Makan malam pertama setelah dua tahun meninggalkan rumah megah milik Darren, Audi merasa sedikit canggung. Menu istimewa yang nyatanya adalah makanan kesukaannya, sudah tersaji di atas meja. Begitu banyak sehingga Audi berpikir kalau ia dan Darren tak akan habis jika dipaksa untuk menghabiskan semua makanan tersebut. "Kenapa diam? Ayo dimakan!" ucap Darren saat melihat sang istri hanya diam dan malah memandangi saja makanan yang ada di depan mereka. "Eh, Darren, apakah ini tidak terlalu berlebihan? Makanan ini terlalu banyak." Audi akhirnya menyampaikan protesnya. Namun, respon Darren malah terlihat aneh. Lelaki itu justru tersenyum ketika Audi menyampaikan hal yang tidak disukai. "Jadi, dari tadi kamu diam hanya karena melihat makanan yang sangat banyak ini?""Hem, menurut kamu?"Darren tampak menggeleng. Ia sungguh heran atas sikap Audi yang menurutnya tak pernah berubah. Selalu mempermasalahkan hal yang menurut Darren adalah sesuatu yang kecil. "Kalau kamu memikirkan bagaimana
"Ah, Darren. Kita sudah melakukannya tadi."Suara serak bersamaan dengan desah yang keluar dari mulut Audi, terdengar memenuhi seluruh area sudut kamar utama. Setelah makan malam usai dengan makanan yang sudah dipastikan sisa, Darren langsung meminta sang istri segera beranjak istirahat. Namun, bukan istirahat tidur yang ada dalam pikiran Audi, justru sebuah 'penyiksaan' di mana sang suami rupanya masih belum bisa mengendalikan hasratnya ketika mereka sedang berdua. Audi tampak kesusahan menahan sesak yang dadanya rasakan ketika Darren mencumbu leher dan tengkuknya ketika ia sudah bersiap akan tidur. "Kamu tahu aku masih bisa melakukannya lagi dan lagi," jawab Darren tepat di telinga Audi, membuat istrinya itu kegelian ketika mendapat kecupan lembut penuh gairah. "Tapi, aku ... ah!" Audi kaget ketika Darren menggigit telinganya. "Kamu kenapa?""Aku tidak punya tenaga untuk melakukannya.""Kamu tidak perlu melakukan apapun, biar aku yang bekerja."Tak tahu usaha apa lagi yang har
Di sebuah ruang kerja di mana Darren akhirnya memilih untuk memeriksa laporan yang Zain kirimkan ke email-nya mengenai tender proyek yang PT. Ganada dapatkan. Sebenarnya hal itu bisa Darren lakukan besok ketika di kantor, tetapi karena suasana hatinya kesal setelah mendapat penolakan dari Audi, ia pun berdalih ingin menyelesaikan pekerjaan tersebut malam itu juga. Sangat aneh memang ketika seorang Darren menerima penolakan dari orang lain atas keinginannya. Terlebih hal tersebut dilakukan oleh istrinya sendiri. Yaitu orang yang jelas sudah bertekuk lutut padanya demi uang yang seharusnya mau melakukan apa saja dari setiap permintaan yang ia ajukan. Tapi, demi mengingat pesan dari penasehat hidupnya, yakni Zain, yang memintanya untuk melakukan semuanya secara perlahan, Darren pun memilih menurut. Kepala Darren sudah sakit sejak tadi. Ia yang begitu ingin bercinta dengan Audi, berjuang begitu kuat demi meredam nafsunya yang masih sulit dipadamkan. 'Kenapa perasaan candu ini semakin m
Yakin adalah hal utama yang Darren tengah lakukan. Demi satu keinginannya yang selama ini terpendam, di mana kehidupan rumah tangga yang indah betul-betul ingin ia jalani bersama wanita yang sangat ia cintai, membuatnya berubah akan sikap dingin dan cueknya selama ini. Salah satu yang ia lakukan sekarang, dan itu belum pernah ia lakukan saat menjadi suami Audi dulu, adalah menyiapkan sarapan pagi untuk sang istri. Darren yang tidur lebih awal, juga bangun lebih dulu dari Audi rupanya sudah bersiap berangkat ke kantor di saat jam masih menunjuk ke angka setengah tujuh pagi. Sedangkan sang istri -saat ia bangun, terlihat masih tertidur dengan selimut yang masih sama seperti semalam, menutupi tubuhnya sampai leher. Sedikit lancang, Darren menyempatkan untuk mendaratkan kecupan di kening wanita itu sebelum ia beranjak menuju kamar mandi. Ada getar yang lelaki itu rasakan ketika bibirnya menyentuh kening Audi. 'Kenapa aku harus merasakan ini setiap menyentuhmu?' batin Darren yang saat
