Audi sampai di lantai tempat di mana ruangan Darren berada. Melewati lorong dengan satu buah ruangan yang terdapat banyak karyawan yang tengah sibuk bekerja meski jam sudah menunjukkan angka dua belas siang. 'Apakah mereka tidak istirahat makan siang? Sudah jam berapa sekarang, mereka masih saja setia di depan komputer dan mengerjakan tugas yang tak akan ada habisnya,' gumam Audi ketika melewati ruangan dengan dinding kaca sebagai sekat. Langkahnya masih terus maju sampai ia berdiri di depan pintu ruangan, ruangan milik seorang pemimpin tertinggi perusahaan tersebut. Wanita itu kemudian menjulurkan tangan kanannya untuk mengetuk pintu.Tiga ketukan ia dengungkan, sampai pintu di depannya itu terbuka tak lama kemudian. "Bu Audi! Selamat siang!" sapa Zain, orang yang membukakan pintu. "Selamat siang, Mas Zain. Apakah saya datang di waktu yang sangat tepat?" tanya Audi seketika membuat Zain bingung. "Tentu saja. Tak ada waktu yang tepat atau tidak bagi Anda ketika akan menemui Pak
Mungkin Audi akan terpojok jika ia menceritakan pertemuannya dengan Sofi yang membuat mood-nya buruk. Karena ia sangat tahu bahwa Darren sangat pandai menginterogasi dan mengorek keterangan apapun yang menurutnya janggal. Seperti saat ini, Darren yang sudah membuat sang istri duduk di atas pangkuannya, tampak menatap penuh pesona. Membuat Audi harus memalingkan wajah demi menghindari tatapan sang suami yang akan membuatnya terjatuh. "Jadi, tebakanku benar?""Tebakan apa?""Kalau kamu sudah cemburu kepada sahabatmu itu.""Sofi sudah bukan sahabatku. Kamu ikut andil dalam keretakan hubungan kami yang sebelumnya baik-baik saja." Kali ini Audi menatap tajam Darren kesal. "Ah, benarkah? Memang menurutmu bagian mananya yang membuat kalian berpisah karena aku?"Audi mencoba untuk turun dari pangkuan Darren sekarang. Ia merasa kurang nyaman ketika membicarakan hal apapun dengan posisi duduk di atas paha suaminya tersebut. Namun, sepertinya Darren tidak akan melepaskan tubuh wanita itu kar
Audi tidak menyangka ketika ia bangun ternyata jam sudah menunjukkan angka tiga sore. Hampir dua jam ia tertidur setelah Darren mengajaknya bercinta. 'Ini sudah menjadi resiko dan pilihanmu, Audi. Jadi, jalani saja,' batin Audi menenangkan hatinya sendiri sebab kesal karena ia tak bisa melawan ketika Darren mengajaknya tadi. Di dalam ruangan yang bisa dikatakan sebuah kamar tidur, Audi segera beranjak. Ia sama sekali tak mempedulikan keberadaan Darren yang ia yakin sudah kembali bekerja di ruangannya. Jadi, ia memilih membersihkan diri di dalam toilet yang juga tersedia di ruangan tersebut. Audi cukup takjub ketika melihat ada sebuah goodie bag yang diletakkan di atas meja. Ia tahu kalau isinya adalah satu stel baju baru yang sudah Darren siapkan. 'Lagi, kamu melakukan hal yang akan membuatku sulit membuat keputusan akhir,' gumam Audi saat tebakannya benar setelah memeriksa pakaian berwarna peach di dalam goodie bag. Wanita itu lalu meletakkan kembali baju yang indah -dan dipasti
"Aku akan menyusul setelah pekerjaanku selesai," ucap Darren ketika Audi pamit untuk kembali ke rumah sakit. Ia yang siang itu cukup puas sebab bisa bercinta dengan Audi di kantor, menghabiskan waktu setengah jam lamanya hanya untuk memberi izin pada sang istri untuk pergi dari ruangan kerjanya. Kontak fisik yang seolah tak mau Darren lepaskan pada sosok istrinya, menyisakan ketebalan pada bibir wanita itu ketika akan keluar ruangan. "Tunggu dulu!" ucap Darren setelah Audi berdiri dari pangkuannya. "Apa lagi? Masihkah kurang?" Seolah waktunya yang sudah lama terbuang, tanpa sadar nada bicara Audi terdengar sangat kesal. Namun, Darren malah tersenyum dan tidak marah sama sekali. "Kalo membicarakan perihal kegiatan panas kita, tentu saja aku tak pernah cukup. Akan selalu kurang. Tapi, bukan itu aku memintamu menunggu." Darren berkata sembari membuka laci mejanya. Tampak sebuah masker ia ambil dari dalamnya. Lalu, diserahkan pada Audi, bahkan tak segan memakaikannya. "Aku khawati
