Manan berjalan menuju kamarnya saat, memutar kenop pintunya ia baru tahu bahwa pintu terkunci dari dalam, ia pun menghembuskan nafasnya. "Ia benar-benar marah,' pikirnya tentang Safia.Pria itu pun membalikan badannya dan berjalan menuruni tangga menuju ruangan kerjanya ia akan bermalam di sana, 'Ya, beginilah kalau cewek sedang marah pasti akan mengunci kamarnyq,' gerutunya dalam hati.Manan masuk kedalam dan berjalan ke ruangan privasi lalu merebahkan dirinya ke ranjang, ia masih berfikir tentang apa yang dilakukan Suster Rida barusan padanya. Ia harus terus mengamati suster itu mulai sekarang ia tidak mau salah mengambil keputusan, dan akan membiarkan Safia bersama anak-anaknya saat suster Rida tidak ada di rumah dan sedang bertugas.Waktu berjalan dengan cepat malam berganti pagi, saat menjelang subuh Manan mengetuk pintu kamarnya."Safia, tolong buka semua pakaianku ada di situ, dan aku harus berangkat pagi-pagi karena ada meeting!" teriaknya pada wanita itu sambil menggedor-gedo
"Ayolah, lupakan dulu marahmu itu, temani aku sarapan jika aku sudah pergi ke kantor kau boleh marah lagi," rayu Manan dan itu baru ia lakukan hari ini.Safia pun tidak bisa menolak permintaan Manan akhirnya ia pun mengikuti pria itu turun ke bawah. Setelah menuruni tangga mereka pun berjalan kemeja makan dan duduk di sanaSafia mengambilkan makanan untuk Manan setelah itu mengambil untuk dirinya. Manan menatap piring Safia, ia merasa Safia terlalu sedikit mengambil makanan lalu dia menegurnya."Kau tahukan kau sedang menyusui dua balita, kenapa makanmu sedikit sekali?" tanya lelaki itu sambil mengerutkan dahinya."Aku tidak bisa makan banyak, kau tahu itu nanti jika aku lapar aku pasti akan Makan, jangan kawatir mengenai anak-anakmu tentang ASInya. kupastikan mereka tidak akan kelaparan," ucap Safia sambil memulai menyendokan makanannya dan akan menyuapkan dalam mulutnya. Namun ia tertegun sesaat kala ada seorang wanita yang berdiri di depan."Maaf Nyonya, Tuan, apa saya bisa bergabu
Setelah Kepergian Manan Suster itu kembali ke meja makan. Apakah saya bisa sarapan sekarang, Nyonya?" tanya Suster Rida pada Safia."Lalu bagaimana dengan Anak-anak? Siapa yang menjaganya jika kau makan di sini? Ambil nasi dan lauknya lalu kembali ke anak-anak! Kau bisa makan di sana bukan," ucap Safia dingin."Tetapi Nyonya, mereka Aman," ucap suster Rida pada Safia."Silahkan saja jika kau ingin kehilangan pekerjaanmu," ucap Safia sambil meninggalkan meja makan.Suster Rida memandang sinis kepada Safia, lalu mengambil piring dan mengisinya makanan serta mengambil segelas air minum ia tidak menampik perkataan Safia karena itu betul adanya. Ia akan kehilangan pekerjaannya jika memaksa untuk berperang dengan Safia majikan perempuannya itu. 'Aku memang kalah telak,' pikirnyaSuster Rida membawa makanan kedalam kamar karena dia harus menjaga Amar yang sedang bermain di kamar itu sedangkan Erina berada di box dan masih terjaga.Baru saja ia menyuapkan makanan di mulutnya Baby Erina menang
Suster Rida berjalan mondar-mandir menunggu sang majikan pulang namun sampai sampai siang majikannya itu tidak kembali ke rumah. Ia semakin kesal apa lagi hari ini dia sedang libur, dan ia tidak melakukan apa-apa karena majikan perempuannya itu membawa anak-anaknya di ruangannya.Karena Lelah menunggu ia pun berjalan ke meja makan untuk makan siang, Ira yang tahu Nyonyanya sedang berada ruangannya bersama anak-anaknya itu menyiapkan makan siang untuk Safia.Melihat hal itu semakin membuat suster Rida kembali kesal. "Mbak Ira mau kemana? Di sini dulu saja, temani saya makan.""Ini siang hari tidak akan ada setan di sini, jadi jangan meminta saya menemanimu karena ini lebih penting," ucap Ira sambil berlalu meninggalkan Suster Rida."Sombong banget, sih awas kamu yaa! Nanti ku buat kau di pecat," ancam Suster Rida sambil mengambil nasi dan lauk di piringnya sedangkan ira sudah tidak memperdulikan lagi wanita itu, ia berjalan menaiki tangga menuju kamar Safia.Sesampainya di depan kamar
