"Tidak perlu kami sendiri pun bisa, tugas Anda menjaga anak-anak maka lakukanlah," ucap Brian mulai muak.Tak lama mereka sampai di ruangan kerja Manan, ruangan itu terkunci membuat Brian merogoh saku celana Manan ternyata pria itu selalu membawa kemana-mana kunci ruangan kerjanya.Brian menemukannya dan membuka ruangan itu lalu membawa pria itu masuk ke dalam ruangan itu lalu masuk ke bilik kamar pribadi Manan saat bekerja.Andi membantu Brian untuk membaringkan tubuh Manan yang dalam keadaan mabuk itu. Setelah itu mereka keluar dan menguncinya."Di mana kamar Safia, biar ku serahkan kuncinya padanya," ucap Brian"Biar kuantar sendiri," ucap Brian pada Andi"Anda yakin akan datang sendiri, saya takut akan terjadi kesalahpahaman, Tuan," ucap Andi."Karena, gadis itu?" tanya Brian dan Andi mengangguk."Ada cctv di luar ruangan?" tanya Brian "Ada, Tuan," jawab Andi "Kendali kontrolnya di mana?" tanya Brian"Di ruang kerja, Tuan Manan, Tuan," jawab Andi "Oke, berarti aman," ucap Brian
Safia yang baru turun dari lantai atas dan hendak membuka membuka pintu ruangan kerja Manan pun terkejut.Safia menghebuskan napas beratnya, 'Bisa-bisanya ia menjadi tantrum seperti ini ada handphone ia bisa menghubungiku dan meminta membukakan pintu,' pikir Safia.Ia berjalan menuju ruangan kerja Manan sesampainya di depan pintu ia langsung membuka kunci pintu itu dan terbuka. Manan berdiri di balik pintu."Kenapa tidak dari tadi pagi membuka pintunya? Kenapa menunggu aku memintanya untuk dibuka? Jika aku tidak menggedor pintunya kau tidak akan membukakannya kan?" tanya Safia.Safia meraih tangan telapak tangan Manan lalu meletakkan kunci di atas telapak tangan Manan. "Ini simpan suruh siapa kau mabuk, merepotkan saja! Kau pikir hanya kau saja yang bisa bangun kesiangan, aku juga karena aku tidak bisa tidur kemarin malam." Safia pun pergi meninggalkan pria dengan hati gusar karena marah, dari kemarin lelaki itu sangat menjengkelkan."Hai kau mau kemana? Aku belum selesai bicara," te
Sejak saat itu hari-hari dipenuhi dengan pertengkaran dan perdebatan. Manan yang seolah terprovokasi oleh suster yang merawat anak-anaknya,Safia semakin meradang saat ia selalu di salahkan dalam berbagai macam persoalan. Hingga berakibat ASInya tidak mau keluar."Apa sebenarnya yang kau pikirkan, sudah kubilang rileks saja jangan terlalu keras berfikir tetapi kamu tidak, kamu mudah sekali tersinggung, mudah sekali menangis, itu membuat aku lebih percaya pada suster Rida dibandingkan kamu," ucap Manan dengan keras."Kau juga, Mas. Harusnya kau bisa menjaga perasaanku saat anak-anak masih butuh asi. Kau selalu saja marah padaku tidak peduli aku benar ataupun salah," ucap Safia dengan menatap tajam pria itu."aku tidak bisa membiarkan kamu seperti ini terus. Sebenarnya aku sedang menunggu Anton pulang dari liburannya tapi setelah melihatmu seperti ini aku tidak bisa menunggu lagi. Ayo ikut aku kau harus periksa, Fia," paksa Manan sambil menarik tangan Safia dan mengajaknya pergi ke psiki
waktu terus berlalu dan tidak terasa sudah 40 hari telah terlewati, dan Manan merasa bekas operasi Safia sudah kering dan Manan sudah sudah tidak secemas dulu saat Safia menggendong anak-anaknya.Hari inipun hari yang membuat Brian juga sangat senang pasalnya Hanie pun sudah melewati masa idahnya dan ia mulai merencanakan untuk menghalalkan Hanie.Brian mempersiapkan berkas-berkas pernikahan mereka untuk di bawah ke KUA lain lagi yang dilakukan Manan di rumahnya.Manan meminta Ira memasak sedikit istimewa dan ingin mengundang seluruh pekerjanya yang ada di rumahnya untuk sarapan bersama di taman belakang, Ira sedikit terkejut tetapi tidak terlalu banyak bertanya ia langsung memasak sesuai keinginan tuannya.Setelah selesai semua, Manan meminta Ira untuk Suster Rida agar makan bersama dengannya dan Safia dan meminta Ira untuk untuk menemani anak-anaknya di kamar mereka. Awalnya ia mengundang mereka semua tetapi anak-anak siapa yang akan menjaganya sebab itu ia akhirnya hanya mengundang
