Setelah Kepergian Manan Suster itu kembali ke meja makan. Apakah saya bisa sarapan sekarang, Nyonya?" tanya Suster Rida pada Safia."Lalu bagaimana dengan Anak-anak? Siapa yang menjaganya jika kau makan di sini? Ambil nasi dan lauknya lalu kembali ke anak-anak! Kau bisa makan di sana bukan," ucap Safia dingin."Tetapi Nyonya, mereka Aman," ucap suster Rida pada Safia."Silahkan saja jika kau ingin kehilangan pekerjaanmu," ucap Safia sambil meninggalkan meja makan.Suster Rida memandang sinis kepada Safia, lalu mengambil piring dan mengisinya makanan serta mengambil segelas air minum ia tidak menampik perkataan Safia karena itu betul adanya. Ia akan kehilangan pekerjaannya jika memaksa untuk berperang dengan Safia majikan perempuannya itu. 'Aku memang kalah telak,' pikirnyaSuster Rida membawa makanan kedalam kamar karena dia harus menjaga Amar yang sedang bermain di kamar itu sedangkan Erina berada di box dan masih terjaga.Baru saja ia menyuapkan makanan di mulutnya Baby Erina menang
Suster Rida berjalan mondar-mandir menunggu sang majikan pulang namun sampai sampai siang majikannya itu tidak kembali ke rumah. Ia semakin kesal apa lagi hari ini dia sedang libur, dan ia tidak melakukan apa-apa karena majikan perempuannya itu membawa anak-anaknya di ruangannya.Karena Lelah menunggu ia pun berjalan ke meja makan untuk makan siang, Ira yang tahu Nyonyanya sedang berada ruangannya bersama anak-anaknya itu menyiapkan makan siang untuk Safia.Melihat hal itu semakin membuat suster Rida kembali kesal. "Mbak Ira mau kemana? Di sini dulu saja, temani saya makan.""Ini siang hari tidak akan ada setan di sini, jadi jangan meminta saya menemanimu karena ini lebih penting," ucap Ira sambil berlalu meninggalkan Suster Rida."Sombong banget, sih awas kamu yaa! Nanti ku buat kau di pecat," ancam Suster Rida sambil mengambil nasi dan lauk di piringnya sedangkan ira sudah tidak memperdulikan lagi wanita itu, ia berjalan menaiki tangga menuju kamar Safia.Sesampainya di depan kamar
"Sudah kalau kamu mengunakan cara itu pasti semua akan kalah," ucap nya sambil duduk di ranjang ia ingin membangunkan putranya."Kau mau apa?" tanya Safia saat Manan sedang mendekati putranya itu."Mau membangunkannya, aku juga ingin bermain dengannya, bukankah kau sudah puas bermain dengan mereka," ucap sambil menyentuh pipi sang putra dan Safia hanya diam saja "Amar bangun! Ayo mandi bersama Papa, " ucap Manan pada Safia.Amar pun menggeliat dan membuka matanya, Pa, papa!"Bibir mungil itu mengembang lalu meringis lucu dengan gigi yang baru tumbuh dua itu. Manan merentangkan tangannya seraya berkata, "Mau mandi dengan papa?" Amar mengangguk dan Manan segera meraih tubuh kecil Amar yang masih terlihat bermalasan itu, sambil berkata pada Safia, "Kau panggil Ira untuk memindahkan Erina di kamarnya, aku tidak mau rugi, membuang uangku dengan percuma di sini suster Rida bekerja bukan bermain kau biarkan ia menganggur hari ini.""Biarkan saja uangmu kan banyak!" sahut Safia garang.Mana
"Hai, beraninya kau membantahku!" teriak Manan lupa kalau di depannya ada Amar."Papa, hua-hua huhuhu!" tangis Amar karena ketakutan dengan suara sang Ayah yang keras dan tinggi."Ohh, cup-cup papa tidak marah, jangan menangis," ucap Manan sambil mengendong dan menggoyang-goyangkan badan Amar keatas dan ke bawah membuat bocah itu berhenti menangis lalu tertawa.'Kenapa semua berpihak pada ibunya? Aku tidak bisa marah kalau mereka sudah besar,' gerutu Manan dalam hati.Manan pun tersenyum masam saat sang putra berhenti menangis. lalu bermain dengannya. Setelah itu Manan membawanya ke suster Rida setelah membujuknya habis-habisan.Setibanya di depan kamar sang anak ia mengetuk pintu dan keluarlah Suster Rida membuat lelaki itu marah. "Harusnya kamu menjeput Amar di kamarku. Kau kubayar untuk berkerja, bukan main-main!""Maaf, Tuan, saya takut menganggu kebersamaan Anda dan Nyonya, ucap suster Rida," ucap Suster Rida sambil menerima Amar dan lalu menggendongnya."Sudah tidak usah membant
