Brian keluar dari Apartemennya menuju lift pintu tertutup dan bergerak ke bawah, pintu terbuka ia berjalan menuju ke basement dan langsung membuka pintu depan dan duduk di sebelah Manan."Ada apa lagi? Bukankah kau sudah punya anak dari Safia harusnya kau bahagia dan bisa mencintai Safia," ucap Brian sambil memasang sabuk pengamannya."Aku belum bisa mencintainya, anak itu adalah accident saat itu aku Marah dan melampiaskan padanya, tak kusangka akhirnya ia hamil dan hari ini dia membantahku dan aku marah lalu kubanting vas bunga dengan sekuat tenaga dan ia seperti tidak peduli padaku meskipun dia sangat terkejut dan seolah ingin menangis," jelas Manan sambil mengemudikan mobilnya."Apa lebih baik kau ceraikan saja, dari pada menyiksa batin dia," ucap Brian lirih. Sebenarnya ia tidak terlalu suka terlibat dalam urusan orang lain tetapi karena Manan bercerita maka ia pun menimpalinya.Tak lama mereka tiba di depan Club malam. Brian menoleh pada Manan, "Sebaiknya kau tidak segila ini, k
"Tidak perlu kami sendiri pun bisa, tugas Anda menjaga anak-anak maka lakukanlah," ucap Brian mulai muak.Tak lama mereka sampai di ruangan kerja Manan, ruangan itu terkunci membuat Brian merogoh saku celana Manan ternyata pria itu selalu membawa kemana-mana kunci ruangan kerjanya.Brian menemukannya dan membuka ruangan itu lalu membawa pria itu masuk ke dalam ruangan itu lalu masuk ke bilik kamar pribadi Manan saat bekerja.Andi membantu Brian untuk membaringkan tubuh Manan yang dalam keadaan mabuk itu. Setelah itu mereka keluar dan menguncinya."Di mana kamar Safia, biar ku serahkan kuncinya padanya," ucap Brian"Biar kuantar sendiri," ucap Brian pada Andi"Anda yakin akan datang sendiri, saya takut akan terjadi kesalahpahaman, Tuan," ucap Andi."Karena, gadis itu?" tanya Brian dan Andi mengangguk."Ada cctv di luar ruangan?" tanya Brian "Ada, Tuan," jawab Andi "Kendali kontrolnya di mana?" tanya Brian"Di ruang kerja, Tuan Manan, Tuan," jawab Andi "Oke, berarti aman," ucap Brian
Safia yang baru turun dari lantai atas dan hendak membuka membuka pintu ruangan kerja Manan pun terkejut.Safia menghebuskan napas beratnya, 'Bisa-bisanya ia menjadi tantrum seperti ini ada handphone ia bisa menghubungiku dan meminta membukakan pintu,' pikir Safia.Ia berjalan menuju ruangan kerja Manan sesampainya di depan pintu ia langsung membuka kunci pintu itu dan terbuka. Manan berdiri di balik pintu."Kenapa tidak dari tadi pagi membuka pintunya? Kenapa menunggu aku memintanya untuk dibuka? Jika aku tidak menggedor pintunya kau tidak akan membukakannya kan?" tanya Safia.Safia meraih tangan telapak tangan Manan lalu meletakkan kunci di atas telapak tangan Manan. "Ini simpan suruh siapa kau mabuk, merepotkan saja! Kau pikir hanya kau saja yang bisa bangun kesiangan, aku juga karena aku tidak bisa tidur kemarin malam." Safia pun pergi meninggalkan pria dengan hati gusar karena marah, dari kemarin lelaki itu sangat menjengkelkan."Hai kau mau kemana? Aku belum selesai bicara," te
Sejak saat itu hari-hari dipenuhi dengan pertengkaran dan perdebatan. Manan yang seolah terprovokasi oleh suster yang merawat anak-anaknya,Safia semakin meradang saat ia selalu di salahkan dalam berbagai macam persoalan. Hingga berakibat ASInya tidak mau keluar."Apa sebenarnya yang kau pikirkan, sudah kubilang rileks saja jangan terlalu keras berfikir tetapi kamu tidak, kamu mudah sekali tersinggung, mudah sekali menangis, itu membuat aku lebih percaya pada suster Rida dibandingkan kamu," ucap Manan dengan keras."Kau juga, Mas. Harusnya kau bisa menjaga perasaanku saat anak-anak masih butuh asi. Kau selalu saja marah padaku tidak peduli aku benar ataupun salah," ucap Safia dengan menatap tajam pria itu."aku tidak bisa membiarkan kamu seperti ini terus. Sebenarnya aku sedang menunggu Anton pulang dari liburannya tapi setelah melihatmu seperti ini aku tidak bisa menunggu lagi. Ayo ikut aku kau harus periksa, Fia," paksa Manan sambil menarik tangan Safia dan mengajaknya pergi ke psiki
