"Kenapa melihatku begitu? ada yang aneh?" tanya Manan tanpa melihat Safia."Enggak, nggak apa-apa, aku nggak lihat, perasaan Mas Manan saja," jawab Safia sambil membuang muka ke arah lain."Oh," jawabnya singkat lalu menyuap makanannya di mulutnya lalu ia menyendok lagi di arahkan di depan mulut Safia."Aku sudah, Mas," protesnya."Satu lagi, lihat tubuhmu kurus sekali hanya bagian -bagian tertentu saja yang terlihat gemuk, kalau setiap hari dihisap Amar dan kau tidak mengimbangi dengan makanan apa jadinya nanti," jawab Manan asal.Safia mengerutkan dahinya ia melihat seluruh tubuhnya dan ia melotot dengan sempurna tetapi sesaat kemudian ia pura-pura biasa saja dan tidak mengerti apa yang dikatakan Manan.Lalu, Safia melihat Manan lelaki itu terlihat biasa saja sambil terus menyuap makanannya, Kemudian wanita itu mengalihkan pandangannya ke arah lain."Apa kau tidak pernah keluar rumah? Aku membayar Andi untuk mengantarkanmu kemana pun kau ingin pergi dan bersenang-senang, bawa Amar d
Akran mendesah. 'Apa aku harus cerai dengan Hanie, jika aku memang puteranya pasti tuan Subagio akan membelaku, kukira bukan itu tetapi karena uang, dia tidak melepaskanku,' pikirnya.Dua hari lagi ia akan kembali, ingin sekali bertemu wanita yang mencuri hatinya itu. Akran bangkit dari duduknya berjalan keluar dari ruangan kerjanya dan meninggalkan rumah megah itu dengan mobil mewahnya menuju suatu tempat yang di TPU di mana anaknya di makamkan sebelum sampai di sana ia membeli dua rangkaian bunga mawar merah, lalu melanjutkan perjalanan menuju pemakaman sang putri.Mobil itu pun berhenti tepat di depan TPU lalu ia turun dari mobilnya dan berjalan menuju pusara sang putrinya yang bersanding dengan makam mendiang istri Manan.Ia meletakan kedua rangkaian bunga mawar itu di makam putrinya juga di makam mantan kakak iparnya."Mbak Laila maafkan aku. Tolong maafkan aku! Aku sangat mencintai adikmu tetapi aku tidak berdaya dan tidak bisa mempertahankan dia untuk tetap berada di sisinya. S
Safia masih dengan rasa kesalnya ia pun mencari Andi sopir yang merangkap sebagai sekuriti itu. Ia berjalan keluar rumah menuju pos sekuriti."Pak Andi, saya minta tolong ambilkan pompa ASI di rumah ya juga belikan botol seteril di apotik ya, ini uangnya!" perintah Safia."Kok nyonya gak telpon saya saja? Kenapa harus jalan sampai di sini?" tanya Pak Andi segan."Gak apa-apa, Pak. Ini dekat kok, itung-itung buang lemak, semenjak tinggal di sini, Tuanmu itu memaksa saya makan terus," jawab Safia terkekeh."Iya, ya, Nyonya segera laksanakan! tidak ada lagi yang harus saya beli, nyonya?" tanya Andi."Enggak itu saja," jawab Safia."Baik, Nyonya, Anda segera masuk! pintu gerbang saya kunci sebentar Nyonya," ucapnya sambil mengetik sesuatu di layar handphonenya."Iya, Pak. Saya masuk kedalam ya," ucap Safia sambil berjalan masuk ke dalam rumah ia menatap kamar yang biasa di tempatinya itu kenapa tiba-tiba pintunya tertutup rapat dan terkunci serta semua pakaiannya ada didalam waktu Safia p
Manan terus berjalan maju sambil menatap nakal, hingga Safia terpojok terpentok hingga di sampai di bibir ranjang ia meraih jasnya yang ada di atas ranjang sempat dilepas dan ditaruh sepulang dari kantor tadi.Manan tersenyum menyeringai lalu memakaikan jas itu pada Safia. "Simpan dulu dan akan kuambil nanti malam! Aku tidak mau dengar ada penolakan dari mu! Kau mengerti Safia?" tanya Manan penuh dengan penekanan.Safia hanya mengangguk, tiba-tiba saja otaknya tumpul ia tidak menghiraukan apa yang dikatakan Manan ia hanya sibuk dengan perasaan malu, takut, gusar dan marah saat Manan bertanya ia hanya mengangguk saja sebab dia sedikit merasa legah saat Manan tahu perasaannya dan memberikan jasnya untuk menutupi tubuhnya yang terlihat jelas oleh pria itu.Manan berbalik dan berjalan menuju kamar mandi kembali. Di dalam hatinya mengumpat. 'Sialan! Kenapa juniorku beraksi padahal ini masih sangat sore?' Ia mengguyur seluruh tubuhnya mendinginkan dan menghilangkan hasratnya yang tiba-tiba