Lima belas menit telah berlalu Manan keluar dengan tubuh basah dan handuk yang melingkar di pinggangnya. Tanpa bicara ia menggendong tubuh Safia ke dalam kamar mandi."Mandilah aku sudah menyiapkan air hangat di bathtub. Maaf aku belum bisa mencintaimu tetapi aku membutuhkanmu," ucap pria itu seraya pergi meninggalkan Safia di kamar mandi."Tunggu, bisa ambilkan pembalutku dan cel4n4 d4l4m," tuanya sambil menunduk, "Mandilah akan ku ambilkan! Tidak perlu kau kunci pintunya aku sudah melihat semuanya," ucap lelaki itu sambil terkekeh.Manan pun keluar dari dalam kamar Mandi, dan Safia melepaskan pakaiannya dan menggantungkannya di tempat gantung baju, ia menatap bathtub yang berisikan air hangat itu masalah ia masih nifas apa dia lupa? tetapi setelah dipikir lagi Safia merasa itu tidak jadi masalah karena sebenarnya sudah tidak keluar darah dari jalan lahirnya hitung-hitung merilekan tubuhnya.Safia pun masuk ke dalam bathtub tersebut dan mulai memanjakan tubuhnya, sambil memejamkan m
Andi terjatuh dan tidak bisa menghentikan tuannya itu, ia menatap kepergian mobil sambil bersusah payah berdiri.Setelah agak jauh Manan mengurangi laju mobil lalu ia berhenti di trotoar dan menelpon sahabatnya."Kau dimana? Temani aku minum aku sedang suntuk," pintanya disambungan diteleponnya."Apa, kau jangan gila, aku sedang bersama Hanie, dan anakku belum mau tidur dari tadi ia menangis terus. Aku tidak tahu bagaimana menenangkannya," keluh Brian "Kau pekerjakan saja pengasuh lamanya, ia kan tahu kebiasaan anakmu dan yang paling penting dia sudah sangat dekat dengan anakmu pasti anakmu akan lebih nyaman bersama pengasuhnya yang telah lama mengasuh," saran Manan pada sahabatnya Brian."Kau benar juga, oke nanti akan kubicarakan pada Hanie," ucap pada Manan."Aku ke apartemenmu aku tunggu di basement," ucap Manan lalu memutus sambungan telponnya."Sh!t!" umpat Brian pelan setelah ia tahu sambungan teleponnya terputus."Siapa?" tanya Hanie menatap pria yang sedang menggendong putri
Brian keluar dari Apartemennya menuju lift pintu tertutup dan bergerak ke bawah, pintu terbuka ia berjalan menuju ke basement dan langsung membuka pintu depan dan duduk di sebelah Manan."Ada apa lagi? Bukankah kau sudah punya anak dari Safia harusnya kau bahagia dan bisa mencintai Safia," ucap Brian sambil memasang sabuk pengamannya."Aku belum bisa mencintainya, anak itu adalah accident saat itu aku Marah dan melampiaskan padanya, tak kusangka akhirnya ia hamil dan hari ini dia membantahku dan aku marah lalu kubanting vas bunga dengan sekuat tenaga dan ia seperti tidak peduli padaku meskipun dia sangat terkejut dan seolah ingin menangis," jelas Manan sambil mengemudikan mobilnya."Apa lebih baik kau ceraikan saja, dari pada menyiksa batin dia," ucap Brian lirih. Sebenarnya ia tidak terlalu suka terlibat dalam urusan orang lain tetapi karena Manan bercerita maka ia pun menimpalinya.Tak lama mereka tiba di depan Club malam. Brian menoleh pada Manan, "Sebaiknya kau tidak segila ini, k
"Tidak perlu kami sendiri pun bisa, tugas Anda menjaga anak-anak maka lakukanlah," ucap Brian mulai muak.Tak lama mereka sampai di ruangan kerja Manan, ruangan itu terkunci membuat Brian merogoh saku celana Manan ternyata pria itu selalu membawa kemana-mana kunci ruangan kerjanya.Brian menemukannya dan membuka ruangan itu lalu membawa pria itu masuk ke dalam ruangan itu lalu masuk ke bilik kamar pribadi Manan saat bekerja.Andi membantu Brian untuk membaringkan tubuh Manan yang dalam keadaan mabuk itu. Setelah itu mereka keluar dan menguncinya."Di mana kamar Safia, biar ku serahkan kuncinya padanya," ucap Brian"Biar kuantar sendiri," ucap Brian pada Andi"Anda yakin akan datang sendiri, saya takut akan terjadi kesalahpahaman, Tuan," ucap Andi."Karena, gadis itu?" tanya Brian dan Andi mengangguk."Ada cctv di luar ruangan?" tanya Brian "Ada, Tuan," jawab Andi "Kendali kontrolnya di mana?" tanya Brian"Di ruang kerja, Tuan Manan, Tuan," jawab Andi "Oke, berarti aman," ucap Brian