waktu terus berlalu dan tidak terasa sudah 40 hari telah terlewati, dan Manan merasa bekas operasi Safia sudah kering dan Manan sudah sudah tidak secemas dulu saat Safia menggendong anak-anaknya.Hari inipun hari yang membuat Brian juga sangat senang pasalnya Hanie pun sudah melewati masa idahnya dan ia mulai merencanakan untuk menghalalkan Hanie.Brian mempersiapkan berkas-berkas pernikahan mereka untuk di bawah ke KUA lain lagi yang dilakukan Manan di rumahnya.Manan meminta Ira memasak sedikit istimewa dan ingin mengundang seluruh pekerjanya yang ada di rumahnya untuk sarapan bersama di taman belakang, Ira sedikit terkejut tetapi tidak terlalu banyak bertanya ia langsung memasak sesuai keinginan tuannya.Setelah selesai semua, Manan meminta Ira untuk Suster Rida agar makan bersama dengannya dan Safia dan meminta Ira untuk untuk menemani anak-anaknya di kamar mereka. Awalnya ia mengundang mereka semua tetapi anak-anak siapa yang akan menjaganya sebab itu ia akhirnya hanya mengundang
Safia menegang, selama ini dia tidak pernah mengadu pada Manan, setiap keributan yang disebabkan oleh suster Rida.Suster Rida melihat ke arah Safia lalu membaca pesan yang dikirimkan Ira pada Safia lalu melihat video tersebut, ia pun terbelalak dan ia menelan salivanya sendiri."Saya bisa jelaskan Tuan, Nyonya mungkin Mbak Ira salah paham, " ucap Suster Rida membela diri"Dia tidak salah paham Suster Rida, ada lagi yang akan saya tunjukkan sebelum Kamu keluar dari sini," ucap Manan sambil mengambil handphone milik Safia dan diberikan kembali pada istrinya itu.Manan merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah handphone dan diberikan pada Suster Rida. "Lihat itu!" perintah Manan manan dan Suster Rida mengambil handphone tersebut dan kembali melihat dan menghembuskan napasnya."saya saat ini tidak dapat saya saat ini tidak bisa membelah diri karena yang terekam di sini semuanya adalah benar jadi terserah anda apa yang akan Anda lakukan terhadap saya," ucap Suster Rida pasra.mainan
lima tahun kemudian, di malam hari setelah makan bersama dan Amar serta Erin sudah kembali ke kamar mereka."Aku ingin bekerja, Ayah sudah tua dan sakit-sakitan aku ingin menggantikan kepemimpinannya. Aku bosan menunggu anak-anak di rumah mereka sudah besar sehabis pulang bisa ke kantor dulu di sana juga ada kamar tidur untuk mereka istirahat," ucap Safia."Terserah kamu, aku perna mengatakan padamu jika anak-anak sudah besar kau bisa lakukan apapun, lagi pula siapa yang akan melirik kamu jika di rumah saja dan jangan lupa jika kau tertarik dengan pria katakan saja padaku dan saat itu tiba aku siap menceraikanmu," ucap Manan sambil beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah ruangan kerjanya.Safia menghela nafasnya enam tahun sudah menikah dengan Manan tetapi pria itu tak pernah sedikitpun hatinya terbuka, andai ia tidak memikirkan anak-anak mungkin ia sudah pergi dari dulu. 'Apa mereka harus menjadi korban atas nama sebuah cinta dari orang-orang dewasa? Padahal mereka mengh
Manan melirik Safia yang terlihat menahan senyum membuat Manan sedikit jengkel pada wanita itu.'Baiklah hari ini kau menang, lain kali akan kubuat tersenyum saja tidak bisa,' pikirnyaMereka pun melanjutkan sarapannya dengan tenang tanpa celoteh anak-anak yang biasanya akan riuh karena sibuk memilih lauk yang hendak di makan.Setelah selesai mereka pun keluar dan masuk kedalam mobil. anak-anak duduk di bangku tengah sedang safia duduk dibangku depan di sebelah dirinya."Antarkan ke rumah ayah aku akan mengambil mobilku," ucap safia."Apa kau akan bawa mobil sendiri jangan gila kau, sudah sangat lama kau tidak mengemudi," protes Manan pada Safia."Aku sudah membiasakannya, Mas, saat aku menjemput anak -anak sekolah aku mampir ke rumah Ayah dan melatih kemampuanku dalam mengemudi," ucap Safia sambil memasang sabuk pengamannya.Manan kembali dikejutkan dengan kata-kata Safia. Wanita itu mulai seenaknya dan tidak lagi meminta ijin terlebih dulu dan ia tidak dapat menegurnya karena ada an