"Sudah kalau kamu mengunakan cara itu pasti semua akan kalah," ucap nya sambil duduk di ranjang ia ingin membangunkan putranya."Kau mau apa?" tanya Safia saat Manan sedang mendekati putranya itu."Mau membangunkannya, aku juga ingin bermain dengannya, bukankah kau sudah puas bermain dengan mereka," ucap sambil menyentuh pipi sang putra dan Safia hanya diam saja "Amar bangun! Ayo mandi bersama Papa, " ucap Manan pada Safia.Amar pun menggeliat dan membuka matanya, Pa, papa!"Bibir mungil itu mengembang lalu meringis lucu dengan gigi yang baru tumbuh dua itu. Manan merentangkan tangannya seraya berkata, "Mau mandi dengan papa?" Amar mengangguk dan Manan segera meraih tubuh kecil Amar yang masih terlihat bermalasan itu, sambil berkata pada Safia, "Kau panggil Ira untuk memindahkan Erina di kamarnya, aku tidak mau rugi, membuang uangku dengan percuma di sini suster Rida bekerja bukan bermain kau biarkan ia menganggur hari ini.""Biarkan saja uangmu kan banyak!" sahut Safia garang.Mana
"Hai, beraninya kau membantahku!" teriak Manan lupa kalau di depannya ada Amar."Papa, hua-hua huhuhu!" tangis Amar karena ketakutan dengan suara sang Ayah yang keras dan tinggi."Ohh, cup-cup papa tidak marah, jangan menangis," ucap Manan sambil mengendong dan menggoyang-goyangkan badan Amar keatas dan ke bawah membuat bocah itu berhenti menangis lalu tertawa.'Kenapa semua berpihak pada ibunya? Aku tidak bisa marah kalau mereka sudah besar,' gerutu Manan dalam hati.Manan pun tersenyum masam saat sang putra berhenti menangis. lalu bermain dengannya. Setelah itu Manan membawanya ke suster Rida setelah membujuknya habis-habisan.Setibanya di depan kamar sang anak ia mengetuk pintu dan keluarlah Suster Rida membuat lelaki itu marah. "Harusnya kamu menjeput Amar di kamarku. Kau kubayar untuk berkerja, bukan main-main!""Maaf, Tuan, saya takut menganggu kebersamaan Anda dan Nyonya, ucap suster Rida," ucap Suster Rida sambil menerima Amar dan lalu menggendongnya."Sudah tidak usah membant
Lima belas menit telah berlalu Manan keluar dengan tubuh basah dan handuk yang melingkar di pinggangnya. Tanpa bicara ia menggendong tubuh Safia ke dalam kamar mandi."Mandilah aku sudah menyiapkan air hangat di bathtub. Maaf aku belum bisa mencintaimu tetapi aku membutuhkanmu," ucap pria itu seraya pergi meninggalkan Safia di kamar mandi."Tunggu, bisa ambilkan pembalutku dan cel4n4 d4l4m," tuanya sambil menunduk, "Mandilah akan ku ambilkan! Tidak perlu kau kunci pintunya aku sudah melihat semuanya," ucap lelaki itu sambil terkekeh.Manan pun keluar dari dalam kamar Mandi, dan Safia melepaskan pakaiannya dan menggantungkannya di tempat gantung baju, ia menatap bathtub yang berisikan air hangat itu masalah ia masih nifas apa dia lupa? tetapi setelah dipikir lagi Safia merasa itu tidak jadi masalah karena sebenarnya sudah tidak keluar darah dari jalan lahirnya hitung-hitung merilekan tubuhnya.Safia pun masuk ke dalam bathtub tersebut dan mulai memanjakan tubuhnya, sambil memejamkan m
Andi terjatuh dan tidak bisa menghentikan tuannya itu, ia menatap kepergian mobil sambil bersusah payah berdiri.Setelah agak jauh Manan mengurangi laju mobil lalu ia berhenti di trotoar dan menelpon sahabatnya."Kau dimana? Temani aku minum aku sedang suntuk," pintanya disambungan diteleponnya."Apa, kau jangan gila, aku sedang bersama Hanie, dan anakku belum mau tidur dari tadi ia menangis terus. Aku tidak tahu bagaimana menenangkannya," keluh Brian "Kau pekerjakan saja pengasuh lamanya, ia kan tahu kebiasaan anakmu dan yang paling penting dia sudah sangat dekat dengan anakmu pasti anakmu akan lebih nyaman bersama pengasuhnya yang telah lama mengasuh," saran Manan pada sahabatnya Brian."Kau benar juga, oke nanti akan kubicarakan pada Hanie," ucap pada Manan."Aku ke apartemenmu aku tunggu di basement," ucap Manan lalu memutus sambungan telponnya."Sh!t!" umpat Brian pelan setelah ia tahu sambungan teleponnya terputus."Siapa?" tanya Hanie menatap pria yang sedang menggendong putri