Interaksi itu menjadi pemandangan manis yang ditonton oleh dua orang pelayan yang tampak serba salah karena berdiri di dekat pasangan pengantin baru tersebut. "Apakah termasuk proyek kerja sama yang perusahaan kamu tengah jalankan bersama PT. Ganada, perusahaan milik papanya Sofi?" tanya Audi membuat Darren seketika diam membisu. "Kamu dapat informasi dari siapa? Apakah Zain?"*Pak Lutfi sudah stand by di garasi ketika Darren dan Audi keluar dari dalam rumah. Pasangan suami istri itu berjalan santai meski ekspresi keduanya terlihat tidak baik-baik saja. Sebelum Darren masuk ke mobil yang sudah Pak Lutfi buka, lelaki itu berbicara sebentar dengan istrinya. "Kamu boleh menjenguk mama, tetapi sebelum makan siang kamu sudah harus ada di kantor.""Apakah kedatanganku tidak mengganggu pekerjaan kamu? Sebab aku tahu sepertinya kamu akan sibuk di hari-hari ke depan," sindir Audi. Darren menyeringai. Lelaki itu sepertinya tahu ada sesuatu yang tengah sang istri alami, dan entah mengapa i
Darren tampak mendengar dengan serius kalimat yang Zain ucapkan. Uraian dari laki-laki yang sudah berpengalaman menghasilkan tiga orang anak serta masih memiliki seorang istri cantik dan awet muda di usia yang sudah memasuki angka empat, sepertinya masuk ke otak Darren begitu mudah. Tanpa penghalang atau hambatan. "Saya bicara begitu karena sudah pernah mengalaminya sendiri. Dan itu sering."Zain bisa melihat sang tuan mendengarkan semua yang ia ucapkan. Sedikit bumbu penyedap dengan ekspresi yang agak dilebihkan, nyatanya story telling-nya berhasil membuat seorang pengusaha angkuh seperti Darren terdiam menyimak. "Momen seperti apa yang biasanya membuat si wanita menerima atau bahkan membalas aksi kita?" Darren sedikit penasaran dengan pembelajaran yang Zain berikan. "Ehm, seringnya kalau habis bertengkar atau saat istri saya lagi kangen, Pak.""Contohnya?""Ya, itu, Pak. Anda 'kan sering tugas ke luar berhari-hari, otomatis saya juga enggak pulang. Nah, pas pulang adalah momen te
Sudah bisa ditebak jika Sasa setuju untuk menemani Marissa di rumah sakit. Hal itu membuat Audi mencebik dari balik telepon setelah ia menyudahi pembicaraannya dengan sepupunya tersebut. "Sasa mau, Mah. Nanti sebelum istirahat makan siang dia langsung dari kampus ke sini." Audi memberi tahu sang mama, membuat Bagas mengucap syukur karenanya. "Syukurlah. Jadi, aku bisa pergi sekarang dengan tenang 'kan?"Audi menatap sebal adiknya itu. Tapi, mau bagaimana pun di situasi sekarang tak ada pilihan lain selain meminta seseorang untuk menjaga sang mama. "Nanti aku bawain makanan deh, yah?" Bagas mencoba merayu Audi. "Makanan apa? Enggak usah kamu tawarin, Darren akan dengan sangat senang hati kasih aku makanan apapun yang aku mau.""Iya, iya. Tahu deh yang lagi kasmaran. Dasar pengantin baru!" Bagas sengaja sekali menggoda sang kakak. "Apa? Kasmaran? Pengantin baru?" ucap Audi mengulang kata yang Bagas tadi ucapkan. Seolah apa yang adiknya katakan, ia tidak dengar sama sekali.'Jangan
Darren sudah selesai dengan rapat bersama para manajer. Semua laporan yang sudah ia terima akan ia pahami dan cermati. Poin-poin yang sudah Zain catat, akan menjadi bahan evaluasinya sebelum ia jadikan laporan ke para dewan direksi. Saat ini ia sudah bersiap untuk menemui rekan kerja, membahas satu proyek cukup besar yang jika berhasil maka keuntungan milyaran rupiah sudah bisa dipastikan masuk ke kantong perusahaan. Sosok wanita yang tak lain adalah Sofi, tampak sudah menunggu bersama seorang wanita lain yang terlihat lebih muda darinya. Sofi menunggu di ruangan yang biasa Darren gunakan untuk menjamu tamu atau untuk membahas urusan pekerjaan dengan kolega atau partner kerja. "Selamat siang, Darren!" sapa Sofi lebih dulu, sayangnya malah mendapat respon kurang mengenakan dari pengusaha itu. "Mungkin kamu bisa membiasakan diri dengan memanggil nama saya sesuai tempat dan keadaan." Ucapan Darren telak membuat Sofi terkena mental. "Ah, maaf. Saya hampir lupa. Mungkin karena saya me