Safia menatap pria paruh baya. "Trimakasih paman.""Sama-sama, Nak, apa ada yang bisa saya bantu lagi," ucapnya pada Safia "Tidak, Paman boleh kembali ke ruangan paman," ucap Safia dan Arman mengangguk hormat lalu keluar ruangan Safia.Safia melihat beberapa file yang ada di mejanya ia mulai mempelajari satu persatu hingga beberapa kali melihat jam tangannya, tak lama kemudian ia pun beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar ruangannya setelah meninggalkan pesan pada Arman asistennya melalui interkomnya. ia masuk dalam lift dan pintu tertutup, benda itu bergerak ke bawah dan pintu terbuka kembali, dan Safia keluar serta berjalan kearah mobilnya. Ia masuk kedalam lalu mengemudikan dengan kecepatan sedang menuju sekolah anaknya.mobil berjalan menuju sekolah Amar dan Erina. hampir saja Safia lupa untuk menjenguk mereka. Tak lama kemudian ia pun sampai dan segera keluar dari mobilnya lalu masuk kedalam pintu gerbang terlihat anak-anaknya bermain di taman dan ditunggui oleh guru
Akran duduk di meja kerjanya, tersenyum membayangkan moment pertemuan dengan safia. 'Merebutnya dari Manan seperti tidak akan susah,' pikirnya sambil tersenyum."Muhammad Aran Subagio, nama yang keren untuk menyembunyikan identitas yang asli, sedikit sama tetapi berbeda, jika menyebut nama itu ia pasti mengingatkannya tentang aku yang dulu, ahh ... andai saja saat itu bertemu Safia lebih dulu di bandingkan Hanie dan andai aku tahu Subagio itu ayahku aku tidak akan peduli dengan tekanannya waktu itu dia pasti tetap membiayai pengobatan ibu dan kuliah adikku," gumamnya lirih penuh penyesalan.Pintu diketuk dari sebanyak tiga kali membuat Akran terkejut. Ia pun berteriak meminta seseorang masuk kedalam."Aku mengganggumu?" tanya lelaki paruh baya yang membuka pintu dan masuk kedalam itu. "Akran menatap lelaki yang tak lain ayahnya sendiri. "Suatu kehormatan, tuan Subagio datang menemuiku. Jangan cegah aku Ayah, aku tak akan berhenti mengejarnya walau kau mengancamku. Cukup sekali kau ha
Safia mengemudikan mobil dengan seribu pertanyaan yang ada di pikirannya. 'Apa Akran memiliki saudara kembar.' Ia tidak fokus mengemudi sehingga tidak tahu mobil di depannya berhenti dan terdengar teriak putranya. Rupanya Amar memperhatikan perubahan sikap Safia hingga anak itu memutuskan berdiri sambil memperhatikan jalan di depannya. Safia terkejut dan menginjak Rem dengan tiba-tiba, mengindari benturan yang lebih keras. Naas ternyata yang ditabraknya adalah mobil Manan yang saat itu bersama dengan sahabatnya, Brian.Benturan yang sedikit keras membuat Manan naik pitam. Ia lalu membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobilnya berjalan cepat menuju kendaraan yang telah menabraknya dari belakang."Melihat siapa yang datang, Safia sangat cemas. Manan semakin dekat dengan mobilnya lalu terdengar jendela kaca di ketuk, jantungnya berdetak sangat kencang. 'Bodohnya aku!' pikirnya panik "Buka dan keluarlah!" perintah Manan sambil mengetuk pintu."Jendela tengah terbuka dan Erina berte
Safia kembali ke meja kerjanya, ia tidak apa yang akan terjadi selanjutnya setelah ia menabrak mobil Manan mungkin pria itu akan melarangnya untuk membawa mobil apa lagi dengan anak-anak.'Aku benar-benar ceroboh andai aku tidak memikirkan pertemuan dengan pria itu yang begitu sangat mirip dengan Mas Akran. Mas Akran aku sangat merindukanmu, juga putri kia,' batin Safia berbicara.Safia termangu ia teringat masa-masa bahagia bersama Akran hingga suatu hari pria itu berpamitan untuk ke Amerika karena promosi dari atasan dan ia kembali dengan tidak bernyawa. Ia membuang ingatannya akan masa lalunya, ia tidak mengira telah membuang waktu satu jam hanya untuk mengenang hal yang membuatnya sedih.Ia kembali membuka file yang harus dipelajari, ia berharap pak Amran dapat mencari tahu apa yang tengah dikerjakan oleh Subagio Grup yang menjadi sasarannya dan ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mencari tahu tentang mendiang Akran suaminya yang pertama itu.waktu pun berlalu dan waktu men
"Kau sedang membela diri, Safia. Kau tahu kau salah bukan dan itu sangat fatal," tandas Manan."Apa maksudmu? Kau ingin melarangku bekerja? kau tahu benar bahwa pernikahan kita tidak akan seperti pernikahan orang- orang pada umumnya. Kita nanti akan bercerai Mas Manan dan apakah setelah bercerai kau masih memberiku nafkah, tidak bukan?" tanya Safia"Aku berbicara tentang anak-anak Safia dan pekerjaanmu, bukan tentang nanti apakah kita akan bercerai atau tidak!" sahut Manan."Sama saja Mas Manan, aku bekerja sekarang karena aku ingin mempersiapkan keadaan terburukku saat kita benar-benar memutuskan untuk Bercerai," ucap Safia pada Manan."Kau bisa bekerja sebagai setelah bercerai bukan," sahut Manan"Cukup jangan bicara lagi mas! Kau sudah mengijinkanku kemarin dan jangan kau mencabut ijinmu karena masalah ini," debat Safia Kesal"Kau itu masih istriku tentu aku akan mengeluh saat kau mengabaikan anak-anakmu karena kamu bekerja," bentak Manan agak keras."Aku terlalu melebarkan, masala
Safia menghelah nafasnya, kesal kenapa ia sangat ceroboh, terbawa perasaan karena bertemu pria yang begitu mirip dengan pria dengan pria yang ada di masa lalunya. Wanita itu berjalan menuju kamarnya dan menaruh tas di atas meja lalu mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.Tampa disadari oleh Safia dan Manan. Amar yang putra yang mendengar percakapan mereka tadi di mobil.Anak lelaki itu duduk di ranjangnya sambil terus memikirkan kata-kata cerai sampai ketukan pintu tidak dihiraukan hingga seorang wanita memberanikan membuka pintu kamar bocah lelaki kecil itu."Tuan muda, kenapa belum mandi dan berganti pakaian?" tanya wanita itu sambil mendekat dan menyentuh pundaknya."Bibi, ngagetin saja ucap lelaki kecil itu sambil tersenyum. "Tuan muda lagi mikirin apa? Kaya orang tua saja suka melamun?" tanya wanita itu."Hahaha, apa hanya orang tua saja yang boleh melamun, anak-anak tidak boleh melamun," ucapnya sambil menatap ira wanita yang merawatnya sejak kecil selain mamanya dua wanit
Pagi harinya anak-anak berangkat dengan Manan, sedangkan Safia lebih memilih naik taksi, entahlah dia begitu sangat tersinggung dengan ucapan Manan.Bahkan ia memilih untuk naik taksi saja dari pada diantar oleh Andi supir Manan. Ia tidak mau memakai mobil Manan mau pun berada di satu mobil dengan anak dan suaminya itu.Safia berjalan melewati mobil Manan yang masih berhenti di depan rumah, melihat hal itu Amar sedikit heran, apakah mamanya itu sudah lupa dengan mobil papanya, sehingga melewatinya begitu saja."Mama, Kena--" Amar tercekat, kecewa dan tak sanggup meneruskan kalimatnya saat melihat sang mama masuk ke dalam taksi."Sudah, boy Mama, masih marah pada Papa jadi biarkan saja naik taksi nanti pulangnya biar papa yang jemput, kamu gak usah kawatir, " ucap Manan pada putranya sambil memasang sabuk pengaman lalu mengemudikannya dengan kecepatan sedang.Amar terdiam dan hanya mengangguk dalam pikiran bocah kecil itu apa benar yang dikatakan mamanya bahwa mereka akan bercerai.Hin
Manan terbentur kaca depan terdapat memar di kening, ia melihat mobil di depannya sangat rusak parah di bagian bemper belakangnya.Manan melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobilnya untuk menemui pemilik kendaraan di depannya itu.Ia membuka pintu dan turun dari mobil lalu berjalan ke depan lalu berhenti tepat di depan kendaraan yang telah ditabraknya.Seorang wanita turun dari mobilnya dan berjalan ke arahnya langsung berteriak karena terkejut melihat mobil rusak parah."Mobilku!" teriaknya tanpa memperdulikan Manan yang tengah terkejut dengan wanita yang berdiri di sebelah menatap tak berkedip dan memutar sepontan mengikuti kata hatinya sambil meraih dagu wanita itu dan mengangkatnya ke atas."Laila apa itu Kau?" tanyanya lirih pada wanita itu "Siapa Laila? Maaf tuan Anda tidak apa-apa? Saya Lala bukan Laila," jawab Lala.Manan tersadar dari kerinduan yang amat sangat terhadap mendiang istrinya hingga dia begitu lancang menyentuh wanita yang bahkan tidak ia tahu namanya."Maaf,"