Safia menegang, selama ini dia tidak pernah mengadu pada Manan, setiap keributan yang disebabkan oleh suster Rida.Suster Rida melihat ke arah Safia lalu membaca pesan yang dikirimkan Ira pada Safia lalu melihat video tersebut, ia pun terbelalak dan ia menelan salivanya sendiri."Saya bisa jelaskan Tuan, Nyonya mungkin Mbak Ira salah paham, " ucap Suster Rida membela diri"Dia tidak salah paham Suster Rida, ada lagi yang akan saya tunjukkan sebelum Kamu keluar dari sini," ucap Manan sambil mengambil handphone milik Safia dan diberikan kembali pada istrinya itu.Manan merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah handphone dan diberikan pada Suster Rida. "Lihat itu!" perintah Manan manan dan Suster Rida mengambil handphone tersebut dan kembali melihat dan menghembuskan napasnya."saya saat ini tidak dapat saya saat ini tidak bisa membelah diri karena yang terekam di sini semuanya adalah benar jadi terserah anda apa yang akan Anda lakukan terhadap saya," ucap Suster Rida pasra.mainan
lima tahun kemudian, di malam hari setelah makan bersama dan Amar serta Erin sudah kembali ke kamar mereka."Aku ingin bekerja, Ayah sudah tua dan sakit-sakitan aku ingin menggantikan kepemimpinannya. Aku bosan menunggu anak-anak di rumah mereka sudah besar sehabis pulang bisa ke kantor dulu di sana juga ada kamar tidur untuk mereka istirahat," ucap Safia."Terserah kamu, aku perna mengatakan padamu jika anak-anak sudah besar kau bisa lakukan apapun, lagi pula siapa yang akan melirik kamu jika di rumah saja dan jangan lupa jika kau tertarik dengan pria katakan saja padaku dan saat itu tiba aku siap menceraikanmu," ucap Manan sambil beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah ruangan kerjanya.Safia menghela nafasnya enam tahun sudah menikah dengan Manan tetapi pria itu tak pernah sedikitpun hatinya terbuka, andai ia tidak memikirkan anak-anak mungkin ia sudah pergi dari dulu. 'Apa mereka harus menjadi korban atas nama sebuah cinta dari orang-orang dewasa? Padahal mereka mengh
Manan melirik Safia yang terlihat menahan senyum membuat Manan sedikit jengkel pada wanita itu.'Baiklah hari ini kau menang, lain kali akan kubuat tersenyum saja tidak bisa,' pikirnyaMereka pun melanjutkan sarapannya dengan tenang tanpa celoteh anak-anak yang biasanya akan riuh karena sibuk memilih lauk yang hendak di makan.Setelah selesai mereka pun keluar dan masuk kedalam mobil. anak-anak duduk di bangku tengah sedang safia duduk dibangku depan di sebelah dirinya."Antarkan ke rumah ayah aku akan mengambil mobilku," ucap safia."Apa kau akan bawa mobil sendiri jangan gila kau, sudah sangat lama kau tidak mengemudi," protes Manan pada Safia."Aku sudah membiasakannya, Mas, saat aku menjemput anak -anak sekolah aku mampir ke rumah Ayah dan melatih kemampuanku dalam mengemudi," ucap Safia sambil memasang sabuk pengamannya.Manan kembali dikejutkan dengan kata-kata Safia. Wanita itu mulai seenaknya dan tidak lagi meminta ijin terlebih dulu dan ia tidak dapat menegurnya karena ada an
setelah kepergian orang suruhan dari Akran seorang wanita berjalan menuju ruangan yang ditempati oleh Akran. wanita itu langsung masuk ke dalam ruangan itu tanpa mengetuk pintu lalu duduk di depan meja Akran."Kapan kita mulai untuk melakukan rencana kita?" tanya wanita itu."Aku sudah mengirimkan cara detail bagaimana orang itu di handphone-mu bukan? pelajari dulu bagaimana dia. Aku tidak mau kamu gagal andai itu terjadi maka kamu akan menjadi budakku selamanya."aku sudah melihatnya dan mempelajarinya sekarang kau yang harus menilai Apakah penampilanku saat ini sudah seperti dirinya?" tanya wanita itu pada Akran."Jadi menurutmu aku belum mirip seperti dirinya?" tanya wanita yang sering dipanggil Lala oleh Akran itu."Jika aku berkata demikian maka itu artinya belum apa aku harus menjelaskannya lagi," ucap Akran dengan ketusnya."Apa kau sudah memasang kaca yang bisa menampakan seluruh tubuhmu agar kau bisa menilai dirimu sendiri saat berjalan, duduk dan lain sebagainya apakah suda
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan