Manan berjalan menghampiri Safiah. "Dia lapar, tolong beri ASI!" pinta Manan Safia mengusap air matanya dan bangun dari pembaringan ia duduk di atas ranjang lalu meminta Manan untuk memberikan Amar padanya.Manan pun memberikan Amar yang sedang menangis ke gendongan Safia. "Pergilah! aku mau menyusuinya," ucap Safia."Aku suamimu Safia, aku berhak melihat apa pun yang ada di tubuhmu!" tekan Manan dengan suara tertahan, ia sangat geram selalu saja Safia menganggapnya orang lain apa pun bentuk rasa hatinya Safia istrinya. Dia miliknya dan tidak suka Wanita itu mengusirnya saat dia ingin menikmati keindahan tubuhnya. "Kau tahu aku malu," jawab Safia."Berapa kali aku harus menel4j4ngimu agar kau tidak merasa malu. Sekali lagi kutekankan padamu, Kau istriku, Safia!" tandas Manan.Beberapa menit kemudian Safia belum juga membuka bajunya ia menimang Amar agar tidak menangis"Safia! Kau buka atau aku yang buka?" tekan Manan.Safia melebarkan matanya dan menatap lelaki itu dengan tajam lalu
Disebuah kamar Hotel dua insan yang melepas rindu itu sudah selesai menyalurkan hasratnya, Brian yang terlebih dahulu membersihkan tubuhnya itu, menatap Hanie yang tengah berpakaian sambil duduk bersandar di sofa, rasanya tidak rela hanya beberapa jam saja bersama wanita itu, dia ingin menghabiskan malam hingga menjelang pagi, sayangnya itu tidak akan terwujud."Kenapa memandangku begitu, tolong bantu keringkan rambutku! aku tidak mungkin pulang dengan rambut basah seperti ini, alat pengeringnya ada di tasku," pinta Hanie.Brian meraih tas Hanie yang ada di atas sofa dan membukanya lalu ia mengeluarkan alat pengering rambut dan beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri Hanie yang duduk di depan meja rias lalu Ia menyentuh rambut indah itu."Andai dulu kau aku bertanggung jawab atas kehamilan, Han, mungkin kita tidak akan melakukan hubungan terlarang ini," ucap Brian sambil mengeringkan rambut kekasihnya itu."Kau tahu aku marah padamu, aku memintamu menjebak Manan tetap
Mobil Hanie sudah masuk ke dalam pintu gerbang rumah dan berhenti di pelataran depan rumah yang sangat luas itu. Wanita itu keluar dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam rumah dan lampu sudah dimatikan karena jam sudah menunjukkan pukul 22.00Ia berjalan pelan-pelan, agar tidak membangunkan penghuni rumah yang sepertinya sudah tidur. Namun, tiba-tiba saja lampu menyalah amat terang dan dua lelaki duduk di sofa menyambut ke pulangnya dengan tatapan tajam dan penuh pertanyaan."Dari mana kamu?" tanya sang ayah"Biasa Ayah aku nongkrong dengan teman-temanku. Bukankah aku esok akan kembali ke Amerika," ucap Hanie menoleh sebentar lalu ia pun kembali melangkah menuju kamarnya.Saat Subagio ingin menegur kembali Hanie Arkan mencegah lelaki paruh baya itu. Karena sudah larut malam dan tidak ingin terjadi keributan."Biar aku saja, Pa," ucap Akran bangun dari duduknya dan berjalan menaiki tangga menuju lantai atas menuju kamarnya.Ia pun menyusul Hanie yang masuk kedalam kamar diraih tang
Beberapa detik kemudian ia tersadar dari kebekuannya itu. Lalu berteriak kencang, "Nona Rihana apa yang terjadi?!" Wanita itu dalam keadaan mengenaskan dan setengah telanj4ng bagian bawah tubuhnya sudah tidak berbusana dan terdapat sisa cairan kental di bagian lipatan pahanya."Tolong aku mereka meperkos4ku," ucapnya lirih.Subagio membuka jasnya dan menutupkan ke area tubuh bagian bawah tubuh Rihana dan menggendongnya serta membawanya ke mobil dan membaringkan di bangku tengah. lalu ia masuk ke dalam dan duduk di belakang kemudi.Ia mengemudikan dengan kecepatan sedang dan persaannya tidak menentu. 'Bagaimana ini apa yang akan kukatakan pada tuan,' pikirnyaSubagio pun sampai di rumah besar itu dan berhenti tepat di depan rumah itu, ia pun turun dari mobil berjalan dan membuka pintu tengah lalu menggendong wanita dan masuk kedalam.Tuan Arga yang menunggu putri dengan gelisah menyongsongnya dan terkejut melihat keadaan Rihana. "Apa yang terjadi?""Biar saya bawa ke kamarnya dulu, Tu