Darren tiba di rumah sakit tepat di jam enam sore. Jam pulang kantor yang sudah Audi hafal saat masih bersama dulu. Sehingga ia tidak terkejut ketika suaminya itu baru datang saat langit berubah jingga."Sore, Semuanya!" seru Darren tanpa sungkan. Ia lantas berjalan menghampiri ibu mertuanya yang masih terbaring lemah di atas ranjang. Tak mempedulikan sosok Audi yang tengah duduk berbincang dengan Bagas di sudut ruangan, Darren terus berjalan mendekat dengan Zain di belakangnya, mengikuti. "Bagaimana kabar Mama? Apakah masih ada yang dirasa sakit?" tanya Darren tak terlihat basa basi. Lelaki itu tampak tulus menanyakan kabar mamanya Audi. "Kabar Mama baik, Darren. Cuma sakit dikit. Menurut dokter itu hal yang wajar." Marissa memberi tahu kondisi tubuhnya pada sang menantu. "Benarkah? Kalo memang sakit, bilang saja. Enggak usah Mama tutupi atau berbohong. Nanti biar aku bilang ke kepala rumah sakit langsung atau ketua tim dokter yang mengoperasi Mama.""Eh, enggak, Darren. Mama eng
Makan malam pertama setelah dua tahun meninggalkan rumah megah milik Darren, Audi merasa sedikit canggung. Menu istimewa yang nyatanya adalah makanan kesukaannya, sudah tersaji di atas meja. Begitu banyak sehingga Audi berpikir kalau ia dan Darren tak akan habis jika dipaksa untuk menghabiskan semua makanan tersebut. "Kenapa diam? Ayo dimakan!" ucap Darren saat melihat sang istri hanya diam dan malah memandangi saja makanan yang ada di depan mereka. "Eh, Darren, apakah ini tidak terlalu berlebihan? Makanan ini terlalu banyak." Audi akhirnya menyampaikan protesnya. Namun, respon Darren malah terlihat aneh. Lelaki itu justru tersenyum ketika Audi menyampaikan hal yang tidak disukai. "Jadi, dari tadi kamu diam hanya karena melihat makanan yang sangat banyak ini?""Hem, menurut kamu?"Darren tampak menggeleng. Ia sungguh heran atas sikap Audi yang menurutnya tak pernah berubah. Selalu mempermasalahkan hal yang menurut Darren adalah sesuatu yang kecil. "Kalau kamu memikirkan bagaimana
"Ah, Darren. Kita sudah melakukannya tadi."Suara serak bersamaan dengan desah yang keluar dari mulut Audi, terdengar memenuhi seluruh area sudut kamar utama. Setelah makan malam usai dengan makanan yang sudah dipastikan sisa, Darren langsung meminta sang istri segera beranjak istirahat. Namun, bukan istirahat tidur yang ada dalam pikiran Audi, justru sebuah 'penyiksaan' di mana sang suami rupanya masih belum bisa mengendalikan hasratnya ketika mereka sedang berdua. Audi tampak kesusahan menahan sesak yang dadanya rasakan ketika Darren mencumbu leher dan tengkuknya ketika ia sudah bersiap akan tidur. "Kamu tahu aku masih bisa melakukannya lagi dan lagi," jawab Darren tepat di telinga Audi, membuat istrinya itu kegelian ketika mendapat kecupan lembut penuh gairah. "Tapi, aku ... ah!" Audi kaget ketika Darren menggigit telinganya. "Kamu kenapa?""Aku tidak punya tenaga untuk melakukannya.""Kamu tidak perlu melakukan apapun, biar aku yang bekerja."Tak tahu usaha apa lagi yang har
Di sebuah ruang kerja di mana Darren akhirnya memilih untuk memeriksa laporan yang Zain kirimkan ke email-nya mengenai tender proyek yang PT. Ganada dapatkan. Sebenarnya hal itu bisa Darren lakukan besok ketika di kantor, tetapi karena suasana hatinya kesal setelah mendapat penolakan dari Audi, ia pun berdalih ingin menyelesaikan pekerjaan tersebut malam itu juga. Sangat aneh memang ketika seorang Darren menerima penolakan dari orang lain atas keinginannya. Terlebih hal tersebut dilakukan oleh istrinya sendiri. Yaitu orang yang jelas sudah bertekuk lutut padanya demi uang yang seharusnya mau melakukan apa saja dari setiap permintaan yang ia ajukan. Tapi, demi mengingat pesan dari penasehat hidupnya, yakni Zain, yang memintanya untuk melakukan semuanya secara perlahan, Darren pun memilih menurut. Kepala Darren sudah sakit sejak tadi. Ia yang begitu ingin bercinta dengan Audi, berjuang begitu kuat demi meredam nafsunya yang masih sulit dipadamkan. 'Kenapa perasaan candu ini semakin m