Akran mendesah. 'Apa aku harus cerai dengan Hanie, jika aku memang puteranya pasti tuan Subagio akan membelaku, kukira bukan itu tetapi karena uang, dia tidak melepaskanku,' pikirnya.Dua hari lagi ia akan kembali, ingin sekali bertemu wanita yang mencuri hatinya itu. Akran bangkit dari duduknya berjalan keluar dari ruangan kerjanya dan meninggalkan rumah megah itu dengan mobil mewahnya menuju suatu tempat yang di TPU di mana anaknya di makamkan sebelum sampai di sana ia membeli dua rangkaian bunga mawar merah, lalu melanjutkan perjalanan menuju pemakaman sang putri.Mobil itu pun berhenti tepat di depan TPU lalu ia turun dari mobilnya dan berjalan menuju pusara sang putrinya yang bersanding dengan makam mendiang istri Manan.Ia meletakan kedua rangkaian bunga mawar itu di makam putrinya juga di makam mantan kakak iparnya."Mbak Laila maafkan aku. Tolong maafkan aku! Aku sangat mencintai adikmu tetapi aku tidak berdaya dan tidak bisa mempertahankan dia untuk tetap berada di sisinya. S
Safia masih dengan rasa kesalnya ia pun mencari Andi sopir yang merangkap sebagai sekuriti itu. Ia berjalan keluar rumah menuju pos sekuriti."Pak Andi, saya minta tolong ambilkan pompa ASI di rumah ya juga belikan botol seteril di apotik ya, ini uangnya!" perintah Safia."Kok nyonya gak telpon saya saja? Kenapa harus jalan sampai di sini?" tanya Pak Andi segan."Gak apa-apa, Pak. Ini dekat kok, itung-itung buang lemak, semenjak tinggal di sini, Tuanmu itu memaksa saya makan terus," jawab Safia terkekeh."Iya, ya, Nyonya segera laksanakan! tidak ada lagi yang harus saya beli, nyonya?" tanya Andi."Enggak itu saja," jawab Safia."Baik, Nyonya, Anda segera masuk! pintu gerbang saya kunci sebentar Nyonya," ucapnya sambil mengetik sesuatu di layar handphonenya."Iya, Pak. Saya masuk kedalam ya," ucap Safia sambil berjalan masuk ke dalam rumah ia menatap kamar yang biasa di tempatinya itu kenapa tiba-tiba pintunya tertutup rapat dan terkunci serta semua pakaiannya ada didalam waktu Safia p
Manan terus berjalan maju sambil menatap nakal, hingga Safia terpojok terpentok hingga di sampai di bibir ranjang ia meraih jasnya yang ada di atas ranjang sempat dilepas dan ditaruh sepulang dari kantor tadi.Manan tersenyum menyeringai lalu memakaikan jas itu pada Safia. "Simpan dulu dan akan kuambil nanti malam! Aku tidak mau dengar ada penolakan dari mu! Kau mengerti Safia?" tanya Manan penuh dengan penekanan.Safia hanya mengangguk, tiba-tiba saja otaknya tumpul ia tidak menghiraukan apa yang dikatakan Manan ia hanya sibuk dengan perasaan malu, takut, gusar dan marah saat Manan bertanya ia hanya mengangguk saja sebab dia sedikit merasa legah saat Manan tahu perasaannya dan memberikan jasnya untuk menutupi tubuhnya yang terlihat jelas oleh pria itu.Manan berbalik dan berjalan menuju kamar mandi kembali. Di dalam hatinya mengumpat. 'Sialan! Kenapa juniorku beraksi padahal ini masih sangat sore?' Ia mengguyur seluruh tubuhnya mendinginkan dan menghilangkan hasratnya yang tiba-tiba
Brian menatap kekasihnya penuh rindu ia tidak pernah peduli apakah di hati Hanie masih ada cinta, jika masih ia akan mengikisnya dengan cintanya, andaipun Hanie menganggapnya sebagai kebutuhan hasratnya Brian tidak peduli yang ia tahu saat ini bersama dengan kekasih hatinya.Tanpa melepas tautannya ia berbisik, "Aku ingin mengurungmu di sini, jika kau bersedia kuculik maka saat ini aku ingin membawamu lari dari ayah dan suamimu.""Hem, jawab Hanie dengan tubuh yang tidak bisa tenang. "Kau ingin lagi sayang?" tanya Brian dan Hanie mengangguk.Kembali Brian memberikan kehangatan yang semakin lama semakin panas des4h4n dan deruhan napas saling bersautan, Mereka mereguk puncak kenikmatan dan kepuasan yang tidak pernah ada habisnya, hubungan yang tersembunyi membuat gairah cinta mereka berkobar dan terus menyala.Brian ingin Hanie mempunyai rasa ketergantungan pada dirinya dan akan mencarinya seperti saat wanita itu mengejar Manan.Sementara itu, di rumah Manan Safia menatap pria sambil me
Satu jam lamanya safia berada di ruang kerja Manan ia pun berjalan dengan langkah tertatih wajah pucat pasih menahan rasa malu dan marah tetapi ia hanya bisa menahannya dan tidak bisa berbuat apa-apa.Ia berjalan menuju kamar Manan dan langsung ke kamar mandi, ia berendam air hangat, rasanya ia ingin menenggelamkan tubuh ke dalam air dan berharap berakhir di dunia dan menemui sang kakak, anak dan suami.perlakuan Manan membuatnya shock, sungguh ia merasa tidak sanggup meneruskan rumah tangga di mana Manan benar-benar tidak bisa menghargai dirinya sebagai seorang istri.Ia menangis dalam diam. 'Bolehkah aku memikirkan diriku sendiri, aku lelah sangat lelah ya Robb, jemputlah aku. Aku tidak mau hidup lagi,' gumamnya dalam hati dan Safia benar-benar menenggelamkan diri di air yang terisi penuh di bathup.Manan merasa gelisah, ia tahu kali ini benar-benar sangat keterlaluan ia pun keluar dari ruangan kerjanya ia tidak ingin terjadi sesuatu pada Safia.Dengan langkah cepat ia berjalan di k
Manan berjalan menghampiri Safiah. "Dia lapar, tolong beri ASI!" pinta Manan Safia mengusap air matanya dan bangun dari pembaringan ia duduk di atas ranjang lalu meminta Manan untuk memberikan Amar padanya.Manan pun memberikan Amar yang sedang menangis ke gendongan Safia. "Pergilah! aku mau menyusuinya," ucap Safia."Aku suamimu Safia, aku berhak melihat apa pun yang ada di tubuhmu!" tekan Manan dengan suara tertahan, ia sangat geram selalu saja Safia menganggapnya orang lain apa pun bentuk rasa hatinya Safia istrinya. Dia miliknya dan tidak suka Wanita itu mengusirnya saat dia ingin menikmati keindahan tubuhnya. "Kau tahu aku malu," jawab Safia."Berapa kali aku harus menel4j4ngimu agar kau tidak merasa malu. Sekali lagi kutekankan padamu, Kau istriku, Safia!" tandas Manan.Beberapa menit kemudian Safia belum juga membuka bajunya ia menimang Amar agar tidak menangis"Safia! Kau buka atau aku yang buka?" tekan Manan.Safia melebarkan matanya dan menatap lelaki itu dengan tajam lalu
Disebuah kamar Hotel dua insan yang melepas rindu itu sudah selesai menyalurkan hasratnya, Brian yang terlebih dahulu membersihkan tubuhnya itu, menatap Hanie yang tengah berpakaian sambil duduk bersandar di sofa, rasanya tidak rela hanya beberapa jam saja bersama wanita itu, dia ingin menghabiskan malam hingga menjelang pagi, sayangnya itu tidak akan terwujud."Kenapa memandangku begitu, tolong bantu keringkan rambutku! aku tidak mungkin pulang dengan rambut basah seperti ini, alat pengeringnya ada di tasku," pinta Hanie.Brian meraih tas Hanie yang ada di atas sofa dan membukanya lalu ia mengeluarkan alat pengering rambut dan beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri Hanie yang duduk di depan meja rias lalu Ia menyentuh rambut indah itu."Andai dulu kau aku bertanggung jawab atas kehamilan, Han, mungkin kita tidak akan melakukan hubungan terlarang ini," ucap Brian sambil mengeringkan rambut kekasihnya itu."Kau tahu aku marah padamu, aku memintamu menjebak Manan tetap
Mobil Hanie sudah masuk ke dalam pintu gerbang rumah dan berhenti di pelataran depan rumah yang sangat luas itu. Wanita itu keluar dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam rumah dan lampu sudah dimatikan karena jam sudah menunjukkan pukul 22.00Ia berjalan pelan-pelan, agar tidak membangunkan penghuni rumah yang sepertinya sudah tidur. Namun, tiba-tiba saja lampu menyalah amat terang dan dua lelaki duduk di sofa menyambut ke pulangnya dengan tatapan tajam dan penuh pertanyaan."Dari mana kamu?" tanya sang ayah"Biasa Ayah aku nongkrong dengan teman-temanku. Bukankah aku esok akan kembali ke Amerika," ucap Hanie menoleh sebentar lalu ia pun kembali melangkah menuju kamarnya.Saat Subagio ingin menegur kembali Hanie Arkan mencegah lelaki paruh baya itu. Karena sudah larut malam dan tidak ingin terjadi keributan."Biar aku saja, Pa," ucap Akran bangun dari duduknya dan berjalan menaiki tangga menuju lantai atas menuju kamarnya.Ia pun menyusul Hanie yang masuk kedalam kamar diraih tang