halus kulitnya di pahatan wajahnya yang nyaris tanpa cela.“Aku bisa pahami kemarahan kamu terhadap keputusanku,” sambung Roni lagi. “Tapi aku tidak akan semudah itu membiarkan kamu pergi. Apa pun akan aku lakukan untuk membuat kamu tetap berada di sisiku.”Siska sengaja tertawa kecil untuk menutupi perasaannya yang sudah tidak keruan lagi.“Terserah kamu,” katanya. “Bukankah seorang suami bebas untuk melakukan apa saja yang dia suka?”Siska menyingkirkan tangan Roni dengan gerakan pelan dan tidak terkesan buru-buru mendorongnya.“Jangan memancing kesabaran aku, Siska.” Roni tidak mengizinkan Siska memegang tangannya dan segera ditariknya dagu wanita muda itu hingga bibirnya maju lebih dekat dengan bibirnya sendiri. “Ingat, kita ini masih sah suami istri.”Dan segera dilahapnya bibir merek
“Aku baik-baik aja kok Sha, cuma ada sesuatu sedikit.” Siska menenangkannya. “Sekarang kamu di mana? Biar aku yang susul kamu.”Pasha terdengar menghela napas lega.“Aku ada di depan gedung, Sis,” katanya. “Cepat ya, jangan bikin aku khawatir.”“Oke, aku jalan ke sana sekarang.” Siska memutus sambungan teleponnya dan bergegas menyusul Pasha yang sudah menunggu.Wajah Pasha terlihat lega saat Siska muncul di depannya.“Sis, kamu ke mana saja?” serunya sambil memandang Siska. “Aku sudah mikir yang tidak-tidak kalau kamu hilang atau diculik ...”“Maaf Sha, aku tidak sempat ngabarin soalnya ...” Siska menghentikan kalimatnya dengan napas panjang.“Ya sudah, tidak apa-apa.” Pasha seolah mengerti apa yang sedang dirasakan Siska. “Aku antar kamu ke rumah sekarang, bagaimana?”“Oke,” angguk Siska seraya masuk ke mobil Pasha dan menyandarkan punggungnya yang letih ke tempat duduk.Pasha menyusul masuk dan sempat melirik Siska sebentar sebelum akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan hotel semi
Roni tidak dapat menemukan pilihan kata yang tepat untuk menggambarkan kepada Ririn tentang betapa berbedanya Siska saat ini.“Dia kecewa?” tebak Ririn.“Sangat,” ucap Roni. “Biarpun dia tidak bilang, aku bisa melihat itu semua dari sorot matanya saat memandangku.”Ririn terdiam, tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Dia masih ingat betapa kejamnya Siska saat berusaha keras menggagalkan pernikahannya dengan Roni, tetapi pada akhirnya Roni juga yang enggan memiliki satu di antara mereka berdua.Dan yang menjadi korbannya tentu saja Ririn yang tidak tahu apa-apa.“Tapi aku tahu kalau dia bohong,” ujar Roni sambil menenggak minuman kalengnya lagi. “Aku masih bisa merasakannya.”Sesungguhnya Roni tidak benar-benar yakin jika Siska masih mengharapkan hubungan mereka diperbaiki. Dia telah membiarkan dirinya tenggelam dalam kesendirian selama dua bulan tanpa penjelasan, dan Roni baru saja menerima pembayaran tunai dengan kebencian Siska terhadapnya.Masih terin
“Aku pusing, kepalaku sakit sekali ...” keluh Siska. “Maaf kalau kamu jadi tidak nyaman.”Kavita menggeleng, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Sebagai gantinya, dia mengulurkan sekotak makanan yang tadi sudah disiapkannya kepada Siska.“Makanlah, aku pikir kamu belum sarapan. Aku paham bagaimana rasanya dikhianati,” ujar Kavita sungguh-sungguh.“Terima kasih ya?” ucap Siska sambil menerimanya. “Kamu sudah menyempatkan diri datang ke sini.”Kavita menggeleng dan duduk di samping Siska.“Sudahlah, jangan berpikiran macam-macam. Cepat makan,” suruhnya.Siska tersenyum tipis dan membuka kotak makan yang diberikan Kavita kepadanya.Di lain tempat, Pasha menghentikan mobilnya di tepi jembatan yang ada di dekat lokasi proyek. Dia menengok arlojinya dan memutuskan untuk menunggu kedatangan Roni yang sudah menyanggupi kesepakatan jam pertemuan mereka.Kira-kira tak sampai sepuluh menit menunggu, Pasha melihat sebuah mobil berhenti di dekat mobilnya.“Langsung saja ya, Ron?” kata Pasha bahkan se