Brian menatap kekasihnya penuh rindu ia tidak pernah peduli apakah di hati Hanie masih ada cinta, jika masih ia akan mengikisnya dengan cintanya, andaipun Hanie menganggapnya sebagai kebutuhan hasratnya Brian tidak peduli yang ia tahu saat ini bersama dengan kekasih hatinya.Tanpa melepas tautannya ia berbisik, "Aku ingin mengurungmu di sini, jika kau bersedia kuculik maka saat ini aku ingin membawamu lari dari ayah dan suamimu.""Hem, jawab Hanie dengan tubuh yang tidak bisa tenang. "Kau ingin lagi sayang?" tanya Brian dan Hanie mengangguk.Kembali Brian memberikan kehangatan yang semakin lama semakin panas des4h4n dan deruhan napas saling bersautan, Mereka mereguk puncak kenikmatan dan kepuasan yang tidak pernah ada habisnya, hubungan yang tersembunyi membuat gairah cinta mereka berkobar dan terus menyala.Brian ingin Hanie mempunyai rasa ketergantungan pada dirinya dan akan mencarinya seperti saat wanita itu mengejar Manan.Sementara itu, di rumah Manan Safia menatap pria sambil me
Satu jam lamanya safia berada di ruang kerja Manan ia pun berjalan dengan langkah tertatih wajah pucat pasih menahan rasa malu dan marah tetapi ia hanya bisa menahannya dan tidak bisa berbuat apa-apa.Ia berjalan menuju kamar Manan dan langsung ke kamar mandi, ia berendam air hangat, rasanya ia ingin menenggelamkan tubuh ke dalam air dan berharap berakhir di dunia dan menemui sang kakak, anak dan suami.perlakuan Manan membuatnya shock, sungguh ia merasa tidak sanggup meneruskan rumah tangga di mana Manan benar-benar tidak bisa menghargai dirinya sebagai seorang istri.Ia menangis dalam diam. 'Bolehkah aku memikirkan diriku sendiri, aku lelah sangat lelah ya Robb, jemputlah aku. Aku tidak mau hidup lagi,' gumamnya dalam hati dan Safia benar-benar menenggelamkan diri di air yang terisi penuh di bathup.Manan merasa gelisah, ia tahu kali ini benar-benar sangat keterlaluan ia pun keluar dari ruangan kerjanya ia tidak ingin terjadi sesuatu pada Safia.Dengan langkah cepat ia berjalan di k
Manan berjalan menghampiri Safiah. "Dia lapar, tolong beri ASI!" pinta Manan Safia mengusap air matanya dan bangun dari pembaringan ia duduk di atas ranjang lalu meminta Manan untuk memberikan Amar padanya.Manan pun memberikan Amar yang sedang menangis ke gendongan Safia. "Pergilah! aku mau menyusuinya," ucap Safia."Aku suamimu Safia, aku berhak melihat apa pun yang ada di tubuhmu!" tekan Manan dengan suara tertahan, ia sangat geram selalu saja Safia menganggapnya orang lain apa pun bentuk rasa hatinya Safia istrinya. Dia miliknya dan tidak suka Wanita itu mengusirnya saat dia ingin menikmati keindahan tubuhnya. "Kau tahu aku malu," jawab Safia."Berapa kali aku harus menel4j4ngimu agar kau tidak merasa malu. Sekali lagi kutekankan padamu, Kau istriku, Safia!" tandas Manan.Beberapa menit kemudian Safia belum juga membuka bajunya ia menimang Amar agar tidak menangis"Safia! Kau buka atau aku yang buka?" tekan Manan.Safia melebarkan matanya dan menatap lelaki itu dengan tajam lalu
Disebuah kamar Hotel dua insan yang melepas rindu itu sudah selesai menyalurkan hasratnya, Brian yang terlebih dahulu membersihkan tubuhnya itu, menatap Hanie yang tengah berpakaian sambil duduk bersandar di sofa, rasanya tidak rela hanya beberapa jam saja bersama wanita itu, dia ingin menghabiskan malam hingga menjelang pagi, sayangnya itu tidak akan terwujud."Kenapa memandangku begitu, tolong bantu keringkan rambutku! aku tidak mungkin pulang dengan rambut basah seperti ini, alat pengeringnya ada di tasku," pinta Hanie.Brian meraih tas Hanie yang ada di atas sofa dan membukanya lalu ia mengeluarkan alat pengering rambut dan beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri Hanie yang duduk di depan meja rias lalu Ia menyentuh rambut indah itu."Andai dulu kau aku bertanggung jawab atas kehamilan, Han, mungkin kita tidak akan melakukan hubungan terlarang ini," ucap Brian sambil mengeringkan rambut kekasihnya itu."Kau tahu aku marah padamu, aku memintamu menjebak Manan tetap
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan