Lima belas menit telah berlalu Manan keluar dengan tubuh basah dan handuk yang melingkar di pinggangnya. Tanpa bicara ia menggendong tubuh Safia ke dalam kamar mandi."Mandilah aku sudah menyiapkan air hangat di bathtub. Maaf aku belum bisa mencintaimu tetapi aku membutuhkanmu," ucap pria itu seraya pergi meninggalkan Safia di kamar mandi."Tunggu, bisa ambilkan pembalutku dan cel4n4 d4l4m," tuanya sambil menunduk, "Mandilah akan ku ambilkan! Tidak perlu kau kunci pintunya aku sudah melihat semuanya," ucap lelaki itu sambil terkekeh.Manan pun keluar dari dalam kamar Mandi, dan Safia melepaskan pakaiannya dan menggantungkannya di tempat gantung baju, ia menatap bathtub yang berisikan air hangat itu masalah ia masih nifas apa dia lupa? tetapi setelah dipikir lagi Safia merasa itu tidak jadi masalah karena sebenarnya sudah tidak keluar darah dari jalan lahirnya hitung-hitung merilekan tubuhnya.Safia pun masuk ke dalam bathtub tersebut dan mulai memanjakan tubuhnya, sambil memejamkan m
Andi terjatuh dan tidak bisa menghentikan tuannya itu, ia menatap kepergian mobil sambil bersusah payah berdiri.Setelah agak jauh Manan mengurangi laju mobil lalu ia berhenti di trotoar dan menelpon sahabatnya."Kau dimana? Temani aku minum aku sedang suntuk," pintanya disambungan diteleponnya."Apa, kau jangan gila, aku sedang bersama Hanie, dan anakku belum mau tidur dari tadi ia menangis terus. Aku tidak tahu bagaimana menenangkannya," keluh Brian "Kau pekerjakan saja pengasuh lamanya, ia kan tahu kebiasaan anakmu dan yang paling penting dia sudah sangat dekat dengan anakmu pasti anakmu akan lebih nyaman bersama pengasuhnya yang telah lama mengasuh," saran Manan pada sahabatnya Brian."Kau benar juga, oke nanti akan kubicarakan pada Hanie," ucap pada Manan."Aku ke apartemenmu aku tunggu di basement," ucap Manan lalu memutus sambungan telponnya."Sh!t!" umpat Brian pelan setelah ia tahu sambungan teleponnya terputus."Siapa?" tanya Hanie menatap pria yang sedang menggendong putri
Brian keluar dari Apartemennya menuju lift pintu tertutup dan bergerak ke bawah, pintu terbuka ia berjalan menuju ke basement dan langsung membuka pintu depan dan duduk di sebelah Manan."Ada apa lagi? Bukankah kau sudah punya anak dari Safia harusnya kau bahagia dan bisa mencintai Safia," ucap Brian sambil memasang sabuk pengamannya."Aku belum bisa mencintainya, anak itu adalah accident saat itu aku Marah dan melampiaskan padanya, tak kusangka akhirnya ia hamil dan hari ini dia membantahku dan aku marah lalu kubanting vas bunga dengan sekuat tenaga dan ia seperti tidak peduli padaku meskipun dia sangat terkejut dan seolah ingin menangis," jelas Manan sambil mengemudikan mobilnya."Apa lebih baik kau ceraikan saja, dari pada menyiksa batin dia," ucap Brian lirih. Sebenarnya ia tidak terlalu suka terlibat dalam urusan orang lain tetapi karena Manan bercerita maka ia pun menimpalinya.Tak lama mereka tiba di depan Club malam. Brian menoleh pada Manan, "Sebaiknya kau tidak segila ini, k
"Tidak perlu kami sendiri pun bisa, tugas Anda menjaga anak-anak maka lakukanlah," ucap Brian mulai muak.Tak lama mereka sampai di ruangan kerja Manan, ruangan itu terkunci membuat Brian merogoh saku celana Manan ternyata pria itu selalu membawa kemana-mana kunci ruangan kerjanya.Brian menemukannya dan membuka ruangan itu lalu membawa pria itu masuk ke dalam ruangan itu lalu masuk ke bilik kamar pribadi Manan saat bekerja.Andi membantu Brian untuk membaringkan tubuh Manan yang dalam keadaan mabuk itu. Setelah itu mereka keluar dan menguncinya."Di mana kamar Safia, biar ku serahkan kuncinya padanya," ucap Brian"Biar kuantar sendiri," ucap Brian pada Andi"Anda yakin akan datang sendiri, saya takut akan terjadi kesalahpahaman, Tuan," ucap Andi."Karena, gadis itu?" tanya Brian dan Andi mengangguk."Ada cctv di luar ruangan?" tanya Brian "Ada, Tuan," jawab Andi "Kendali kontrolnya di mana?" tanya Brian"Di ruang kerja, Tuan Manan, Tuan," jawab Andi "Oke, berarti aman," ucap Brian
Safia yang baru turun dari lantai atas dan hendak membuka membuka pintu ruangan kerja Manan pun terkejut.Safia menghebuskan napas beratnya, 'Bisa-bisanya ia menjadi tantrum seperti ini ada handphone ia bisa menghubungiku dan meminta membukakan pintu,' pikir Safia.Ia berjalan menuju ruangan kerja Manan sesampainya di depan pintu ia langsung membuka kunci pintu itu dan terbuka. Manan berdiri di balik pintu."Kenapa tidak dari tadi pagi membuka pintunya? Kenapa menunggu aku memintanya untuk dibuka? Jika aku tidak menggedor pintunya kau tidak akan membukakannya kan?" tanya Safia.Safia meraih tangan telapak tangan Manan lalu meletakkan kunci di atas telapak tangan Manan. "Ini simpan suruh siapa kau mabuk, merepotkan saja! Kau pikir hanya kau saja yang bisa bangun kesiangan, aku juga karena aku tidak bisa tidur kemarin malam." Safia pun pergi meninggalkan pria dengan hati gusar karena marah, dari kemarin lelaki itu sangat menjengkelkan."Hai kau mau kemana? Aku belum selesai bicara," te
Sejak saat itu hari-hari dipenuhi dengan pertengkaran dan perdebatan. Manan yang seolah terprovokasi oleh suster yang merawat anak-anaknya,Safia semakin meradang saat ia selalu di salahkan dalam berbagai macam persoalan. Hingga berakibat ASInya tidak mau keluar."Apa sebenarnya yang kau pikirkan, sudah kubilang rileks saja jangan terlalu keras berfikir tetapi kamu tidak, kamu mudah sekali tersinggung, mudah sekali menangis, itu membuat aku lebih percaya pada suster Rida dibandingkan kamu," ucap Manan dengan keras."Kau juga, Mas. Harusnya kau bisa menjaga perasaanku saat anak-anak masih butuh asi. Kau selalu saja marah padaku tidak peduli aku benar ataupun salah," ucap Safia dengan menatap tajam pria itu."aku tidak bisa membiarkan kamu seperti ini terus. Sebenarnya aku sedang menunggu Anton pulang dari liburannya tapi setelah melihatmu seperti ini aku tidak bisa menunggu lagi. Ayo ikut aku kau harus periksa, Fia," paksa Manan sambil menarik tangan Safia dan mengajaknya pergi ke psiki
waktu terus berlalu dan tidak terasa sudah 40 hari telah terlewati, dan Manan merasa bekas operasi Safia sudah kering dan Manan sudah sudah tidak secemas dulu saat Safia menggendong anak-anaknya.Hari inipun hari yang membuat Brian juga sangat senang pasalnya Hanie pun sudah melewati masa idahnya dan ia mulai merencanakan untuk menghalalkan Hanie.Brian mempersiapkan berkas-berkas pernikahan mereka untuk di bawah ke KUA lain lagi yang dilakukan Manan di rumahnya.Manan meminta Ira memasak sedikit istimewa dan ingin mengundang seluruh pekerjanya yang ada di rumahnya untuk sarapan bersama di taman belakang, Ira sedikit terkejut tetapi tidak terlalu banyak bertanya ia langsung memasak sesuai keinginan tuannya.Setelah selesai semua, Manan meminta Ira untuk Suster Rida agar makan bersama dengannya dan Safia dan meminta Ira untuk untuk menemani anak-anaknya di kamar mereka. Awalnya ia mengundang mereka semua tetapi anak-anak siapa yang akan menjaganya sebab itu ia akhirnya hanya mengundang
Safia menegang, selama ini dia tidak pernah mengadu pada Manan, setiap keributan yang disebabkan oleh suster Rida.Suster Rida melihat ke arah Safia lalu membaca pesan yang dikirimkan Ira pada Safia lalu melihat video tersebut, ia pun terbelalak dan ia menelan salivanya sendiri."Saya bisa jelaskan Tuan, Nyonya mungkin Mbak Ira salah paham, " ucap Suster Rida membela diri"Dia tidak salah paham Suster Rida, ada lagi yang akan saya tunjukkan sebelum Kamu keluar dari sini," ucap Manan sambil mengambil handphone milik Safia dan diberikan kembali pada istrinya itu.Manan merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah handphone dan diberikan pada Suster Rida. "Lihat itu!" perintah Manan manan dan Suster Rida mengambil handphone tersebut dan kembali melihat dan menghembuskan napasnya."saya saat ini tidak dapat saya saat ini tidak bisa membelah diri karena yang terekam di sini semuanya adalah benar jadi terserah anda apa yang akan Anda lakukan terhadap saya," ucap Suster Rida pasra.mainan