“Jadi,” ucap Kavita ketika dia dan Siska duduk bersama dalam satu meja dan menikmati sarapan mereka. “Kamu sudah merasa lebih baik?”“Apanya?” tanya Siska sambil terus mengunyah. “Jangan pura-pura tidak tahu,” jawab Kavita sambil melirik Siska tajam. “Bagian yang paling menyedihkan dalam hidup itu adalah berpura-pura padahal hati kamu merasakan yang sebaliknya.”Siska terdiam sambil menelan makanannya. Pantas saja semalaman suntuk dia merasakan nyeri yang amat sangat di hatinya, bisa jadi itu karena dia telah berpura-pura bahwa dia tidak lagi mengharapkan Roni.“Nah kan, melamun lagi ...” komentar Kavita sambil menggeleng. “Kalau memang kamu merasa belum siap untuk mengambil keputusan terkait rumah tangga kamu, lebih baik jangan gegabah.” Kavita menyarankan.Siska menarik napas panjang.“Dia melakukan kesalahan yang tidak bisa aku maafkan,” katanya sakit hati. “Jadi ngapain aku berusaha memperbaiki? Lebih baik cari yang baru lagi.”Kavita mendengus di atas piringnya.“Mentang-mentang
Pasha mengangguk kuat-kuat, dia sendiri tidak habis pikir apa motif Ririn melakukan itu. Disuruh Roni kah? “Apa? Jadi Ririn adalah salah satu pelaku?” Siska terbelalak lebar ketika Pasha menyampaikan apa yang dilihatnya tadi. Pasha mengangguk. “Benar-benar keterlaluan, dia sudah bikin aku dan sahabatku malu luar biasa. Aku harus telepon Roni sekarang!” “Buat apa, mau bikin keributan?” “Istrinya yang kurang kerjaan, masa suaminya sampai tidak tahu?” Pasha juga sama herannya, dia tidak kuasa menahan Siska yang terlihat memendam emosi tak tertahankan. Sementara itu, Roni sedang berada di jalan ketika ponselnya berdering nyaring. “Siska ... Halo?” “Ron, kamu tuh bisa mendidik istri kamu atau tidak sebenarnya?” Siska langsung menyembur telinga Roni dengan api kemarahan. “Maksud kamu apa?” “Aku yang seharusnya tanya, maksud Ririn apa pakai ngumbar-ngumbar masa lalu aku di akun berita online?” “Aku tidak paham, ini aku juga baru saja dihubungi polisi karena Ririn ada di sana!” “B
Pasha memeluk bahu Siska dengan penuh kehangatan. “Aku janji akan menyelesaikan ini semua, aku juga resah sama pemberitaan itu.” “Maaf ....” “Jangan minta maaf, bukan salahmu.” Siska membalas pelukan Pasha dengan erat, dia bertekad ingin menatap langsung wajah pelaku yang telah mengganggu ketenangan hidupnya itu. “Pokoknya siapapun dia, aku mau dia dihukum berat.” “Pasti, biar dijadikan pelajaran oleh siapa pun untuk tidak menggali masa lalu seseorang seenak jidat.” Setelah pembicaraan mereka berakhir, Siska memutuskan untuk tidur karena dia ingin berangkat lebih awal ke kantor. “Gimana, Mas?” Di kediaman Roni, Ririn sedang menghidangkan secangkir teh hangat dan roti selai. “Aku dapat beberapa kontrak dari klien baru,” kata Roni memberi tahu. “Apakah klien itu dari mereka-mereka yang membatalkan kerja sama dengan perusahaan saingan kamu?” “Aku tidak tahu, karena aku tidak pernah tanya-tanya soal itu. Menurutku tidak bagus kalau kita terlalu menunjukkan kesenangan kita atas b
“Tapi aku belum punya bukti untuk menguatkan kecurigaan aku,” ujar Pasha menyesalkan. “Aku juga tidak mau kalau Cuma asal tuduh saja, semua kasus di dunia ini membutuhkan bukti.” “Kamu suruh orang saja untuk memata-matai Roni, cari yang profesional.” Ezra mengusulkan. “Oke, tapi aku juga harus tanya pendapat Siska dulu. Jangan sampai apa yang aku lakukan justru menimbulkan masalah baru.”Ezra memandang Pasha dengan sangat serius.“Kamu bertindak terlalu hati-hati ternyata.”“Bukankah harus? Keselamatan istri dan anak-anak sambungku juga harus dipikirkan,” kilah Pasha.“Aku setuju kalau yang kita bicarakan ini adalah tentang Shadan atau Monic yang agak-agak psikopat, tapi Roni? Aku bahkan tidak tahu menahu latar belakangnya selain dia adalah mantan suami Siska.”Pasha terdiam.“Dia pernah mendapat kontrak kerja di edisi sebelumnya,” katanya mengingatkan.“Ya, dua poin itu.”Setelah mempertimbangkan baik buruknya, pasha akhirnya setuju untuk mengintai Roni diam-diam.Beber
“Aku tahu Vit, kamu tidak perlu khawatir. Pasha tidak tinggal diam, aku yakin Pak Ezra juga akan berbuat sesuatu untuk pelaku yang sudah menyebarkan masa lalu kita ke orang banyak.” “Ezra juga mulai mengusut masalah ini, Sis. Biasanya dia kerja sama dengan suami kamu dalam segala hal kan?” Siska mengangguk. “Aku penasaran siapa pelakunya.” “Apa mungkin ... pelakunya adalah Yura?” Siska menatap Kavita dengan sangat lekat. “Tapi aku tidak ada urusan apa-apa sama Yura, Vit. Kalau betul dia pelakunya, maka sama saja dia sudah mengibarkan bendera perang terhadapku.” Kavita diam sambil berpikir. “Betul juga, kalau sama aku sih wajar. Yura tidak punya motif apa-apa untuk menjatuhkan kamu atau perusahaan Pak Pasha.” Sepasang sahabat itu sibuk berpikir dengan logika masing-masing. “Otakku buntu, aku tidak punya tersangka yang bisa aku curigai.” Siska akhirnya menyerah. “Kalau begitu biarkan suami-suami kita yang menyelidikinya.” “Betul, kamu juga jangan terlalu kepikiran. Masa lalu b
“Maksud kamu? Dih, aku nggak sebodoh yang kamu pikirkan! Kalau orang sudah nggak percaya, tentu mereka akan beralih untuk mencari perusahaan baru kan? Nah, situasi ini bisa kamu manfaatkan, Mas!”Roni terdiam, betul juga apa yang Ririn katakan. Namanya persaingan bisnis, sah-sah saja kan jika dia mengambil kesempatan dalam situasi seperti apa pun?***Untuk pertama kalinya sejak berita tentang masa lalu itu terbongkar luas di platform digital, Siska dan Kavita bertemu di kafe untuk minum kopi bersama.Kalau biasanya mereka memilih kafe standar masyarakat umum, khusus untuk pertemuan kali ini mereka memilih kafe ekslusif demi kenyamanan privasi masing-masing.“Vit, bagaimana kabar kamu?” tanya Siska begitu mereka duduk berhadapan.Wajah Kavita tampak sayu seperti orang yang kekurangan waktu tidur yang berkualitas.“Aku? Baik, Sis.”Suasana sedikit canggung, sehingga Siska bingung bagaimana cara untuk mencairkannya.“Kita ... sudah lama tidak bertemu, ya? Jujur aku kangen ngopi-
“Jadi ... kita diam saja, Sha?”“Untuk sementara, nanti kalau mereka sudah tahu dan bergerak, baru kita ikut bantu.”Siska terpaksa setuju, dia geram sekali dengan si pembuat berita yang mengumbar masa lalunya.Bahkan Kavita juga ikut dikulik habis-habisan.Sesuai dengan rencana Pasha, Siska tidak berani menghubungi Kavita sejak berita tentang masa lalu mereka beredar. Bukan apa-apa, dia merasa tidak enak hati sendiri jika harus pertama kali membahas topik itu.Meskipun jauh di sudut hatinya, Siska juga sangat penasaran mengenai kebenaran pernikahan kontrak yang terjadi antara Kavita dan Ezra, bos mereka sendiri.“Sha, Pak Ezra bagaimana?” tanya Siska setelah berdiam diri selama beberapa hari tanpa mengontak Kavita. “Setiap aku bertemu sama dia, sikapnya tidak ada yang aneh ....”“Mustahil berita itu belum sampai ke telinga Pak Ezra!” bisik Siska dramatis. “Kecepatan informasi di jaman ini kan benar-benar gila, Sha. Aku khawatir seandainya tanpa sepengetahuan kita, Pak Ezra d