Manan Masuk Kedalam kamar dengan membawa secangkir kopi yang di letakkan di atas meja di depan sofa. ia melihat putranya sudah tertidur lelap dan Safia masih menggendongnya. Manan menghampiri Safia. "Sini aku tidurkan dia di boxnya." Manan mengambil alih Amar lalu menggendongnya dan menaruhnya dalam box. Kemudian dia menoleh pada wanita yang sekarang menjadi istrinya. "Apa kau bisa jalan? Kemarilah aku ingin bicara!" perintah Manan."Kau ingin bicara apalagi, semua pembicaraan akan terasa tetap sama, kau tetap menganggapku sama dan tidak berubah," jawab Safia membuat Manan menjadi gusar."Kenapa kau selalu saja membantahku? tidak bisa kah sedikit kau menurut padaku?" tanya Manan pada Safia.Safia menghelah nafasnya ia pun berinsut dan turun dari ranjang yang dia duduki lalu berjalan perlahan menuju sofa dan duduk di sana."apa sebenarnya yang ingin Mad Manan bicarakan denganku?" tanya Safia."aku tahu kita menikah bukan berdasarkan rasa cinta tetapi kita tidak bisa seperti tikus dan
Safia terdiam, ia tidak tahu harus menerima tawaran dari Manan ataukah tidak baginya sama saja ia hanya sebagai alat pelampiasan hasrat Manan. Berapa tahun ia akan hidup dengan seseorang pria yang memuja wanita lain dan wanita itu adalah kakaknya yang telah tiada dan setiap Manan menginginkannya yang di inginkan bukanlah dirinya tetapi Menginginkan bercinta dengan sang kakak lewat tubuhnya.Hati serasa sangat perih jika ia mengingat dirinya hanya sebagai pengganti dari figur sang kakak, sampai kapan ini semua terjadi Safia bahkan tak mampu membayangkannya atau pun memikirkannya."Safia apa kau mendengarkanku?" tanya Manan"Lalu untuk apa kita menjalani ini semua, kalau pada akhirnya kau tidak berusaha menjadikan pernikahan kita layaknya sebuah pernikahan yang sesungguhnya. Pada akhirnya kau juga melepaskanku dan tidak berusaha untuk mencintaiku," ucapnya lirih."Apa kau berharap aku mencintaimu dan apakah cintamu pada Akran sudah luntur,
Malam semakin larut, Manan masih terjaga di dalam lamunan, Seperti baru kemarin ia mengucapkan hijab khabul pada Laila lalu ia menikmati indahnya pernikahan kemudian kehilangan dia dan tiba-tiba harus mengucapkan hijab pada Safia.ia menarik napas panjang dan menatap wanita yang meringkuk di ranjangnya dengan posisi meringkuk memunggungi dirinya."Perasaan apa ini?" gumamnya lirih Ia tidak pernah tahu bagaimana perasaannya pada Safia, Dengan wanita itu hasrat begitu meletup-letup, Melihat wanita itu menangis dalam kungkungannya, membuat ia semakin membuat semangat.Ia benar-benar tidak peduli dengan keadaan Safia sakit ataukah justru menikmatinya. Manan terus menatap wanita itu ia berusaha memahami makna hatinya. Namun, tidak menemukanya. ia kembali meminum kopinya, ternyata sudah habis ia pun berjalan menuju dapur dan membawa serta gelas susu Safia yang sudah kosong.Manan segera mencuci semua piring dan gelas kotor serta perkakas dapur yang telah ia gunakan untuk membuat makanan.
Pagi menjelang, Safia mulai berkutat di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk Manan, hingga tidak menghiraukan sekelilingnya dan ia terkejut saat seseorang memegang pundaknya.Safia sepontan menoleh ke belakang, ia pun di buat terkejut dan salah tingkah, matanya terbuka lebar menatap Manan yang hanya mengenakan handuk menutupi area privasinya."Kenapa? Apa yang aneh? Setiap malam pun kau menikmatinya, ini masih kututup apa perlu kubuka? Agar matamu lebih melopat keluar atau kau yang melompat kepadaku," ucapnya sarkas terkekeh.Safia memutar bola matanya ke atas. "Aku hanya kaget kenapa kau kemari hanya mengenakan handuk?" teriak Safia kesal."Aku hanya menagih pelayanan komplit," jawab Manan tenang."Aku belum selesai membuat sarapan pagimu, apa kau tidak lihat?!" teriak Safia"Kau matikan saja dulu kompornya dan tinggal sebentar lalu lanjutkan lagi setelah melayaniku," sahut Manan sambil mematikan kompornya."Apa?" teriak Safia melihat kompornya sudah mati dan sayur yang dimasaknya bel