“Besok ayah traktir sepuasnya, ayah baru saja dapat kontrak kerja ....”“Yes!”“Makan-makan!”Siska dan Pasha tertawa lebar bersama anak-anak mereka.Ketika kebahagiaan mewarnai keluarga baru Siska, hal yang berbeda justru tengah dirasakan Roni dan istrinya.Semangat Roni yang tadinya menggebu-gebu kini seolah tidak lagi ada, seluruh harapan yang semula dia pikul di pundak seketika luruh tanpa sisa.“Apa mungkin kamu bikin kesalahan yang bikin pemilik kontrak kerja itu nggak mau pilih perusahaan kamu, Mas?” tanya Ririn sok tahu.“Maksud kamu apa sih?”“Nggak mungkin kan kalau perusahaan kamu baik-baik saja, tapi kalah sama perusahaan suami Siska?”Roni melirik Ririn, ingin sekali dia mengomel karena ketidakpekaan istrinya. “Kamu tidak bisa baca situasi ya?”“Maksud kamu?”“Seharusnya kamu bisa lihat kan, apa yang aku rasakan sekarang ini?”Ririn melongo. “Kok jadi kamu yang terbawa perasaan sih, Mas? Aku kan tanya baik-baik ....”“Terserah,” potong Roni, dia berdiri dar
“Aku tidak bermaksud apa-apa, Rin. Takutnya kalau kamu berisik terus, aku tidak bisa dengar apa yang dikatakan pembawa acara.”Ririn semakin sewot mendengar alasan Roni yang menurutnya konyol sekali, memangnya suara dia sekeras apa coba?“Rin, lihat! Sebentar lagi akan diumumkan perusahaan siapa yang berhasil mendapatkan kontrak!” bisik Roni antusias.Mendengar ucapan Roni, kini giliran Ririn yang mengerutkan keningnya.Tadi katanya nggak boleh ribut, gimana sih. Perempuan itu membatin kesal.Di kursi lainnya, Siska dan Kavita tidak kalah tegang menunggu pengumuman pemenang kontrak. “Ezra atau Pak Pasha?” Kavita menoleh ke arah Siska.“Pak Ezra atau Pasha, bebas!”Kavita mengangguk, sebelah tangannya meremas jemari Siska untuk menyalurkan ketegangan yang terasa.“... akan ada dua perusahaan yang mendapatkan kontrak kerja ini, sehingga kolaborasi keduanya diharapkan bisa meningkatkan daya beli konsumen dan menjaga persaingan sehat di masa-masa yang akan datang.”Siska dan Ka
Ririn menganggukkan kepalanya seraya memahami layar laptop Roni yang menyala. “Dyaksa Company, itu perusahaan Siska?” celetuk Ririn. “Bukan, itu perusahaan pesaing aku. Siska kerja di situ sudah lama, sejak aku masih merintis dari nol.” “Oh ya? Terus kenapa dia masih jadi pegawai di sana setelah kamu sukses?” Roni menarik napas, dia berusaha mengingat kembali momen ketika Siska tidak ingin berhenti kerja dari Dyaksa Company. “Katanya dia merasa sayang sama pencapaian dia di perusahaan itu,” ucap Roni lambat-lambat. “Siska nyaman bekerja di sana, jadi dia mempekerjakan beberapa asisten rumah tangga demi pekerjaannya di Dyaksa Company. Padahal aku sudah bilang sama dia kalau aku sanggup memenuhi semua kebutuhan rumah tangga, tapi dia tidak mau melepaskan pekerjaannya.” Ririn bahkan sampai melongo mendengar penjelasan Roni tentang alasan Siska. Kok bodoh banget ya Siska itu, pikir Ririn. Punya suami sukses, disuruh berhenti kerja malah nggak mau. Kan enak tinggal ongkang-ongkang ka